Long Night

Jingganya langit tak mampu menyembunyikan betapa suramnya kota Jakarta, begitu pula kota Kuala Lumpur yang kehilangan detak metropolitannya sejak dua hari yang lalu . Burung pelikan yang bertaburan di atas lautan Samudra Hindia kini tengah menemani sore seorang gadis berambut panjang yang segan menyisakan rambut cambangnya, dan sebagian yang tergerai tertiup angin yang terbiasa membelai-belai karang-karang pantai laut selatan. Itu aku, Indonesia Raya. Bayangan itu, mulutnya yang mungil dan nadanya, rimanya, yang tak pernah bosan memekikkan 'indon' dengan permainan lidahnya dan mulutnya yang setengah British dan setengah Melayu-nya itu, "Indo stupid" belum sempat kuterka, "Iggy bilang itu artinya kakak pandai" aku pun tersenyum sekaligus membatin 'aku memang pintar'. Indon yang khas Malaysia, Indon yang… walaupun aku tidak suka. Indon yang lama aku rindukan. Padahal baru kemarin aku melihatnya tumbuh sebagai seorang pria dewasa yang kupikir, bahkan tak mungkin lagi, memanggilku 'kak indo' ataupun seperti sekarang dengan 'indon' nya atau pun apa lah, berlari mendekatiku, merengek minta kelapa muda, 'kak, haus!' tapi ternyata bukan itu lagi. Aku sudah lupa kapan terakhir mata pisau miliknya melukai leherku dan matanya yang bukan Malaysia mulai melolosiku dari atas sampai bawah seraya berujar 'Kita akan berperang'.

"Sempurna, sebentar lagi kau akan tamat"

"Kak Lay, sebaiknya kakak berdamai dengan kak Indo"

"Kau tidak mengerti apa-apa antara aku dan Indon, kalian berdua, tolong tinggalkan aku sendiri, aku sedang sibuk"

"Sudahlah Brun, nggak usah dipaksa, mulai berlagak dia, coba kalau ada kak Indo di sini, cih! mana mungkin kita diusir seperti ini"

"Ta-tapi kak…"

MALAYSIA POV

Tak kulihat lagi batang hidung kedua adikku, Brunei dan Singapore. Singapore tampak marah padaku dan Brunei juga sudah berusaha mendamaikanku dengan… siapapun itu. Aku pun mulai merasa jengah dengan semua keadaan ini, aku pun mulai merasa lemah dan ingin menarik pasukan segera mundur, bukan lemah karena kekuatan militerku, Salah satu anggota militer (kupikir) terbaik Internasional lengah menghadapi militer sebuah Negara berkembang kuanggap sebagai sebuah lelucon. Tapi, darah yang sama akan dipertaruhkan saat ini.

"Lihat sekarang betapa rendahnya dirimu, kau tak pernah berkaca, diantara kita berempat akulah yang memiliki wilayah terkecil, tapi setidaknya aku tidak mencuri"

"Dengar ya bocah, ini bukan urusanmu!"

"Oohhh, bahkan kau pun tak bisa mengelak"

Kucengkeram kerah bajunya dan mendesis tepat di depan wajahnya yang semakin menyebalkan itu. Kalau aku tak beretika, mungkin aku sudah meludahi wajahnya saat ini. Mata bertatapan dengan mata, cokelat bertemu hitam.

"Pergilah, aku tak ingin menyakitimu"

"Tapi aku yang akan menyakitimu!"

Tanpa peringatan, Singapore menusukkan dua buah belati tajam kearah dadaku, belum cukup, Brunei dari balik punggungku menangis terisak sambil menghujamkan sebilah tombak, "Maafkan aku!" Darahku bercucuran dan kurasakan tubuhku mati. Detik-detik terakhir masih bergaung, kuterbaring bak mayat hidup. Kudengar sebuah tepukan tangan melecehkan dan derap langkah kaki seseorang yang lain mulai mendekat, semakin dekat, dekat, dekat dan… seutas kawat melingkar disekitar leherku, semakin erat dan…

"TIDAAAAAAAAAAKKKKK!"

Pagi yang indah dan damai, aku terbangun dari tidurku yang panjang. Fuhhhh, mimpi apa aku semalam? Mimpinya benar-benar nggak awesome. Belum terkumpul seluruh rohku, aku mulai menyadari sesuatu, aku terperanjat, satu… dua… tiga… Oh my! SEKARANG JAM BERAPA? Kubanting sebuah jam weker sialan sambil menyumpah "you GIT!" Dua hal terburuk untuk hari ini, MIMPI BURUK dan KEHILANGAN LAGA PENTING FINAL LIGA CHAMPHIONS 2010/2011 MANCHESTER UNITED VS BARCELONA.