Disclaimer : Kiichi Hotta
Warning(s): AU, Shounen-ai, Incest, Typo(s), dll.
Chapter 1 : Feeling.
Asaba Yuki, seorang pemuda dengan rambutnya yang berwarna coklat dan tatapan matanya yang selalu terlihat malas dan bosan kini tengah duduk bersila di dekat ranjang 2 tingkat yang ada di dalam kamar. Matanya yang juga berwarna coklat itu bergerak mengikuti sosok kembarannya yang merupakan kakak baginya yaitu, Asaba Yuta.
"Yuta, apa yang sedang kau lakukan?" tanyanya.
"Mencari buku..." jawab Yuta tanpa memandang ke arah adiknya itu.
"Buku apa?"
"Referensi untuk pelajaran Astronomi, apa kau melihatnya, Yuki?" menolehkan wajahnya ke belakang, Yuta memandang wajah sang adik kembarnya itu.
"Hmm..." Yuki tampak berfikir sejenak, namun tak ada perubahan berarti pada ekspresinya. Begitu juga dengan Yuta, pemuda itu memandang adiknya dengan ekspresi datar, saudara kembar Asaba ini memang terkenal dengan ekspresi wajahnya yang cool.
"Yuta, maaf..." ucap Yuki pelan, wajahnya menunduk dan menatap lantai kayu kamarnya.
"Kalau kau tidak tahu, kau tak harus minta maaf Yuki." Yuta hendak kembali melanjutkan kegiatannya mencari buku saat Yuki kembali bersuara.
"Bukumu hilang..."
"Hm?"
"Dua hari yang lalu aku meminjamnya, tapi aku lupa menaruhnya dimana..." jawab Yuki pelan, wajahnya tetap menunduk, lebih memilih untuk menatap lantai kamarnya.
"Haa-aah..." helaan nafas keluar dari belah bibir milik Yuta.
"Yuki..." anak bungsu keluarga Asaba itu mengangkat wajahnya dan mendapati sang kakak tengah meraih ponsel dan dompet yang tergeletak di meja belajar.
"Temani aku ke toko buku..."
"Baiklah..." sahut Yuki pelan lalu berdiri dan meraih ponselnya sebelum akhirnya melangkah keluar bersama sang kakak.
. . .
Yuki berjalan dengan tenang, pandangannya lurus ke depan, kedua tangannya ia masukkan ke dalam saku celana, walau tampak memandang lurus ke depan, pada kenyataannya mata coklat itu sesekali melirik ke arah sang kakak yang tengah berjalan di sampingnya.
Jika kedua tangan Yuki dimasukkan ke dalam saku celana, beda dengan Yuta yang hanya memasukkan sebelah tangannya ke saku celana, karena yang sebelahnya lagi ia gunakan untuk membawa tas kertas berisi buku yang ia beli tadi. Matanya yang juga berwarna coklat itu benar-benar lurus memandang ke depan. Mengabaikan orang-orang yang berjalan di sekelilingnya.
"Ada apa?" tanya Yuta yang menangkap basah saat Yuki meliriknya.
"Aku lapar..." jawab Yuki dengan nadanya yang khas. Datar.
"Sudah jam makan siang, mau makan di rumah atau di luar?"
"Aku tidak mau di rumah."
"Kita ke Cafe."
"Tidak mau." tolak Yuki.
"Lalu?"
"Ne, Yuta, apa kau masih ingat pantai saat kita sd?"
"Pantai yang ada di belakang sd kita?"
"Aku mau ke sana..." ucap Yuki.
"Baiklah..." setuju Yuta "Kita beli makanan di Super Market dulu."
Yuki tak berkata apa-apa lagi, kakinya hanya ber gerak agar bisa berjalan sejajar dengan sang kakak.
Keduanya hanya diam selama menuju Super Market. Yuki tenggelam dalam fikirannya tentang perasaan yang menyesakkan dadanya, walau sampai kapanpun tak akan ia akui secara langsung.
. . .
Setelah melewati beberapa menit perdebatan tentang makanan apa yang akan mereka beli, keduanya segera menuju kasir Super Market.
"Yuta, kau membeli makanan ringan?" tanya Yuki pada sang kembaran yang berdiri di sampingnya, sedangkan di sebrang keduanya sang kasir tengah menghitung dan membungkus belanjaan mereka.
"Yeah." jawab Yuki datar.
"Dan minuman soda?"
"Yeah."
"Kau yang bayar." ucap Yuki tanpa menoleh pada Yuta.
"Aku tahu."
Dan keduanya diam menunggu sang kasir menyerahkan belanjaan mereka.
"Ini belanjaan kalian." sang kasir memecahkan keheningan yang ada.
Yuta merogoh sakunya dan menyerahkan pembayaran sedangkan Yuki yang mengambil kantong berisi apa yang mereka beli dari tangan si kasir.
"Terima kasih, lain kali datang lagi ya..." ujar sang kasir sesaat sebelum keduanya keluar dari Super Market.
"Yukki! Yutan!" sebuah teriakan yang memanggil nama keduanya membuat mereka menoleh ke asal suara, dua pasang mata coklat itu menangkap sosok Chizuru yang tengah berlari ke arahnya, di belakang pemuda hiperaktif itu ada Kaname dan Shun mengikuti.
"Apa yang sedang kalian lakukan di sini?!" tanya Chizuru begitu semangat.
"Belanja." jawab Yuki seraya mengangkat tangannya yang membawa kantong dari Super Market.
"Ne, kalian belanja apa?" Shun bertanya dengan nada manis seperti biasanya.
"Nasi kotak." jawab Yuta.
"Nasi kotak? Untuk apa kalian membelinya?" saat ini Kanamelah yang bertanya.
"Untuk kami makan."
"Bu-bukan itu maksudku bodoh!" kesal pemuda berkaca mata itu.
"Orang tua kalian tidak di rumah?" Shun kembali bertanya.
"Kami ingin mema..-"
"Orang tua kami sedang pergi." Yuki dengan cepat memotong ucapan Yuuta.
"Heee? Jadi kalian hanya berdua di rumah?" tanya Chizuru dramatis
"Yosh! Kami akan ke rumah kalian agar kalian tidak kesepian!" dengan semangat pemuda pirang itu membuat keputusan tanpa fikir panjang.
"Tidak perlu." tolak Yukki.
"Tidak, tidak, kami sebagai teman kalian akan menghapuskan rasa kesepian kalian berdua!"
"Tapi Chizuru-kun, bukannya kita mau menjenguk Masaki-chan yang demam?" tanya Shun pelan.
"Aaa! Aku lupa itu!" teriak Chizuru "Kanamecchi kau ikut Yukki dan Yuutan, biar aku dan Shun-chan yang menjenguk Mary!" perintahnya seenaknya saja.
"Kenapa harus aku?!" tanya Kaname kesal.
"Karena kehadiran Kanamecchi tidak diinginkan oleh Mary."
"Kurang ajar!"
"Ne, ne, Chizuru-kun, Kaname-kun..." Shun hendak menengahi keduanya.
"Kalian menjenguk Masaki saja, aku dan Yuta tak apa-apa..." ucap Yuki.
"Benarkah? Tapi..."
"Kami pergi, sampaikan salam kami pada Masaki."
Yukki dengan cepat memotong perkataan Chizuru dan menarik lengan Yuta untuk segera pergi dari sana.
"Argh! Ini salah Kanamecchi! Yutan dan Yukki pasti sedih karena tak ada yang mau menemani mereka, iyakan Shun-chan?!" Chizuru tampak meminta persetujuan dari sahabatnya yang berambut pink itu.
"Emm, kurasa tidak juga..." ucap Shun pelan, sedangkan Kaname terus memandang ke arah dimana kedua Asaba itu pergi.
"Kaname-kun..." panggil Shun.
"Ah, y-ya?" sahut Kaname sedikit terkejut.
"Ayo pergi, Chizuru-kun sudah berjalan lebih dulu..."
"Ya, baiklah..."
. . .
"Yuki, kenapa kau tak memberi tahu mereka?" tanya Yuta. Saat ini keduanya kembali berjalan beriringan dengan satu tangan di masing-masing saku celana.
"Karena mereka ingin menjenguk Masaki." jawab Yuki tak kalah datar dari Yuta.
"Kenapa kau berbohong?"
Ada jeda beberapa saat sebelum akhirnya Yuki membuka mulutnya dan membuat suara yang terdengar bagai bisikan di telinga Yuta.
"Aku ingin bersama Oniichan."
Setelah itu tak ada lagi yang bersuara, masing-masing tenggelam dalam fikiran mereka dengan mata yang tetap memandang lurus ke depan.
"Itu lautnya." ucap Yuta, mata coklatnya menatap hamparan laut biru di depannya.
"Sepi." ucap Yuki.
"Ini laut yang tak diurus." Yuta mendudukkan dirinya beberapa langkah dari bibir laut.
"Ada apa? Kau tak mau duduk?" tanya Yuta pada Yuki yang masih berdiri beberapa langkah di belakangnya.
Tanpa menjawab pertanyaan dari sang kakak, Yuki berjalan pelan menuju Yuta lalu ikut mendudukkan dirinya tepat di samping sang kakak.
Mereka berdua membuka nasi kotak yang mereka beli dan memakannya dalam diam.
Ombak laut berdebam menghantam hamparan pasir, angin laut berhembus menerpa keduanya, membuat rambut coklat mereka menari, burung-burung berterbangan memberikan warna baru pada langit yang biru.
Kotak makan yang suda kosong serta sumpit yang telah terpakai tergeletak begitu saja di samping tubuh mereka.
"Hm?" Yuta melirik ke sebelah kanan tubuhnya saat merasakan ada tambahan beban di sana, dan benar saja, hamparan coklat tampak di matanya, Yuki tengah bersandar di pundaknya.
Mereka berdua sama-sama menekuk lutut mereka, mengunci bibir dan menikmati hembusan angin serta deburan ombak.
"Yuta..." panggil Yuki pelan tanpa memandang sang kakaknya, ia tetap bersandar pada tubuh bagian kanan Yuta, mata coklatnya lurus memandang hamparan laut.
"Apakah kau akan berkencan suatu saat nanti?" tanyanya pelan.
"Entahlah." jawab Yuta pendek.
"Apakah kau akan berciuman suatu saat nanti?"
"Entahlah."
"Jika ada yang menyatakan suka padamu, apakah akan kau terima?"
"Entahlah."
"Jika ada yang..-"
"Yuki." Yuta memotong perkataan sang adik.
"Maaf..." ucap Yuki pelan.
"Tidak apa-apa, kau ada masalah?" tanya Yuta sedikit ragu.
"Tidak..."
"Ayo bereskan ini, kita pulang." Yuta berniat membereskan sampah bekas makan mereka, tetapi Yuki sama sekali tak beranjak darinya.
"Yuki..."
"Aku masih mau di sini, Yuta."
"Tapi kita harus segera pulang."
"Aku masih mau di sini, sedikit lebih lama lagi..." suara Yuki seperti bisikan di telinga sang kakak.
Tanpa mengatakan sepatah katapun, Yuta menuruti kemauan sang adik, dia tetap diam di tempat, dan Yuki tetap bersandar di pundak kanannya.
Dalam keheningan di antara keduanya hanya deburan ombak yang memberikan suara, mata coklat keduanya memandang objek yang berbeda.
Laut untuk sang adik, dan langin untuk sang kakak.
Chapter 1 -End-
