Matahari kembali bersinar, memandikan dunia ini dengan cahyanya. Saat matahari terus beranjak dan semakin meninggi, cahyanya pun semakin terang bahkan menyilaukan, bagai ilmu fisika kita bisa mengatakan hubungan keduanya berbanding lurus. Walau cahyanya menyilaukan tapi, menghangatkan. Cahya itu pun menembus diantara sebuah pintu balkon yang tampak terbuka, entah lupa ditutup atau disengaja terbuka.

Didalamnya kita bisa melihat seorang pemuda tampan berambut raven, masih asyik dengan tidur lelapnya. Entah apa yang ia impikan.

Sasuke POV

Aku mengerjap beberapa kali namun, nihil. Segalanya hanya putih. Kosong. Kepalaku menoleh cepat begitu aku melihat seberkas cahaya diujung sana. Aku berlari mencoba menggapainya. Rasanya begitu jauh dan sangat sulit untuk aku gapai. Sampai aku melihatmu disana. Rambut sewarna permen kapas, mata emerald jernih yang menenangkan, senyuman tulus yang hanya kau berikan untukku, dua garis kemerahan pada kedua belah pipimu yang chubby dan bibir mungil yang mengucap namaku. Panggilan yang paling kubenci, sekaligus kurindukan.

"Sasuke-kun~"

Normal POV

Ia tersentak. Tubuhnya refleks bergerak untuk duduk. Pemuda itu memperhatikan lega memenuhi hatinya ketika sadar ia masih berada di kamarnya. Tanpa sadar tangannya bergerak menuju dada sebelah kiri, ia letakkan tangannya disana. Memejamkan matanya, merasakan debaran-debaran yang menggila.

"Sasuke-kun~"

Matanya seketika terbuka. Lagi. Panggilan itu menghantui. Memang sudah berapa lama sejak hari itu? Tuhan, inikah rasanya merindu? Sasuke tak menyangka bahwa ia akan merasakan perasaan semelankolis ini kalau mengingat betapa 'masa bodoh'nya ia terhadap segalanya. Tapi, masalah ini berbeda. Diaberbeda.

.

.

.

.

.

.

.

.

"Saskey!" seorang gadis manis berambut pirang berlari menghampirinya. Sasuke hanya memutar onyxnya bosan.

"Berhenti memanggilku seperti itu, Ino." Sasuke berkata tanpa menolehkan pandangannya sedikitpun pada gadis disebelahnya yang kini memasang tampang kesal.

"Kalau begitu boleh aku memanggilmu….. Sasuke-kun?" Sasuke menoleh cepat,bukan hanya itu, bahkan Sasuke memberikan tatapan yang sangat dingin yang membuat Ino membeku dan sedikit takut.

"Panggil sesukamu, asal jangan itu." Sasuke berjalan cepat, mendahului Ino. Ia tak suka dengan panggilan itu. Bukan, bukan dengan panggilannya. Namun, perasaannya. Perasaannya yang sebenarnya sangat tersiksa. Ia rindu pada Dia. Emosinya tidak terkendali. Sasuke memutar arah tujuannya. Bukan Konoha Gakuen, sekolahnya. Namun, tempat penuh kenangan. Bukit Konoha.

"Kau selalu saja begini, Saskey. Berjalan didepanku dan hanya memberikanku punggung tegapmu. Tak bisakah sekalipun kau menengok ke belakang dan melihatku?" Ino tersenyum sendu melihat kepergian Sasuke.

.

.

.

.

.

.

.

.

Disinilah Sasuke sekarang. Di salah satu dahan pohon sakura yang sedang berguguran saat ini. Berada disini dan melihat bagaimana sakura beterbangan dan berjatuhan membuatmu terpesona. Membayangkan Dia ada disini dan menikmati segalanya bersamamu. Bukit konoha ini memiliki begitu banyak kenangan dirimu bersama Dia. Berbagi cerita, mungkin hanya dirinya karena kau lebih banyak mendengarkan, menghabiskan sehari penuh bersama. Dari atas pohon ini kau dapat melihat segalanya dengan jelas, Konoha dan segala keindahannya.

Mimpi apalagi itu, Sasuke? Lihat, betapa payahnya dirimu, membayangkan mimpi-mimpi indah di siang bolong. Sudah berapa jam kau tinggalkan sekolah? Yaa, kau memilih membolos. Terdiam menikmati hembusan angin yang memainkan anak rambutmu yang menjuntai di kedua sisi wajah tampan nan dingin. Rahang yang tegas, bibir tipis, hidung mancung, tulang pipi yang.. Ah, betapa Tuhan memberikanmu begitu banyak anugerah. Yaa, tampan, kaya, cerdas, kurang apalagi? Itulah mungkin apa yang akan orang katakan ketika mendengarmu mengeluh. Maka dari itu kau tak pernah mengeluh, memendam semuanya sendiri. Karena kau tahu, diam memang jauh lebih baik.

"Aah, indahnya!" suara itu. Suara Dia yang kau rindukan. Engkau refleks menundukkan kepalamu ke arah sumber suara tersebut. Seketika matamu membulat, jantungmu berdegup begitu kencang. Bahkan debaran jantungmu semakin menggila ketika melihatnya mendongak sambil merentangkan tangannya. Senyuman itu, pipi yang kemerahan itu, bibir mungil yang melengkungkan sebuah senyuman dan kelopak mata itu yang menyembunyikan permata yang kau rindukan. Melihatnya menikmati angin di tengah guguran sakura membuatmu terpana akan keindahannya.

"Sakura, ayo cepat! Kita harus ke rumah sekarang." Sebuah suara lembut yang kau tahu itu adalah suara Mebuki baa-chan─ibu Sakura. Sakura langsung mengerucutkan bibirnya dan melipat kedua tangan di depan dada sambil bergumam malas dan pergi meninggalkan tempat itu. Sasuke tiba-tiba merasakan kehampaan, ia merasa seperti kehilangan sesuatu. Segalanya terasa seperti mimpi. Akhirnya ia memutuskan untuk turun dan bersandar pada batang pohon sakura yang cukup besar itu. Angin yang membelai wajahnya, membuainya untuk segera pergi ke dunia mimpi. Sebelum ia benar-benar terlelap ia bergumam kecil,

Aku sangat merindukanmu, Sakura..

Sasuke tersenyum dalam tidurnya.

.

.

.

.

.

.

.

.

"Saskey! Kemana saja kau kemarin? Apa sekarang membolos sudah menjadi hobimu, hah?" Sasuke tahu pasti siapa yang memanggilnya, maka dari itu ia tak menghiraukannya, terlalu tidak penting─menurutnya. Nah, benar kan? Tanpa ditanggapipun gadis dengan permata aquamarine itu sudah berdiri di sampingnya, mensejajarkan langkahnya dengan langkah Sasuke. "Hey, Saskey! Setidaknya keluarkan gumaman ambigumu─"

"Hn." Tanpa pikir panjang karena malas berdebat ia menuruti keinginan Ino. Dengan itu, Ino seolah mendapatkan kunci dari perhatian Sasuke maka, sepanjang jalan itu ia berceloteh panjang mengenai banyak hal yang hanya sesekali ditanggapi gumaman ambigunya.

"Hey, teme! Ohayou~" sapa seorang pemuda berambut jabrik sambil merangkul Sasuke, membuat Sasuke jengah karena sudah menjadi perhatian murid-murid Konoha Gakuen di pagi hari.

"Hentikan, Dobe. Jangan lakukan hal itu padaku, itu menjijikkan." Sinis Sasuke sambil menyingkirkan lengan pemuda itu.

"Sudahlah Saskey.. Kalau tidak begitu bukan Naruto namanya. Tapi terserahlah, silahkan lanjutkan pertengkaran kalian. Aku ke kelas lebih dulu. Jaa~" ucap Ino sambil berlalu pergi mendahului mereka yang nyatanya tidak menggubris perkataan Ino.

"Lalu aku harus melakukan ini?" kata Naruto langsung menggandeng lengan Sasuke dan mengucapkan sebuah kata 'keramat'. "Sasuke-kun~"

"Kau mengajakku berkelahi, Dobe?" ucap Sasuke sambil menyeringai dan menatapnya dengan onyx yang tajam bak elang.

"Lihat, lihat. Betapa payahnya Sasuke kita ini? Bahkan hanya dengan satu kata, emosimu langsung tersulut. Sebegitu menyesalnya kah engkau, hah? Nikmatilah, kawan." Balas Naruto dengan sebuah seringai─hal yang jarang ia lakukan─dan berlalu meninggalkan Sasuke setelah menepuk pundaknya dua kali.

"Cih. Brengsek kau, Naruto!" gerutu Sasuke sambil mengikuti kedua temannya untuk pergi ke kelas mereka yang terletak disebrang lapangan. Namun, baru saja beberapa langkah, ada seseorang yang menabrak bahunya dari belakang dengan lumayan keras. Orang itu menoleh, pura-pura terkejut.

"Ups! Maaf Uchiha, lain kali perhatikan jalanmu." Rambut merah. Tattoo 'Ai'. Tanpa alis (?)

"Cih. Sabaku."

"Ya, ada apa Uchiha-san?" Balas laki-laki berambut merah dengan iris yang mirip dengan Dia, hanya saja milik Gaara lebih redup. Ia membalas ucapan Sasuke dengan seringai yang sangat menyebalkan, menurut Sasuke.

"Kemana alismu?" Nyut! Muncullah perempatan siku di dahi Gaara yang mirip lebarnya dengan Dia. Lihat, berapa kali Kau mengingat Dia? Sebegitu tersiksanyakah engkau, Sasuke? Sasuke akhirnya memilih melanjutkan langkahnya, meninggalkan Gaara sebelum ia semakin jauh terjerumus dalam kerinduannya.

"Sebentar lagi kau tak akan bisa meledekku, Uchiha. Bahkan hanya untuk seorang jenius sepertimu, akan merasa kesulitan dalam pelajaran." Ucap Gaara seduktif dan setengah bebisik sambil melewati Sasuke, mendahuluinya ke kelas mereka. Yaa, mereka adalah teman sekelas. Kenyataan yang Sasuke benci, musuhnya adalah teman sekelasnya.

.

.

.

.

.

.

.

.

Merasa sepi ditengah keramaian, itu yang sekarang Sasuke rasakan. Tidak, biasanya dia tidak peduli. Lalu ada apa dengan dirinya hari ini? Dia. Lagi-lagi. Terbayang lagi kejadian kemarin yang entah nyata entah tidak. Ia pejamkan matanya, mulai mengkhayal lagi. Tak lupa headset ditelinganya dan topi hoodie dia kenakan. Satu lagi, tangan yang terlipat di depan dada. Inilah kebiasaan Sasuke sekarang. Tak ada satupun orang yang tahu.

"Ohayou~" sapa seorang wanita bermata madu itu dengan singkat. Semua murid langsung tertib melihat kedatangan sang Kepala Sekolah.

"Ohayou, Tsunade-sama!" balas mereka serempak. Beberapa anak mulai berbisik-bisik, ada apa ini sampai Kepala Sekolah datang ke kelas mereka?

"Hm, bisa tenang sedikit? Aku hanya memberitahu kalian bahwa aku membawa murid baru hari ini. Silahkan masuk." Seorang gadis masuk, semua mata tertuju padanya.

"Perkenalkan, aku Haruno Sakura. Aku baru saja pindah dari Suna. Mohon bantuannya." Ia mengakhiri perkenalan singkat itu dengan ber-ojigi.

"Sakura?"

"Sakura-chan?"

.

.

.

.

.

.

.

.

To be continued

A/N : Holla minna! Kita author baru nih ^o^ bingung yaa? Begini, akun ini punya 3 orang. Kita bersahabat baik dan sangat suka baca ff, sampai akhirnya kita memutuskan untuk membuat fic sendiri. Pair dan fandom kita gaakan berubah pasti Sasusaku dari Naruto. Sekian curhatnya~ Mohon kritik dan saran melalui RnR semuanya ;)