Disclamer Masashi Kishimoto
Rated T
Pairing : SasuSaku NaruHina ...(menyusul)
Genre : Romance, friendship
Gaje, typo bertebaran, alur maju mundur cantik
Terinspirasi dari film Brave walaupun nggak ada nyambungnya
Enjoy reading guys
Dan jangan lupa Review
.
.
.
Takdir. Beberapa orang bilang takdir itu tidak bisa diubah karena sudah ditentukan semenjak kita lahir. Ada juga yang bilang, takdir kita ditentukan oleh apa yang kita perbuat. Dan menurutku, takdirku ditentukan oleh diriku sendiri.
"Hyaaaaaaaaaaaa!"
CTANG
Suara katanaku berbentutan dengan katana Ayah. Saat ini aku sedang berlatih samurai dengan Ayah. Momen yang langka bagiku karena Ayah selalu sibuk dengan urusan kerajaannya. Dan biasanya aku dilatih oleh guru yang memang sengaja disewa oleh Ayah, dan tanpa persetujuan dari Ibu. Ibu memang sangat tidak suka jika aku melakukan hal-hal seperti ini.
"Tehnik samuraimu lumayan, Sakura. Tapi tidak sehebat dibanding Ayah!" seperti biasa, Ayah selalu menantangku ketika kami berdua berlatih samurai.
"Benarkah? Ayah belum lihat semuanya. Rasakan ini Hyaaaaaa!" aku mulai maju melawan Ayah, aku mengambil sisi sebelah kiri, pertahanan Ayah lemah disana.
TRANG
Katana-ku di tahan oleh Katana-Ayah. "Heh, apa hanya ini kemampuanmu, sayang?" Ayah menantangku lagi. Aku lalu mundur kebelakang, menunggu Ayah maju. Dan sesuai perkiraanku Ayah maju, dan langsung saja aku mengayunkan Katana-ku dari bawah ke atas, dan berhasil membuat katana-Ayah lepas dari pegangannya. Setelahnya aku langsung menghunuskan Katana-ku tepat di depan muka Ayah.
"Bagaimana Raja Haruno?" kataku menghina.
"OK, aku mengakuimu Putri Haruno. Sekarang kau jauh lebih hebat dari sebelumnya."
"Sakura!" aku langsung menoleh ke sumber suara, dan terlihat sang Ratu yang tidak lain adalah Ibuku sedang berdiri di bawah satu-atunya pohon yang berada di pinggir arena latihan.
"Apa yang kamu lakukan. Seorang putri seharusnya tidak menghunuskan pedang, apa lagi di depan Raja. Itu menyalahi tata krama kerajaan Haruno." Mulai lagi deh ceramah Ibu tentang tata krama.
"Kami hanya berlatih Ibu. Aku juga tidak akan mungkin mau membunuh Ayah."
"Tenang saja Mebuki. Kita seharusnya bangga, Sakura sekarang sudah mahir dalam menggunakan pedang." Ayah lalu menghampiri Ibu dan meninggalkanku di area latihan. Aku sangat malah jika harus berhadapan dengan Ibu.
"Tapi Kizashi, dia itu perempuan dan dia itu putri. Tidak seharusnya dia memegang senjata tajam."
"Oh bukankah harus. Itu demi menjaga dirinya sendiri."
"Hm. Sakura sebentar lagi pelajaran kerajaan akan dimulai lebih baik kamu mepersiapkannya." Kemudian Ibu dan Ayah meninggalkanku dan pergi entah kemana.
"Baiklah Ratu." Pelajaran. Memang aku setiap hari dididik dengan materi-materi sejarah kerajaan, dan juga materi-materi yang berkaitan degan mengurusi kerajaan. Setelah itu aku diharuskan untuk memainkan harpa. Aku tidak terlalu suka, aku lebih suka bermain gitar, mengendarai kuda, samurai, dan menjelajahi hutan.
Namun semua itu serasa tidak mungkin jika Ibu berada di kastil. Aku lalu buru-buru menuju ke kelas. Dan pelajaran dimulai. Setelah itu tata krama, dan bermain harpa.
Dan semua itu selesai sebelum makan malam. Dan saatnya makan malam. Aku lalu duduk dan membawa semangkuk anmitsu dari dapur kerajaan. Ini sebenarnya bukan menu makan malam, tetapi aku memaksa koki untuk membuatkannya.
"Sakura! Jangan terlalu sering makan anmitsu. Kamu harus mencoba beberapa sup miso dan sayuran. Jangan terlalu banyak makan yang manis-manis."
"Baik." Kataku dan aku melakukannya. Aku memakan beberapa suap menu makan malam yang sudah dihidangkan, setelah itu anmitsu.
"Sakura!"
"Ini hidangan penutup Bu."
"Nanti kamu bisa gendut kalau makan seperti itu terus."
"Tidak kok, aku kan tadi hanya makan beberapa suap lalu makan ini, dan juga sebelum itu aku berlatih pedang, dan sebelumnya makan siang aku makan siang dalam porsi cukup. Itu semua sudah seimbang bukan?"
"Huh ya ampun anak ini, sama keras kepalanya sepertimu Kizashi."
"Biarkan saja Mebuki, yang penting dia terlihat senang."
Makan malam diakhiri dengan tenang, walaupun ada beberapa bersitegang ditengah. Aku lalu melangkah menuju ke kamar. Menuju ke tempat tidurku, aku tak mau besok bangun kesiangan dan dimarahi Ibu.
.
.
Paginya, aku bangun pukul enam pagi. Menurutku ini terlalu pagi untuk bangun, tetapi bagi Ibuku ini sudah termasuk siang. Ketika aku bangun, pertama kali yang aku lihat adalah Ibuku yang sedang membuka gorden kamar.
"Sakura bangun, sayang."
"Hoaamm, iya Bu aku bangun."
"Tou-sama dan Kaa-sama akan pergi ke kerajaan tetangga, jadi kamu akan sendirian di kastil. Tetapi jika kamu ikut Kaa-sama akan izinkan."
"Tidak usah Kaa-sama, aku disini saja."
"Kalau begitu Kaa-sama dan Tou-sama berangkat. Jangan lupa untuk menjaga tata krama di kastil."
"Iya Kaa-sama."
SREG
Ibu sudah menutup pintu dan pergi. Hm aku lupa menjelaskan. Kastil ini bergaya Jepang namun ada sedikit gaya kerajaan Yunani Kuno, namun hanya bagian depan dan ruang makan saja, lainnya bergaya Jepang. Termasuk kamarku ini.
Aku lalu segera menuju kamar mandi memulai ritual mandiku. Setelah selesai aku aku lalu mengambil Katana dan gitar klasikku memakai Yukatta sederhana, dan berlari beralaskan geta. Berlari menuju ke kandang kuda dan menaikinya.
Seperti biasa, jika tidak ada orang tua aku akan menuju ke danau yang letaknya dipinggir hutan. Tidak ada Ayah dan Ibu berarti sebuah kebebasan bagiku. Disana aku akan berlatih pedang dan juga bermain gitar sebagai penenang.
Dan akhirnya sampailah aku, di tepi danau dengan warna biru toska menyambutku. Sebuah pohon besar yang cukup rimbun tumbuh di pinggir danau, disana tempatku biasa berteduh. Dan di tepi danau itu terdapat perahu kecil, yang biasanya aku naiki untuk berada di tengah, ya hanya untuk berenang atau kalau tidak ya hanya memanggil ikan dengan sebuah iringan musik dan lagu yang aku temukan di perpustakaan. Dan anehnya Ibu tidak mengetahui tentang hal ini.
Aku lalu mengikat kudaku di pohon dekat danau yang ukurannya lebih kecil dari yang tadi aku jelaskan. "Kamu tunggu disini ya Wakabe." Itulah nama yang aku berikan ke kudaku, aku bingung ingin menamainya siapa.
Aku lalu menuju ke perahu, tadinya. Namun pikiranku beralih kepada seseorang pria yang sekiranya seumuran dengaku, 20 tahunan. Dia sedang berlatih pedang, dia berlatih pedang dengan sebuah objek yang biasa aku pakai untuk latihan.
"Permisi.." orang itu menoleh. Pria ini jika dilihat dari dekat, wajahnya memang tampan. Namun dari tatapannya seperti ada aura dingin di dalamnya.
Dia lalu melanjutkan latihannya. Seenaknya saja dia menggunak batangan pohon yang biasa aku jadikan objek sebagai latihan. "Maaf Tuan. Anda sekarang sedang berlatih menggunakan objek milik saya." Orang itu tidak mau diam.
Aku lalu mengeluarkan katana ku dan mencoba untuk menjatuhkan katananya. Dan itu berhasil. Ia tahan.
"Apa maumu? Apa kamu mau menantangku?" tanyanya menantang. Oh boleh juga orang ini, ya hitung-hitung untuk bahan latihan gratis.
"Kalau kau bisa, Tuan." Kataku. Dan pertarungan kami dimulai. Kami saling berhadapan dan mengambil ancang-ancang. Aku lalu maju step by step, lalu aku langsung berlari menuju ke arahnya. Aku menyerangnya sambil berteriak antusias. Dan sayangnya, sabitan katanaku tidak mengenainya. Malah katanaku terlempar ke danau. Dan yah katanaku tenggelam.
"Tidak!"
"Hn."
"Hei tuan, apa maksudmu? Kau harus tanggung jawab dengan semua ini! Kau harus menyelam mencari katana kesayanganku! Sekarang juga!"
"Itu karena kesalahanmu sendiri Nona pinky."
Sial. Kenapa orang ini? Seharusnya ia tanggung jawab. Uh apa aku harus memulai ritualku memanggil ikan? Kalau aku lakukan pasti dia akan tahu dan itu tidak diperbolehkan. Tapi mau bagaimana lagi. Itu hadiah ulang tahunku yang ke 20, baru kemarin saja. Pemberian dari Ayah yang sudah kujanjikan kepada beliau untuk menjaganya.
"Huh baiklah kalau begitu." Aku lalu beranjak menuju ke prahu yang terletak di tepi danau. Lalu menaikinya dan mulai mendayung menuju ke tengah danau.
"Hei !" panggil pemuda yang merasa tak bersalah itu. "Aku akan ikut membantu." Lanjut pemuda yang merasa bersalah itu. Akhirnya dia mau mengakui kesalahannya. Aku lalu menepi dan pemuda itu lalu mulai naik ke perahu. Aku lalu mendayungnya kembali menuju tepat ke tengah danau.
