Author's note:
*cengo liat judul* wah... wah.. sudah buntu buat judulnya =="
Fic pertamaku di fandom ToA. Disini, Asch-Luke hanyalah sebatas saudara kembar. tentu, ceritanya berjalan disekitar Family, Friendship, Angst, Hurt/Comfort. Ya sudah, tidak banyak cuap. Fic yang ditulis langsung setelah bangun dari WB, disahkan #plak. Selamat menikmati!
Warning: AU, rada OOC, no shounen-ai/yaoi, only friendship and family, kata-kata cukup tidak baku…
N.D 2000…
Dari keluarga Duke Fabre, seorang bangsawan di salah satu Negara besar di Audrant, Kimlasca. Terlahir 2 orang anak lelaki kembar yang memiliki rambut berwarna merah. Kembar yang paling tua diberi nama 'Asch' dan kembar yang paling muda, diberi nama 'Luke'.
Sesuai dengan peraturan para bangsawan di Kimlasca, apabila melahirkan anak lelaki, dia harus ditunangkan oleh putri dari anak pemimpin Kimlasca yang masih satu kerabat. Selain itu, anak tersebut harus bisa menjadi seorang bangsawan yang kuat dan gagah.
Jika yang terlahir adalah anak kembar, maka, anak tersebut harus diperlakukan dengan sama. Tetapi, dalam bidang menjadi seorang bangsawan yang kuat dan gagah saja. Tidak ikut menjadi tunangan putri Kimlasca serta penerus kerajaan.
N.D. 2002…
Duke Fabre menyerang pulau di daerah kekuasaan Negara besar, Malkuth. Alasan Duke Fabre bersama armadanya menyerang pulau-pulau di deretan Hod Archipelago, karena disinyalir, pulau tersebut melakukan sebuah penelitian rahasia dan berbahaya. Menghancurkan pulau-pulau tersebut juga disetujui oleh pemimpin Negara Malkuth. Mereka memberi persetujuan karena, mereka juga merasa kalau daerah tersebut ada, perang antara dua Negara besar dan bersaing ini, akan pecah.
Mereka pun memusahkan Hod Archipelago bersama para warganya dari map dunia Auldrant...
N.D. 2010…
Asch, anak tertua dari keluarga Fabre, memutuskan untuk sekolah di luar kota. Tepatnya, di Oracle Knight and Lorelei Headquarter, Daath. Wilayah dimana pusat keagamaan dan kemiliteran dilaksanakan. Lulusan dari Oracle Knight disini, rata-rata merupakan orang-orang yang ber-skill bagus. Bahkan, sebagian ada yang dimasukan langsung pada divisi Six God General, para anggota militer yang hebat dan berada di bawah kekuasaan pemimpin tertinggi Lorelei Headquarter, Fon Master Ion.
Asch sekali-sekali pulang ke Kimlasca. Biasanya, saat liburan musim panas atau dingin. Dia akan belajar selama 5 tahun di Daath. Yang dilakukannya saat liburan datang di Kimlasca adalah, membantu Natalia, tunangan sekaligus putri Kimlasca untuk membangun sekolah berbasis internasional. Diperkirakan, tahun N.D 2013, sekolah tersebut akan dibuka.
Kesenangan untuk menjalankan misi 'membangun Kimlasca menjadi lebih baik' bersama Natalia, harus dihiasi oleh kesedihan.
N.D 2011…
Diketahui, anak kedua Duke Fabre dan Susanne, Luke Fon Fabre, menderita suatu penyakit parah. Selama setahun dia mudah sakit-sakitan dan mudah pingsan. Saat diperiksa, ternyata, dia mengalami penyakit yang tidak diketahui sehingga membuat kerja organ-organ dalamnya kurang baik. Divonis, Luke tidak akan bertahan lebih dari 20 tahun atau tepatnya, N.D 2020…
N.D. 2015…
Saat Asch berumur 15 tahun, dia dinyatakan lulus dengan hasil memuaskan dari Oracle Knight. Dia ditawarkan menjadi salah satu kandidat Six God General oleh guru besarnya, Van Grants. Tetapi, dia menolak dan memutuskan untuk kembali ke Kimlasca dengan alasan, membantu mengembangkan pertahanan di Kimlasca dan membantu Natallia untuk membantu mengembangkan sekolah bernama Abyss Academy yang baru dibuka 2 tahun yang lalu.
Setelah sampai di Kimlasca, dia lebih sering berdiam diri di kamar dan membaca berbagai macam buku. Hingga saat…
N.D. 2016…
Asch memasuki sekolah umum tingkat SMA di Abyss Academy dan menjadi salah satu anggota OSIS –Bahkan ketua- disana. Diluar dugaan, adik kembarnya, Luke Fon Fabre, mengikuti dia masuk Abyss Academy yang bertempat diluar wilayah ibu kota Kimlasca, Baticul. Natalia dan Asch memang sengaja membangun sekolah mereka di sebuah daerah dekat Kaitzur agar semua pelajar dapat bersekolah disana. Baik dari Malkuth, Daath, dan Kimlasca itu sendiri.
Karena jaraknya yang cukup jauh dari ibu kota kedua Negara, maka, para pelajar hanya pulang ke kampung halamannya sekali-kali. Karena alasan tersebut, Natalia dan Asch membangun sebuah asrama di daerah pelajar tersebut. Karena harus diajarkan mandiri, maka sekolah disini hanyalah sekolah tingkat menengah atas.
Awalnya, Asch menolak Luke untuk mengikuti dia. Tetapi, Luke tetap keras kepala dan ingin sekolah bersama Asch. Asch yang mengetahui tentang penyakit Luke, tidak bisa berbuat apa-apa. Akhirnya, dia memperbolehkan Luke untuk sekolah bersama dia. Tetapi, servant sekaligus sahabatnya, Guy Cecil, harus tetap ikut dengannya. Dia harus terus dipantau apabila tiba-tiba penyakitnya kambuh.
"Ok, Asch! Sekarang, mohon kerja samanya, ya!" ucap Luke.
Diclamer: Bandai Namco
Pain of Affection
Chapter 1
"… ch!"
"… Sch!"
"ASCH! Ayo! Bangun!" ucap saudara kembarku yang wajahnya sudah tepat diatas wajahku.
"Luke… Bisa gak cara bangunnya lebih bagus dari ini? Kau mau membuatku shock jantung, kah?" ucapku sambil mengangkat tubuh agar bisa duduk di kasur.
Luke menyeringai sambil menarik selimutku dan melipatnya. "Lho? Kenapa? Yang penting, bukan Natalia, kan? Kalau Natalia yang seperti itu, baru kau boleh shock jantung!"
"Apa maksudmu, hah?" Kesalku dan Luke hanya tertawa kecil sambil berjalan menuju meja dimana biasa aku dan dia membuat kopi.
Aku melihat sekeliling ruangan kerjaku yang sangat berantakan. Buku-buku berserakan, kemeja sekolah digantung sembarangan di sekitar ruangan, cucian gelas –yang hampir semuanya bekas minum kopi- menumpuk. Sebenarnya, hal ini wajar untuk anak lelaki yang tinggal sendiri. Tapi, ini terjadi di tempat yang gak wajar… Ya, ruangan kerjaku dimana aku menjabat sebagai ketua osis di Abyss Academy ini.
Karena pandanganku yang sangat pendek –akibat membaca buku sambil tidur keseringan-, aku mengambil kacamataku yang kuletakan disebelah kasur yang efisien ini. Kasur dari sebuah sofa empuk yang merupakan sofa lipat sehingga saat dibuka lipatannya, bisa berubah menjadi sebuah kasur yang nyaman. Bukannya aku gak punya rumah tetapi, karena rutinitas yang sangat padat selama 24 jam ini, tidak bisa seenaknya aku meninggalkan ruangan kerjaku sebelum tugas-tugas ketua OSIS selesai.
Bagaimana rasanya seharian –kira-kira, 20 jam sehari,- duduk terus untuk melakukan rutinitas menjadi pelajar-ketua OSIS-mengurus kepenerusan keluarga Fabre?
Pasti pegal sekali, bukan?
"Waaa!"
Teriakan Luke menghancurkan lamunanku. Aku menoleh dan berlari mendekati Luke yang sedang memegang jarinya.
"Luke! Kenapa?"
"Ja… Jariku kena teko panas…" Lemas Luke.
Gawat! Karena kaget tadi, Luke sedikit lemas.
Ya, Luke mempunyai jantung yang lemah. Ada kejadian seperti tadi saja, dia sudah pusing dan lemas. Karena itu, dia sering pingsan apalagi, jika dia kecapean. Setiap pulang dari sekolah saja, dia sudah memegang pintu ruanganku dan hampir jatuh.
Aku memegang pundak Luke agar dia bisa mempertahankan posisi tubuhnya. Kunyalakan keran air disebelah kompor kecil yang digunakan untuk memasak air di teko tadi. "Luke, masukan tanganmu ke air dingin ini!" seruku.
Luke memasukan tangannya dengan pelan ke air dingin itu. Perlahan, tatapan kesakitannya, telah berubah menjadi sedikit tenang. Tampaknya, berkat air dingin ini, suhu di jari yang terkena teko itu, sudah normal.
Aku mengambil plaster saat Luke masih mendinginkan tangannya di washtafel.
Tapi, ucapanku untuk menyuruh adikku mengeringkan tangannya itu tidak didengar…
Adik? Aku tidak mengakui orang bodoh ini sebagai adikku! Dia hanyalah orang yang manja dan tidak bisa mandiri! Dia so bisa padahal tidak bisa. Dan yang terparah, apa-apaan ini? Dia tinggal denganku di markas OSIS? Please, somebody don't tell me if this real!
"Luke… Kenapa kau ikut tinggal di markas OSIS, sih? Sudah bagus kau tinggal di asrama bareng ama Guy. Kok, milih disini? " kesalku.
Luke membuatkan kopi untukku dan membawakannya padaku yang sudah terduduk di kasur. "Aku ingin mencoba mandiri! Aku tidak mau terikat dengan peraturan keluarga yang harus ini dan itu…"
"Hm? Memang, peraturan apa saja yang mengikat-"
"Ah? Aku baru ingat! Tadi pagi, ada yang mengirimkan surat permohonan misi pada kita! Lihat!" ceria Luke setelah berdiri dan mengambil sebuah map coklat dari atas meja sebelah pintu masuk kamarku tanpa merasa salah kalau dia tidak menghiraukanku. Kamarku ini bukanlah kamar pribadi. Hanyalah sebuah ruangan dimana seorang kaichou biasanya berkerja. Karena aku seorang hardworker –kata teman-teman-, maka aku memutuskan untuk membeli sofa yang bisa diubah menjadi sebuah kasur.
Oh ya… Tentang misi? Anggota OSIS disini bukanlah anggota OSIS biasa. Anggota yang disini merupakan orang-orang yang berbeda dari orang pada umumnya. Contohnya?
Tear Grants, adik kandung dari Master Van, guru besarku di Daath. Dia mempunyai kemampuan sihir yang diluar rata-rata. Kekuatan heal-nya sungguh luar biasa. Ditambah dengan serangan-serangannya yang ber-demage besar. Dia menggunakan seventh fonom sebagai sumber kekuatannya.
Natallia Luzu Kimlasca Lanvadelar. Jangan ditanya mengenai dia! Seorang putri Kimlasca –dan tunanganku- yang ikut belajar disini. Dia membangun klub memanah di Kimlasca dan mempunyai banyak murid. Selain itu, dia adalah seorang putri yang disegani oleh rakyat-rakyatnya. Tapi, sayangnya image memasaknya, begitu BURUK!
Jade Curtiss. Seorang Necromancer dan Pembina OSIS. You know? Jangan sekali-kali kalian berurusan dengan orang ini! Dibalik kacamatanya, dia merupakan orang yang kejam. Tidak segan-segan menggunakan manusia sebagai kelinci percobaan! Tetapi, dia mempunyai kepandaian yang luar biasa! Dia aja bisa menghapal frekuensi yang deretan angkanya mencapai… 12 lebih mungkin? Padahal, umurnya sudah tua! 35 tahun!
Anise Tatlin. Anggota dari Oracle Knight pengawas Florian, saudaranya Ion sang Fon Master. Umurnya 13 tahun dan tentu dia tidak bersekolah di sekolah ini. Dia hanya numpang eksis dan ikut misi dengan Florian. Yah… Hitung-hitung, ini sebuah misi untuk mendapatkan uang! Kekuatannya paling berbeda diantara yang lain. Dia bisa mengendalikan boneka dan menjadi sangat besar dan mengerikan bernama Tokunaga.
Guy Cecil, servant dari keluarga Fon Fabre. Dia sengaja kusuruh datang dan mengawasi Luke karena apabila aku tidak ada di tempat, dia bisa menjaga Luke yang sewaktu-waktu mudah pingsan. Dia terlihat sangat ramah. Tetapi, aku merasa ada sebuah rahasia besar yang disembunyikan olehnya. Dan rahasia itu, mungkin bisa membawa mala petaka bagi semua di masa depan. Aku harus mengawasinya terus secara seksama.
Dan terakhir…
Florian, saudaranya Fon master Ion dan tampang mirip sekali dengannya. Tetapi sifatnya berbeda jauh sekali. Ada mungkin 180 derajat. Florian lebih terkesan ceria –lebih dari Ion- dan sedikit ceroboh serta riweuh. Karena tubuhnya cukup rentang, dia selalu menjalankan misi dengan Anise, pengawasnya.
Tampaknya… Perkenalan sudah cukup… Mari kita mulai saja ceritanya. Lama-lama, mulutku pe-
"Asch!"
Tuh orang… Ada apa lagi, coba? Dia sudah memanggilku pagi ini dalam waktu 10 menit, 3 kali! "Apa, Luke!"
"Yang mau melaksanakan misi ini, ada berapa orang?" tanyanya dengan penasaran.
Aku menjawab dengan menghela napas sambil meminum kopikku. "Memang, seperti apa misinya? Aku belum membaca surat itu!"
Luke memberikan suratnya padaku dan aku mulai membacanya dengan posisi yang sudah enak. Menyender di sofa empuk dengan kaki menyila serta meminum kopi yang hangat.
"Misi dari pemimpin kota Karterbug. Katanya, pergerakan monster di Mountain Roneal berada di level paling tinggi diantara 20 tahun terakhir. Dia ingin kita menyeledikinya. Sekiranya 3-4 orang dibutuhkan dalam misi ini. Ok Luke, sekarang… siapa yang lagi free?"
Luke dengan riangnya menjawab, "Tidak ada~"
BRRRUUUSSSSHHHH
Dengan ucapan Luke yang membuat shock itu, kopi dengan indahnya muncrat keluar dari mulutku. Aku tercengang. "Apa?"
Luke mengangguk. "Ya… Natallia dan Jade menjalankan misi di Engeve. Katanya, ada penyerangan yang dilakukan oleh monster-monster. Anise dan Florian sedang berada di Daath karena misi dari Fon master Ion. Tear sedang ada perlu di Yulia City, kampung halamannya. Yang tersisa, hanyalah kau dan Guy…"
"AKU GAK MAU!"
Luke terdiam melihatku yang tiba-tiba teriak. Ya! Bagaimana lagi! Aku yang sekarang sedang dalam keadaan menjadi panda harus menerima misi? Mending aku tidur di sofa untuk menghilangkan mata pandaku ini! Aku so belagu sebagai anak kelas 2? Biarin! Yang penting, aku bisa tidur dan aku ketua OSIS disini!
"Ta… Tapi…" gagap Luke.
"Tear malam ini kan balik dari Yulia City-nya? Suruh dia besok ama Guy menjalankan misi di Keterbu-"
Krrringg…
Lho? Tumben ada telepon yang langsung nyambung ke ruangan ketua? Yang langsung nyambung ke ketua tanpa perantara, biasanya anak OSIS nih… Aku punya firasat buruk!
"Halo? Asch disini!" jawabku sambil mengangkat telepon.
Dari seberang terdengar suara cewek yang sedikit panik. "Asch! Begini… Aku tidak bisa kembali kesana malam ini. Ternyata, ada kejadian mendadak dimana aku harus memberikan sesuatu pada Fon Master Ion dari kakek besok hari. Sedangkan, hari ini aku full time mengurus Yulia City. Bolehkah aku minta izin 1 hari lagi? besok aku akan pulang malam bersama Florian yang berada di Daath. Ok?"
Aku terdiam. entah mau kesal atau mau seneng. Kesal karena saat diperlukan, ternyata dia minta izin untuk mengundurkan waktu pulang. Senangnya, dia sudah memberitahukan padaku kalau dia mau libur LAGI. aku tidak bisa menolaknya. Kakek dari Tear adalah pemimpin dari Yulia City dan seorang Watcher berbakat. Mungkin statusnya itu setara dengan Fon Master.
"Anu… Asch?"
Aku menghela napas. "Ok… Tapi, selesai urusan di Daath besok, kau langsung saja ke Karterburg. Kita dapat misi disana! Ok?"
"Baik!" jawab Tear
Telepon pun ditutup. Aku mengehela napas lagi dan duduk di kursi kerjaku. Kusimpan cangkir kopiku disebelah laptop dan aku menyalakannya. Luke mendekatiku. "Jadinya, Asch?"
"Besok aku berangkat ama Guy pagi-pagi. Tolong hubungi Guy. Malamnya, Tear akan menyusul ke Karterburg. Nanti kita bertiga ke Mountain Roneal untuk menyelesaikan masalah ini." Jelasku.
"Asch… Aku boleh ikut?"
CTTAAKK
Aku terdiam. Tidak sengaja, jariku memencet tombol keyboard dengan kencang hingga setengah halaman tertulis huruf 'a' semua.
"Apa maksudmu, Luke?"
Luke mengangguk. "Ya. Aku ingin ikut serta dalam misi i-"
"TIDAK BOLEH!" Teriakku.
Luke terdiam dan gemetaran. "Ke… Kenapa, Asch?"
"Pertama, kau hanyalah seketaris pembantuku disini. Kedua, sadar body! Tubuhmu itu sangat lemah. Bisa-bisa kau menjadi penghalang saat kita sampai di Sylvana mengingat daerah sana intesintas salju turun sangat tinggi. Kau bisa-bisa mati kedinginan"jelasku.
Terliat, Luke tertunduk. Mungkin dia kesal karena kutolak request-nya. Tapi, bagaimana lagi? Walau aku tidak suka dengan orang ini, tetapi dia masih keluargaku terlebih, dia adik kembarku.
"Izinkanlah, Asch!" seru seseorang dari pintu masuk ruanganku.
Aku menengok dan seorang cowok berambut pirang sedang berdiri di pinggir pintu. Orang itu sudah tidak asing bagi kita. Ya, Guy Cecil.
Guy berjalan memasuki ruanganku dan duduk di sofa yang telah dilipat oleh Luke saat aku ke kamar mandi tadi. Aku menatapnya dengan tatapan kesal. "Hah? Apa alasanmu berkata seperti itu?"
"Biarkan Luke ikut misi ini denganmu. Kasihan kan dia terus terkurung di mansion selama 16 tahun?" ucap lembut Guy.
"Kalian teralu memanjakannya!"
Aku menyisir poniku yang panjang lalu membalikan wajahku dan melihat Luke yang terus melihatku. Aku menghela napas dan menjawab "Ok, kau boleh ikut!"
Luke pun loncat kegirangan. Kesenangannya terhenti saat aku mengacungkan tangan kananku. "Tetapi, ada satu syarat!"
"Apa?" tanya Luke penasaran.
"Jangan paksakan diri lebih dari ini! Kau cukup diam di penginapan dan jangan ikut ke sumber masalahnya, Ok?"
Luke mengangguk.
Tapi, aku yakin… Luke hanya mengangguk di luar. Sebenarnya, di dalam dia mungkin sudah merencanakan sesuatu.
"Ok… Persiapkan barang-barang kalian! Besok pagi kita akan berangkat ke Karterbug! Aku akan menghubungi walikota-nya sekarang!"
Akhirnya, waktu kami berangkat, tiba. Pesawat Albiore telah terpakir dengan rapih di Kaitzur Naval Port. Pesawat multi fungsi yang bisa berlayar di laut dan terbang di langit ini, dipilotin oleh seorang pilot muda bernama Ginji. Dia berasal dari Sheridan. Cukup jauh dari Sheridan menuju Kaitzur Naval Port.
Dengan menggunakan kereta kuda, kami berangkat dari Kaitzur menuju Port.
"Selamat siang, tuan Asch! Saya sudah menunggu anda disini!" senyum Ginji menyambut kedatangan kita.
Aku mengangguk dan menaiki tangga dimana kita akan masuk ke tempat duduk penumpang.
Luke melihat kiri kanan dengan raut wajah seperti anak kecil yang baru pertama kali naik pesawat. Eh bentar… Dia memang baru pertama kali naik pesawat. Habisnya, dari Baticul ke Kaitzur Naval Port kemudian ke sekolah, dia menggunakan Ferry bukan? Sudah mah, dia mabuk laut dan sampai di sekolah, langsung demam 3 hari 3 malam. Hh… *menghela napas
"Ah? Tuan Luke ikut serta ya dalam misi kali ini?" senyum Ginji saat menyambut kami.
Aku menoleh kebelakang dimana Luke berjalan. "Ya. Dia merengek-rengek ingin ikut misi ini."
Luke yang mendengar itu, menggembungkan pipinya dan bergumam. "Seenaknya aja kau ngomong begitu! Aku gak merengek-rengek kok! Kamunya aja yang lebay, Asch!"
Aku mengembalikan wajahku dan mengejek si bodoh itu. "Baka!"
Setelah siap, Ginji menarik kemudinya dan menerbangkan Albiore-nya ke Karterburg. Sesampai di Karterburg, kami langsung berjalan menuju hotel dimana kami sudah booking.
"Woaa… Asch… Ini apa?" Tanya Luke dengan polosnya.
Ditangannya ada sebuah bola putih yang dingin dan lucu *baginya*. Ya, dia baru pertama kali melihat salju. Tidak kusangka reaksinya akan seperti ini. Dia sedikit mo-*plak
Asch! Tenangkan dirimu!
"Itu salju! Terbuat dari Kristal es yang membeku di awan dan turun sebagai salju." Jelasku.
"Jadi, bisa dimakan?" polos Luke.
"Bisa dimakan. Kalau kau mau mati!" angkuhku.
Aku memalingkan badanku dan terus berjalan menuju hotel diikuti Guy dan Luke di belakang.
Setelah check in dan mendapat kamar, Luke langsung berbaring di kasur. Ya, mungkin dia sudah lemas dengan perjalanan yang cukup jauh. 8 jam lebih menuju Katerburg dan suhunya yang berbeda dratis dengan suhu biasanya. Luke tidak kuat dengan hal seperti itu. Makanya, aku tidak pernah mengajaknya menjalankan misi selama ini walau skill-nya lumayan.
"Luke, tidak apa?" Tanya Guy.
Luke melihat pada Guy yang berada di sampingnya. "Ti… Tidak apa! Cuma sesak kok…"
Aku melihat mereka dengan tatapan dinginku. Jam menunjukan pukul 1 siang. Waktunya untuk bertemu dengan walikota karterburg. Kulangkahkan kakikku menuju pintu keluar.
"Asch, mau kemana?" Tanya Luke.
"Rumah Walikota!" jawabku cepat
BLAAMM…
(LUKE POV)
Guy terdiam di sebelahku. Dia hanya sibuk mengupasi apel menggunakan pisau kecil milik hotel untukku. Setelah selesai mengupasnya dan menyimpan diatas piring serta disuguhi padaku, aku melihatnya. "Ne… Guy!"
"Hm?" senyumnya.
Aku terdiam dan berpikir sejenak. Selama aku hidup, yang mau tersenyum padaku hanyalah Guy dan Ibu. Ayah… Dia hanya melihatku sebagai pengganggu dan penghalang. Asch… Dia tidak mnganggapku sebagai adiknya. Mungkin, Asch selama ini menganggapku sebagai orang lain yang mengganggunya.
Aku melihat Guy. Tetapi, napasku begitu berat dan pandanganku tidak jelas. Perubahan suhu dratis ini memang membuat tubuhku menjadi kacau. Tubuhku memang lemah semenjak aku berumur 11 tahun. Suatu penyakit yang tidak diketahui, menyerang tubuhku dan membuat kerja organ tubuhku menjadi lambat terutama jantung. Dan diperkirakan… Umurku hanya sampai 20 tahun…
"Luke? Apakah kau merasa tidak enak?" heran Guy.
Lamunanku terbuyar. Aku menggelengkan kepalaku dan tersenyum kecil. "Tidak… Guy…"
Guy menyuapiku dengan pelan. Aku menyelimuti tubuhku dengan selimut yang tebal agar suhu tubuhku tidak turun. Aku mulai bertanya pada Guy mengenai pertanyaan yang terus meliputi pikiranku. "Guy… Apa Asch benci padaku?"
Guy heran. "Luke? Kenapa kau bertanya seperti itu?"
Aku mengunyah apel dengan pelan. "Habis… Asch selalu terlihat kesal jika aku bersamanya… Apalagi hari ini… Dia tidak melihatku setiap aku berbicara padanya. Apa aku punya salah padanya, Guy? Apakah… Kehadiranku itu… Tidak diinginkan oleh semua orang?"
Guy menutup matanya dan mengelus-elus rambutku. "Luke… Orang-orang tidak membencimu. Mereka menyayangimu hanya saja, mereka tidak tahu bagaimana cara memperlihatkan rasa sayang mereka padamu…"
"Tapi Guy! Mereka… Mereka selalu tidak mau berbicara denganku! Senyum saja tidak pernah!"
Air mataku mulai keluar. Kenapa? Kenapa aku cengeng begini? "Ke.. Kenapa, Guy?"
Guy memelukku dengan pelan sambil masih tetap mengelus kepalaku. "Luke… Kau jangan berpikir seperti itu terutama Asch. Ingatlah apa yang telah ia lakukan semua untukmu…"
"Untukku?" heranku.
Guy mengangguk. "Selama ini dia mengerjakan laporan OSIS karena tidak mau membuatmu teralu capek. Dia tidak ingin penyakitmu kambuh karena kecapaian."
"Bernarkah itu, Guy?" tanyaku.
Guy tersenyum. "Benar. Dia sendiri yang cerita padaku. Itu menandakan kalau dia sayang padamu, kan?"
Aku terdiam. Yang terdengar dariku hanya napas beratku. Guy menghapus air mataku dan menyenderkan tubuhku pada kasur dan menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhku.
"Istirahatlah! Istirahat yang banyak agar besok kau bisa ikut dengan kami ke Mountain Roneal!"
AKu mengangguk dan mulai menutup mataku. Tangan Guy masih memegang kepalaku hingga pikiranku sepenuhnya tertidur dan dalam penglihatanku… Aku melihat kalau Asch sedang berada di depanku dengan tatapan penuh kasih sayang.
"Asch nii-san…"
(NORMAL POV)
Asch terdiam di depan pintu kamar hingga tidak ada suara Luke. Asch menghela napas dan mulai berjalan menuju lift. Saat menunggu lift, Guy datang menghampirinya. Asch melihatnya dengan tatapan kesal.
"Apa yang kau lakukan disini, Guy?" kesalnya.
Guy tersenyum. "Tadi kau diam di depan ruangan, kan?"
Asch memalingkan wajahnya. "Tidak! Aku tadi bertemu dengan temanku di depan kamar sebelah dan kami-"
BRAAKK
Guy mendorong tubuh Asch hingga menabrak tembok sebelah lift. "GUY! APA YANG-"
"Asch! Tidak usah kau bohong! Sudah cukup bohong sampai sini!"
Asch mendorong tubuh Guy tetapi tidak berpengaruh. Guy malah semakin mendekat. Tatapannya terlihat begitu marah saat melihat Asch berada dibawahnya.
"Luke sudah cukup menderita karena kebohonganmu selama ini. Kau seharusnya tidak usah membohonginya!"
"GUY! MENJAUH-"
"Asch! Bilang secara jujur padanya!"
Asch terdiam. Dia mendorong dengan pelan tubuh Guy dan mau terangkat. "Aku tidak bisa… Guy!"
"Asch!" seru Guy. Asch berjalan menuju dalam lift yang sudah terbuka.
"Biarkan dia madiri dan merasakan bagaimana susahnya hidup…" ucap Asch saat pintu lift tertutup.
Guy hanya bisa menggertak dan memukul tembok dengan kepalan tangannya.
Di dalam lift, Asch menerawang ke langit-langit lift. Entah apa yang dipikirkannya. Dia pun menutup matanya.
"Sial…"
Sesampai di lobby, Asch mendengar namanya dipanggil dari arah kursi tunggu. Ternyata, itu adalah walikota Karterburg. Seorang wanita dewasa yang cantik dengan rambut pirangnya. "Selamat datang di Karterburg, Asch-san!" ucapnya.
XXX
(LUKE POV)
"Nii-san!" ucapku saat Asch tiba dari Daath.
Asch saat berumur 13 tahun kembali dari Daath untuk merayakan liburan musim dingin. Setiap musim dingin dan musim panas, dia pasti kembali dari sana.
"Luke! Jangan lari!" serunya.
Aku tidak menghiraukannya. Aku terus berlari menuju tempat ia berdiri dan berusaha memeluknya. Tetapi, tali sepatuku lepas dan aku terjatuh. Asch menghela napas dan membantuku berdiri serta menggendongku.
"Nii-san kuat!" senyumku.
Asch menghela napas lagi. "Panggil aku Asch, Luke!"
Aku tersenyum. "Asch nii-sa-"
"Tuan Asch!" ucap seorang maid dari belakangku. Asch melihat maid yang mendekati kami. "Ada apa?" ucap dingin Asch.
"Anda lebih baik bertemu dengan ayahanda! Dia sudah menunggu anda di drawing room." Jelas maid itu.
Raut wajah Asch saat itu terlihat cukup kesal. Berbeda saat aku bertemu dengannya tadi. "Apa Luke boleh dibawa?"
"Katanya 'tidak'. Dia ingin berdua saja dengan anda!"
Aku tertunduk dan cemberut. Rasanya cukup kesal. Padahal kami saudara tetapi, kenapa hanya Asch yang dipanggil. Asch yang sadar akan ekspresiku itu, menghela napas dan mengelus-elus rambutku. "Aku Cuma sebentar kok! Nanti kita main lagi, OK?"
Aku tersenyum. "HM!"
Asch berjalan menuju drawing room. Dengan pelan, kuikuti dia dan saat dia memasuki ruangan, aku berhenti didepan pintu dan menguping. Walau itu perbuatan yang tidak boleh tapi, aku harus melakukannya karena aku tidak ingin menjadi orang yang tidak dianggap.
"…Sch… U… Ah… tang…"
Sial! Suara ayah gak jelas! Bagaimana aku mendengarnya?
"Ya, Ayah!"
Suara Asch terdengar! Berarti, dia berada di dekat pintu.
"Langsung saja! Asch, ini mengenai Luke!" ucap ayah.
Aku?
"Ada apa dengannya, Ayah?" terdengar suara Asch meninggi.
Ayah menghela napas. "Luke… Dia hanya bisa hidup hingga umur 20 tahun…"
Apa? Aku? Aku hanya bisa sampai 20 tahun?
Asch menghela napas. "Kenapa ayah bilang ini padaku?"
"Karena, kamu harus tahu semua ini!"
Kenapa? Kenapa ayah memberitahukannya pada Asch? Ke… Kenapa tidak padaku? Dadaku sakit. Napasku berat. Pandanganku sudah mulai kabur. Aku harus meninggalkan tempat itu. Ta… Tapi, kakikku tidak mau bergerak… Kenapa?
Tubuhku oleng. Aku tidak bisa mempertahankan tubuhku saat itu. Aku pun terjatuh saat mau berjalan menuju pintu keluar. Orang-orang langsung mendekatiku dan membantuku untuk bertahan. Asch pun langsung keluar dari ruangan dan berlari mendekatiku dan mengangkat tubuhku. Dia memegang tanganku yang sedang mengepal dadaku. Kubuka mataku perlahan.
"A… Asch…"
"Luke! Aku akan membawamu ke kamarmu!"
Asch mengangkat tubuhku hingga ke kamar. Saat itu, pikiranku kosong. Apakah gara-gara ini semua, umurku hanya bisa mencapai 20 tahun? Lalu, kegelisahan Asch ini adalah kegelisahan palsu yang disuruh oleh ayah yang diperlihatkan padaku?
Dadaku semakin sakit dan sesampai di kamar, tim medis yang sudah bersiaga, langsung memeriksaku. Tanganku terus menggegam tangan Asch. Aku tidak ingin dia meninggalkanku. Aku ingin terus bersamanya. Aku terus merasakan genggamannya hingga mataku tertutup.
"A… Sch…"
"Luke! Kau pasti akan sembuh! Aku yakin itu!" yakinnya.
Aku tersenyum. "Terima… Ka… Sih…"
Aku tertidur dan merasakan kalau tim medis telah selesai memberikan pertolongannya padaku. Oksigen menutupi mulutku dan infus tersambung di tanganku. Saat kututup mataku, aku merasakan tangan halus mengusap rambutku.
"Cepatlah sembuh… Luke…"
Ah… Itu terjadi padaku 5 tahun yang lalu. Tetapi, hal itu terjadi lagi sekarang. Di tengah tidurku, aku merasakan tangan itu lagi. Tangan yang mengusap kepalaku dengan lembut. Aku membuka mataku dan melihat orang di depanku. Orang yang sangat mirip denganku lagi mengelus-elus rambutku sambil berbicara dengan orang yang di depannya.
"Asch…"
Asch kaget dan melihatku. Dia menghentikan tangannya dan memegang bantal disampingku. "Bagaimana keadaanmu?"
Aku mengangguk pelan. Asch menghela napas. "Syukurlah…"
Guy tersenyum kecil dan berbicara kembali pada Asch. "Jadi, rencana kita bagaimana?"
Asch mengepalkan kedua tangannya. "Begini… Aku dapat kabar dari walikota kalau monster yang berasal dari Mountain Roneal sudah hampir mendekati kota. Kita disuruh mencegah agar monster itu tidak sampai masuk kedalam kota."
"Bagaimana caranya?" Tanya Guy.
Asch menyenderkan tubuhnya pada kursi yang ia duduki disebelahku. Ternyata, selama aku tertidur, dia terus duduk disini dan memegang tanganku.
"Kita akan masuk ke tempat dimana passage ring Mountain Roneal berada. Dari situ, kita akan menyelidiki kenapa monster-monster berjalan menuju kota. Selain itu, sebagian akan berjaga disini apabila ada monster yang masuk kemari."
Guy menghela napas. "Tapi, kalau seperti itu rencananya, Asch… Kekuatan tempur di Mountain Roneal akan berkurang dratis. Monster-monster disana termaksud monster kuat, bukan?"
Asch menundukkan kepalanya dan melihatku. Aku mengangkat alisku. Dieluslah rambutku dengan tangannya. Aneh… Ini tidak seperti Asch yang biasanya… Tatapannya… Sedikit lebih lembut.
"Guy… Apakah disini ada tentara Malkuth yang berjaga?" Tanya Asch.
Guy mengangguk. "Tentu saja. Terlebih lagi dengan keadaan seperti ini. Banyaknya armada ditingkatkan."
Asch menutup matanya. "Hh… Baiklah kalau begitu."
Asch berdiri dan berjalan menuju jendela. "Kita akan berangkat besok langsung menuju Mountain Roneal."
"Semuanya?" tanyaku.
Asch tersenyum dan mengangguk. "Ya, semua!"
Guy melihat kami berdua dan berdiri dari bangkunya. Dia melemaskan tubuhnya hingga bunyi tulang-tulangnya. "Ok. Kita masih punya waktu untuk bersantai! Aku mau menghirup udara segar dulu diluar sekalian menunggu Tear. Bersantailah kalian berdua!"
Pintu pun ditutup dan Asch mendekatiku. "Apakah kau baik-baik saja? Kau pucat sekali!"
Aku tersenyum. "Aku tidak apa, Asch!"
Asch tersenyum kecil. Dia duduk disebelahku dan menggegam tanganku. Aku heran dengan yang terjadi padanya. Dia terlihat baik padaku. Apa yang terjadi saat aku tidur tadi?
"Asch… Kenapa kau…"
"Luke!"
Aku berhenti berbicara. "… Berjanjilah padaku untuk tidak melakukan hal yang sembrono!"
Asch mengangkat wajahnya. "Dan aku akan berjanji padamu… Kalau aku akan menyembuhkan penyakitmu bagaimana pun juga! Jika bisa, aku ingin penyakit itu berpindah padaku."
Aku kaget dengan ucapan Asch. Aku menarik badanku untuk bangkit dan memarahi Asch. "Asch! Jangan berbicara seperti itu! Kau sudah dikasih tubuh sehat! Kau juga sudah ditunjuk sebagai penerus keluarga Fabre! Jika kau tidak ada, siapa yang akan menggantikanmu?"
Asch terdiam dan terus melihatku walau aku tertunduk. "… Dan pasti… Natallia akan sedih…"
Asch mengangkat wajahku dan menghapus air mataku yang tanpa sadar keluar. Dia tersenyum. "Jika itu membuatmu bahagia, tidak apa! Natallia juga pasti akan mengerti!"
"Asch… Cukup..."
"Hanya itu yang bisa kulakukan untukmu…"
Aku tertunduk. Rasanya ingin sekali aku memukulnnya. Tetapi, tenagaku tidak kuat. Pundakku gemetaran dan itu terhenti saat Asch memelukku.
"Aku bukanlah kakak yang baik. Tapi, jika ada yang bisa kulakukan untukmu, pasti akan kulakukan… Walau itu harus mengorbankan nyawaku."
Asch… Cukup!
"Luke…"
Asch…
Pandanganku buram. Kesadaranku mulai hilang. Aku merasakan dileherku ada sesuatu yang menusukku. "Asch… Ke… Na…"
"Selamat tidur, Luke!"
(NORMAL POV)
Luke yang merasa sesuatu menusuk di lehernya, mulai kehilangan kesadaran dan tertidur di pangkuan Asch. Asch membaringkan Luke di kasur dan ia berjalan menuju jendela. Ia melihat salju turun dengan pelan. Tetapi, Asch dikagetkan dengan kerumunan orang yang berlari dari arah pintu masuk kota. Asch membuka jendela dan keluar ke balkon.
"OI! Ada apa?" tanyanya.
"Ada monster!"
"Monster?" heran Asch.
Saat ia melihat kearah yang ditunjukan oleh warga, dia dikagetkan oleh monster besar yang menyerupai pohon dan serigala-serigala dewasa. Asch menggertak dan berlari masuk untuk mengambil senjatanya yang berupa shotgun dan pedang. Sebelum pergi, Asch melihat Luke yang tertidur di kasur. Asch tersenyum. "Mimpi yang indah, Luke!"
BLAAM
Asch?
TO BE CONTINUED
Ran: yap.. Fic pertamaku di fandom TOA… mungkin.. terkesan AschLuke.. Tapi, mereka hanyalah adik kakak dimana Asch sedikit OOC dengan sifat hyperprotective pada Luke.
Asch: kau bisa-bisa membuat para pembaca geli.
Ran: tapi fic ini memang gk ada unsur yaoi atau shounen ai kok… Cuma friendship ama family!
Asch: Yah… Yah.. Whatheverlah…
Luke: Tapi Ran... kau selalu menjadikan aku korban? apa salahku?
Ran: Gak ada. Cuma, asyik aja melihatmu seperti ini!
Luke: Kau kejaaammm!
Guy: Ckck...
Ran: Ehm… Maaf kalau fic ini terkesan maksa dan banyak salah penulisan -terutama jika anda menemukan nama academy yang tiba-tiba berubah ==" Saya yakin ada di suatu tempat di fic ini... Kalau anda sadar, mohon bantuannya untuk memberitahukannnya =="-. Mengingat ini fic pertama yang dibuat di fandom TOA ini ==a dan aku terakhir main TOA sekitar 5 bulan yang lalu. Aku memang mau membuat cerita dimana Asch dan Luke ada saudara kembar. Dan maafkan aku ya telah membuatmu menjadi sakit-sakittan begini, Luke… Ok… tidak banyak cuap-cuap. Jika berkenan, kalian boleh meninggalkan pesan-pesannya di kotak review mengingat, aku baru bangun dari writers block. Ok… ja'mata!
