Sakura memandangi dua tiket bioskop yang tergeletak di meja. Matanya fokus tanpa berkedip dan mulutnya sedikit manyun, nampak memikirkan sesuatu.

Tepat di belakang Sakura, ada Ino yang berkutat dengan setumpuk buku-buku tebal di mejanya. Setelah selesai memasukkan ke dalam laci, Ino mengerling ingin tahu kearah sahabatnya.

Tak di duga Ino berlari kearah Sakura mengambil helaian tiket berwarna emas itu.

"Jidat, kau mau ajak aku nonton ya? Makasih."

Sakura terperanjat, "kembalikan pig! Jangan GR deh, itu bukan untukmu tahu!"

"A-a-re?!" Wajah Ino bersemu, lantas ia mengerucutkan bibir. "Awas kau ya! Dasar tidak setia kawan!" umpat Ino sembari melampar benda persegi itu yang dengan sigap diambil Sakura, "hmph!" lalu ia memalingkan wajahnya dari Ino.

Mata akuamarin Ino berbinar-binar "Ha! Kau mau nonton sama pacarmu ya. Siapa dia? Ceritakan padaku, atau kau tak akan pulang cepat hari ni, jidat!"

Sakura menyilangkan tangan di dada, "jangan berfikiran negatif pig! Lagipula aku cuma mau nonton bareng Naruto aja kok."

"Nani? Jadi sekarang kau sudah menerima cinta si dobe ya! Ne-ne, jidat jatuh cinta pada Naruto!" wajah Sakura mendadak bersemu.

"B-ba-ka! Jangan sembarangan menyebarkan gosip, pig!" Sakura murka sambil menutupi wajah blushingnya, dan mulailah aksi kejar-kejaran antara dua gadis itu.

.

.

.

Warning : AU, OOC, Hard Lime, typos, violence, rape.

Desclaimer : Masashi Kishimoto

.

.

#Criminal Part II #

By : Rhe Muliya Young

.

.

.

Koridor mulai sepi di jam pulang seperti ini. Beberapa siswa masih lalu-lalang, begitu pula dengan gadis merah muda yang juga berjalan santai disana. Ia berbelok kearah jajaran loker siswa dan mendapati pemuda bersurai pirang tengah berkutat dengan loker miliknya.

"Sakura-chan?"

"Naruto!"

"Ada apa Sakura-chan?"

"Mengajak mu pulang, memang apa lagi." Dan mungkin kita bisa nonton bareng.

Pemuda pirang menggaruk pipinya pelan, "etto, hari ini kita ga bisa pulang bareng deh."

"Apa maksudmu?" Alis Sakura terangkat, mungkinkah ia salah timing jangan-jangan ini anak ada jadwal latihan bola tambahan lagi.

"Maaf Sakura-chan, aku ada janji ke rumah Hinata." Oh lagi-lagi Hinata.

"Ngapain?"

"Um, ya hanya ingin tengokin dia." Alasan.

"Bukannya kemarin udah main ke rumah dia?"

"Itu lebih tepatnya dua hari yang lalu 'kan."

"Oh gitu, ngomong-ngomong kamu sudah nonton Avenger belum?"

"Belum sih, kapan-kapan aku ingin melihatnya. Tapi gimana ya, aku kasihan sama Hinata, dia sendirian." Bukankah Hinata memang selalu sendiran sejak dulu.

"Hei, Naruto. Akhir-akhir ini kamu perhatian banget sama Hinata." Sampai-sampai kau mengabaikan sahabatmu.

"Benarkah? Hehe." Si pirang menggaruk belakang kepala dengan wajah tanpa dosa.

"Kalau begitu, aku pulang duluan, salam buat Hinata, ja."

...

Gadis pink itu berjalan dengan langkah lebar yang cepat, hingga ia pun sampai gerbang dalam waktu singkat. Di dekat sana ada dua buah kotak sampah yang berjajar. Ia buka tas selempangnya kasar, setelah mengaduk isinya ia pun mengeluarkan lembaran tiket berbentuk kertas.

Ia pandangi lagi dua benda itu, entah kenapa hatinya serasa di remas mendengar penolakan Naruto tadi. Naruto tak pernah menolaknya sama sekali, ini yang pertama.

Apakah kau cemburu, Sakura?

Tidak, buat apa cemburu, itu tak ada gunanya. Ia hanya tak terbiasa dengan perubahan kawan lamanya itu. Lalu kenapa ada rasa kecewa yang membuncah mengetahui perasaan Naruto pada Hinata? Ya, ia memang cemburu, sangat.

Setelah membuang tiketnya, Sakura berbalik dan hendak buru-buru pergi dari tempat itu. Hampir saja ia menabrak sesosok laki-laki yang lebih tinggi darinya.

"Sakura."

Gadis itu berhenti mendadak, mata emeraldnya mengerjap-erjap. Suara barusan, ia mengenalnya. Bukankah itu―.

"Sasuke-kun?"

Keheningan mulai menyelimuti. Hanya waktu yang bergulir dan detak jantung Sakura yang kian menggila.

"Maaf." Tak ada yang menyangka bahwa Sasuke lah yang memulai pembicaran. Sakura tak mampu berkata-kata bahkan ia lupa untuk mengambil nafas.

"Terima ini."

Lelaki bermarga Uchiha lantas berlalu setelah meninggalkan sekuntum mawar putih pada si gadis.

...

Aku minta maaf.

"Aku tak butuh maaf, sialan!"

Naruto menendang kotak sampah di depan apartemen sederhana milik sahabatnya, Hinata. Moodnya buruk setelah tadi sempat bertemu dengan orang yang hampir menghilangkan nyawanya.

Sasuke, apa kau bersungguh-sungguh dengan ucapanmu?

Naruto yang tengah asyik dengan pikirannya tak menyadari bahwa sudah hampir tiga puluh menit ia menanti di depan pintu apartemen yang masih tertutup. Bukannya ia bodoh sehingga tidak memencet bel di sana, namun rupanya karena memang dari tadi Hinata tidak kunjung muncul, jangankan menyahut tanda-tanda kehiidupan pun tak nampak.

"Aish!" pemuda ia tersadar dari lamunannya saat merasakan kakinya semutan karena terlalu lama berdiri dengan posisi yang sama.

Ia menggaruk pipinya sebentar, berpikir keras mengapa Hinata tak kunjung muncul. Perasaan tadi saat di sekolah ia sempat mengirim pesan bahwa ia akan berkunjung, 'pun sudah di balas oleh empunya.

Kalo begini ia akan mengecek handle pintu, apakah terkunci atau tidak.

"CKLEK"

Pintu itu bergeser sedikit, ternyata pintunya tidak di kunci berarti ada Hinata di dalam. Si pemuda menengok ke kanan dan ke kiri, memastikan tak ada orang berlalu-lalang yang bisa saja mengira bahwa ia akan berbuat jahat. Untungnya tempat itu sepi.

"Sumimasen."

Tidak ada jawaban, ruangannya sepi dan gelap. Jendela dan tirainya tidak dibuka, lampu juga tidak menyala.

Sembari memandangi sekitar Naruto masuk lebih dalam kearah kamar Hinata. Bukan sekali dua kali pemuda itu kemari, tentunya ia sudah hafal seluk-beluk rumah ini.

"Hinata?" ia mengecek kamar Hinata, di lihatnya pintunya sedikit terbuka dan ada cahaya lampu yang berpendar di sana.

Ia merasa lega melihat Hinata tengah tertidur dengan pulas diatas ranjang sambil memegang buku yang kalau di lihat lebih dekat adalah buku novel berjudul Totto-chan. Rupanya anak itu ketiduran saat sedang membaca buku, terlihat dari posisi tidurnya yang tak nyaman juga sandal yang masih menempel di kakinya.

Naruto geleng-geleng kepala. Ia ambil buku itu lalu di taruh di nakas, kemudian ia lepas sandal hangat motif panda milik Hinata. Dengan telaten, pemuda itu juga membenarkan posisi tidur Hinata, ia sangat berhati-hati agar tidak membangunkannya.

Saat Naruto memperhatikan wajah Hinata yang damai, tiba-tiba kedua alis si gadis bertaut dan mulutnya sedikit terbuka. Kepala bersurai indigo itu bergerak-gerak dan tangannya menggenggam erat seprai.

Naruto bertindak cepat dengan mengambil buku tipis yang ada di nakas untuk mengipasi Hinata. Efeknya luar biasa, Hinata pun kembali tertidur dengan pulas.

Sesudah menghidupkan AC dan menyelimuti Hinata, Naruto duduk di kursi dekat meja belajar, disana ia mendapati sebuket bunga lili putih yang masih segar. Namun mata safirnya membelalak saat membaca tulisan yang tertera di kartu.

.

.

.

Aku minta maaf, Uchiha Sasuke.

TBC

.

.

.

Rhe Muliya Young with Love.