Take Me, Knot Me

oOo

Part 1 : Cokelat

oOo

Warning: abo!au . Kaixeveryone . Kaixsehun . Sehunxoc . incest . rape . prostitution . knotting . BDSM/? . angst/? . etc..

(Part ini belum diedit dan dibaca ulang, hehe)

oOo

"Maaf karena telah membuat anda menunggu, tuan. Dia akan datang sebentar lagi, mohon pengertiannya." ucap seorang pria berkepala hampir botak dengan tatto bergambar tengkorak di leher sebelah kirinya. Seorang pramusaji mendekat dan berbisik ditelinganya, ekpresinya berubah menjadi lebih kikuk. "A-ah. Begitukah?" pramusaji itu mengangguk lemah.

"Maaf, tuan, uh.. Kami butuh sedikit waktu lagi. Dia mengalami sedikit masalah di jalan. Uh.. Jika anda mau, anda bisa.." ia menggantung ucapannya saat melihat raut marah yang tercipta pada wajah pria berambut putih itu. Meneguk ludahnya saat tangan pria itu mengepal erat.

Brak!

"Aku hanya ingin dia! Aku sudah menunggu selama ini, jika sampai kau memberiku orang lain, akan kuhancurkan seluruh tempat ini!" murkanya setah menggebrak meja penuh dengan botol minuman di depannya. Pria bertatto itu berlutut ketakutan, menggosok-gosokkan tangannya dengan gemetar.

"Jangan, kumohon jangan, tuan. S-saya minta maaf.. Tolong jangan hancurkan tempat ini."

Kerah bajunya ditarik paksa, wajah keduanya sangat dekat hingga ia bisa melihat bagaimana merahnya mata pria tua itu ketika marah. "Kalau begitu cepat bawa dia kemari, atau kau akan menjadi orang pertama yang kulenyapkan!" ancamnya tak main-main.

Pria bertatto itu segera mengangguk dan membungkuk hormat. "B-baik. B-baik. Akan saya bawa dia kemari secepatnya!"

Ia berjalan tergesa menuju pintu keluar dan segera berlari mencari keberadaan seseorang yang telah dinantinya sejak dua jam yang lalu. Ia berlari sangat kencang tidak perduli dengan keberadaan orang maupun kendaraan lain, kemudian menghentikan langkahnya saat melihat siluet seorang laki-laki dengan jaket yang familiar dimatanya.

"Bocah brengsek!" ia berjalan mendekat dan segera menarik lengan laki-laki yang tampak terkejut dengan kedatangannya. "Apa yang kau lakukan disini saat kami semua menunggumu, hah?!"

"Hei, Park. Apa begitu darurat sehingga kau sendiri yang datang untuk menjemputku?" senyum laki-laki itu mengembang, namun berubah menjadi seringai saat pria bertatto berjuluk Park itu hendak menyeretnya pergi dari tempatnya sekarang. "Hei, hei. Lepaskan tangan kotormu dari tubuhku, dasar pria botak keparat." ia menepis tangan Park dari lengannya.

"Oh ya, benarkah? Jadi akulah si keparatnya sementara kau si bocah malaikat yang menyebabkan masalah bagi kami semua, hah? Hah? Jawab!"

"Berhenti berteriak padaku, brengsek!" teriak laki-laki itu tidak terima, membuang putung rokoknya ke tanah dan mendorong dada Park dengan keras. "Aku hanya minta waktu sepuluh menit untuk merokok sebelum akhirnya melayani bos pedofil yang sangat kau puja itu! Kau bahkan melanggar janjimu untuk memberiku cuti selama tiga hari demi uangnya!" ucapnya marah. "Astaga! Aku hanya minta tiga hari, Park! Kau si anjing brengsek! Selalu memaksakan kehendakmu sendiri! Brengsek! Bajingan!"

Park menarik rambutnya dengan kasar, membuatnya membungkuk dengan paksa akibat perbedaan tinggi badan yang terlalu banyak. "Tutup mulutmu, bocah brengsek! Ada pekerjaan yang lebih penting dari ini, jangan sampai aku menghabisimu sekarang."

Laki-laki itu meringis sakit, kemudian tertawa keras seolah mengejek. "Oh, akan lebih bagus lagi kalau kau bisa menghabisiku, Park. Kenapa tidak kau lakukan saja dari dulu, hah? Ah.. Aku lupa, kau takut pada bos-bos yang memandikanmu dengan uang, kan? Jika kau menghabisiku maka hancur semua usahamu."

Park menarik rambutnya lebih kencang. "Jangan berbicara kurang ajar padaku, bocah!"

"Uh.. Lepaskan!" tarikannya terlepas, laki-laki itu menatapnya dengan tajam. "Aku hanya berbicara kenyataan. Kau takut pada mereka, tidak diragukan lagi."

Park menggeram marah, matanya berubah menjadi merah menyala. "Jangan mengancamku, aku tidak takut padamu, Park!"

"Lakukan saja apa yang kukatakan dan cepat pergi kesana, bocah. Jika kau membuatnya menunggu lebih lama lagi, bukan kau yang kusiksa tapi adik kecilmu yang sangat kau cintai itu yang akan kuperlakukan sama denganmu. Atau lebih buruk lagi."

Laki-laki itu melebarkan matanya tidak percaya, ia terkejut setengah mati. Bagaimana Park bisa tau tentang adiknya?

"Jangan sampai kau menyentuhnya barang seujung kuku pun, Park. Kuperingatkan kau untuk tidak melakukannya." ucapnya dengan mata yang berkaca. Ia menyenbunyikan raut ketakutannya dengan cara bersikap seolah ia lebih kuat daripada Park sendiri.

Park tertawa jahat, tawa yang sangat dibenci olehnya. "Kau mengancamku? Tidak, bocah, aku serius. Cepat pergi kesana atau aku akan melakukan hal yang bahkan tidak ingin kau bayangkan terhadap adik kecilmu itu!"

Nafas laki-laki itu memberat bersamaan dengan emosi yang ditahannya untuk menyerang Park yang kini berbalik menyeringai kepadanya.

"Apa aku pernah memberitahumu bahwa kau lebih rendah dari pada kotoran anjing. Itu benar, Park. Kau lebih kotor daripada itu. Aku bersumpah akan menghabisimu jika sampai adikku terluka. Aku tidak main-main."

"Pergilah, bocah. Pergi sekarang." perintah Park penuh dengan penekanan. Laki-laki berjaket merah itu tidak berbicara apapun lagi, berbalik dan mendahului Park untuk segera sampai ke tempatnya bekerja.

oOo

Ia membenci ini. Dimana ia harus melayani seorang alpha yang haus akan seks dan hanya berniat untuk menikmati lubangnya untuk diisi dan dipenuhi dengan penis sampai membentuk ikatan perkawinan didalamnya. Ia lupa kapan seks pertamanya, mungkin saat ia berusia dua belas. Bukan kekasih, bukan juga pelanggan atau orang asing, namun ayahnya sendiri. Pria brengsek itu memperkosanya saat ia memasuki masa heat pertamanya, heat yang datang terlalu cepat bagi omega seusianya. Ia sadar bau tubuhnya berbeda dengan yang lain, lebih kuat dan mengundang daripada milik omega lain. Mungkin itu juga merupakan alasan mengapa ayahnya sendiri bisa tertarik padanya hingga tega menyetubuinya dan meninggalkan trauma mendalam baginya.

Ia butuh beberapa tahun untuk bisa sembuh, sebagai gantinya ia menjadi anak yang tidak bisa diatur dan berandalan. Ia juga disebut jalang karena sering bergonta-ganti pasangan, sang ayah yang kemudian bebas dari penjara pun dapat kembali menikmati tubuhnya. Bedanya, ia tidak lagi keberatan dan justru menikmatinya.

Ini gila. Ia mulai berpikir ia mengidap gangguan jiwa. Ia juga mulai menyakiti dirinya sendiri dan hampir membunuh sang ayah yang saat itu menyusu padanya ketika ia tertidur.

Jongin melihat darah ditangannya, kemudian yang terjadi adalah terperangkapnya ia dibalik jeruji besi. Ayahnya selamat, namun ia tetap harus mendekam dipenjara.

Ia tidak akan pernah menghirup udara bebas jika saja Park tidak menebus dirinya. Jongin merasa sangat berterimakasih atasnya, mengira bahwa saat itu adalah kesempatan kedua baginya untuk bisa berubah.

Namun siapa sangka Park justru menjadikannya budak seksnya, kemudian saat ia bosan Jongin mulai dijajakan kepada teman-temannya yang lain. Banyak yang tertarik. Park menggunakan ini sebagai peluang bisnis, dan Jongin tidak pernah merasakan sedikitpun kebebasan meskipun sekarang ia tidak terkurung lagi.

Jongin baru mengetahui bahwa ia memiliki adik setelah usianya menginjak delapan belas tahun. Ibunya yang dulu pergi meninggalkannya sejak berusia lima tahun ternyata menikah lagi dan memiliki seorang putri cantik bernama Hyera. Mereka tinggal tidak jauh, hanya berjarak sembilan jam jika berpergian menggunakan kereta dari kota tempatnya saat ini. Dua bulan yang lalu ia mendengar kabar bahwa ayah tiri dan ibu kandungnya baru saja meninggal karena kecelakaan, saat itu pula ayah kandungnya menghilang bak ditelan bumi. Kemudian ia mendengar bahwa adiknya selamat dan nyaris dititipkan di sebuah panti asuhan, yang berujung pada keberangkatannya menuju kediaman mereka untuk menjemput sang adik. Membawanya untuk tinggal bersamanya di kota. Meskipun ia sudah bersumpah tidak akan kabur tapi tetap saja disetiap langkahnya, anak buah Park mengawasinya. Dulu ia tidak ambil pusing akan hal itu, namun sekarang ia menyesali mengapa dulu ia membiarkan Park begitu leluasa mengawasinya karena sekarang nyawa adiknya juga dalam bahaya. Ia tidak main-main saat berkata dirinya akan menghabisi Park jika sampai adiknya terluka. Dulu ia telah kehilangan keluarganya, mereka semua ia anggap telah mati sesaat setelah harga dirinya tercabik-cabik oleh kejamnya kehidupan. Sekarang hanya tinggal sang adik, satu-satunya orang yang menjadi keluarga baginya, ia idak akan membiarkan seseorangpun menyakitinya. Meskipun hal itu dapat membunuh dirinya sendiri.

"Selamat datang, sayang. Mengapa bisa begitu lama, kau menikmati perjalananmu?"

Jongin ingin sekali meludahi pria berambut putih di depannya ini. Namun sebagian besar penghasilannya ada pada kartu rekening pria ini, Jongin tidak bisa berbuat apapun selain mengikuti permainan yang telah diatur Park untuknya. Jongin duduk dipangkuannya, si pria pedofil. Mengecup alisnya yang lebat dan terasa menggelitik. Menjijikkan.

"Nah, aku tidak punya mobil, sayang. Berikan aku satu maka aku takkan terlambat barang sedetikpun, untukmu." ia berkedip bermaksud untuk menggodanya dan dihadiahi oleh cumbuan panas pria tua itu. Jongin mengimbanginya dengan susah payah.

"Kau ingin mobil dengan merk apa?"

"Umm.." Jongin tampak berpikir keras, nafasnya terengah, ia tertawa. "Dirumahku tidak ada garasinya. Berikan aku uangnya saja."

"Dan kau akan tetap terlambat, sayangku."

Jongin meletakkan lututnya di antara tubuh pria tua itu. Menggerakkan tubuhnya naik turun sambil mendesah.

"Lagipula aku tidak suka mobil, aku lebih suka naik kuda." ucap Jongin menunjukkan wajah seksnya. Yang ditanggapi dengan erangan tertahan dari pria tua itu beserta anak buahnya, termasuk Park yang berusaha keras mengatur nafasnya yang terengah.

"Apa yang kalian lihat, hah?! Cepat keluar!" teriak pria tua itu saat menyadari tingkah semua orang disekitarnya. Mereka lantas salah tingkah dan bergegas keluar setelah membungkuk penuh hormat pada keduanya. Jongin tertawa senang, semakin menekan pantatnya ke bagian intim dari si pria tua hingga mengeras dan mengisi celah diantara kedua belah bagian yang berisi itu.

"Wah, pelan-pelan, sayang. Tidakkah kau merindukanku? Aku sangat rindu, sampai aku tidak bisa tidur hanya karena tidak bertemu denganmu selama dua minggu. Apa kau sudah makan malam?"

Jongin menggeleng dan menjilat permukaan bibir pria tua itu seperti seekor anak anjing. "Ingin memakanmu, Mr. Han. Memakan penismu."

Tuan Han mengerang keras sambil meraup bibir Jongin dan memasukkan lidahnya untuk beradu di dalamnya. Tanpa sadar bagian bawah Jongin telah basah akibat cairan yang berasal dari lubangnya, meskipun jijik dan benci ia tidak dapat memungkiri bila dirinya telah terangsang. Tuan Han menciumi leher dan belakang telinganya, menikmati betapa harumnya aroma yang berasal dari tubuh Jongin. Manis seperti madu, kuat seperti cokelat dan menenangkan bagai lavender.

"Kai.. Sayangku. Kau membuatku ingin meng-klaimu."

Jongin mencium bibirnya dengan ganas, "Jangan berbicara seperti itu. Setubuhi saja aku sepuasmu, jika kau meng-klaimku kau tidak akan bisa bertemu dengan anak dan cucumu lagi, Tuanku sayang.. Aku milikmu tanpa harus kau meng-klaimku."

"Kai.. Kai.. Aku sungguh mencintaimu." Tuan Han mengangkat tubuh Jongin dan menindihnya, mencumbunya dengan liar seperti matenya sendiri.

"Ya, cintai aku, Tuanku. Aku milikmu."

oOo

"Apa yang kau inginkan pada pesta ulang tahunmu yang ke tujuh belas nanti?"

"Hm?" anak lelaki itu menghentikan acara makannya. Menatap sepupunya tanpa minat sembari mengangkat bahu dengan acuh. "Tidak ada."

Sepupunya mendengus, memukul kepalanya menggunakan sumpit dengan keras. "Tidak ada, huh? Kau yakin? Ayah dan ibumu bisa memberimu apapun yang kau inginkan dan kau justru tidak menginginkan apapun? Kau tidak pernah berubah."

Ia tersenyum kecil, memakan potongan daging yang dipanggang oleh sang sepupu dengan nikmat. "Kau yakin mereka akan memberikan 'apapun' yang aku 'minta'?" tanyanya, menekankan beberapa kata. "Aku hanya bercanda." ucapnya setelah melihat tatapan miris yang ditunjukkan sepupunya kepada dirinya.

"Mereka pasti akan memberikannya. Mungkin, bukan 'apapun'. Tergantung pada apa yang kau minta."

"Memangnya apa lagi yang aku inginkan, selain-"

"-kebebasan." sahut sang sepupu yang kemudian tertawa penuh kegelian. "Ya. Baik. Mungkin tidak sekarang, tapi aku yakin mereka akan memberimu 'kebebasan' yang kau inginkan suatu hari nanti."

"Suatu hari nanti? Aku sudah hampir tujuh belas tahun, Baekhyun."

Baekhyun menyeringai, "Karena itulah. Kau masih hampir tujuh belas, Oh Sehun. Belum tiga atau empat puluh tahun. Masih wajar jika orang tuamu mengkhawatirkanmu secara berlebihan, apalagi kau adalah putera satu-satunya dari mereka yang masih hidup."

"Baekhyun, cukup. Jangan meneruskannya atau aku akan menampar mulutmu."

"Hei, aku satu tahun lebih tua darimu! Tunjukkan sisi hormatmu!"

Sehun memutar bola matanya dengan malas dan kembali melahap makanannya tidak memperdulikan ucapan protes yang masih saja dikatakan oleh Baekhyun.

Sehun menatap sekelilingnya sembari mengunyah, pandangan matanya kemudian tertuju pada dua orang diseberang jalan, tengah bertengkar akan sesuatu. "Hei, apa yang sedang kau perhatikan, huh? Aku belum selesai bicara. Hei, dengarkan aku."

Tampak seorang laki-laki berjaket merah mencoba untuk melepaskan tangan seorang pria lain dengan tatto dilehernya agar tidak menyentuh tubuhnya. Samar-samar ia mendengar suara seperti, 'Tidak perlu menyentuhku!' atau 'Aku bisa berjalan sendiri, brengsek.' yang keluar dari bibir sang pria berjaket.

Saat itu pula ia merasa ada sesuatu yang aneh dengan tubuhnya. Ia berhenti mengunyah setelah aroma daging panggang dan saus disekitarnya berganti dengan aroma seperti cokelat dan lavender.

"-membuatku kesal. Sudahlah, aku tidak akan pernah berbicara padamu lagi, jadi sebaiknya-"

"Baek." nafas Sehun memberat. Matanya masih saja tertuju pada dua orang diseberang sana yang sudah cukup jauh dari tempat mereka makan.

"Siapa mereka? Kau mengenalnya?" tanya Baekhyun. Nafasnya tercekat saat Sehun menatapnya dengan mata bewarna silver mengkilap. "Hei, ada apa denganmu?!"

"Huh?"

"Kau baik-baik saja? Ada apa dengan mata itu?!" Baekhyun bertanya dengan panik juga kagum. Baru pertama kali ia melihat Sehun dalam keadaan seperti ini.

"Apa.. Apa kau mencium baunya?"

"Daging panggang? Ya."

"Bukan itu. Cokelat. Dia.. Aromanya." mata Sehun secara tidak langsung menunjuk laki-laki berjaket diseberang jalan.

"Nah, aku tidak mencium bau apapun."

Sehun mendesah frustasi, melupakan fakta bahwa mustahil bagi Baekhyun yang merupakan seorang beta untuk mencium aroma apapun dari tubuh yang selain sejenisnya. "Kau mencium aroma sesuatu? Laki-laki diseberang itu?" Sehun mengangguk. "Sejauh itu?" Sehun kembali mengangguk.

"Mm.. Ibuku penah bilang padaku bahwa bila seorang alpha mencium suatu aroma maka itu pertanda bahwa mereka nyaris memasuki masa heatnya. Atau bisa jadi mereka sedang bernafsu tinggi. Nah, kalau yang kedua utukmu tidak mungkin. Mungkin yang pertama." jelas Baekhyun. "Tapi.. Sejauh itu? Wah, tidakkah kemampuanmu sungguh hebat, Oh Sehun?"

"Entahlah." Sehun meletakkan sumpitnya diatas meja dan menghela nafasnya yang terasa berat.

"Kau akan memasuki masa heatmu yang pertama!" pekik Baekhyun girang. Tersenyum begitu lebar sampai matanya menyipit membentuk sebuah garis.

"Hentikan, Baek. Sudah cukup." kesal Sehun yang hanya ditanggapi dengan cengiran lebar sepupu menyebalkannya itu.

"Kuharap kau menemukan omega yang tepat untuk menerima ikatan perkawinanmu."

"Baek, diamlah!"

oOo

Tbc