Berhubung saya lagi mabokin(?) webtoon Deadly 7 Inside Me, jadi terciptalah fanfiksi ini. Pendek, sih. Tapi, demi bangkitin mood nulis yang telah terkubur supaya bisa lanjutin project lain. Have fun, guys~

I'm Envy

by Lomiashi

Deadly 7 Inside Me Deruu RioTa

Cover by me

Warning:

Possible OOC and typo(s), EyD belum sempurna, alur tidak terdeteksi(?), headcanon berhamburan, dsb.

.

.

.

Envy, sang iri hati.

Siapa tak mengenalnya? Salah satu dari dosa besar sulung. Semua roh pun tahu akan dirinya dan perasaan iri hati yang selalu menyelimuti hatinya.

Walaupun salah satu dari dosa besar, Envy dianggap lemah. Karena, iri hati hanya sebatas perasaan yang menganggu jiwa. Tak ada sesuatu yang didorong oleh perasaan itu, maka hanya akan berakhir mengendap di hati. Atau, seperti bahan bakar minyak yang tidak berada di dalam sebuah kendaraan bermotor. Seperti itulah perasaan iri hati tanpa mendorong berbuat apapun. Tentu Envy memerlukan Murder untuk membuat seseorang agar membunuh orang lain yang merupakan sumber iri hati. Atau dosa besar ataupun junior lain untuk hal selain itu.

Itulah yang membuat Envy terlihat lemah. Ia selalu memerlukan roh lain untuk membuat manusia melakukan sesuatu dengan perasaan iri hati. Membuat Envy hanya bisa menatap iri kemampuan hebat roh lain yang tak dimiliki. Apalagi kemampuan semua saudaranya yang terus menumpukkan rasa iri di hati.

Sekalipun Envy telah menunjukkan kemampuan pasifnya yang membuat Wrath, Gluttony serta Sloth mendadak kehilangan kemampuannya, Ager Malitia, tetap saja dirinya belum diakui eksistensinya. Envy akhirnya kembali menunggu. Menunggu saat dimana semua saudaranya kehilangan kemampuan. Selagi menumpuk rasa iri yang telah membekukan hati.

"Tehnya diminum, Envy. Nanti dingin."

Kindness, satu-satunya roh yang menganggap Envy ada. Sejenak Envy berpikir, 'Kenapa Kindness terus baik kepadaku? Kenapa harus baik kepada roh sepertiku?' Merasa tak pantas mendapat kebaikan dari roh yang dijulukinya rubah bego itu. Tak pantas menerima uluran tangan Kindness bahkan menyambutnya. Karena, Envy hanyalah endapan.

"Nggak mau! Tehmu itu rasanya nggak enak!"

"Cobalah dulu, Envy."

"Aku sudah pernah mencobanya saat kita bertemu lagi setelah peperangan waktu itu."

Envy menyambar teh di tangan Kindness yang sebelumnya terus membujuk lembut agar meminum cairan pekat itu. Rasanya di lidah Envy kebalikan dari yang diucapkan.

Envy menyadari kebaikan Kindness, tapi tak menyadari ada satu hal yang dapat membuat orang iri padanya; Envy yang mendapat perhatian lebih dari Kindness. Sayangnya, sang iri hati hanya Envy seorang. Takkan ada sang iri hati yang lain. Tak ada pula yang dapat iri hati pada Envy.

Dan rasa iri hati pun terus menumpuk entah sampai kapan.

END