"Kau memintaku untuk memberikan 'bocah' itu?" Nada yang awalnya tenang itu berubah tajam. "Kau tak tahu apa yang sedang kau katakan!"
"Aku tahu! Hanya membutuhkan sedikit dorongan untuk membuatnya kembali ke masa-masa bahagianya. Masa dimana ia memiliki keluarga yang sangat damai dan asri, meskipun itu dengan caraku sendiri" Pria paruh baya itu mengangkat tongkat hitamnya setinggi dada. "Dia hanyalah bocah, sudah sepatutnya dia mendapatkan kebahagiannya kembali"
"Hagoromo, kau tahu [Resiko] apa yang akan didapatkan jika aku melakukan itu?!" Suaranya tetap tinggi, meski pria di depannya memasang wajah tenang. "Jika dia hidup kembali maka dia akan mengingat kembali masa-masa kelamnya, mengetahui bahwa dia dan keluarganya sudah dibantai akibat Great War! Ini bukan sekedar masalah seorang anak kecil yang es krimnya jatuh"
"Red, aku tak peduli siapakah dia dan apakah dia akan tenggelam dalam kegelapannya sendiri. Tapi satu hal yang pasti adalah dia merupakan kunci dari dua dimensi ini, betapa berusahanya kau menjaga [Dimensi Waktu] maka sudah dipastikan kau takkan bisa berbuat lebih"
"Apa maksudmu?"
"Bocah itu yang akan memegang kunci dunia suatu saat nanti, bukan seorang anak dalam ramalan. Tetapi seseorang yang akan mengubah dunia dengan kekuatannya"
"Kau gila, dengan kekuatannya yang sekarang dia sudah pernah membantai ratusan pasukan dari Fraksi yang ikut serta dalam Great War. Dia hampir membunuh-Nya karena merasa tidak adil dengan kehidupannya yang selalu susah saat dalam Great War. Jangan membuatku gila, Hagoromo!"
Hagoromo tidak menjawab, ia hanya mengepalkan tangannya di sisi tubuh yang nampak mengeras sesaat. "…tidak usah khawatir. Aku akan membuatnya kembali"
"Itu tidak mengubah apapun…" Great Red mendesis.
"Red, aku yakin kau hanya mengatakan itu karena dia mengingatkanmu pada seseorang dari apa yang sebenarnya terjadi pada masa lalumu" Hagoromo melihat bagaimana sayap Great Red menegang seperti telah tertangkap basah. "Tapi ketahuilah, Red. Bukankah sosoknya itu mirip dengan Igneel?"
"Aku tahu" Naga yang tertulis dalam kitab itu bergumam. "Tapi aku hanya tak ingin membuatnya kembali merasakan apa itu kekejaman dunia ini, Hagoromo. Mungkin dia akan senang karena dihidupkan kembali, tetapi itu tidak mengubah fakta kalau ia akan menyesalinya suatu saat nanti"
"Kau benar…" Hagoromo menyahut pelan. "…kehidupannya yang keras, penuh akan penderitaan dan kekerasan. Menjadi wadah untuk mereka para pendosa yang telah ikut campur dalam Great War. Apabila kita menambahkan fakta kalau ia merupakan pemegang setengah kekuatan dari Duo Heavenly Dragon serta poin lain yang menyatakan bahwa ia merupakan seseorang yang akan membawakan bencana, maka aku yakin Ketiga Fraksi akan memburunya" Saat Hagoromo berhenti sejenak untuk membiarkan info itu meresap, wajah Great Red tidak sama sekali menunjukkan perubahan membuat persepsi Hagoromo tentang Naga ini selalu kenyataan. "Tapi itu baru dari sisi Ketiga Fraksi, bagaimana dengan para Dewa yang mungkin sudah kehilangan akal sehat ketika harus berhadapan dengan seorang Jinchuriki Juubi?"
"Tunggu dulu!" Great Red berdiri cepat, matanya bergerak untuk menatap tajam pria yang sepertinya tak memberikan ekspresi apapun kecuali tatapan datar di wajah tuanya. Ketika ujung jarinya mengacung menunjuk Hagoromo, jari itu nampak gemetaran. "Tapi itu artinya… kau…!"
"Aku hanyalah seorang manusia, bukan sosok abadi sepertimu. Dengan adanya Juubi dalam diriku, itu akan mempercepat batasan umur yang kumiliki. Tapi sekaligus mendapatkan hukuman tentang apa yang telah kuperbuat di Meikai waktu itu" Tangan Hagoromo yang sedang menggenggam tongkat hitamnya terlihat mengerat.
"Sudah kubilang, kau yang pada saat itu masihlah seorang manusia yang memiliki tingkat emosional sangat tinggi. Kau terlalu naif dan egois"
"…sialnya, aku sendiri tak bisa menyangkal bahwa bocah itu sangat mirip denganku, terutama ketika dia sedang mengamuk saat di Underworld" Hagoromo mengusap wajahnya dengan satu tangan, sebuah tindakan yang mengungkapkan sebuah candaan humor tersendiri baginya. "Dan juga ketika bocah itu menantang-Nya, aku tak bisa berhenti tertawa saat melihat hal itu"
"Yah kau benar, bocah yang sangat menarik. Bukan begitu, Rikudou?" Great Red membuka mulutnya lebar-lebar, dari sana muncul sebuah kepompong berwarna merah yang diselimuti oleh aura berwarna merah kehitaman.
"Jadi kau setuju dengan rencanaku, heh?"
Great Red menampilkan seringaiannya. "Kenapa tidak?"
D.E.S.C.L.A.I.M.E.R
.
.
.
Naruto © Masashi Kishimoto
Highschool DxD © Ichiei Ishibumi
.
.
.
:: White Shadow Killer ::
.
By : Draco Steelsel
.
.
.
Warning :
Over!Powered, Smart!Naru, Power!Full, Strong!Naru, Typo, Abal, Suram, OOC, OC, etc
Mungkin Aneh, Mungkin Jelek dan Mungkin OOC
.
.
.
Genre : Adventure
.
.
.
Rating : M
.
.
.
Chapter Satu:
New Life and New War
.
.
Draco, in!
.
.
Selamat membaca
.
4-5 tahun kemudian..
Surai perak remaja itu berkibar di udara sesaat terhembus angin. Matanya menatap dengan dingin kepada sosok yang duduk dengan tenang di tempat duduk yang tak jauh berada di sampingnya. Sosok pria paruh baya dengan yukata hitam serta memegang sebilah pisau kecil dengan permata ungu diujungnya. Mata violet yang menunjukkan perasaan menarik didalamnya, ekspresi wajah yang tak pernah mengutarakan kedinginan ataupun kebengisan sedikitpun. Selalu tersenyum. Namun bukan itu yang membuat Naruto menggenggam tongkat hitam yang berada di punggungnya, satu acungan tongkat hitam Naruto pun menajamkan matanya.
"Siapa…kau?"
"Maa maa, tak bisakah kau tenang. Anak muda?" Sosok itu mengibas-ngibaskan tangannya di depan dada sembari menaruh kembali pisau kecil yang tadi ia pegang. "Aku hanya tertarik dengan seseorang yang selalu berlatih sendirian tanpa guru, padahal kemampuanmu sudah digolongkan sangat kuat"
"Kutanya lagi, siapa kau" Sembilan bola berwarna hitam dengan aura defensif yang kuat mengelilingi punggungnya dalam waktu singkat, di iringi oleh mata biru yang telah bertransformasi menjadi merah dengan tiga tomoe. "Aku tak pernah mengingat memiliki masalah dengan orang sepertimu"
Angin yang awalnya bergerak tenang mulai bergejolak, ribuan langkah kaki serta cicitan hewan-hewan kecil sahut menyahut menjeritkan ketakutan mereka. Aura berwarna hitam kemerahan menguar dari ujung tongkat dengan ukiran bulan yang digenggam oleh tangan kanannya, menunjukkan aura kematian yang sangat pekat.
"Kau yakin ingin melawanku, anak muda?" Azazel mengacungkan jari telunjuknya ke atas, mengarah kepada ratusan Da-tenshi yang sudah menyiapkan senjata kebanggaan mereka. "Rasio perbandingan kami lebih unggul dari pada kau"
Naruto tidak menjawab, hanya diam sembari menaruh tongkat tadi kembali ke tempat semula. Melangkah dalam sunyi, menatap kearah ratusan Da-tenshi yang sedang mengacungkan [Lightspear] kearahnya. Ketika Azazel ingin buka mulut, pemuda itu sudah merentangkan kedua tangannya kedepan dan satu tangannya lagi berkelebat kebelakang sebelum mengambil gerakan meninju.
CRANK!
Tiba-tiba muncul sebuah cermin di udara yang hampa, retak dan tidak memberikan efek yang mengancam, membuat para Da-tenshi itu menaikkan satu alisnya bingung.
BRUSH!
Dan mereka harus dikejutkan oleh sebuah gelombang air yang muncul dari bawah tanah, menyembur dan menerjang kearah ratusan Da-tenshi yang melebarkan matanya. Namun ketika ia ingin melanjutkan aksinya, Naruto harus mengambil satu langkah cepat ke samping untuk menghindari sebatang tombak yang melayang ke organ vitalnya.
"Bisa hentikan perbuatanmu itu, anak muda?" Azazel kini sudah tidak menampakkan senyumnya, bibirnya membentuk garis lurus dengan ekspresi sangat dingin. "Ulahmu itu akan membuat Fraksi kami menjelang kepunahan"
"Aku tak peduli" Naruto berucap singkat. "Ketika mata tombak sedang di acungkan, maka dapat diartikan kalau hal tersebut berarti perang. Aku tak peduli dengan jumlah kalian yang sangat banyak bahkan seribu sekalipun, jika lawannya adalah makhluk yang memiliki jantung… aku pasti akan menang, dan kau bertanya kenapa aku melakukan itu? Betapa bodohnya kau"
Dan saat itulah, insting malaikat jatuh Azazel menyala.
Matanya menangkap pergerakan yang sangat cepat mengarah kepadanya, jika dilihat dari perspektif lain maka sudah dipastikan Azazel melihat pemuda itu sedang berlari di atas udara dengan tubuh yang sangat ringan bahkan seperti melayang. Melihat dengan jelas bagaimana pemuda itu berlari zig-zag seperti ninja.
Tunggu dulu…
'Ninja?' Azazel yang sedang tak bisa berpikir dengan cermat pun menciptakan lightspear dan menyilangkannya ke depan. Bunyi benturan antara tongkat hitam dan lightspear itu menimbulkan sebuah decitan yang memekik telinga, seakan keduanya adalah benda yang sangat keras. Selagi keduanya beradu kekuatan dan pertahanan, Azazel sama sekali tidak sadar kalau tubuh Naruto semakin mendekat sampai Azazel menangkap jelas iris mata yang begitu gelap. Satu-satunya hal yang dapat ia rasakan adalah tubuhnya seperti tertarik oleh sesuatu ketika pemuda di depannya mengatakan…
"Tsukuyomi"
.
.
.
Azazel jatuh terduduk dengan ekspresi kosong, namun membutuhkan waktu sekitar sepuluh menit baginya untuk menenangkan dirinya setelah menerima sebuah 'penyiksaan' secara massal. Entah ia mau bilang itu adalah [Penyiksaan] ataupun [Pembunuhan] yang mungkin akan sangat mengerikan jika di dunia ini memang ada. Ia memegang setiap inci tubuhnya yang menjadi korban dari terjangan senjata tajam dan serangan bola api yang menghanguskannya. Jika dirinya tidak memiliki insting dan fisik seorang Malaikat Jatuh, sudah dipastikan ia akan menjadi gila saat ini.
"Uhuk uhuk" Azazel terbatuk, mengungkapkan kalau ia sedang mencoba untuk memuntahkan sesuatu yang tak bisa ia keluarkan. Sebelum pada akhirnya ia mendongak menatap kearah pemuda yang sedang menatapnya. Adu pandang terjadi selama beberapa saat dan berakhir ketika Naruto buka suara.
"Kau hebat juga, bisa bertahan secepat itu dalam ilusi"
Kening Azazel berkerut ketika mendengar itu, ia tak yakin apakah pemuda ini berkata jujur atau dia hanya berusaha membuatnya merasa bangga atas hasil yang ia lakukan, terutama karena dia tahu kalau pemuda ini adalah seorang ninja yang sudah dikatakan punah dan dari sudut pandangnya sendiri, Azazel bisa mengungkapkan lebih spesifik ketika bisa mengidentifikasikan kalau pemuda ini adalah seseorang yang sangat terlatih dalam pertarungan. Tidak menemukan sedikitpun kecurangan yang biasa dilakukan oleh ninja di dunia.
Lalu dia menatap mata Naruto, di mana ia hanya bisa menemukan kejujuran dan tidak sedikitpun terdeteksi niat culas atau tipu daya dalam melakukan serangannya. Gubernur dari Malaikat Jatuh itu mencoba untuk berdiri, tertatih-tatih untuk menyenderkan tubuhnya pada batang pohon dibelakangnya.
"Biasanya aku tak pernah merasakan hal ini dalam pertarungan. Tapi karena kau adalah satu-satunya orang yang mampu membuatku tak berkutik ketika sedang lengah, akan kuberikan respect kepadamu"
"Terimakasih" sahut Naruto singkat tanpa memberikan ekspresi apapun kecuali wajah datar seperti papan. Namun hilang seketika saat melihat ratusan Da-tenshi yang tadi terkena serangannya sudah menghujaminya dengan hujan lightspear. "Dan aku membenci mengucapkan hal itu"
"Berhenti!" Azazel mengangkat satu tangannya ke atas, menyuruh anak buahnya menghentikan perbuatan yang mereka lakukan. Namun karena sudah terlanjur di hunuskan, Azazel hanya menatap kearah pemuda yang tidak bergerak sedikit pun dari tempatnya. Namun satu tangan pemuda itu berkelebat sambil mengayunkan tongkat hitam yang digenggamnya secara acak.
Sing! Sing!
Brush!
"Wauw" Azazel speechles melihat ratusan Lightspear yang diluncurkan itu sudah menjadi partikel cahaya saat gelombang kejut tak kasat mata menghantam ratusan Lightspear itu dalam satu tebasan. "Kekuatanmu itu… aku tak menyangka… aduh pokoknya hebat sekali!"
"Ternyata anggapanku tentang Gubernur Da-tenshi masa kini jauh berbeda. Kupikir kau itu orang yang tegas dan bijaksana, kuakui kalau ancamanmu itu cukup berbahaya" Naruto melirik kearah rantai yang mengikat kakinya dan sebuah lingkaran sihir berada di belakang kepalanya. "Kau kuat tapi kau itu lemah, kau dekat tapi jauh. Tak ada yang bisa mengungkapkan siapa kau sebenarnya, tapi aku tahu satu hal kalau kau itu orang yang naif. Mengharapkan perdamaian tetapi kau hanya diam dan duduk memancing, sesuatu yang tak akan pernah dilakukan oleh seorang pemimpin sepertimu. Berbeda dengan Pak Tua Ramiel"
"K-kau…!" Azazel melebarkan matanya sesaat, menatap dengan terkejut kearah pemuda tersebut.
"Kau benar, aku mengenalnya. Dia adalah Pemimpin dari Da-tenshi pada angkatan pertama, dengan kata lain dia adalah Gubernur Jendral Pertama di Grigory" Naruto memandang ribuan langit malam yang kelam, namun menatap satu bintang yang kerlap-kerlip seakan sedang menatapnya. "Dunia ini tak pernah adil, Azazel. Ada orang yang bahagia, ada orang yang menderita. Memang begitulah adanya. Kau merupakan bagian dari Para Pendosa yang ikut dalam pertarungan itu, dan kau menginginkan kedamaian hanya dengan melihat alur dari kehidupan ini? Dimana moralmu?!"
Azazel yang mendengarkan ucapan itu mulai merasa tak sabar. Ia sudah siap membuka mulutnya namun berhenti saat mendengar kata yang terucap dari bibir pemuda itu. "White Shadow Killer…"
"White Shadow Killer?" Azazel mengulangi. "Bukankah itu gelar yang diberikan oleh-Nya kepada seorang anak yang berusaha membunuhnya karena merasa tak adil dengan kehidupannya?"
"Kau benar, dan anak itu adalah…"
Azazel ingin menyahut namun tenggorokannya terasa tercekat, matanya bergetar ketika melihat sebuah lambang yang terukir di dahi pemuda itu ketika angin berhembus menyingsingkan poninya. "M-mungkinkah…?"
"…aku"
Azazel menatap pemuda yang baru saja mengukir sebuah senyuman, senyuman sedih yang sangat berbeda dengan ekspresi tiap orang yang ia temui. Di matanya, pemuda itu memang benar sebagai bocah yang menantang-Nya karena tidak adil dengan kehidupannya tapi di satu sisi Azazel menangkap raut yang tidak enak dari ekspresi senyum itu. Seakan ia sudah tidak lagi memiliki harapan pada dunia ini.
"Naruto Ootsutsuki"
"Ha?"
"Kau bisa memanggilku Naruto, aku tak peduli ejekan yang orang berikan kepadaku dan menganggapku sebagai kue ikan. Karena semua itu hanya bertahan selama dua jam"
Azazel tersenyum lebar. "Tenang saja, aku tak akan menganggapmu sebagai toping ramen ataupun kue ikan. Karena bagiku kau adalah seorang anak yang harus diberikan kebahagiaan"
"Kau sama seperti kakek tua itu" Naruto mendesah pelan. "Kenapa aku selalu di anggap seperti anak kecil"
"Karena kau memang anak-anak, bukankah kau itu meninggal pada umur 15 tahun?"
Naruto mengangguk, mencoba untuk tersenyum sambil berkata. "Saat itu benar-benar… menyenangkan"
"Tak salah Tuhan memberimu julukan 'White Shadow Killer"
"Memangnya kenapa?" Naruto menaikkan satu alisnya, menatap bingung kearah Azazel yang sepertinya meragukannya. "Pada saat itu, aku tak memiliki emosi lagi. Semua yang kumiliki telah hilang, tak ada satupun yang tersisa kecuali hati kecil yang kumiliki. Sampai pada akhirnya aku berlari ke medan pertempuran yang sedang memanas, melewati jutaan makhluk dan dua naga surgawi hanya untuk mengancam-Nya" Naruto mengangkat satu tangannya yang diselimuti oleh sarung tangan hitam, pada saat itu juga tercipta kobaran api putih yang menyelimuti sebelah tangannya di ikuti oleh lambang yang berada di dahinya menyala. "Api langit, suatu berkah yang diberikan oleh-Nya kepadaku. Sebagai wujud dimana hatiku yang sedang berkobar akan amarah, melebihi amarah para para penguasa langit."
Mendengar pernyataan yang panjang, Azazel pun tersentak dari lamunannya ketika melihat Naruto berjalan menjauhi tempat ini sambil melambaikan tangannya.
"Aku adalah Juudaime Jinchuriki, penjara untuk Bijuu kesepuluh, Juubi!"
Dan waktu berlalu, Azazel melihat tubuh Naruto yang semakin mengecil jauh di pandangan mata. Dan hilang di perempatan jalan yang sepi.
'Dasar, bocah itu…'
~•~
Satu hari telah berlalu, Naruto yang tersadar bahwa ia tidak berada di apartement nya pun menatap tajam kearah sosok yang sedang bersandar di dinding ruangan. Matanya menatap ke depan, namun pikirannya masih terfokus pada hal yang membuatnya sampai kemari.
"Sepertinya pepatah mengatakan kalau orang kuat itu pasti akan tidur nyenyak sampai tidak menyadari kalau tubuhnya sedang berjalan"
"Kau yang membawaku, bakayarou!"
Azazel terkekeh pelan. "Aku hanya ingin berbicara beberapa hal kepadamu, tenang saja aku tidak membawa pasukanku untuk mengepungmu seperti kemarin. Aku hanya ingin berbicara kok"
Sementara menunggu Gubernur Da-tenshi yang seperti ingin bicara banyak, Naruto pun hanya diam sembari mendengarkan. Sesekali menenggak teh yang berada di atas meja tanpa permisi.
"Selama setahun ini aku sudah melihatmu dari kejauhan, latihan yang pernah kau tunjukkan dan mengacuhkan keberadaanku yang terus mengawasimu. Entah itu hanyalah kedok bahwa kau ingin pamer ataupun kau membiarkanku menyerap informasi tentang kemampuanmu, atau jangan-jangan kau-"
"Apa maumu"
Azazel tersenyum, tidak keberatan meski kata-katanya telah dipotong. Namun Naruto Ootsutsuki adalah sosok yang hanya bisa ia deskripsikan dengan logika. Satu eksistensi yang merubah semua prasangka Azazel mengenai dunia ini dan yang seharusnya disebut sebagai Pemimpin. Dia telah melihat dan merasakan sendiri bagaimana pemuda yang masih remaja itu menunjukkan keahliannya dalam persoalan menyembunyikan fakta bahkan mempermainkannya dalam pertarungan. Hanya saja, semua tipuan yang dia buat tidak pernah ditujukan untuk kepentingannya sendiri. Mulai dari memastikan langsung gencatan senjata antara Ketiga Fraksi saat Great War meski hanya berlangsung satu hari, bahkan sampai memutar otaknya untuk berpikir jernih dan memastikan pengetahuannya tetap berlangsung. Dan Azazel tak bisa mengerti kenapa dia bisa melakukan semua itu dengan mudah, seakan-akan melakukan sesuatu yang tak terduga adalah makanannya sehari-hari. Lalu ia tersadar. Naruto Ootsutsuki pada dasarnya adalah orang yang sangat [Bodoh], tapi Azazel bisa mengatakan bahwa [Kebodohan] itu adalah hasrat ingin menolong dan melakukan itu semua dengan membahayakan keselamatan bahkan nyawanya sendiri.
Azazel tidak habis pikir, bocah berumur lima belas tahun menghentikan Great War selama satu hari dengan membunuh sebagian dari para Fraksi dengan kekuatan yang baru diberikan oleh-Nya. Dan Azazel pun mengetahui beberapa aspek yang ia dapat dari catatan Gubernur Da-tenshi pertama, Ramiel. Bahwa orang yang kuat bukan hanya dari informasi tentang lawan yang akan dilawan, tetapi juga dari sebuah hasrat yang terpendam dan sebuah ambisi. Azazel pun tak kalah berpikir kedepan tentang hal ini, jalan yang ia ambil dalam mengumpulkan informasi dan sebagai kolektor dari [Sacred Gear] bukan hanya untuk sebuah [Keserakahan] tetapi untuk kedamaian dunia nantinya, dimana ia sudah mengetahui titik lemah para musuh yang akan mengacaukan perdamaiannya. Tak ayal, jalan fikir semacam itu mulai membuat Azazel menjadi pemimpin dari Fraksi Da-tenshi.
Walau Azazel telah keliru dalam beberapa poin tentang apa, siapa dan bagaimana sosok Naruto Ootsutsuki, walau anggapan Azazel tentang keserakahan akan kekuatan Naruto yang begitu melimpah bisa membuat para Fraksi kehilangan rasa percaya diri, Azazel tak bisa menyangkal kenyataan bahwa dia telah diajarkan beberapa hal yang tak pernah diajarkan oleh orang lain dari seorang anak yang masih labil dan polos. Dia bahkan tidak seperti Ramiel, yang merupakan sosok pemimpin yang memiliki intelejensi sangat tinggi dan dapat memprediksi tentang sesuatu secara singkat hanya dalam mengumpulkan aspek-aspek penting, karena pada dasarnya Azazel mengakui kalau Ramiel adalah pemimpin yang terhebat dan terkuat dalam masa kejayaan kaum para pendosa yang terbuang, Malaikat Jatuh.
"Aku ingin kau menjadi muridku"
Jika dihadapkan dengan laki-laki pemilik mata biru langit yang telah membeku itu, maka Azazel yang biasanya bersikap tenang pun harus mengubah cara berprilakunya ketika selalu mendapatkan tatapan kosong dari pemuda itu menandakan bahwa pernyataan yang ia ucapkan salah meski pada kenyataannya itu benar.
"Kenapa aku harus melakukan itu? Aku bukanlah anak-anak yang dulu bersikap bodoh dan mementingkan ego, dulu memang aku berani melakukan apapun tanpa berpikir panjang bahkan mengacungkan kepalan tanganku kepada-Nya. Tapi aku yang sekarang tidak sebodoh yang dulu, Azazel. Aku tak tahu apa yang kau rencanakan saat ini"
"Maa maa, kau bisa percaya kepadaku. Mungkin aku bukan seperti Ramiel, tetapi kau bisa menganggapku sebagai wakil dari Ramiel yang memiliki sebuah rasa ingin dipercaya oleh orang lain"
"Kau sudah dipercaya oleh bawahanmu, apakah itu belum cukup?"
Azazel menggeleng pelan. "Kau akan mengerti nanti, kita memiliki beberapa menit sebelum tamu akan datang. Bukankah kau ingin melanjutkan perdamaian yang dikatakan oleh Ramiel?"
"Tidak" kini Naruto yang menggeleng. "Aku tidak peduli apa itu perdamaian, karena itu hanyalah rasa naif yang ada dalam diri mereka para pendosa, jika dunia ini masih ada makhluk seperti kalian maka kedamaian yang kau impi-impikan takkan pernah terwujud"
"Hahh" Azazel menghela nafas, seolah-olah dia sudah tahu akan mendapatkan penolakan seperti itu. "Bagaimana jika aku mengatakan kalau kau ingin menyatukan seluruh Fraksi di dunia ini dalam kepemimpinanmu"
"Hn, aku sudah tidak peduli dengan itu. Sudah kukatakan kalau aku itu bukan anak-anak yang dulu, memang umurku masih 20 tahun tapi jiwaku yang terpendam sudah berumur ribuan tahun" Naruto menatap kearah Azazel dengan tatapan netralnya, seakan dia tidak akan melakukan hal-hal apapun. "Saat ini aku…"
…dan tentu saja mereka tiba-tiba diganggu oleh bel pintu yang berdering.
"Oh, maaf." Dengan wajah yang tidak menunjukkan rasa kesal, Azazel pun berjalan kearah pintu.
Cklek!
"SENSEI! TOLONG LATIH AKU, A-AKU TAK INGIN BUCHOU DIMILIKI OLEH ORANG LAIN! BUCHOU HANYA MILIKKU SEOR-Auh?"
Tatapan tajam dan posesif dari Pembimbing Klub Penelitian Ilmu Gaib membuat Ise sedikit ciut seakan-akan merasa bahwa ucapannya hanya akan memperburuk nasibnya. Dia sudah kembali kedalam kondisi normal, hanya saja wajahnya sedang kikuk ketika melihat gurunya sedang bersedekap menatapnya.
"Ada apa denganmu, hah? Meskipun aku ini gurumu tetapi kau seharusnya bersikap sopan dan berbicara santun kepadaku, bukan teriak-teriak kesetanan seperti tadi"
"Ehehe" Ise hanya cengengesan sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Aku memang setan, sensei atau lebih tepatnya Iblis"
Azazel memutar mata bosan. "Jadi, bisa kau katakan apa yang sebenarnya terjadi?"
Ise baru saja ingin menjerit kembali namun jakunnya berhenti ketika sebuah pisau kecil telah bersarang disana dan menahan pergerakan jakun tersebut. "Bisa kau katakan pelan, hm?"
"A-a-ah b-baiklah"
"Bagus" Azazel tersenyum lebar, namun pada dasarnya tidak membuat Ise tersenyum melainkan ekspresi horror. "Jadi, apa yang sebenarnya terjadi?"
"Buchou… Riser… ah maksudku pertunangan… ah Grayfia-san bilang… Riser akan… Buchou-auch!"
Ise jongkok di depan Azazel sambil memegang kepalanya yang benjol akibat pukulan halus yang diberikan oleh gurunya sendiri, mendongak sambil menatap miris kearah Azazel dengan air mata buaya mengalir dari pelupuk matanya.
"Dasar bocah semprul" Azazel menghela napasnya lelah, sesaat ia melirik kedalam melihat ekspresi Naruto yang tidak berubah semenjak ia tinggal. Melihat dengan jelas kalau pemuda itu memang tidak mau ikut campur dengan masalah ini lagi. Lalu tatapannya beralih kepara Ise. "Jadi kau ingin mengatakan kalau Riser dan Rias akan menikah, gonjang-ganjing kasur, menanam bibit di ladang dan ahoy!"
"Bukan!" Ise berseru panik. "Maksudku, Grayfia-san mengatakan bahwa Riser dari Klan Phenex adalah tunangan Buchou. Dia datang dan berniat membawa Buchou dengan cara mengancam kami"
Azazel tidak perlu bertanya siapakah 'kami' yang dimaksud oleh Ise, tentu saja para peerage Rias yang memang tidak bisa berbuat apapun jika harus berhadapan dengan Iblis Murni.
"Hahh, jadi dia belum memberitahukannya yah?"
Ise menjadi bingung sendiri. "Maksud sensei?"
"Sebenarnya dia sudah tahu kalau hal ini akan terjadi, Rias sengaja menutupi semuanya dari kalian. Apakah kalian tidak menyadari kalau Buchou kalian selama beberapa minggu ini sering melamun?"
"Benar juga"
"Nah, jadi sekarang apa yang ingin kau lakukan? Melawannya sendirian?"
"Aku ingin sensei melatihku agar aku bisa mencapai [Balance Breaker]"
Azazel menepuk dahinya. "Dasar, kau pikir hal itu mudah? Kau saja baru bisa menggunakan Dragon Shot dan langsung pingsan apalagi menggunakan [Balance Breaker]. Tubuhmu pasti sudah hancur"
"Tapi kita sudah tidak memiliki waktu lagi!"
Azazel mengerutkan dahinya. "Memangnya kapan pernikahan itu dilakukan?"
"Nanti malam"
"NANI?!" Azazel menarik tubuh Ise untuk masuk kedalam, mendudukkan remaja dengan syahwat tinggi itu disebelah Naruto dan ia duduk diseberang. Menarik satu nafas panjang sebelum ia menatap kearah Ise dengan panik. "Aku lupa janji dari Sirzech, sebelum itu apa yang ingin kau lakukan?"
"Aku ingin menyelamatkan Buchou! A-aku tak terima Buchou dimiliki oleh yakitori sialan itu!" seru Ise dengan wajah berapi-api, tapi lima detik kemudian wajahnya menjadi lesu. "Tapi aku tahu kalau aku takkan menang jika sendirian"
"Ah kalau itu sih kau tak perlu cemas" Matanya melirik kearah Naruto dengan seringaian lebar membuat pemuda itu mengerutkan dahinya bingung.
"Apa?"
"Ahahaha, bisakah kau membantuku dalam masalah ini, Naruto?"
"Maaf, tapi aku tak bisa melakukan hal itu. Semua yang telah terjadi membuatku mengerti beberapa hal kalau pilihanku untuk bergabung dengan masalah Fraksi akan membuat semuanya berantakan dan aku sudah mundur dalam hal itu"
Ise memandang Naruto dengan tatapan tak percaya. "Apa?! Bisa-bisanya kau menolak tawaran Azazel-sensei?! Bukankah dia itu gurumu juga?!"
"Ise" Azazel memperingatkan sambil memberi sorotan mata yang membuat murid mesumnya itu diam. "Walau aku itu setuju dengan pendapatmu, tapi itu tidak mengubah fakta kalau aku berkata sepihak. Dan aku tak bisa memaksakan permintaanku kepada seseorang"
"Dan juga aku bukan muridnya" koreksi Naruto sambil menyeruput teh yang ada di atas meja. Sekilas matanya melirik Ise yang berada disampingnya. "Kau itu pemilik Ddraig, tetapi kau tak mampu menggunakannya dengan baik. Bisa saja orang lain akan mengambilnya dari orang lemah sepertimu"
"A-apa katamu?!"
"Kau itu lemah, bodoh, mesum hanya bermodalkan tekad kau bisa sampai sekarang. Tapi lama kelamaan tekad itu akan musnah bersama dengan kegelapan yang terus tertawa kepadamu, bersama dengan kebencian yang tersenyum kepadamu. Dan ketika semua itu terjadi, kau tak ada bedanya dengan cangkang kosong yang dikendalikan oleh boneka"
"Apa maksudmu?" ekspresi yang tadinya kesal kini berubah bingung. "Kau berbicara seperti itu kepadaku, yang merupakan seorang Sekiryuutei?"
Dan tawa pun menggelegar di dalam ruangan.
"Ahahaha bodohnya kau memilih partner sepertinya, Ddraig" Naruto memegang perutnya sambil menepuk-nepuk pahanya untuk meredam rasa geli yang menggelitik perutnya. Namun sedetik kemudian ekspresi itu kembali berubah menjadi tajam. "Kau akan menyadarinya suatu saat nanti, bagaimana orang naif sepertimu yang mengumbar-umbar gelar bodoh itu akan dikendalikan"
"Cih, akan kubuktikan kalau aku itu kuat! Dan melindungi semuanya!"
Ise dengan langkah tergesa-gesa pun berlari keluar dari apartement Apartement Azazel dan menghilang dari balik pintu.
Azazel melirik kearah Naruto yang tetap tenang dan sedang menyeruput teh nya, sekilas ia menangkap raut wajah yang tertarik dari ekspresi Naruto. Diam-diam dia nyengir bangga karena sudah bisa membuat anak yang dulu masih polos itu menerima persetujuannya.
"Kau setuju, heh?!"
"Hn, aku pergi." Naruto berjalan menuju pintu sambil melambaikan satu tangannya. "Katakan pada dunia kalau anak yang mereka anggap bodoh itu telah kembali"
Melihat Naruto yang menghilang dalam sekejap mata, Azazel pun mengumbar senyuman lebar. "Huh, aku tak tahu reaksi apa yang akan Sirzech berikan"
Hyoudou Issei, biasa dipanggil Ise itu melangkah dengan marah kearah podium. Bergerak dengan langkah di hentak-hentakkan yang memicu para hadirin untuk melihat kearahnya, ketika dirinya sampai di depan Riser yang sedang merangkul Buchou nya sendiri, amarah yang berkobar pun menyelimuti tubuh Ise.
"Lepaskan Buchou! Aku akan melawanmu!"
Riser yang mendengar itu pun mendengus meremehkan. "Heh, emang kau bisa apa, bocah mesum? Kau mau tubuhmu kuremukkan untuk kedua kalinya?"
"Aku tak peduli, jika itu cara untuk menyelamatkan Buchou aku terima!"
"Cih, sombong sekali kau! Akan kuhanguskan tubuhmu dengan api matahariku!"
Sirzech yang sedari tadi mengamati keadaan pun mengukir senyuman tipis, ia berdiri dan berjalan kearah podium lalu berhenti tepat diantara dua pria yang sedang berselisih. Sekilas matanya melihat raut khawatir dari wajah adiknya, namun ia memberikan sorot mata yang membuat Rias terdiam.
"Ah, Hyoudou Issei. Apakah kau ingin merebut Rias darinya?"
Ise mengangguk mantap.
"Kau ingin mengambil keperawanannya?"
Ise mengangguk lagi.
"Kau ingin melawan Riser?"
"YAH! Aku akan melawan Yakitori itu!" seru Ise sambil mengacungkan lengan naganya kearah Riser. "Akan kubuat dia menderita seumur hidupnya!"
BLETAK!
"Jangan bicara yang aneh-aneh" ucap seseorang dibelakangnya.
Ise yang mendengar suara itu pun melebarkan matanya, dengan cepat ia memutar tubuhnya hanya untuk melihat ekspresi dingin dari pria yang sudah mengejeknya.
"Sudah kukatakan, kau itu naif. Kau tidak tahu dampak apa yang akan terjadi jika menyerang Iblis Murni, kau itu hanyalah iblis reinkarnasi berbeda dengannya. Jikapun kau menang, kau akan diburu oleh para coro yang dimilikinya untuk membunuhmu dan mengambil apa yang sudah menjadi hak nya dari awal" Naruto menarik kerah baju Ise hingga [Pion] dari Rias itu melayang di udara. "Aku tak tahu apa yang diajarkan Azazel kepadamu, tapi jangan buat malu siapakah dirimu yang sebenarnya! Lihatlah dirimu sendiri! Ego yang kau miliki itulah yang akan menjerumuskanmu kedalam masalah!"
"T-tapi a-aku hanya ingin Buchou menjadi milikku… seorang"
BRAKH!
"Sadarlah! Cinta takkan mengubah apapun menjadi kenyataan, cinta hanyalah ilusi yang selalu mempengaruhi pandangan dan hati. Dan pada akhirnya cinta itulah yang akan membawamu dalam kegelapan!" Naruto mendengus pelan sambil berjalan kearah Sirzech yang masih terdiam ditempatnya. "Biarkan dia melawan Riser, ah maksudku aku dan dia akan melawan Riser"
"Memangnya, kau siapa?"
"Aku kakaknya"
Ise membulatkan matanya di ikuti oleh Rias dan para peeragenya yang kini memandang Naruto dengan tatapan tak percaya. Dilihat sekilas secara fisik memang sangat berbeda tetapi jika dilihat secara detail tentang pertentangan tadi maka sudah dipastikan itu adalah kasih sayang seorang kakak.
"Hahaha jangan bodoh, manusia" Riser tertawa terbahak-bahak. "Kau itu hanyalah segumpal kutu yang bersarang dalam rambut mayat, dan kalian ingin melawanku? Kau lupa kalau aku punya satu set bidak?"
"Aku tak peduli, jika lawannya adalah makhluk yang memiliki jantung… aku pasti menang" Iris biru sapphire itu menatap dari sudut mata kearah Ise yang sedang mencoba untuk bangun dari tempatnya terbentur, memberikan tatapan yang membuat Ise mengangguk. "Bangunlah Ise! Tunjukkan kepada kakakmu kalau kau itu memang adikku!"
"Yosh!"
~•~
Satu detik masuk ke pertempuran, Riser langsung mengeluarkan para peerage nya dari kobaran api sebelum menyerbu dengan senjata yang siap dilancarkan. Berbeda hal nya dengan Naruto dan Issei yang tetap diam dalam posisi tenang tanpa kuda-kuda siaga. Membuat para iblis di depannya menampilkan raut kebingungan.
Namun semua kebingungan itu terjawab ketika Ise mengangkat tangan kirinya dan berucap pelan. "Boosted Gear."
"Boost!"
Riser yang melihat hal itu pun melecutkan tatapannya pada Ise yang sedang mengepalkan tangannya, sinar kehijauan itu terus menyala dalam kurun waktu satu menit tanpa ada pergerakan. Putra ketiga dari Klan Phenex itu lenyap dari pandangan, dan tak sampai setengah detik kemudian, dia sudah berdiri di depan Ise dengan tinju api yang siap di hujamkan. Issei yang serangan yang akan menghancurkan batok kepalanya itu pun memposisikan Boosted Gear di depan wajahnya.
Duar!
Bukan, bukan ledakan yang dihasilkan oleh tinju Riser. Melainkan sebuah pendar putih yang melecut-lecut seperti kobaran api yang tengah mengamuk memancar di tengah-tengah kawah tersebut, menciptakan gelombang kejut yang membuat semua iblis disana jatuh terkena tekanannya, sebuah bukti kekuatan yang memang sudah tidak sebanding dengannya.
Naruto yang berdiri di pusat ledakan itu mengangkat satu tangannya untuk menggenggam tongkat hitam yang selalu menggantung di punggungnya. Mata biru itu telah bertransformasi menjadi merah dengan tiga tomoe, penanda bahwa ia sedang tidak ingin main-main saat ini.
Satu kedipan mata dan tiba-tiba saja Naruto sudah berada di belakang Riser dan memberikannya tendangan mentah pada punggungnya membuat putra ketiga Klan Phenex itu terpelanting ratusan meter.
"Riser-sama!" teriak wanita dengan rambut ungu yang bergelombang, matanya menatap tajam kearah Naruto yang sedang berdiri membelakangi mereka.
"Jahanam!" Tatapan khawatir dari Ravel akan kondisi kakaknya itu berubah menjadi tatapan murka yang siap untuk menggilas sosok yang berani melukai [King] mereka.
Tubuh kelima belas gadis itu menegang dan kuda-kuda mereka merendah persis seperti orang yang siap menyerang. Namun sebelum mereka menyerbu, suara lain telah terlebih dulu menghentikan serangan mereka yang belum sempat dimulai.
"Anu, O-onii-san" Ise dengan wajah kikuk karena sulit atau tidak pernah mengatakan kata itu.
"Kau lawan si pirang itu, untuk mereka biar aku yang lawan"
"Roger!"
"Keparat!" Tak perlu dikomando dua kali, Ise dengan kecepatan yang luar biasa pun melesat ke arah Riser yang mencoba bangun dari jatuhnya. "Akan kubunuh kau!"
"Maaf sekali, kekuatanmu tidak sebanding dengannya!"
Bugh!
Riser memuntahkan darah segar ketika sebuah tinju menghantam perutnya, tubuhnya terpelanting ke udara. Namun belum sempat mencari ruang gerak yang pas, ia merasakan bahaya yang muncul di belakangnya.
Duagh!
Kali ini, tendangan kuat dilancarkan oleh Ise membuat tubuh Riser meluncur ke permukaan tanah dengan sangat cepat. Debuman keras pun tercipta ketika kawah terukir di sana, belum puas dengan hal tersebut, Ise pun menciptakan sebuah bola kecil berwarna merah di depannya dan memfokuskannya pada titik pusat kawah tersebut.
"Dragon Shot!"
Duar!
Di sisi lain, Naruto yang sedang membelakangi kelima belas gadis itu pun mulai membalikkan tubuhnya. Memandang tajam kearah para pelayan yang sedang mengacungkan senjata tajam kearahnya.
"Tak tahukah kalian jika mengacungkan pedang kepadaku, itu tandanya perang?" Pemuda itu membiarkan tangan kirinya terkulai santai di samping tubuh. "Tapi paling tidak sekarang aku bisa bermain-main"
Tepat setelah mereka mendengar kalimat Naruto, semua kaum iblis di area itu merasakan keanehan. Untuk setidaknya satu detik, angin yang tadi mengalir semilir tiba-tiba saja berhenti bertiup dan alam di sekitar mereka menjadi sunyi senyap seakan-akan udara yang menghantar suara lenyap tak bersisa. Kaum iblis yang jumlahnya lima belas orang sama sekali tidak sempat berkomentar sebelum mereka merasakan ledakan energi dari tubuh Naruto yang berdiri sendirian di depan mereka.
Suara Naruto hanya berupa ucapan pelan yang seharusnya ditelan oleh angin yang bertiup kencang di area tersebut, tapi entah kenapa suara itu sanggup mencapai telinga orang yang berada di sana.
Akulah sang matahari
Memancarkan sinar yang hangat
Yang mampu menghapus gelapnya malam
Dan aku ada disini…
~[Goddest of Sun!]~
Satu kedipan mata dan tiba-tiba saja di telapak tangan Naruto tercipta sebuah api berwarna putih yang terus menguar, melecutkan beberapa percikan putih yang berjatuhan. Terluang dan terulang dan terulang terus begitu sampai akhirnya mereka semua dipaksa terperangah saat melihat bahwa tempat yang mereka pijak, serta hutan yang mengelilingi tempat itu, telah hancur oleh hawa yang sangat panas di depan mereka.
"Haruskah aku membuat kalian seperti kutu yang kalian katakan?"
Dan itu… membuat Riser sedikit ketakutan.
Dua [Benteng] dan dua [Knight] telah menghilang ketika tak sempat menghindar karena sebagai penjaga garis depan, satu-satunya yang dapat mereka lakukan hanyalah menatap kearah sosok berambut perak yang sedang menciptakan api yang sangat-sangat besar bahkan mampu meratakan satu kota dalam satu terjangan.
Tidak jauh dari tempat berlangsungnya pertarungan Riser dan Issei, dua iblis yang memiliki kemampuan superior itu hanya bisa memandang dengan tatapan yang berbeda. Jika Riser nampak khawatir dengan kondisi adiknya, tetapi Ise malah speechles dengan pemandangan di depannya.
Naruto melirik ke samping, matanya menangkap Ise yang terlihat masih sehat meski beberapa armornya nampak retak dan Riser yang tubuhnya sedang melangsungkan regenerasi. Keduanya terkunci dalam sebuah pertarungan, sesuatu yang masih mereka pertahankan sampai di antara mereka ada yang menyerang.
"Selesaikan ini, Ise!"
"Boost!
Riser menggertakkan gigi, sebelum mulai melompat mundur untuk memakai taktik serangan jarak dekat, mengerahkan kecepatannya yang jauh lebih superior untuk berpindah posisi dan melancarkan serangan dari berbagai arah. Namun berapa kalipun ia mencoba, Ise terus saja mampu menepis semua serangan.
"Boost!"
"Keparat!" Kata yang terulang dua kali itu pun diucapkan, Riser yang emosinya tidak stabil pun merentangkan kedua tangannya dengan mata tertutup oleh poni. Sebuah seringaian pun terukir jelas di wajahnya ketika bibirnya mengucapkan kata yang pelan.
"Explosion!"
"Partial Transformation" Riser membuka matanya dengan terkejut ketika telinganya menangkap kalimat yang selanjutnya keluar dari bocah mesum yang kini berada di belakangnya. "Equip : Left Leg!"
"Steel Smasher!"
Mata Riser melebar sempurna ketika rasa sakit di punggungnya sudah tertembus oleh lutut kaki kiri Ise yang kini sudah dibungkus oleh armor berwarna merah, membuat Riser menggagalkan jurusnya dan jatuh terduduk di tepi tanah kosong yang menjadi arena pertempuran.
"Reset!"
Bruk!
Tubuh Ise jatuh terhuyung kedepan ketika stamina miliknya sudah terkuras habis, memang terlalu memaksakan diri ketika ia harus menggunakan [Partial Transformation] padahal ia baru dua bulan bisa menggunakan Sacred Gear. Dari satu dua itu Ise tak pernah lelah untuk kerja keras, hanya untuk mendapatkan jurus [Dress Break] dan dalam pelatihan Azazel ia sedang mencoba untuk menggunakan [Dragon Shot] dan [Partial Transformation] yang entah kenapa membuat Ise kagum dengan dirinya sendiri atas semua yang ia lakukan, namun pada dasarnya ia memanglah lemah karena tidak bisa bertahan hanya dengan menggunakan sedikit stamina yang ditampung tubuhnya. Karena memang ia jarang sekali berolahraga sebelum menjadi iblis apalagi faktor lelah tadi pagi karena telah bertarung dalam Rating Game cenderung membuat Ise tidak memiliki stamina apapun.
"Sepertinya kau sudah lelah"
Naruto berucap tanpa menoleh, di hadapannya masih tersedia lima belas gadis yang sedang menatap Majikannya dengan mata berkaca-kaca karena tak tega melihat tubuh Riser yang bolong dan tidak bisa bergerak.
"Ah, sepertinya cukup sampai sini"
Naruto merentangkan tangannya kedepan, cahaya sihir berwarna merah kehitaman pun terbentuk di telapak tangannya. Satu detik kemudian cahaya sihir itu menembus permukaan langit, jauh lebih kecil dari kata laser yang sesungguhnya. Namun ketika para iblis disana mendongak, sang adik dari Riser Phenex itu mendapati bahwa sekecil apapun ukurannya, jurus itu tetap tak kehilangan daya penghancurnya saat dia melihat laser yang tadi menjulang itu berubah menjadi ratusan laser.
BLUM!
"Fyuh-!"
Duar!
Naruto sedikit meringis ketika tubuhnya terhantam oleh bola api yang menghantam tubuhnya dari belakang. Wajah dari Jinchuriki Juubi itu menjadi sinis ketika menyadari bahwa serangan barusan adalah milik Riser yang sudah sembuh dari rasa mati seketikanya.
"Ahahaha sekarang kau tinggal sendiri, manusia kutu!"
Akan tetapi, alih-alih Naruto menggubris ucapan tersebut, Naruto malah hanya menaikkan satu alisnya dan menoleh ke samping. Di sana masih ada lima belas gadis yang berdiri meski beberapa di antara mereka tak kuat menahan sihir yang ia keluarkan.
"Ahh, sayang sekali yah" Naruto bergumam lirih sembari memejamkan matanya. "Mangekyou Sharingan!"
Tepat setelah deklarasi tersebut, Naruto langsung membuka matanya yang sudah berubah bentuk menjadi lebih spesifik dan rumit.
"Susano'o!"
BUMM!
Asap yang tebal pun membumbung tinggi, menutupi seluruh kekkai yang melapisi arena pertempuran, namun juga menutupi pandangan para penonton. Namun sesuatu yang jelas pun mulai terlihat ketika asap mulai menipis, hidung, sayap, pedang bahkan sosok bertubuh biru telah berdiri menjulang di hadapan mereka.
"R-r-raja iblis T-tengu?!" Para penonton pun berujar shock, matanya sama seperti para penonton lain yang tak percaya dengan apa yang mereka lihat. "D-dia bukan manusia!"
Mengacuhkan suara para penonton yang mulai dilingkupi oleh rasa frustasi dan ketidakpercayaan membuat Sirzech sebagai penyusun dari rencana ini menggertakkan giginya kuat-kuat, Raja Iblis Tengu yang dijuluki sebagai Wakil dari Youkai Kyuubi itu pun tidak perlu di pikir secara logis ketika Youki super padat yang masih terus bertambah besar tersebut.
"H-hentikan…!" Riser berteriak sambil mengambil langkah mundur. "Hentikan!"
Ketika melihat armor perang berwujud Raja Iblis Tengu tersebut mengangkat satu tangannya, mereka kembali di rundung rasa tak percaya saat melihat batu-tidak tapi [Meteor] yang sedang berjatuhan dari ataas langit. Dan lagi, tak sampai situ Naruto berhenti melancarkan serangan, dia juga merentangkan kedua tangannya yang memegang pedang dan menyabetkannya secara menyilang.
"Death Sword!"
Ketika mata mereka melihat pendar biru yang memenuhi seluruh pandangannya itu, Kaum Iblis di Underworld itu hanya bisa terpana, dan hanya samar-samar melihat bahwa jurus itu tidak hanya meleburkan tubuh Riser dan peeragenya tetapi juga mengguncang seluruh alam di sekelilingnya, dan lagi meretakkan dan hampir saja menghancurkan dinding pembatas tempat pertarungan itu.
Saat itu, tak ada lagi yang mampu bersuara selagi serangan yang tidak ada celah itu berhenti. Ratusan penonton yang hanya bisa diam dengan mulut menganga. Hal berikutnya yang terjadi adalah armor tersebut menghilang di ikuti oleh dua sosok yang sudah menggemparkan Underworld.
.
.
Naruto melangkahkan kakinya dengan pelan, melewati ratusan Iblis Murni yang memandangnya dalam diam. Sampai-sampai tapak kakinya yang menghujam karpetlah sedang menyelimuti suasana yang begitu hening. Namun ketika ia sedang melewati seorang iblis dengan rambut hitam panjang kedepan, langkah Naruto terhenti ketika melihat sebuah sosok disana.
"Yo, Regulus"
Sosok yang dipanggil oleh Naruto pun hanya diam sambil memperhatikan pemuda itu dengan wajah dingin miliknya.
"Kau kenal dengan Regulus?"
Naruto yang mendengar ucapan dari pria di depannya pun menaikkan satu alisnya. "Saira…org?"
Tanpa menunggu Sairaorg yang sedang duduk disebelah Regulus berbicara, Naruto kembali melangkahkan kakinya menuju pintu utama. Namun dua orang pria dewasa terlihat sedang menunggunya dengan ekspresi yang sulit untuk digambarkan. Satu diantaranya terlihat duduk dengan tenang, dan satu lagi terlihat berjalan mondar-mandir tanpa arah.
"Menungguku?"
Dia tidak bodoh, dengan melihat kedua tatapan dari pria tersebut. Naruto tahu untuk apa ia diam sambil menatap keduanya, namun pandangannya terpaku ketika salah satu dari pria itu berdiri dan mengangkat satu tangannya. Rambut kuning… dia adalah Lord Phenex.
Namun… dia tidak peduli… mengalihkan pandangannya, Naruto memilih menatap kearah pria dengan rambut merah yang membentuk dua poni di wajahnya. "Hn?"
"Ah, ternyata kau memang bukanlah manusia biasa. Bisa katakan, siapa kau sebenarnya?" Sirzech dengan air muka tetap tenang pun bertanya, meski pada awalnya ia cukup terkejut ketika harus bertemu dengan manusia yang memiliki kekuatan supernatural. "Aku janji, takkan ada yang menyerangmu disini"
Naruto menggenggam kedua tongkat hitam yang berada di punggungnya dan berlari menuju salah satu iblis yang sedang mengacungkan senjata kearahnya.
Jleb!
Tongkat hitam itu sudah bersarang tepat di jantung iblis tersebut, tidak mengeluarkan darah sedikitpun tetapi langsung menghilang menjadi abu hitam. "Apakah itu tadi pernyataan perang?"
Sirzech yang baru saja mengetahui sifat pemuda ini pun melebarkan matanya, dengan spekulasi yang langsung diterima oleh otaknya, Sirzech mengetahui kalau pemuda ini bukanlah orang yang [Sabar] ataupun [Tenang], jika ia bisa menilik dari kemampuan maka sudah dikatakan pemuda ini telah di didik dengan sangat keras sampai terus berpegang teguh pada hukum alam. 'Jika kau mengacungkan tombak, maka itulah awal dari perang'
"Ekhem" Berdehem sesaat, untuk mencairkan suasana yang tegang. "Tolong maafkan iblis tadi… Jadi, bisa katakan, siapa kau sebenarnya?"
"Maksudku siapa kau, Ootsutsuki-san?" sambung Sirzech masih menatap Naruto.
"Oh…" gumam Naruto singkat. "…tapi aku tak bisa mengatakan itu"
"Kenapa…?" ujar Sirzech bingung.
"Perlukah sebuah alasan?" ucap Naruto yang kemudian berlalu meninggalkan Sirzech yang lainnya. Berjalan hingga menghilang dalam rimbunan pohon malam.
"Sirzech…"
"Aku tahu, Otou-sama" Sirzech mengangguk sambil menatap kearah jutaan bintang yang bersinar kelam, memandang jauh lurus kedepan tanpa mempedulikan iblis murni yang sedang berbisik-bisik dibelakangnya. "…Dia akan menjadi masalah yang sebenarnya"
To be Continued~
Yosh, berikan review untuk Fic yang satu ini. Sebenarnya Fic ini sudah lama jadi dengan gaya penulisan yang lama, saya juga nggak tahu harus berkata apa. Tapi saya hanya ingin minta pendapat dan saran dari readers sekalian, Fic yang sangat aneh dimata kalian nantinya.
Ada beberapa aspek yang saya tekankan disini, Azazel bukannya kalah dari Naruto ataupun lebih lemah. Tetapi Azazel memang tidak ingin bertarung, pada dasarnya ia hanya mengumpulkan informasi yang lebih detail mulai dari sifat dan kemampuan Naruto. Jika ia ingin bertarung dengan serius, maka ia bisa seimbang ataupun lebih kuat? Saya tak tahu…
Kedua, alasan kenapa Ise menang melawan Riser. Bukannya saya merendahkan Riser, tetapi dia memanglah lemah dari beberapa hal. Dia hanya mengandalkan kuantitas dari peerage nya, dan jika Ise melawan Riser sendirian maka sudah dipastikan Ise yang menang.
Jika ada yang bertanya tentang Rikudou/Hagoromo… dia sudah tewas setelah pengekstrakkan Juubi dari tubuhnya ke tubuh Naruto. Kalian pasti sudah bisa menduga ketika Naruto berkata bahwa ia adalah Jinchuriki Juubi, jika tidak bisa menduga? Ah itu memang kelebihan penulisan saya, bukannya bermaksud sombong tetapi emang saya nggak terlalu suka pada penulisan yang mudah ditebak.
.
.
Name : Naruto Ootsutsuki
Age : 20 tahun (Saat ini)
Power : Chakra, Api Langit, etc
Weapon : Tongkat Gudoudama
Jenis : Akan diketahui seiring berjalannya cerita.
Kekasih : -
Family : -
Draco, out!
