NCT © SM Entertainment

MarkHyuck

.

WARNING! GS AREA/GAJE/ABAL/TYPO/EYD AMBURADUL

DON'T LIKE DON'T READ!

Happy Reading

.

.

.

~ Princess Hour ~

.

.

.

"Ada yang harus kita bicarakan Tuan Putri."

Suara berat itu membuat ekpresinya menegang. Ia hentikan langkah kakinya.

"Tidak ada yang harus kita bahas, Panglima." Ia lanjutkan langkah kakinya dengan mengangkat dagu tinggi – tinggi. Mengingatkan dirinya bahwa ia adalah seorang putri besar dalam kerajaan ini.

"Ada. Ayo bicara!" detik berikutnya yang ia tahu ia sudah berada dalam pelukan tubuh kekar dan hangat milik pria itu. Ia mendesis dengan tersenyum samar dalam pelukannya. "Tidak sopan."

"Kau tahu sopan bukan gayaku, Putri."

Ia tersenyum getir, "Ini tidak akan berhasil." Bibirnya bergetar hebat.

"Minggu depan semuanya akan berakhir. Pangeran dari Gyeongsang akan menjemputku. Dan kita berdua-" Kalimatnya menggantung dan tangisannya semakin turun dengan deras hingga membasahi pakaian milik pria itu.

"Kita lari."

Matanya melebar. "Kau tahu itu tidak akan berhasil."

"Kau meragukanku, Putri?" ia menggeleng dan membenamkan kepalanya lagi pada dada bidang pria itu.

"Aku hanya takut kehilanganmu. Ayahanda akan semakin berusaha memisahkan kita berdua."

"Hari ini. Ayo lari bersamaku, Putri." Ia menatap sangsi pada pria itu.

"Jangan lakukan itu." Gumamnya pelan.

"Kau tak mencintaiku lagi? Kau menyerah pada cinta kita?"

Pria itu menatapnya marah dan terlihat begitu menahan kekecewaannya, ia menggeleng pasti sembari mengelus pelan rahang tegas milik pria itu lembut. "Itu hanya terlihat begitu menakutkan, a-aku mungkin tak sanggup." Ujarnya dengan nada pelan.

Rahang pria itu mengatup rapat. Matanya menyorot dingin dan lurus ke depan. "Kau tak sanggup meletakkan mahkotamu untukku?"

Pelukan pria itu meregang, hatinya terasa semakin sesak. "Bukan seperti itu." Ia mengeratkan pelukannya pada tubuh kekar itu hingga ia merasa pria itu benar – benar tak bisa melepaskan pelukan mereka.

"Jangan meninggalkanku. Aku sudah cukup tersiksa dalam sangkar emas ini. Aku mohon." Racaunya panik.

Perasaannya melembut dan mulai mengelus lembut surai panjangnya. "Kalau begitu larilah bersamaku, Putri."

"Bawa aku, bawa aku pergi dari sini. Hanya bersamamu." Kalimat itu bagaikan mantera mujarab yang mampu menghilangkan segala beban untuk keduanya.

"Aku tak membutuhkan mahkota ini. Semua kemegahan ini, aku tak membutuhkannya sama sekali jika itu mengharuskanku hidup tanpamu." Ia melepaskan hiasan kepalanya yang melambangkan statusnya tanpa ragu hingga hiasan yang terbuat dari emas itu berbunyi nyaring ketika menabrak kerasnya lantai istana.

Pria itu memandangnya serius dengan kebahagiaan yang memenuhi perasaannya. "Kalau begitu, ayo lari sekarang, Putri." Ia mengangguk antusias dengan tersenyum bahagia. Tanpa menunggu apapun, pria itu menariknya pergi.

Suara tepukan tangan menghentikan keduanya.

"Bagus sekali. Putriku sendiri berani melempar kotoran pada wajah ayahnya sendiri."

Matanya membulat sempurna. "A-a-ayahanda.."

Pria paruh baya itu mendengus, "Dan kau masih berani memanggilku ayah? Tidak tahu malu sekali!"

Mulutnya bungkam dan ia semakin menyelinapkan jari – jarinya pada sela jari milik pria itu hingga pegangan mereka semakin menguat.

"Maaf Ayahanda. Aku mencintainya. Dan aku sangat yakin dengan perasaanku ini. Aku mohon padamu restui kami."

Ayahnya mendekat dan meletakkan tangan besarnya pada kepalanya. Tersenyum padanya dengan senyum hangat.

"Kau tahu itu hanya mimpi, putriku."

Matanya melebar, pegangan tangan mereka terlepas. Dan ia sudah berada dalam pegangan kuat prajurit kepercayaan ayahnya ketika ia sadar belahan jiwanya telah diseret paksa oleh para prajurit yang memisahkan mereka berdua.

Air matanya tak dapat dibendung lagi ketika pria itu meneriakkan namanya kuat – kuat sambil mencoba melawan para prajurit yang jumlahnya tidak sebanding dengan kekuatannya.

Bibirnya bergetar hebat, tubuhnya melemas. Ia ingin juga meneriakkan nama pria itu namun prajurit kepercayaan ayahnya dengan tidak sopan membekap mulutnya kuat – kuat atas perintah ayahnya sendiri.

"Haechan!"

"Haechan!"

"Haechaaaaaaaaan!"

Hei?!

Kenapa teriakan namanya terdengar semakin samar? Kenapa kakinya terasa begitu berat? Dan kenapa kepalanya terasa berputar? Ada apa ini? Kenapa semua terlihat memburam dan menjadi hitam?

.

.

.

Kepalanya pusing dan ia kembali bisa melihat walaupun samar – samar, ia juga mulai bisa menangkap suara – suara tak jelas disekelilingnya.

"Haechan.."

"Haechan.."

"Haechan.."

Ah ia dapat menangkap suara laki – laki memanggil namanya.

Ia menggosok pelan kelopak matanya dan kemudian ia melihat bayangan seorang pria paruh baya. Ia sepertinya mengenal lelaki paruh baya itu. Itu terlihat seperti...bosnya.

Apa?!

Bos?!

Matanya langsung melebar dengan sekejap. Bangkit dari kursi dengan gelagapan hingga menimbulkan suara gaduh dalam bilik kecil kantor itu.

"Bos?!"

"Lee Haechan, kau dipecat!"

.

.

.

Haechan mendesah pelan. Ia pandangi kotak kardus besar berisi barang – barang yang ada ditangannya dengan tatapan yang mengiritasi.

"Sialan!" umpatnya pelan.

"Ini gara – gara bos kurang kerjaan itu. Ck!" mendecak sebal kemudian menggembungkan pipinya dan meniup poni ratanya keras – keras.

"Ya Ampun! Aku bahkan tidak tahu bagaimana kelanjutan mimpiku tadi?!" ia mendesah kecewa, menyayangkan mimpinya yang masih belum selesai.

"Dasar perusak mimpi orang!" umpatnya geram. Kakinya mulai melangkah kembali dengan wajah bersungut – sungut ke halte depan kantornya. "Memangnya bermimpi itu salah?" masih tak terima dengan kejadian yang menimpanya, ia kembali mengutarakan kekesalannya.

"Dia itu pasti tidak benar – benar hidup!"

"Semua orang juga suka bermimpi kan? Konyol sekali."

Ia memandangi perusahaan yang baru ia tempati selama hampir 2 bulan lamanya dengan memicingkan mata sebal dari halte. "Memangnya aku menyesal? Maaf saja ya. Jawabannya tidak sama sekali!" ia julurkan lidahnya layaknya anak kecil yang menang dari lawannya hingga membuat dua orang yang duduk disampingnya menatap heran padanya.

"Apa lihat – lihat! Mau mati ya?!"

.

.

.

Haechan diam di depan pintu rumahnya. Memandangi pintu kayu berwarna cokelat itu dengan pandangan ngeri. Kenapa rumahnya terasa begitu menakutkan sekarang? Dan tubuhnya juga mulai menunjukkan keanehan. Kakinya memberat dan jantungnya memompa darahnya dua kali lebih cepat dari biasanya. Telapak tangannya terasa begitu dingin walaupun musim dingin sudah terlewat beberapa bulan dan sekarang sudah hampir menginjak musim panas. Aneh sekali bukan?

Ah itu sebenarnya gejala biasa ketika ia kehilangan pekerjaan. Memangnya kalian pikir dia baru dipecat satu kali ini saja?

Maaf membuat kalian semua kecewa. Tapi manusia berjenis kelamin wanita dan bernama Lee Haechan ini sudah dipecat berkali – kali. Dan hari ini adalah yang ke 23. Hebat sekali! Sebentar lagi rekornya itu akan menyusul umurnya juga. Dan ia yakin mungkin akan melampauinya. Sekarang ia berumur 27 tahun dan berita besarnya adalah ... ia pengangguran! Beri tepuk tangan keras – keras!

Pertama kali ia bekerja di toko hewan, ia dikeluarkan karena ketahuan memarahi pelanggan yang memintanya memilihkan makanan kucing yang paling baik untuk kucingnya. Lalu ia bekerja di supermarket sebagai penjaga kasir dan ia dikeluarkan karena ketahuan suka tertidur saat bekerja dengan alasan bahwa pelanggan yang datang hanya sedikit hingga membuatnya mengantuk. Kemudian ia diterima oleh perusahaan swasta sebagai bagian akunting, ia bekerja dengan baik karena ia memang lulusan akuntansi. Hanya saja masalahnya secara tidak sengaja ia membakar berkas penting perusahaan itu hingga membuat perusahaan itu benar – benar kacau. Lalu ia bekerja di sebuah restoran, lagi – lagi masalah selalu saja mengikutinya. Ia hari itu memang malas sekali, jadi ia dengan asal – asalan mengepel lantai bagian ruangan VIP itu dan yah pelanggan mereka langsung terpeleset saat masuk ke dalam ruangan hingga berakhir di rumah sakit. Dua minggu kemudian ia diterima bekerja di perusahaan percetakan buku. Kali ini ia sadar untuk bertindak lebih hati – hati dari biasanya dan ia dapat bertahan selama 5 bulan lamanya. Rekor yang masih belum bisa dipecahkan dirinya lagi. Ia tidak membuat masalah, hanya saja ia tidak beruntung saja karena perusahaannya itu bangkrut. Dan yah ia kembali menjadi pengangguran lagi dan lagi untuk kesekian kali.

Sudah cukup! Akan menghabiskan beribu lembar untuk mengupas riwayat pekerjaan seorang Lee Haechan. Pada intinya dia sangat bermasalah pada setiap pekerjaan. Dan sekarang ia lagi – lagi mendapatkannya.

Dengan menganggukan kepalanya, ia teramat yakin dapat membuka pintu rumahnya dan menghadapi makhluk buas di dalamnya!

"Aku pulang.."

Matanya bergerak gelisah ke setiap sudut ruangan. Kemudian menarik kedua sudut bibirnya bangga. Ia yakin ayahnya pasti belum pulang! Hahaha! Ia tertawa bahagia dalam imajinasinya sambil menebar konfeti warna – warni penuh syukur.

Tanpa diberatkan rasa keraguan dan ketakutan yang tadi menyelimutinya, ia melangkahkan kaki mungilnya menyebrangi ruang keluarga menuju ke kamarnya yang berada di pojok ruangan.

"Kardus apa itu yang kau bawa?"

Sialan! Ia mengumpat dalam hati sambil menghentikan langkahnya dan membalikkan diri dengan ringisan senyum yang menghiasi wajahnya.

Ayahnya melotot tajam padanya menyadari keadaannya dengan cepat. Ia tertawa sumbang. "Aku akan membantu ayah di toko sampai aku mendapat pekerjaan lagi! Aku bersungguh – sungguh!" melihat ekpresi anaknya yang serius membuatnya memijat kepalanya yang mendadak pusing sekali.

"Salahku apa Tuhan?" gumam ayahnya pelan namun masih bisa ia dengar. Ia semakin meringis, sedikit merasa bersalah dengan musibah yang tengah menimpanya dan berdampak pada ayahnya ini. Ia tidak kaget jika ayahnya mungkin tengah mengutuk dirinya sekarang dalam pikirannya, atau tengah mengadu pada Tuhan kalau ia ingin anaknya mati saja. Apa?! Ia menelan ludah memikirkannya, hei walaupun ia mempunyai banyak masalah seperti ini, ia tetap anak kandung dari ayahnya kan? Hasil sperma ayahnya yang bertemu dengan sel telur ibunya kan? Apakah ayahnya setega itu mendoakan anaknya untuk cepat mati? Tolong jangan lakukan itu. Kata hati orang tua biasanya benar-benar menjadi kenyataan.

"A-aku benar – benar sudah berusaha sebaik mungkin ayah! Hanya saja bosku itu~" ayahnya mengangkat tangan, membuatnya dirinya berhenti untuk melanjutkan kalimatnya.

"Sudah, jangan katakan apapun. Kau masuk kamar saja dan jangan keluar sampai waktu makan malam tiba." Ia mendengar nada lelah ayahnya dalam pendengarannya.

"Apa?! Kenapa?" ia tak menerima ini! Kenapa ia tak boleh keluar sebelum waktu makan malam tiba? Apakah ayahnya berniat untuk mencoret namanya dari kartu keluarga atau ingin anaknya ini mati membusuk dalam kamar kecil yang pengap miliknya? Sialan! Kenapa kamar adiknya lebih besar darinya?

Ayahnya itu memejamkan matanya rapat – rapat, kemudian menghembuskan nafas berat. "Ibumu sudah tiada, dan ayah mohon padamu agar tidak membuat ayah menyusul ibumu juga. Kau mengerti itu nak?"

Mulutnya mengatup rapat dan matanya menyipit sebal. Kenapa ia merasa tertohok sekali dengan perkataan ayahnya itu?

"Baik. Aku mengerti. Semoga kau selalu panjang umur, Ayahanda. Dewa memberkatimu!"

Berakting layaknya seorang putri yang tengah meminta ijin untuk kembali ke tempat dengan raut wajah kesal dan diakhiri dengan dentuman pintu yang keras.

Ayahnya mendesah, "Kau lihat itu? Kelakuannya semakin menjadi-jadi."

.

.

.

Ia letakkan kardus yang ia bawa ke lantai, kemudian mengembangkan senyum terbaiknya hingga membuat matanya sukses menyipit sempurna.

"Ayo lanjutkan mimpi yang tertunda!"

Satu tangannya mengepal di udara sambil menganggukan kepalanya tanpa ragu. Mengambil lompatan jarak dekat, ia menjatuhkan tubuhnya ke ranjang ungu miliknya hingga membuat kasurnya berdecit keras.

"Ayo kapal mimpiku, bawa aku ke pulau mimpi dengan kecepatan penuh." Matanya berbinar cerah saat selimut tebal miliknya mulai menutupi tubuhnya sampai dagu.

"Dimana lagi aku akan menjadi putri selain di dalam mimpiku?"

Ia pejamkan matanya sambil menyunggingkan senyum. "Have a nice dream, Princess."

.

.

.

Oke. Ini project aku yang masih on going di lapak ini dengan kapal pesiar yang beda.Tolong di garis bawahi kalau bisa. Jadi kalau nanti di suatu masa ada yang komen atau report kalau cerita ini hasil plagiat... maka jawabannya IYA! Saya plagiat cerita saya sendiri! :V

Cerita ini baru 3 chapter keliatannya. Saking lamanya gak pernah aku belai gegara keseringan maen ke kapal pesiar punyanya Markhyuck, gue jadi lupa ama ceritanya xD

Sebenernya ini strategi sik, biar bisa kelar juga project gue yang lain. Daripada Markhyuck jobless kan yak di lapak saya. Mending mix ajah lah. Biar sama-sama kerja semua. Terus jadilah ini!

So?

Next or Delete?