AGORAPHOBIA
Jumat malam seperti biasa kuhabiskan bersama sahabatku jongin di club terbaik kota ini. Malam ini lebih ramai dari biasanya, selain karena ini hari jumat, club ini juga sedang mengadakan event khusus akhir bulan yaitu mendatangkan dj dari luar negri. Aku sendiri tidak terlalu peduli tentang dimana aku menghabiskan malam, siapa dj yang main malam ini atau berapa gelas scotch yang aku minum malam ini.
"ayo kita turun, jika hanya ingin duduk-duduk santai kau bisa melakukannya di rumah." Kata Jongin dengan berteriak agar terdengar olehku. Dia menuntunku ke tengah ramainya manusia yang juga ingin melepas penatnya dengan berdansa di bawah racikan music dari dj terkenal tadi.
Jongin dan aku sudah mengenal sejak kami masih duduk di bangku sekolah dasar. Seperti remaja lainnya kami juga penasaran dengan hal-hal baru. Pernah suatu malam jongin mengetuk jendela kamarku hanya untuk mengajakku pergi ke club, aku yang masih mengantuk Karena jongin mengganggu tidurku pun menurut saja. Dengan hanya menggunakan sweeter putih tipis dan celana jeans kesayangan ku, aku pergi ke club bersama jongin. Kami masih kelas 3 smp saat itu. Postur tubuh kami yang tinggi memudahkan kami untuk masuk, selain itu uang bukan hal yang besar untuk jongin. Keadaan club yang ramai seakan menutupi kami. Kami berdansa seperti orang-orang lainnya, memesan minum berbekal hasil penelusuran kami di google dan baru pulang ke rumah jam tiga pagi. Kami menganggap malam itu tidak buruk jadi kami masih melakukannya sampai sekarang, tanpa sepengetahuan orang tua kami tentunya.
Seperti jumat malam sebelumnya sepulang kuliah jongin mengajakku ke club. Dan seperti sebelumnya juga aku selalu mengikutinya, hingga sekarang aku berdansa dengannya seperti tidak ada hari esok.
Dj mulai memelankan music hingga terdengar seperti lagu balad, biasanya jika musiknya mulai seperti ini jongin dan aku akan berpelukan layaknya seorang kekasih. Well, orang lain tidak akan peduli dengan kami, ditempat seperti ini semua hanya memikirkan dirinya sendiri, jika ada orang yang terbunuh di hadapannya pun aku yakin mereka akan membiarkan mayatnya hingga petugas club menemukannya.
Jongin mulai memelukku erat sambil sesekali membisikkan lelucon ke telingaku
"sehun?" panggil jongin
"hmm" sahutku
"sehun?" panggilnya lagi
"kenapa sayang?" jawabku dengan nada menggoda
"kau ini menjijikkan sekali, aku serius. Ada yang ingin kutanyakan padamu." Katanya
Akupun melonggarkan pelukanku agar bisa melihat wajahnya lebih jelas.
"baiklah tuan kim, apa yang ingin kau tanyakan?"
Jongin menghela nafasnya lalu menempelkan dahinya dengan dahiku "sehunna.." aku mengernyit dan menunggu kelanjutan ucapannya "tidakkah kau merasa hubungan kita berdua ini lebih dari sahabat? maksudku kita terlalu jauh untuk disebut sahabat, sahabat tidak berpelukan, berciuman atau bercinta seperti yang kita lakukan. Demi tuhan sehunna aku menyayangimu, dan yeaah aku rasa ini lebih dari sekedar sayang kepada seorang sahabat. Kau tahu aku sebenarnya tidak mau merusak hubungan yang kita anggap sahabat ini tapiā¦" jongin menghela nafasnya lagi "aku rasa aku menyayangimu." Jongin menjauhkan dahi kami. "itu saja sebenarnya, aku sebenarnya penasaran apa jawabanmu tapi kalau kau mau menolakku pun aku tak masalah, kau tahu, yaah kita ini sahabat."
Wajahnya terlihat lucu saat murung seperti itu. Aku termenung memikirkan apa yang jongin ucapkan tadi, ucapannya memang benar, apa yang kami lakukan sudah lebih dari batas sahabat. Aku mengelus pipinya mencoba menyalurkan kehangatan dari tanganku dan menuntunnya agar menatap mataku. Jongin terlihat sangat tampan malam ini dengan kemeja biru muda dan kaus putih tipis didalamnya. Dia selalu terlihat tampan dimataku, dengan atau tanpa pakaian seperti sekarang.
"jongin, kita sudah mengenal cukup lama bukan? Mengapa kau harus segugup itu?" jongin tersenyum. "aku juga menyayangimu, kau tahu? Lebih dari sekedar sahabat." Jongin memelukku erat dan mengecup lembut dahiku "terima kasih sehunna." Kami pun melanjutkan dansa kami yang tertunda, sebagai sepasang kekasih kali ini, bukan lagi sahabat.
Lama kami memeluk satu sama lain sampai terjadi kegaduhan, samar-samar terdengar suara alarm, hell yeah aku memang sudah mabuk daritadi namun cukup sadar untuk mendengar apa yang jongin katakan.
"KEBAKARAN! CEPAT KELUAR DARI SINI!"
Seperti pengunjung yang lainnya aku dan Jongin pun panic.
"sehunna! Pegang tanganku, jangan lepaskan okay, aku akan membawamu keluar."
Aku hanya mengangguk, jongin menuntunku keluar namun asap sudah memenuhi ruangan, orang-orang mulai mendorong satu sama lain untuk bisa keluar, peganganku dan jongin pun terlepas. Aku bingung, orang-orang terus mendorongku kearah pintu darurat.
"Jongin!" panggilku
Aku yang setengah mabuk pun hanya bisa mengkuti arus ke pintu darurat, sebelum ruangan terbuka masih ada lorong panjang yang harus kami lewati untuk keluar. Aku sudah tidak bisa menguasai diriku lagi, asap membuatku susah melihat dan susah bernafas. Aku terdiam menjadikan dinding sebagai pegangan, melihat betapa chaosnya keadaan disekitarku dengan puluhan orang berebutan ke pintu keluar. Mataku tidak bisa focus, terlalu banyak suara, terlalu banyak orang, hingga akhirnya aku jatuh terduduk.
Orang-orang hanya tinggal sedikit tetapi tidak ada satupun yang menoleh ke arahku, kepalaku terasa berat, mataku masih tidak bisa focus. Samar-samar aku seperti mendengar suara jongin, bayangan badannya dalam asap yang pekat ini.
"sehun! Bagun sehuna! Aku mohon bangunlah!" aku tersenyum merasakan kehangatan tangan jongin.
"Jongin" dan semuanya gelap.
