[[ ItachiXSasuke pairing, Slight NarutoXSasuke-later chap, YAOI, Incest, Song Fic – My Immortal-Evanescence, Romance,Drama,Hurt/Comfort, AU – Sexual Contents. Dis : Masashi Kishimoto ]]
A/N : My First Fict jadi masih banyak cacad nya.. - udah gitu aja..
-Sasuke's POV-
I'm so tired of being here Suppressed by all my childish fears.
Hari ini tepat dua tahun setelah kepergian Itachi. Aku melangkahkan kakiku dengan malas sepulang dari upacara wisuda kelulusanku di Universitas Kedokteran ternama di kotaku. Tanpa menghiraukan ajakan Naruto, Kiba, Neji dan Gaara untuk mampir ke restauran mahal untuk merayakan kelulusan kami, aku hanya melambaikan tangan ke mereka dengan posisi membelakangi seraya terus melangkah ke arah yang berlawanan tanpa menoleh pada mereka.
Sesampainya di halaman rumah, aku tak langsung membuka pagar, sesaat aku memandang ke lantai dua dimana terdapat kamar Itachi yang telah kosong selama dua tahun terakhir ini. Dengan menahan perasaan pedih, aku hanya bisa memicingkan mataku memandang tirai putih yang telihat menutupi isi kamar tersebut.
"Sasuke, apa yang kau lakukan? Cepatlah masuk, makan siang sudah ibu siapkan.."
Suara lembut ibuku membuyarkan lamunanku, aku menoleh ke arahnya dan kulihat senyum indahnya menghiasi wajahnya menyambut kedatanganku. Aku menghela nafas dan masuk ke dalam rumah tanpa sepatah katapun, melewati ibuku tak menghiraukan tawaran makan siangnya. Ibuku hanya memasang wajah sedih dan kecewa dengan penolakan sunyiku.
And if you have to leave,
I wish that you would just leave..
Aku tak langsung masuk ke kamarku, melainkan mengarahkan langkahku ke kamar Itachi yang tak terkunci—sengaja tak dikunci ibuku-karena ia tahu kadang aku sering memasuki kamar kakakku diam-diam. Ruangan itu remang seperti biasanya, aku berjalan ke meja belajarnya dan mengambil foto kecil seukuran kartu pos yang dibingkai cantik oleh kakakku dulu. Fotoku ketika berusia lima tahun yang sedang digendong oleh Itachi ketika berjalan-jalan berkeliling kota, foto yang sengaja dipotret ibuku.
"Itachi-" bisikku lemah menahan airmata yang sudah hampir jatuh.
Aku buru-buru mengangkat kepalaku menghindari airmata yang segera menetes ke bingkai itu, melepas tas ku dan melemparkannya ke sudut kamar Itachi lalu langsung menjatuhkan tubuhku ke tempat tidur yang masih tersisa aroma tubuh Itachi-mungkin hanya aku yang dapat menciumnya.
Dengan membenamkan kepalaku dibawah bantal, aku bisa menumpahkan segala pedih dan rasa bersalahku pada kakak tercintaku. Kepergiannya adalah kesalahanku, karena aku ia 'harus' pergi. Dan kini aku tak tahu keberadaan Itachi. Apakah dia baik-baik saja? Apakah ia mengingatku? Apakah ia memiliki kekasih baru?
'Cause Your presence still lingers here..
Dua tahun lalu….
"Sasuke, aku mencintaimu, aku tahu ini salah—tapi aku tak kan membohongi perasaanku bahwa aku mencintaimu.." Bisik Itachi sambil mempererat pelukannya di tubuhku.
Dengan pandangan yang mulai mengabur karena kebahagiaan yang meluap, aku membalas pelukan Itachi, melingkarkan tanganku di punggungnya dan merebahkan kepalaku didadanya yang bidang.
"Aku juga, Nii-san.. Aku milikmu mulai sekarang.." Jawabku pelan dalam pelukan Itachi.
Itachi melepas pelukannya, dan memandangku dengan senyum tipis dan perih lalu meraih daguku, mendekatkan mukanya ke mukaku, hingga bibir hangat mendarat di bibirku. Awalnya hanya dua bibir yang saling bersentuhan namun perlahan berubah menjadi pagutan lembut dan kurasakan lidah panas Itachi mengusap bibirku. Seolah meminta izin untuk bertamu ke mulutku.
Aku memindahkan tanganku yang melingkari punggungnya dan beralih merangkul leher belakangnya, kurasakan keintiman yang lebih dari sekedar kakak beradik, kuterima undangannya dengan merekahkan bibirku dan kusambut kedatangannya dengan lidahku menyapa lidahnya. Ciuman manis yang berawal dari sentuhan lembut kini menjadi ciuman panas dimana kami saling melumat mulut kami dan tentu saja Itachi selalu memenangkan pertarungan 'pendominasi' ini.
Nafasku mulai terengah, rasa panas menjalar disekujur tubuhku, tak pernah kurasakan sensasi seperti ini sebelumnya, aku tak pernah menyentuh dan disentuh, kakakkulah yang pertama kali menyentuhku dan mengajarkan rasa ini. Aku mengerang pelan dan merintih dalam ciumannya, tangan Itachi bergerak merayap ke punggungku sementara tangan lainnya membuka kancing kemeja ku. Aku tak mempedulikannya—lebih tepatnya aku menginginkannya.
Masih dalam ciuman lihai Itachi, kurasakan udara dingin menerpa bahu dan sebagian tubuhku pertanda kemeja seragam sekolahku sudah tidak pada tempat sebelumnya. Ciuman Itachi pun turun ke leherku, menghisap lembut dan menggigit gemas kulitku hingga meninggalkan sedikit bekas merah disana, sementara tangannya mulai meraba dadaku dan menggoda manik kecil yang menonjol didadaku. Aku meremas bahunya menahan gejolak aneh yang seakan ingin meledakkanku. Nafasku memburu dan rintihan demi rintihan meluncur dari bibirku membuat Itachi semakin ganas melahap tubuh bagian atasku.
Sampai pada akhirnya kami dikejutkan oleh suara gelas yang pecah tepat di depan pintu kamar Itachi. Kami tersentak dan segera melepas pelukan kami, namun kami mendapatkan ibu kami sedang memandang kami dengan tatapan horror penuh rasa tidak percaya dimana dua buah gelas berisi teh hijau telah menjadi serpihan yang hancur berkeping-keping dibawah kakinya.
Berkat kegaduhan itu, tak lama menyusullah ayahku dan ia menyaksikan apa yang sedang kami perbuat. Dari situlah, hari indahku berubah menjadi neraka yang tercipta setelah kehancuran yang disebabkan oleh kiamat amarah ayahku. Itachi di usir dari rumah karena penilaian sepihaknya bahwa ini semua kesalahan Itachi yang seharusnya merupakan contoh teladan bagi adiknya namun ternyata virus berbahaya bagi sang adik. Aku muak. Aku ingin melawan, aku ingin mencegah, setidaknya aku ingin memeluk kakakku sebelum ia pergi, namun apa daya, ibuku langsung menyeretku dan mengunciku didalam kamarku. Kata-kata kotor penuh hinaan keluar dari mulut ayahku pada Itachi, airmataku tak berhenti mengalir, kugigit bibir bawahku kuat-kuat menghindari jeritan yang mungkin saja keluar dan kututup telingaku rapat-rapat.
Aku tak ingat apa-apa lagi setelah itu, karena ketika tersadar, aku berada dirumah sakit dengan seorang psikiater yang tersenyum ramah padaku berusaha berbicara dan apapun namun hanya diam yang menjadi jawabanku. Percuma, hatiku membeku, bukan ini yang kuinginkan, aku hanya ingin kakakku, ingin dia kembali.
And it won't leave me alone..
Aku membuka mataku perlahan dan hanya langit kamar berwarna putih yang kulihat, tanpa Itachi. Pipiku terasa lembab dan lengket, mungkin karena airmataku. Kembali aku memandang foto yang tadi kubawa ke tempat tidur. Senyum lembutnya itu hanya untukku. Aku senang. Tatapan teduhnya itu hanya padaku. Aku bahagia.
Jariku meraba bibir Itachi di potret lama itu, perlahan kudekatkan foto itu ke bibirku, kukecup dengan lembut kaca yang menghalangi figur datar didalamnya. Dingin, tak ada kehangatan seperti yang dulu kurasakan.
"Nii-san.."
Kuhempaskan bingkai itu dalam posisi terbalik ke bantal kosong di sampingku. Perlahan, dengan mata terpejam, jariku mulai melepas kancing kemeja wisudaku, membayangkan Itachi lah yang melakukannya, tangan kiriku meremas dadaku sendiri dan jari telunjukku menggelitik putingku yang mulai mengeras.
"Nii-san.."
Tangan kananku merayap ke bawah, setelah membelai lembut perut bawahku, tiga jariku membuka kancing celana dan retsleting dibawahnya. Meremas lembut milikku yang setengah menegang. Dengan sedikit menekuk kakiku, celana panjang hitam itu pun berhasil kusingkirkan dan tentu saja kulanjutkan kegiatanku.
These wounds won't seem to heal..
"Nghh—kakak…" rintihku pelan.
Lima jari tangan kananku meremas milikku yang masih tertutup celana dalam, kali ini dengan sedikit gemas, sementara jari telunjuk dan ibu jari kiriku mencubit halus puting susuku yang sudah mengeras sejak pertama kali kusentuh. Tubuhku mulai menggeliat pelan menahan sensasi panas yang mulai menyeruak ditubuhku.
Wajah kakakku semakin jelas terbayang memenuhi alam ilusi yang kubuat. Ia tersenyum dan memanggil namaku, birahiku kian terbakar. Tangan yang tadi masih meremas diluar celana dalamku, kini ku telusupkan kedalamnya dan tentu saja milikku yang sudah tegang sempurna berkedut spontan menyadari kedatangan tanganku.
"Itachi—ahnghh…"
Bayangan Itachi yang sedang menuntun tanganku untuk melingkarkannya dimilikku berhasil membimbing tanganku untuk melakukan hal yang sama. Ku genggam milikku sendiri dan mulai kugerakkan naik-turun secara perlahan dan berirama. Logika ku melawan, berteriak bahwa aku sedang melakukan hal yang salah dan hina dina, namun delusi kakakku yang begitu nyata mengalahkan kehadiran logika yang menghalangiku. Itachi yang sedang berbisik panas, Itachi yang menggodaku, Itachi yang menyentuh seluruh tubuhku.
This pain is just too real..
Tak sabar karena gairah yang sudah bergejolak, aku melepas celana dalamku dan melebarkan kakiku, melanjutkan kegiatan yang tadi sempat tertunda. Kurasakan cairan pelumasku mulai meleleh keluar dari lubang kecil di ujung kemaluanku. Kuambil tetesan cairan pelumasku itu dengan menggunakan ibu jariku dan mengoleskannya ke seluruh bagian organ intimku, menambahkan rasa licin dan panas disitu.
Kocokanku kian mengganas, keringat mulai mengalir dipelipisku, bahkan kurasakan kasur dibawahku terasa basah karena keringat di punggungku, kugelengkan kepalaku ke kanan dan kekiri saat kurasakan geli yang semakin menghebat menyerang kejantananku seiring dengan kocokanku, kuturunkan tangan kiriku dan kumasukan jari tengahku ke mulutku, membasahinya dengan salivaku dan kuarahkan ke lubang dibawah perineumku.
"Aahnnn..Nii-…hngg…Saann…"
Kupijat halus permukaan lubangku sebelum kumasukkan jariku kedalamnya, kurasakan lubangku berkedut menginginkan sebuah invasi disitu, dan tentu saja wajah Itachi yang tersenyum meyakinkanku mendorongku ke puncak birahiku, kuhentikan sebentar kocokan di kemaluanku yang hampir meledak itu dan kubuka mataku perlahan, berkonsentrasi memasukkan jariku kedalam sana.
"Ittai,yo… Nii-san.. hnghaa.. hmnn.."
Sakit, tapi begitu menggairahkan, aku suka rasa sakit ini, seolah kakakku lah yang sedang memasuki tubuhku, bersatu denganku, ada kebahagiaan kecil terselip diantara semua kepedihan dan kesepianku selama ini.
Walaupun aku tahu ini tak nyata.
Perlahan, aku mulai menggerakkan jariku keluar masuk. Kuambil guling disampingku dan kutaruh dibawah pinggulku guna menyesuaikan posisiku agar lebih nyaman, desahan demi desahan meluncur tiap kali jariku menerobos masuk kedalam situ. Terlebih saat ujung jariku menyentuh titik kenikmatanku, tubuhku tersentak dan kakiku menghentak keras ke kasur.
"AH! Nii-san… aaghh.. motto…"
Airmataku mengalir, begitu nikmat hingga terasa menyiksa, sesak dan membelenggu. Aku terpenjara dalam kenikmatan semu yang kuciptakan sendiri karena begitu kuatnya perasaan cinta pada Itachi, saudara kandungku. Hingga inilah hal nista yang harus kulakukan untuk sedikit mengurangi rasa pedih dan rindu yang terlarang ini.
Aku tersadar bahwa kejantananku mulai merajuk ingin kembali disentuh, cairan pelumasku semakin banyak keluar hingga membuat genangan kecil di perutku dan kembali kugunakan sebagai pelicin dibatang kemaluanku. Kugenggam lagi kejantananku dan mengocoknya semakin cepat, disertai dengan gerakan jariku dilubang bawah sana yang kian mengganas, skrotumku menegang dan siap mengeluarkan isinya.
"Kak—hhh,,, aahhh.. kakak… ohhh.. nghhh…"
Desahanku kian intens, mataku terpejam kuat, kurasakan orgasme kian mendekatiku, siap menyerangku, rasa geli dibawah sana semakin tak bisa kutahan, perutku terasa melilit dan hampir kram, kedutan dilubangku semakin intens mencengkeram jariku, kupercepat kocokanku dan akhirnya..
"Aaarghh.. ITACHI.. eeghhh… aaaghhh…"
Spermaku melompat keluar dari lubang kecil diujung kejantananku itu, diikuti oleh teriakanku yang aku yakin ibuku pasti mendengarnya dibawah sana, dan aku tahu ibuku tak bisa berbuat apa-apa karena sebenarnya mungkin ibuku sudah lama mengetahui 'kegiatan' pribadiku ini. Aku tak peduli.
Nafasku terengah, kuturunkan kakiku dan kuselonjorkan perlahan, genggaman tanganku melemah dan kutarik perlahan jariku yang masih bersembunyi dilubangku dibawah sana. Kubiarkan sperma membasahi perut dan dadaku, bahkan tanganku yang penuh dengan sperma tadi, kuangkat dan kujilati cairanku sendiri. Masih tenggelam dalam delusi yang kuciptakan, dengan senyum tipis seolah sedang mempersembahkan pemandangan terindah untuk Itachi, aku menjilat jariku dengan pose yang erotis.
"Nii-san.. aku—milikmu.."
There's just too much that time cannot erase…
-End of Sasuke's PoV-
When you cried I'd wipe away all of your tears..
Sementara itu di bagian negara Jepang lainnya.
Itachi memandang puas rumah yang baru dibelinya, dengan menggenggam sebuah kunci ia pun membuka pintu rumahnya dan memasuki rumah barunya, rumah cantik yang tak terlalu besar namun cukup untuk tinggal sebuah keluarga.
Didalamnya sudah tersusun rapi sofa, meja dan beberapa hiasan disertai lampu Kristal yang indah, Itachi meraba keramik dan ukiran yang terpajang disana dengan tersenyum lembut.
"kuharap Sasuke akan menyukainya.." bisiknya pada dirinya sendiri.
Berjalan ke arah dapur, Itachi menghela nafas panjang karena dapurnya begitu bersih dan tak begitu sempit, ia membayangkan memasak bersama Sasuke disitu dan Itachi tersenyum sendiri. Bayangan tentang adiknya yang membawa sekantong besar tomat dan akan memintanya membuatkan Pizza dan jus tomat sukses membuat senyum Itachi kian melebar.
Setelah selesai mengobservasi ruangan dilantai satu, dimana terdapat semua ruang penting seperti ruang makan, kamar mandi, ruang keluarga dan kamar kecil yang lebih terlihat seperti gudang, Itachi pun naik ke lantai dua dan tentu saja tujuan pertamanya adalah kamar tidur. Perlu diketahui bahwa lantai dua—seluruh bagian lantai dua—adalah kamar tidur utama. Silakan bayangkan seperti apa luasnya.
Itachi meletakkan laptopnya di meja kerja yang terdapat diujung kamar yang berhadapan dengan jendela besar dimana pemandangan indah terpampang jelas diluar sana, memang Itachi sengaja membeli rumah yang jauh dari keramaian karena adik tercintanya tak suka keributan, dibalik cueknya Sasuke, Itachi tahu Sasuke menyukai pemandangan indah. Karena itulah, pinggiran kota merupakan pilihan terbaik untuk Itachi membeli rumah.
When you'd scream I'd fight away all of your fears…
"Sudah sebesar apa sekarang kau, adikku? Hari ini adalah hari kelulusanmu, kan? Maaf, Nii-san tak bisa menyertai hari bahagiamu.." Itachi masih menggumam sendiri.
Bingkai foto berukuran sedang ditaruhnya disamping laptop di meja kerjanya, foto dirinya merangkul Sasuke dari belakang, Itachi ingat momen itu, dimana pada saat itu, Sasuke baru saja mengucapkan permohonannya di tahun baru dan belum sempat Sasuke membuka matanya, Itachi langsung menyergapnya, kontak wajah kaget Sasuke tertangkap kamera. Ayah mereka yang tak pandai membidiklah yang memotretnya.
Senyum tipis menghiasi wajah Itachi dan kedipan matanya membuyarkan lamunan masa lalunya. Apakah Sasuke merindukannya? Apakah Sasuke bahagia atau menderita? Apakah Sasuke mencarinya? Atau justru melupakannya? Itachi berharap pertanyaan terakhirnya itu tak menjadi kenyataan, ia yakin Sasuke pasti merindukannya.
Ponselnya berbunyi, dan Itachi mengangkatnya.
"Baik.. saya mengerti.. - ya, tentu… oh begitu? Tak masalah.. - Hari Sabtu malam.. baik, terima kasih.."
And I held your hand through all of these years…
Itachi menutup matanya dan tersenyum kian melebar. Membayangkan Sasuke ada disampingnya, menggelendot manja padanya. Merengek dan merajuk padanya. Memeluknya ketika tiba waktu tidur tiba. Mencengkeram bajunya ketika tidur seolah tak mengizinkan Itachi meninggalkannya. Mata hitamnya yang hanya lurus memandangnya seolah mengatakan 'kau milikku, Nii-san'. Itachi meneteskan sebutir airmata dari ujung matanya.
"aku rindu padamu, Sasuke.. tunggulah, sebentar lagi kita akan bertemu, aku akan menemukanmu-tidak, kau lah yang akan menemuiku, datang padaku dan berkata 'Yatto Mitsuketta, Nii-san..' dan aku akan memelukmu dengan erat dan berbisik ditelingamu 'Okaeri, Otouto..' .. Bersabarlah, adikku.."
Merebahkan badannya ditempat tidur melepas lelah setelah seharian mempersiapkan 'sesuatu' untuk rencananya selanjutnya, Itachi mengeluarkan boneka dinosaurus milik Sasuke ketika kecil dari tasnya dan memeluknya dengan senyum yang tak terlepas dari wajahnya.
"Kau milikku, Sasuke.. Aku mencintaimu, dan aku pasti akan membawamu ke pelukanku lagi.."
But you still have all of me …
=== TBC ===
