.
.
Rose
Baekhyun
Chanyeol
Drama, Family, Hurt/Comfort
.
.
.
.
.
.
"Okey, Mum, jangan terkejut karena," Rose memberikan senyuman aneh dan sayangnya karena hal itu juga Baekhyun yang sebelumnya penasaran kini menjadi malas menanggapi kalimat yang akan remaja itu katakan.
"Daddy kembali! Woohooo!" Rose berteriak keras dengan tepukan tangan aneh yang sayangnya lagi itu bukan hal aneh untuk Baekhyun.
"Terdengar menyenangkan," Ujar Baekhyun datar dan berlalu meninggalkan Rose yang masih bersama kebahagiaannya.
"But, aku mempunyai kejutan lain," ujar Rose yang di abaikan oleh Baekhyun, wanita yang berstatus sebagai ibunya itu hanya terus berjalan ke dapur tanpa memperdulikan kalimatnya.
Rose berjalan meninggalkan ruang tengah, meletakan peralatan sekolahnya dengan sembarang di atas sofa. Mendekati Baekhyun yang kini tengah fokus dengan adonan yang pasti membuat Rose harus rela sakit perut untuk kesekian kalinya.
"Mum, jangan membuat kue lagi," Baekhyun mendelik, tentu saja. Secara tidak langsung ia merasa di hina oleh putrinya sendiri.
"Sekedar mengingatkan, dua bulan lalu aku tidak masuk sekolah selama tiga hari karena brownies coklat buatanmu," Oh, seharusnya Rose tidak mengatakan itu. Kini Baekhyun dengan wajah datar dan dinginnya membuang semua bahan-bahan adonan kue yg sudah ia siapkan ke dalam tempat sampah.
"Tak akan." Dengan kasar Baekhyun mengambil air dan meminumnya. Memberikan tatapan tajam pada Rose.
"It's okay, Mum. Selain kue, masakanmu yang lain adalah favoritku, terbaik dari yang terbaik," ujar Rose dengan senyuman khasnya juga dua jempol yang ia acungkan bersama satu kali kedipan mata. Membuat Baekhyun mendengus tapi tidak di pungkiri jika ia menahan senyum melihat tingkah putrinya.
"By the way, tadi aku ingin mengatakan sesuatu," Baekhyun hanya merespon dengan gumaman, kini ibu dan anak itu tengah duduk di ruang makan.
"Daddy tadi menjemputku kesekolah dan kini ia sedang menunggu di dalam mobilnya, tepat di depan rumah kita," Jelas Rose, Baekhyun menyerngit bingung.
"Lalu? Jika kau ingin pergi dengan Daddy-mu itu, kau seharusnya segera ganti pakai-"
"Daddy ingin makan malam di sini, bersamamu dan juga aku," Rose jelas memotong perkataan Baekhyun, itu tidak sopan sebenarnya tapi Baekhyun tidak dapat merespon apapun setelah mendengar perkataan Rose, atau mungkin ia salah mengartikan perkataan Rose, putrinya pasti tidak mengatakan tentang makan malam bersama bukan? Oh batinnya berteriak menolak.
"Kau sudah tau jawabanku, jadi pergi dan beri tahu Daddy-mu itu." Baekhyun beranjak meninggalkan dapur, berjalan cepat menuju kamarnya.
Setelah memasuki kamarnya yang ia lakukan adalah mengintip di balik tirai jendela untuk melihat apakah yang di katakan Rose itu benar adanya.
Mobil SUV hitam itu terparkir rapi di sana, tepat di depan rumahnya. Kini ia juga bisa melihat Rose berjalan mendekati mobil itu dan dengan segera pintu mobil terbuka, memperlihatkan bagaimana pria tinggi dengan pakaian santainya tersenyum menatap Rose dan mereka seolah terlibat percakapan yang tak diketahui Baekhyun apa itu.
Tanpa sadar Baekhyun mulai memikirkan tentang sudah berapa lama mereka tidak bertatap muka. Baekhyun selalu menolak ketika Rose meminta Pria itu untuk mampir ke rumah. Mereka, lebih sering pergi keluar untuk menghargai Baekhyun. Seperti tadi, ajakan makan malam bukanlah hal baik untuknya, Rose seharusnya mengerti dan membiarkannya melupakan pria itu. Namun, yang di lakukan gadis remaja itu selalu membicarakan tentang Ayahnya. Rose akan selalu dengan sengaja melakukan panggilan telpon bersama Chanyeol saat ada dirinya. Dan juga pernah beberapa kali Rose melakukan panggilan video saat mereka sedang menonton bersama di ruang tengah.
Rose terlalu besar jika dikatakan tidak mengerti dengan apa yang terjadi di antara Ibu dan Ayahnya. Karena itu Baekhyun tidak pernah menutupi dirinya, ia selalu dengan jelas mengatakan pada Rose jika ia tidak ingin bertemu dengan pria itu.
.
Suara pintu terbuka, adalah hal yang membuat Baekhyun segara sadar dan menoleh pada Rose yang kini tengah bersandar di samping pintu kamarnya.
"Aku mengusir Daddy. Lagi." Ujar Rose, Baekhyun hanya mendengar tanpa merespon apapun. Yang di lakukan wanita itu hanya berjalan mendekati ranjang dan duduk di sana.
"Daddy tak meminta apapun, ia hanya ingin makan malam bersama, hanya makan, Mum." Lagi, Rose merasa di abaikan.
"Aku juga marah pada Daddy, tentu, dan kau bahkan tau itu, tapi mau bagaimana pun ia tetap Daddy-ku bukan? Walaupun ia bukan suamimu lagi, tapi tak ada yang bisa memungkiri jika aku masih putrinya juga." Jelas Rose. Ia berujar dengan datar, menatap tepat ke arah Baekhyun yang hanya menunduk, seolah lantai kamar lebih menarik untuknya.
"Ya. Kau memang putrinya, dan dia adalah Daddy-mu. Aku tidak pernah melarangmu menemuinya apalagi untuk membencinya. Hanya saja, seperti yang kau tau, dia bukan suamiku lagi begitu juga sebaliknya." Ujar Baekhyun yang di balas dengan helaan nafas kasar oleh Rose sebelum ia meninggalkan kamar ibunya.
.
.
.
"Bagaimana pekerjaanmu di sana?"
"Baik."
"Kau sudah menemui Rose?"
"Ya, aku menjemputnya di sekolah."
"Dan bertemu Baekhyun?" Oh itu pertanyaan yang mudah di jawab sebenarnya. Namun yang di lakukan Chanyeol hanya meneguk minumannya dengan kasar.
"Oh Man, malang sekali dirimu." Sehun membuat kalimatnya terdengar menyebalkan dan itu berhasil membuat lawan bicaranya jengkel.
"Lalu bagaimana dengan Seulgi? Aku dengar kemarin ia baru saja menikah."
"Sekali lagi kau bicara, kau akan merasakan bagaimana di cium dengan botol whiskey." Sarkas Chanyeol, Sehun berdeham kaku lalu ikut meminum minumnya.
"Sebelum kau membuatku bercumbu dengan botol itu, aku sungguh penasaran tengan Seulgi," Sehun tak akan berhenti sebelum mulutnya benar-benar tidak bisa terbuka. Chanyeol mendengus.
Oh hebat sekali, ia bisa bertahan dengan pria ini sejak masa sekolah hingga sekarang, batinnya mengejek.
"Terlebih aku penasaran dengan anaknya, kau tau itu-" Sehun tak tahu harus bersyukur atau mengeluh. Bersyukur karena ia tidak bercumbu dengan botol itu atau mengeluh karena seluruh wajahnya basah oleh whiskey bercampur liur yang keluar langsung dari mulut Pria itu.
Sialan, Park Chanyeol.
.
.
Tak ada yang menyenangkan setelah kepulangannya kembali ke tanah kelahirannya. Semua terasa memuakkan bahkan hingga seluruh panggilan telpon dari Kakak perempuannya.
'Sudah ku katakan, jangan pernah mengganggu adikku lagi!' Oke, kini ia bingung siapa adik yang di maksud kakaknya itu ketika wanita itu tengah berbicara dengannya, adiknya sendiri.
'Kau seharusnya sudah kehilangan seluruh wajahmu untuk menemuinya dan bagaimana bisa kau meminta untuk makan malam bersamanya, Bajingan gila!' Ya, sudah seharusnya aku menjadi gila, batinnya mengeluh.
'Kau harusnya bersyukur ia masih membiarkan Rose menemuimu, bukannya bertingkah tak tau malu meminta putrimu sendiri untuk mengajaknya makan malam bersamamu!'
"Noona," Chanyeol berujar dengan parau.
"Bajingan gila ini hanya sedang rindu pada cinta pertamanya dan juga ibu dari anaknya," Yoora tak mengatakan apapun, panggilan terputus secara sepihak.
Chanyeol mendengus keras lalu mengusak wajahnya dengan kasar sebelum melempar ponselnya asal.
.
.
Setelah membuat sarapan untuk Rose dan mengantarnya hingga halte bus yang ia lakukan seharusnya berjalan kembali kerumahnya. Tentu saja itu yang ia lakukan. Namun, bagaimana jika rumah tak lagi jadi menarik ketika melihat mobil SUV hitam yang sangat di kenalnya kembali terparkir di depan rumahnya.
Oh, Baekhyun bahkan tidak tahu harus menyesal atau tidak karena sudah mengantar Rose ke halte Bus.
Baekhyun berjalan memutar, berkunjung ke rumah Kyungsoo terdengar lebih baik. Lagi pula, jarak rumah itu hanya beberapa blok dari rumahnya.
Sambutan menyebalkan adalah yang ia temukan ketika menekan bel.
"Pergilah, aku sibuk!" Ujar Kyungsoo setelah membuka pintu dan melihat siapa tamunya. Berjalan kembali memasuki rumahnya tanpa menutup pintu.
"Aku hanya ingin menumpang duduk saja," Baekhyun dengan segera berjalan menuju ruang tengah dan terbaring di sofa. Dan Kyungsoo hanya bisa mendengus melihat temannya itu.
"Apakah kau sedang ada pesanan?" tanya Baekhyun dengan berteriak keras. Jarak dapur dan ruang tengah tidak terlalu jauh sebenarnya, hanya ada pembatas kaca di sana dan hal itu yang membuat Kyungsoo mengutuk tingkah wanita itu.
Kyungsoo datang dengan satu nampan berisi satu piring kue kering dan dua gelas teh. Sebelumnya ia tidak terlihat tertarik dengan tamunya, namun dengan sikap kesopanan ia masih memberikan jamuan pada tamu tak di undangnya.
"Kau mengantar Rose ke halte bus?"
"Hmm, kami sedikit bertengkar kemarin jadi aku ingin mengantarnya," jelas Baekhyun yang di balas dengan anggukan mengerti.
"Apa itu tentang Chanyeol?" Tak ada respon yang di berikan Baekhyun, sudah pasti jawabannya adalah benar.
"Aku fikir ia masih di Kanada, apa mungkin ia sudah pulang?"
"Pulang, dan menawarkan makan malam bersama." Baekhyun mendengus, seolah kembali muak hanya dengan mengingat kejadian kemarin.
"Mungkin dia rindu, Baek. Tidakkah kau merindukannya juga?" Kyungsoo sebenarnya hanya ingin menghibur Baekhyun dan memancing amarahnya, karena ia tahu membahas tentang mantan suami temannya itu bukanlah hal baik.
"Sedikit." Dan jawaban yang terdengar seperti gumaman itu membuat Kyungsoo tersedak ludahnya sendiri. Namun, ia dengan segera kembali serius dengan obrolan yang menurutnya menarik ini.
Karena, selama hampir setahun terakhir ini Baekhyun selalu menghindari pembicaraan tentang Chanyeol. Perasaan muak yang selalu berkemuka itu membuat banyak orang di sekitarnya menjadi selalu berhati-hati untuk berbicara dengan wanita itu mengenai mantan suaminya.
"Lalu kenapa tidak menemuinya?" Tanya Kyungsoo, Baekhyun terdiam, terlihat bingung harus merespon apa.
"Makan malam bukan hal sulit, bersamanya atau bersama Rose itu sama saja bukan? Toh, kalian pernah melakukan itu sebelumnya," jelas Kyungsoo lagi, Baekhyun masih diam.
"Baek-"
"Aku takut. Membencinya ternyata sangat sulit, Soo. Bahkan, dengan setelah semua yang ia lakukan padaku," Kyungsoo mendekat, menepuk pelan bahu temannya itu seolah memberikannya kekuatan.
"Kau membuat pilihan dengan melepasnya, Baek. Kau lebih memilih meninggalkannya ketika saat itu ia memohon ampun padamu,"
"Bagaimana bisa?! Apa kau bisa memaafkan Jongin ketika ia menghamili wanita lain bahkan saat putrimu sudah memasuki sekolah menengah atas?! Chanyeol terlalu tahu diri dengan batasan apa yang tidak harus ia lakukan, tapi nyatanya ia tidak melakukan itu!" Baekhyun berteriak marah, cara Kyungsoo berbicara seperti menyudutkannya dan ia marah karena hal itu, karena nyatanya, ia hanya korban dari betapa bajingannya Park Chanyeol.
"Baek, kau tau maksudku bukan untuk membela Chanyeol. Siapa pun tahu jika dia adalah masalah disini, hanya saja, ada waktu dimana untuk penyelesaian secara baik-baik, bukan? Dan banyak orang yang mengharapkan kau memaafkan Chanyeol dan menyelesaikan masalah kalian dengan baik," ujar Kyungsoo perhatian.
"Seperti Rose, ia putri kalian, putri kalian yang sudah beranjak remaja, tidakkah kau tau masa remaja adalah masa pubertas yang paling berbahaya, kami semua memikirkan bagaimana nanti perasaan Rose, apa kalian tidak memikirkan Rose?" Kyungsoo bertanya dengan nada yang begitu lembut, dan nyatanya hal itu membuat Baekhyun terisak.
Ia ingat saat mereka bertengkar di hadapan Putri tunggalnya itu. Membuat Rose menangis, dan mendiaminya selama berhari-hari juga lebih memilih tinggal bersama Yoora.
Dan lagi, ketika Rose mengerti apa penyebab mereka bertengkar. Ia bertingkah bar-bar dengan melemparkan barang apa pun pada pria yang berstatus sebagai ayahnya. Memberikan berbagai umpatan yang sangat tidak sopan, yang seharusnya tidak ia lakukan pada Ayahnya.
Tapi, di saat itu juga, di saat Baekhyun memutuskan memilih menggugat cerai Chanyeol, Rose satu-satunya yang memeluknya, mengatakan ia sangat membenci ayahnya tapi tak ingin jika mereka harus berpisah. Rose yang paling keras menolak, tapi juga tak bisa melakukan apa pun ketika bahkan dengan jelas ia melihat ibu yang melahirkannya itu menangis tersedu.
.
.
"Mum, Daddy masih bisa kita maafkan bukan?" tanya Rose dengan isakan kecil setelah membaca surat gugatan cerai yang ia baca tidak sengaja ketika ke kamar orang tuanya.
Baekhyun tak merespon apa pun, dengan cepat wanita itu menarik surat dalam genggaman Rose dan memasukannya kembali kedalam amlop.
"Mum, aku juga membenci Daddy, tapi bukan berarti aku ingin berpisah dengannya," masih dengan suara paraunya, Rose berjalan mendekati Baekhyun dan segera memeluk wanita itu dengan begitu erat.
"Daddy masih punya kesempatan untuk memperbaikinya jika kita memberikan kesempatan itu," Baekhyun masih diam, tapi tanpa Rose sadari, air mata itu juga sudah mengalir begitu deras. Rasa sakit di khianati itu terlihat begitu jelas di matanya yang memerah basah.
"Aku masih ingin melihat Mommy dan Daddy bersama," Rose terus mengeratkan pelukannya tanpa respon dari Baekhyun.
"Tapi," Suara Baekhyun yang bergetar parau itu membuat Rose segera melepaskan pelukan dan menatap wajah ibunya yang sudah penuh dengan air mata.
"Mommy tidak ingin bersamanya lagi, tidak ingin melihatnya lagi dan tidak ingin memberinya kesempatan apa pun lagi," Baekhyun tertunduk, merasa malu untuk menatap pada putrinya. Terisak begitu payah, seolah ia hampir kehilangan nafasnya sendiri.
Rose kembali memeluknya.
"Mommy memilikiku, jadilah kuat untukku dan mari kita hidup berdua dengan bahagia."
Dan kenyataan itu adalah akhir dari semuanya. Akhir dari perjalanan cinta dan juga pernikahannya. Chanyeol menghancurkan segalanya yang telah mereka bangun sejak bertahun-tahun lalu.
.
.
Setelah makan siang bersama di rumah Kyungsoo, Baekhyun pamit pulang karena Kyungsoo juga harus menjemput si bungsu di sekolah. Kyungsoo sebenarnya ingin memberi tumpangan untuk Baekhyun hingga rumah wanita itu, namun Baekhyun menolak karena terlalu berlebihan jika di antar, mengingat jarak rumah mereka tidak begitu jauh.
Alasan yang membuat Baekhyun terjebak di rumah Kyungsoo sudah hilang, mobil SUV hitam itu sudah tak terparkir dirumahnya dan tanpa sadar ia menghela nafas lega.
Namun, hal lain membuatnya kembali terkejut, mematung di tempatnya hanya karena melihat satu pesawat kertas di pagar rumahnya.
Bukan tanpa alasan, tapi, pesawat itu membawanya kembali pada masa saat ia berada di tahun kedua SHS. Dimana saat itu, tetiba sebuah pesawat kertas melesat tepat mengenai kepalanya dan jatuh di dekat kakinya.
.
.
Soyu yang mendengar suara teriakan Baekhyun itu segera mendekati temannya.
"Ada apa?" Soyu bertanya namun pandangannya teralih pada pesawat kertas di dekat kaki Baekhyun. Dengan cepat tangannya mengambil pesawat itu dan membuka kertasnya.
Soyu terkiki geli, yang mana hal itu membuat Baekhyun merenggut kesal.
"Ciee Baekhyun, ternyata ada yang naksir juga yaaa~" Baekhyun yang tak mengerti dengan kalimat ejekan Soyu itu segera mengambil kasar kertas yang tadi mengenai kepalanya.
'Baekhyun-ah, jangan sering muncul di mimpiku jika kau tidak menyukaiku. Nanti kalau aku tergila-gila denganmu bisa bahaya lohh. – Dari pria yang selalu memimpikanmu.'
Soyu masih terkikik sedangkan Baekhyun menyerngit bingung dengan maksud isi surat itu.
"Ekhem, Jangan sering muncul di mimpiku jika tidak ingin aku tergila-gila," Soyu terlalu menyebalkan dengan suara jadi-jadiannya itu. Dengan kesal Baekhyun menggumpal asal kertas itu dan melemparkannya pada Soyu sebelum ia beranjak pergi dengan rona merah mudah di pipinya yang tidak ia sadari.
.
.
Kilasan itu sedikit membuatnya bernostalgia dengan masa lalu sekolahnya. Masa-masa sekolah yang sangat menyenangkan.
Tangannya dengan perlahan mengambil pesawat kertas yang di sangkutkan di antara pagar. Membuka dan membaca isinya tanpa berkedip. Alasan yang membuatnya segera mencengkram kertas itu dan melemparnya asal sebelum ia masuk dengan langkah besar.
.
.
Baekhyun yang kini tengah menyiapkan makan malam terkejut dengan suara pintu yang di buka dan tutup dengan kasar. Munculnya Rose tanpa mengganti sepatu sekolahnya dengan sandal rumah, nyatanya membuat Baekhyun kebingungan.
"Ada apa deng-"
"Daddy bertemu denganmu, Mum?" pertanyaan itu nyatanya semakin membuat Baekhyun menyerngit bingung.
"Apa yang kau bicarakan?" Rose berjalan mendekati Baekhyun dan menunjukkan kertas berisi surat tadi siang.
"Ganti sepatumu, dan mandilah," itu respon Baekhyun.
"Daddy datang, dan sudah di pastikan kau mengabaikannya, bukan?"
"Seperti yang kau tahu," jawab Baekhyun sebelum kembali melanjutkan kegiatannya menyiapkan makan malam.
"Baekhyun-ah, jangan membuatku merindu jika kau tidak ingin bertemu denganku. Nanti kalau aku gila, bisa bahaya," Rose membacakan isi surat itu dengan suara keras sebelum ia menaiki tangga, "dari pria yang selalu merindukanmu," lanjut Rose sebelum akhirnya memasuki kamarnya dan menutup pintu dengan kasar.
.
.
Sebenarnya ia tak tertarik dengan melakukan hal yang membuatnya membenci dirinya sendiri. Tidak ketika kakak perempuannya memaksa untuk bertemu bagaimana korban dan hasil dari kebejatannya.
"Setidaknya kau harus ada etika baik untuk datang mengunjunginya dan mengucapkan selamat, kau bahkan kabur ketika wanita itu melahirkan anakmu," Yoora berujar sarkas, yang mana hal itu di balas dengan tatapan tajam oleh Chanyeol, karena ia tak suka kalimat terakhir Yoora.
"Salahkan dirimu yang bajingan itu, adikku." Chanyeol mendengus.
Tak sampai setengah jam, mereka sampai di kediaman keluarga Shim. Chanyeol berjalan tanpa minat, jika bukan karena Yoora ia tak akan pernah berkunjung ke rumah itu.
"Hallo, Seulgi-ssi," tak lama setelah bel di tekan oleh Yoora, pintu rumah itu terbuka dan menampilkan sosok wanita dengan pakaian rumahnya yang terkejut.
"N-ne," kegugupan tentu terlihat jelas di wajah Seulgi bahkan suaranya.
"Boleh kami masuk?" Dengan sopan, Seulgi membuka pintu lebih lebar dan membiarkan dua bersaudara itu masuk.
"Suamimu?"
"Ia sedang bekerja, anda ingin minum apa?" Tanya Seulgi.
"Apa pun, yang dapat di minum," Ujar Yoora dengan senyum sopannya. Chanyeol hanya duduk diam tanpa minat.
"Kau terlalu angkuh untuk orang yang sudah memperkosa wanita itu," Yoora kembali membuatnya jengkel. Tersenyum miring dengan respon geram yang di berikan sang adik.
Seulgi kembali dengan dua gelas jus Jambu. Duduk di sana, dan menatap canggung pada Yoora yang tengah minum dan Chanyeol yang sibuk dengan ponsel.
"Kami datang untuk mengucapkan selamat atas pernikahanmu," Yoora memberikan bingkisan yang ia bawa dan di terima dengan senyuman sopan oleh Seulgi.
"Terima kasih dan maaf sudah merepotkan," ujar Seulgi. Yoora tersenyum tak apa.
"Dimana bayimu? Apakah kami boleh melihatnya?"
"Te-tentu saja, Anda bisa ikut saya ke kamar, Hanbin masih tidur di kamarnya," jelas Seulgi.
"Hanbin?"
"Ya, Shim Hanbin," jelas Seulgi lagi.
"Itu nama yang bagus," terang Yoora yang di balas dengan senyuman terima kasih.
Bayi kecil itu terpejam tenang dalam tidurnya, terlihat tampan bahkan saat tidur.
"Ia tidak mirip denganmu," tetiba Yoora berbisik yang mana hal itu membuat Chanyeol tersedak ludahnya sendiri.
"Hanbin seperti versi tampannya Seulgi-ssi," Ujar Yoora dengan sopan pada Seulgi.
"Sekali lagi kami minta maaf atas kejadian lalu, itu pasti benar-benar pengalaman terburukmu," jelas Yoora.
"Saya sudah memaafkan, Direktur Park. Dan lagi, saya sudah mempunyai Changmin yang menerima saya dan juga bayi saya," Jelas Seulgi, yang mana hal itu membuat Yoora segera memeluk wanita itu dengan lembut.
Yoora memukul punggung Chanyeol setelah wanita itu selesai memeluk Seulgi.
"Sekali lagi, saya mohon maaf atas segala yang sudah terjadi dan semoga kau bisa bahagia dengan keluarga barumu," ujar Chanyeol lalu membungkukkan badannya sopan.
"Tak apa, Direktur," Seulgi tersenyum begitu manis, meninggalkan kesan jika ia sudah sangat bahagia sekarang. Ia akan berdamai dengan masalahnya dan hidup lebih bahagia di masa mendatang. Karena kini ia tak akan sendiri, ia mempunyai suami dan anak yang akan selalu menguatkannya. Masa lalu akan menjadi pelajaran untuknya.
Lalu kenyataan lain membuatnya penasaran.
"Bagaimana dengan, Nyonya Park?" Yoora tertawa kecil dan Chanyeol memandang kosong.
"Ia menghukumku." Itu Chanyeol, dua pasang mata itu tetiba saja menoleh menatap Chanyeol yang entah mengapa terlihat tengah melamun.
"Di benci olehnya adalah hukuman terberat untukku," Lagi. Ia seolah tengah mengungkapkan keluh kesahnya. Tatapannya yang kosong membuat dua pasang mata lain menatap iba ke arahnya.
"Ini baru satu tahun, satu tahun di anggap telah mati. Dan setelah di pikirkan, mati sungguhan terasa lebih baik," kekehan beratnya tak membuat suasana di sana berubah. Yoora menghela nafasnya dan pamit pulang.
Chanyeol sekali lagi membungkukkan badannya, memohon maaf pada Seulgi lalu mengucapkan terima kasih atas kebaikannya.
.
.
"Kau sungguh akan mengambil alih proyek di Kanada?" tanya Yoora setelah mendengar Chanyeol menghubungi managernya untuk mengurus keberangkatannya ke Kanada. Chanyeol hanya menjawab dengan gumaman.
"Seingatku, belum ada seminggu kau di sini, dan kau ingin kembali ke sana?"
"Bukankah kau senang jika aku mengurus langsung proyek di sana?"
"Aku senang sebagai Wakil Presdil, tapi sebagai kakakmu, jelas aku khawatir," Jelas Yoora yang mana hal itu membuat Chanyeol menarik kecil bibirnya. Merasa terhibur dengan kalimat Kakak perempuannya.
"Jangan membuatku tertawa," ejek Chanyeol.
"Bukan salah Baekhyun jika ia membencimu, tapi aku juga tak suka kau yang selalu menyalahkan dirimu sendiri," Chanyeol kembali terkekeh mendengar pernyataan Yoora.
"Tapi sayangnya, fakta membuktikan jika semua kesalahan ada pada diriku. Jadi satu-satunya yang patut aku salahkan adalah diriku sendiri."
Yoora menghela nafasnya, menatap keluar jendela dengan tatapan menerawang. Ia ingat betul saat itu, puluhan tahun lalu, ketika Chanyeol baru pulang dari sekolahnya ia segera memeluk ibu dan berteriak layaknya orang tak waras.
.
.
"Ibu aku pulang!" Teriak Chanyeol yang membuat Yoora mendengus karena suara adiknya itu mengganggu konsentrasinya.
Chanyeol seperti tak kenal umur dan tak melihat betapa besar badannya itu ketika berlari dan memeluk ibu yang tengan membersihkan piring.
"Ibu, aku mencintaimu." Ujar Chanyeol yang mana membuat sang ibu menggerutu karena ia hampir memecahkan cangkir kesayangannya.
"Cintailah dirimu, dan bersihkan badanmu yang bau itu," ujar Ibu mencoba melepas dekapan Chanyeol yang bau keringat.
"Oh tidak, aku akan mencintai Baekhyunku sampai mati." Ibu terkekeh mendengar pernyataan putranya sedang Yoora tertawa keras di ruang tengah.
"Pernyataanmu berhasil?" Tanya ibu setelah melepaskan dekapan Chanyeol.
"Ia bilang, aku juga menyukai telingamu," jelas Chanyeol dengan meniru cara Baekhyun berbicara tadi.
"Hanya telingamu bodoh!" teriak Yoora dengan tawa lebarnya.
"Ajaklah Baekhyun kemari, Ibu ingin melihat secantik apa Baekhyunmu itu hingga membuat putra ibu tergila-gila seperti ini," terang ibu.
"Ibu akan terkejut melihat betapa cantik dan manisnya Baekhyunku, tak akan ada yang bisa menandinginya," jelas Chanyeol dengan bangga.
"Satu-satunya di dunia, dan tak ada yang dapat menggantikannya," lanjut Chanyeol lagi, yang semakin membuat Yoora tertawa terbahak mendengar kisah cinta monyet adiknya.
.
.
Saat itu Yoora kira, kisah Chanyeol dan Baekhyun hanya akan berakhir sebagai cinta monyet. Seperti cinta anak remaja biasa yang akan berakhir begitu saja. Tapi kenyataannya, itu semua berakhir dengan bertahun-tahun mereka menjalin kasih dan di lanjutkan dengan sebuah pernikahan. Ia tak menyangka jika tekad serius Chanyeol saat itu adalah pertaruhan hidup adiknya. Ia tak menyangka Chanyeol, adik nakalnya benar-benar bekerja keras untuk sebuah pernikahan dan kehidupan layak untuk Baekhyun.
Lalu ketika semua itu, Yoora jadi berpikir apa yang membuat Chanyeol melakukan pengkhianatan pada Baekhyun. Ia bahkan berani menaruh benihnya pada wanita lain.
"Kau benar mabuk saat itu?" pertanyaan tetiba Yoora, membuat Chanyeol menyerngit bingung.
"Dengan Sekretaris Kang, kau benar mabuk saat itu?" Yoora memperjelas pertanyaannya. Chanyeol diam.
"Yeol, kau benar mabuk saat itu?"
"Tidak."
Setelah jawaban Chanyeol. Yoora terdiam, mencerna jawaban Chanyeol.
"Kau yang membelaku, mengatakan jika aku mabuk pada Baekhyun," jelas Chanyeol.
Yoora masih diam. Itu benar. Saat itu pertengkaran hebat antara Chanyeol dan Baekhyun membuatnya takut. Pesta suksesnya salah satu proyek Park Corp. adalah semua hal di mulai.
Entah bagaimana ceritanya, Baekhyun dan Chanyeol tengah bertengkar di salah satu pintu kamar hotel. Chanyeol hanya dengan bathrobenya dan Baekhyun dengan wajahnya yang sudah memerah marah. Satu hal lain yang membuatnya terkejut adalah sekretaris Chanyeol yang menangis di dalam kamar hotel itu, duduk bersandar pada ranjang dengan tubuh yang di tutupi selimut.
"Lalu, kenapa kau melakukannya?" tanya Yoora.
"Sebelum itu, kami bertengkar," mulai Chanyeol, Yoora mendengarkan.
"Noona tau sendiri setelah melahirkan Rose, Dokter mengatakan jika Baekhyun tidak akan bisa hamil lagi," ujar Chanyeol, mengingat kembali awal mula kehancurannya.
"Aku membicarakan tentang bayi tabung dan memberikan adik untuk Rose." Ujar Chanyeol, menatap menerawang ke luar jendela.
.
.
"Aku tak mau," Jawab Baekhyun mantap.
"Kenapa? Kita bisa mencobanya, sayang," Baekhyun mendengus mendengar perkataannya.
"Kenapa? Alasannya sangat mudah, Aku tidak mau!" geram Baekhyun.
"Oke, maafkan aku, aku tidak akan membahas hal ini lagi," tenang Chanyeol, meraih tangan Baekhyun namun di tepis kasar oleh Baekhyun.
"Kau kecewa karena aku tidak bisa melahirkan banyak anak untukmu?!" sarkas Baekhyun. Chanyeol sedikit terkejut, lalu menggeleng berkali-kali.
"Tidak. Bukan itu maksudku, sayang, hey, tenanglah," Jelas Chanyeol kebingungan, Baekhyun mengartikan maksudnya dengan salah.
"Bagaimana jika ceraikan aku lalu kau bisa cari wanita yang bisa melahirkan banyak anak untukmu?" tanya Baekhyun dengan datar.
"Mulutmu, Nyonya Park." Chanyeol mulai geram, perkataan Baekhyun terlalu kasar.
"Kau yang memulainya, Tuan Park yang terhormat."
"Kau tak mengerti. Bukan itu maksudku."
"Sayangnya aku mengerti, dan saranku di banding bayi tabung yang kau maksudkan itu, lebih baik kau cari wanita lain yang bisa memberi banyak anak untukmu," Lagi. Chanyeol tak suka dengan kalimat Baekhyun yang satu itu. Kalimat itu melukai harga dirinya.
.
.
"Dan pesta perusahaan itulah puncaknya, aku menantang Baekhyun, ia memintaku untuk mencari wanita lain maka aku akan melakukannya," terdengar dengusan di akhir kalimatnya.
"Karena itu kau diam saat itu?"
"Ya. Aku diam dan melihat bagaimana reaksinya."
"Chanyeol kau sadar yang kau lakukan saat itu?"
"Entahlah. Aku seperti melupakan diriku hanya karena merasa harga diriku di lukai oleh orang yang aku cintai," Ujar Chanyeol.
"Tapi ketika Baekhyun berteriak memakiku dengan air matanya, aku baru sadar jika aku melukainya," Yoora menatap Chanyeol, mata adiknya mulai memerah, hampir menangis.
"Nyatanya bukan dia yang menghancurkanku, tapi aku yang menghancurkannya." Yoora menepuk pundak adiknya, memberikan kekuatan meskipun ia tak tahu harus melakukan apa.
"Kau ingat ketika dia menatapku bagaikan orang asing dan bagaimana cara dia seolah menganggapku tak ada?" tanya Chanyeol, Yoora mengangguk.
"Kau tahu apa yang dia katakan sebelumnya, Noona?" Yoora kini menggeleng.
"Suamiku telah mati. Aku tidak mengenalmu. Dan kau tahu betapa hancurnya aku setelah mendengar ia mengatakan itu tepat di hadapanku dengan tatapan dinginnya?" Chanyeol terkekeh jika mengingat hal itu. Bibirnya yang terkekeh dengan matanya yang memerah membuat Yoora terlalu banyak mengiba pada adiknya. Lagi.
"Aku bahkan memintanya untuk membunuhku saat itu." Jelas Chanyeol yang mana membuat Yoora terkejut. Menatap adiknya dengana kedua mata membola.
.
.
"Sayang, aku mohon, kita bicarakan ini dengan tenang dan selesaikan masalah kita dengan baik, hmm?" Gugatan surat cerai sudah sampai di tangannya dan jelas membuatnya segera mendatangai kediaman mereka untuk menemui Baekhyun.
"Kita pikirkan ini baik-baik, oke? Aku mohon maafkan aku, sungguh tak ada niat seperti itu, aku mohon maafkan bajingan ini, Baekhyunie, Istriku, jangan seperti ini, aku tak ingin kehilanganmu dan Rose," berlutut di hadapan Baekhyun dan mengecupi jemarinya berkali-kali nyatanya tak memberikan respon apapun untuk wanita itu.
Baekhyun masih diam. Tak menolak tak menerima. Ia hanya membiarkan Chanyeol melakukan apapun yang pria itu inginkan sebelum ia benar-benar mengusir pria itu jauh dari hidupnya.
"Sayang, aku sangat mencintaimu, sungguh, aku tak bermaksud mengkhianatimu, Baekhyunie, tatap aku, lihat aku dan aku mohon ampuni aku, jangan menghukumku hingga sejauh ini," Chanyeol menolak kata menyerah. Ia akan terus berusaha selama ia merasa masih di berikan kesempatan.
"Baekhyunie, istriku, ku mohon lihat aku, aku sangat mencintaimu, bukankah kau mengetahui hal itu?" tanya Chanyeol.
"Bangunlah," pinta Baekhyun. Chanyeol segera berdiri. Menatap penuh harap.
"Suamiku telah mati."
Mata bulat yang menatap penuh harap itu kini meredup, tapi bibirnya, terbentuk sebuah senyum kaku di sana, lalu kekehan menyedihkan terdengar.
"Sayang, kau melukaiku," ujar Chanyeol kembali meraih jemari Baekhyun. Namun wanita itu segera melepasnya dan mundur satu langkah.
"Aku tidak mengenalmu. Pergilah." Ujar Baekhyun sebelum ia berbalik meninggalkan Chanyeol.
"Tetap disana." Suaranya terdengar dingin. Chanyeol melangkah besar menuju dapur, tangannya dengan cepat mengambil pisau buah yang ada disana lalu berjalan mendekati Baekhyun yang mematung memperhatikannya.
Pisau yang ia bawa, ia berikan pada Baekhyun, ia paksa wanita itu untuk memegang pisau itu dan mendekatkan tepat di lehernya.
"Buktikan jika suamimu telah mati." Ujar Chanyeol, terus memaksa agar tangan Baekhyun menusuk lehernya.
Tangan Baekhyun bergetar hebat, ia berusaha untuk menahan dan menolak. Matanya di banjiri air mata.
"Buktikan jika suamimu sudah mati, Park Baekhyun!" Baekhyun terus menggeleng berkali-kali, tangannya masih ia coba untuk menolak.
"Bunuh aku! Bunuh aku seperti yang kau inginkan!" Teriak Chanyeol kasar. Terus menatap tajam pada Baekhyun yang sudah banjir oleh air mata.
"HENTIKAN!" Teriak Baekhyun. Pisau itu terlepas dari kedua tangan mereka dan terpental jauh entah dimana.
Namun hal itu nyatanya tidak sebagus yang di harapkan. Pisau itu melukai Chanyeol. Telapak tangan pria itu berdarah, darah terus mengalir di sana hingga mengotori lantai. Baekhyun menatapnya dengan tubuh gemetar, sedang Chanyeol menatapnya dalam diam.
"Aku mencintaimu, Baekhyunie, aku mencintaimu melebihi diriku sendiri, aku tahu kesalahanku, aku tahu apa yang kulakukan adalah kesalahan yang amat sangat fatal, tapi, biarkan pendosa ini mendapatkan kesempatan yang lain untuk merubahnya." Chanyeol menatapnya dengan lembut, tatapan pria itu yang selalu membuatnya merasa di miliki.
"Sayang, aku sangat membutuhkanmu lebih dari apa pun, jangan tinggalkan aku, dan jika kau ingin, yang harus kau lakukan adalah membunuh pendosa ini, jangan pernah membiarkannya kabur," ujar Chanyeol.
"Ka-kalau begitu kaburlah! Pe-pergi sejauh mungkin hi-hingga tak terlihat lagi o-olehku!" usir Baekhyun sebelum ia beranjak pergi meninggalkan pria itu bersama tawanya yang menyedihkan.
.
.
.
.
Baekhyun tengah sibuk di ruang kerjanya ketika bel rumah berbunyi yang mana hal itu membuat pikirannya teralihkan dan beranjak meninggalkan ruang kerjanya.
Yang ia lakukan setelah membuka pintu adalah tersenyum lebar, menyambut tamunya dengan baik.
"Kau terlihat berantakan, adikku," ujar Yoora merapikan anak rambut Baekhyun yang di kuncir asal.
"Merapikan pekerjaan karyawanku yang mendadak cuti adalah hal buruk, Eonnie," keluh Baekhyun lalu tangannya dengan segera menarik Yoora untuk masuk.
"Dimana Rosie?"
"Ayahnya menjemput, mereka menikmati akhir pekan bersama," jelas Baekhyun yang di tanggapi dengan anggukan mengerti oleh Yoora.
"Chanyeol mengambil proyek di Kanada dan akan menetap disana entah sampai kapan," Baekhyun hanya mengangguk menanggapi.
"Saat ia menjadikan pekerjaan sebagai alasan melarikan diri ke Kanada, saat itu ia hampir mengalami overdosis obat penenang," jelas Yoora, Baekhyun masih dalam respon diamnya.
"Baekhyun, kami kemarin bertemu dengan Seulgi," pernyataan itu nyatanya membuat Baekhyun sedikit tertarik.
"Putranya telah lahir, dan pernikahan mereka berjalan dengan lancar, Changmin memilih mencintai kelebihan Seulgi dan saling mendukung satu sama lain, Seulgi terlihat begitu bahagia," Yoora tetiba terdiam, seperti tengah menerawang tanpa arah dengan tatapan kosong. Baekhyun melihatnya penasaran.
"Lalu, aku bertanya-tanya, bagaimana bisa Seulgi menjadi sebahagia itu tapi adikku menjadi sehancur sekarang?" Yoora menatap Baekhyun penuh tanya, sedang Baekhyun membeku dalam tatapan seolah menuntut jawaban.
"Kau hanya perlu memaafkannya, Baek, mengatakan jika kau sudah mengampuninya, kau tak pernah tau bagaimana ia menghukum dirinya sendiri, ia hanya membutuhkan pengampunanmu melebihi apa pun," Yoora menggenggam jemari Baekhyun, memberikan tatapan memohon.
.
.
Satu lemparan berhasil menghancurkan piramida kaleng itu, tepukan tangan semangat dengan teriakan nyaring menjadi satu-satunya penyambut kemenangan.
"Okay Dad, aku ingin yang besar di sana," tunjuk Rose pada satu boneka berukuran hampir sebesar tubuhnya itu. Boneka berbentuk sapi bewarna coklat.
"Kita makan?" tanya Chanyeol, Rose mengangguk semangat.
Mereka berjalan menuju parkiran dan akan melanjutkan perjalanan untuk mencari restoran tempat mereka makan siang. Rose membiarkan boneka sapinya duduk di bangku belakang dan juga tidak lupa memasang sabuk pengaman pada boneka itu sebelum ia duduk di kursi depan samping ayahnya.
Rose tengah memilih lagu untuk ia putar sebelum ada satu pesan dari ibunya. Foto berbagai macam makanan rumah tertata rapi di meja makan, Rose terkejut, juga bingung apa masuk Baekhyun mengirim foto itu, namun sebelum ia ingin membalas pesan ibunya, pesan lain masuk yang mana hal itu membuat matanya membulat dengan mulut terbuka lebar.
"Berhenti! Daddy berhenti!" bentak Rose, Chanyeol yang bingung hanya segera menepikan mobilnya dan menatap Rose yang menatapnya dengan tatapan aneh.
"Aku belajar bahasa korea dengan baik, aku tidak pernah bolos dalam kelas itu dan aku juga mendapat julukan murid teladan karena aku sangat pintar dalam semua pelajaran," Rose tak berhenti bicara, ia terus mengatakan tentang betapa hebatnya ia dalam mempelajari bahasa korea dan bahasa-bahasa lainnya. Chanyeol yang tidak mengerti hanya diam mendengarkan hingga Rose sudah berhenti bicara.
"Aku tidak mungkin salah membacanya, tapi entah kenapa aku meragukan penglihatanku dan kepintaranku dalam membaca," Rose menunjukan isi pesan Baekhyun yang baru saja di terimanya beberapa saat lalu kepada Chanyeol.
Membiarkan pria itu mengeja satu persatu huruf yang di kirimkan oleh Baekhyun.
Chanyeol tetiba terbatuk, tersedak ludahnya sendiri dan menatap bingung pada Rose yang sama dengannya.
"A-apa itu?" Tanya Chanyeol.
Namun bukannya menjawab pertanyaan Chanyeol, Rose segera mendial nomor ibunya dan menghubunginya dalam mode speaker.
'Kalian sudah dimana?' Rose dan Chanyeol tanpa sadar saling menatap.
"Ja-jalan."
'Mommy memasak banyak makanan kesukaanmu, makanlah dirumah untuk makan siang,' Rose mengedipkan matanya berkali-kali sedang Chanyeol tanpa sadar mematung.
'Rose?' Panggilan itu menyadarkannya dari kebingungan.
"Hmm, tapi, Mum, kau tak salah mengirim pesan padaku bukan?"
'Mommy memasak banyak, Daddymu pasti juga lelah dan lapar, biarkan ia makan bersama kita,' Rose menatap dengan mata membulat pada Chanyeol, sedang pria itu mematung menatap lurus ke arah ponsel Rose.
"Kami sudah dekat, Mum. Kami akan segera sampai!" ujar Rose terlalu bersemangat. Panggilan terputus setelah Baekhyun mengatakan untuk berhati-hati.
Chanyeol masih belum kembali pada raganya. Jiwa dan raga pria itu seolah terpisah.
"Daddy! Kau dengar itu! Mommy ingin kita makan bersama! Apa yang kau lakukan?! Ayo jalankan mobilnya!" seru Rose dengan suara nyaringnya. Chanyeol masih mencoba mencari fokusnya kembali dan ketika hal itu terjadi tanpa sadar sudut bibir tertarik ke atas dan berubah menjadi senyuman lebar.
Rose yang memperhatikan itu ikut tersenyum melihat bagaimana, terlihat begitu jelas jika Chanyeol terlalu bahagia dengan apa yang menyerangnya beberapa saat lalu.
.
.
.
Rose memilih segera memasuki kamarnya dengan alasan badannya lengket dan ia akan berganti pakaian sebelum makan. Sedang Chanyeol, Rose meninggalkan pria itu dalan posisi canggung dengan duduk di ruang tengah seorang diri.
Dari tempatnya ia bisa melihat bayangan Baekhyun yang tengah menata meja makan. Matanya tak berhenti memperhatikan meskipun itu hanya sekedar bayangan karena terhalang kaca pembatas antara ruang makan dan ruang tengah.
Lalu tetiba ia menanyakan pada dirinya sendiri, apakah pendosa ini boleh memeluk malaikat itu? Ia tak berhenti menanyakan hal itu pada dirinya sendiri. Hingga, ia mulai meragukan penglihatannya, matanya pasti salah. Bagaimana bisa bayangan itu menjadi begitu jelas dan terlihat berjalan mendekatinya.
"Hmm..kau bisa menunggu di meja makan, aku akan memanggil Rose," itu Baekhyun, sebelum ia berjalan menaiki tangga menuju kamar Rose.
Chanyeol. Oh pria itu hanya mematung di tempatnya. Kepalanya seolah tengah melakukan pesta besar-besaran yang membuatnya sedikit kekurangan fokus dan terlalu banyak melamun. Duduk diam di sana hingga, Rose memukul pundaknya dan menyadarkannya.
"Kenapa masih disini, Dad?" Chanyeol hanya berdehem lalu segera beranjak menuju ruang makan.
Baekhyun sudah duduk disana. Dan Chanyeol mulai menghitung dalam batinnya.
Sudah berapa lama ia tidak duduk dan makan bersama seperti saat ini, bersama istri dan putrinya?
Tapi, pertanyaan itu juga tanpa sadar membuat batinnya tertawa. Istri? Ia terus menertawakan dirinya sendiri.
Makan siang berlalu begitu saja. Meja makan hanya diisi dengan suara dentingan sendok yang beradu dengan piring. Rose bahkan merasa enggan untuk membuka perbincangan.
Baekhyun juga terlalu menikmati makanannya seolah ia tak peduli dengan sekitarnya. Sedang Chanyeol beberapa kali terlihat melirik, melihat bagaimana Baekhyun yang menikmati makannya dalam diam. Dan semua itu yang membuat Rose merasa enggan membuka pembicaraan terlebih dulu, remaja itu lebih memilih memperhatikan. Matanya terus saja memperhatikan Ayah dan ibunya.
.
.
Rose dan Chanyeol duduk di ruang tengah, Rose dengan pelan mengupasi apel sebagai pencuci mulut mereja setelah makan. Baekhyun masih sibuk membersihkan dapur, Rose sebenarnya ingin membantu tapi Baekhyun menyuruhnya memberi Chanyeol buah sebagai pencuci mulut.
"Daddy senang bukan?" bisik Rose tetiba. Chanyeol yang baru saja menyuapi apel dari Rose tersedak. Dengan cepat Rose memberikan air pada Chanyeol dan terkekeh melihat sikap ayahnya.
"Bagaimana jika kita bayangkan, setelah ini Mum ingin berbicara berdua dengamu, lalu," Chanyeol sedikit kesal dengan cara bicara Rose yang membuatnya penasaran. Melihat bagaimana Chanyeol menatapnya seperti itu membuat Rose sedikit terkekeh.
"Mum mengatakan tentang rujukan untuk menikah kembali," Rose berbinar, Chanyeol kehilangan jiwanya.
Tanpa sadar, jiwanya tengah melayang-layang dan berharap dengan apa yang di katakan Rose.
"Aku mendoakan yang terbaik, Dad, selalu," Ujar Rose lagi, lalu bersandar pada Chanyeol.
"Kau yang terbaik, Rosie," Usak tangan Chanyeol pada surai Rose dengan sayang.
"Apa aku mengganggu?" itu Baekhyun, dia merasa tak enak melihat Rose yang bersandar pada Chanyeol. Aneh melihat pemandangan itu lagi setelah sekian lama.
Chanyeol bangun dari duduknya, berdiri dengan canggung.
"Terima kasih untuk makan siangnya, kalau begitu aku pamit pulang," Chanyeol dan Rose berjalan mendekati pintu utama, sebelum Baekhyun menghentikan mereka berdua.
"Bisakah kita bicara?" Chanyeol menoleh dan menatap bingung pada Baekhyun, sedang Rose menatap Chanyeol dengan tatapan berbinar.
"Jika kau tidak keberatan, aku ingin membicarakan sesuatu denganmu berdua," lagi, Baekhyun berujar.
"Tentu, Daddy tidak sibuk karena hari ini akhir pekan. Bukan begitu, Dad?" Rose sedikit mendorong punggung Chanyeol dan hal itu yang mana menciptakan senyum canggung di antara Baekhyun dan Chanyeol.
"Apa aku harus menunggu di luar? Atau di kamarku?" tanya Rose, Baekhyun menyuruhnya masuk ke kamar dan setelah itu Rose meninggalkan pasangan canggung itu di ruang tengah.
.
.
Detik terus berjalan hingga berganti menit, tapi tak ada satupun yang memulai pembicaraan. Baekhyun yang mengatakan ingin membicarakan sesuatu itu nyatanya hanya diam dengan canggung sedari tadi.
"Jika kau merasa tidak nyaman, kita bisa bicara melalui telpon atau berkirim pesan, bukan?" itu Chanyeol. Ia hanya terlalu merasa terganggung dengan atmospir canggung yang tercipta di antara mereka.
"Tidak." Baekhyun menjawab dengan cepat dan singkat.
"Yoora Eonnie, tadi pagi datang dan mengatakan sesuatu tentang kau yang akan menetap di Kanada," Baekhyun memulainya, Chanyeol mendengarkan dalam diam.
"Juga tentang Seulgi dan Changmin yang sudah menikah, dan Seulgi yang sudah melahirkan," Chanyeol sedikit terbatuk, yang mana hal itu membuat Baekhyun menatapnya.
"Seulgi juga korban di sini, dan dia memilih memaafkanmu lalu memulai hal baru bersama Changmin," kini mereka saling menatap.
"Tapi aku, aku tak tau bagaimana harus menyikapi semuanya selain berpisah denganmu," Chanyeol masih diam. Masih menjadi pendengar yang baik.
"Aku marah, kecewa dan merasa telah di khianati, tapi bodohnya aku tak bisa membencimu, karena hal itu aku benci diriku sendiri," Baekhyun menunduk. Enggan menatap Chanyeol.
"Setelah di pikirkan kembali, semuanya juga bermula karena diriku, bukan begitu?" Chanyeol hanya diam.
"Chanyeol, apa kau mencintaiku?" pertanyaan itu tetiba keluar begitu saja dari mulut Baekhyun, namun ia enggan menyangkalnya jika sedari awal ia ingin menanyakan hal itu pada mantan suaminya.
Chanyeol diam. Menatap kosong pada lantai. Baekhyun terkekeh.
"Apa kau melakukannya pada Seulgi karena sudah tak mencintaiku lagi?" Tanya Baekhyun kembali. Baekhyun melihat Chanyeol yang menggelengkan kepala dengan gusar.
"Tidak pernah." Itu terdengar seperti gumaman. Baekhyun menyerngit bingung.
"Tidak pernah?"
"Tak pernah sekali pun aku memikirkan untuk tidak mencintaimu," Chanyeol menatapnya, tepat di mata dan hal itu sedikit membuat Baekhyun merasa gusar. Namun Baekhyun berusaha terlihat tenang dengan memberikan senyuman tipis.
"Terima kasih," ujarnya yang berganti membuat Chanyeol menyerngit bingung.
"Aku sudah memaafkanmu, tanpa sadar aku mulai berdamai dengan masa lalu dan memaafkanmu," Chanyeol tersenyum, hampir lebar jika ia tidak mencoba menahan diri.
"Tapi aku tak bisa berdamai dengan diriku sendiri," senyuman Chanyeol sedikit turun, "memikirkan tentang kembali membuat awal baru bersamamu, aku tak bisa."
Chanyeol mencoba mempertahankan senyumnya walau itu percuma karena hal itu membuat senyumnya terlihat kecut.
"Berhentilah untuk menyalahkan dirimu, aku sudah memaafkanmu, dan bukankah sebaiknya kita memulai hidup masing-masing dengan bahagia?"
Tidak dengan tanpamu, aku tak mungkin bahagia.
"Ya, terima kasih sudah memaafkanku."
"Aku selalu memberimu kebebasan untuk bertemu Rose, tak perlu sungkan jika kau ingin mengajak Rose pergi bersamamu."
Bagaimana dengan kebebasan untuk bertemu denganmu, apa kau mengizinkannya?
"Terima kasih, aku pasti akan menjaga Rose dengan baik."
"Tentu, kau ayahnya, dan tentu saja kau akan menjaga putrimu."
Bagaimana dengan menjagamu? Bukankah tugasku menjaga kalian berdua?
"Kau benar, sekali lagi terima kasih." Chanyeol masih bertahan dengan memaksakan senyumnya.
"Baekhyun?"
"Ya?"
"Apakah salah jika saat ini, aku memintamu memelukku?" Baekhyun diam. Chanyeol menghela nafasnya lalu segera bangun dari duduknya.
"Lupakan. Tak perlu kau pikirkan. Aku sudah sangat berterima kasih dengan semuanya," Ujar Chanyeol, Baekhyun ikut bangun dan berdiri dengan canggung.
"Berbahagialah, kalau begitu aku pamit pulang," lanjut Chanyeol, lalu meninggalkan Baekhyun yang mematung dalam posisinya. Bahkan ia tak sempat mengucapkan kalimat selamat tinggal dengan benar.
'Tentu, mari berbahagia walau itu terasa sulit. Selamat tinggal, Park Chanyeol.'
.
.
.
...
Selesai
...
.
.
.
