Setelah lama dinanti, akhirnya...

*jengjengjengjeng!*

Sequel dari fic 'HALTE', telah di rilis! ^o^

Fic ini agak berbeda dengan fic sebelumnya. Perbedaannya itu, antara lain dalam genrenya. Namun, saya harap para pembaca tetap menyukai fic ini.

Terimakasih banyak terhadap orang-orang yang sudah memberi komentar dan dukungan terhadap saya di fic 'HALTE'. Karena kalian lah, saya membuat sequel dari fic tersebut (padahal, tadinya cuma pengin buat one-shot).

Baiklah, daripada berlama-lama, langsung saja dinikmati, chapter pertama dari sequel fic 'HALTE'.


DISCLAIMER: NARUTO © Masashi Kishimoto

WARNING: Typos, OOC, abal, de el el... (Maklum, penulisnya masih baru ._.v)

Selamat membaca dan jangan lupa, eh, jangan malas mereview setelah membaca…


"Sumimasen.. Neji-nii..," panggil Hinata pada kakak sepupunya di ruang OSIS, sepulang sekolah.

"Ada apa, Hinata? Kau mau izin pulang duluan, ya?" terka Neji. Yang ditanya hanya mengangguk dengan muka agak memerah.

"Ya sudah, kamu pulang duluan sana, aku masih ada rapat."

Hinata mengangguk. Dia bersyukur ada beberapa anggota OSIS di ruangan itu, sehingga Neji tidak meledeknya. Kalau di depan anak-anak OSIS, Neji memang sangat jaim. Maklum, wakil ketua OSIS, gitu, lhoo..

Hinata mempercepat langkahnya menuju halte. Gara-gara tugas tambahan dari Bu Kurenai, Hinata pulang agak terlambat dari biasanya. Dia melirik jam tangannya. Waktu menunjukkan pukul 01.30 siang. Aku terlambat 30 menit! Haah, kira-kira aku masih bisa bertemu dengannya nggak, ya.., gumamnya dalam hati. Semoga dia masih menunggu di halte…

Dengan penuh harap, Hinata melirik ke halte di bawah jembatan tempat dia sedang menyebarang. Dia langsung lemas ketika tidak menemukan entitas pemuda yang disukainya.

Dia sudah pulang, rupanya.., batinnya penuh rasa sesal. Kalau saja tadi, aku menyelesaikan tugasku lebih cepat, mungkin aku masih dapat bertemu dengannya..

Sekarang, sudah tidak ada artinya berlari-lari menuju halte, sebab orang itu sudah tidak menunggu di sana. Dengan muka murung, Hinata berjalan seperti orang-orang biasa. Dia menyesal, seharusnya, kalau tahu bakal jadi begini, lebih baik dari awal dia menunggu kakak sepupunya sampai selesai rapat lalu pulang bersamanya. Sebenarnya, dia agak takut menunggu di halte sendirian—atau menunggu bersama orang-orang yang tidak dia kenal. Dia takut sesuatu yang buruk terjadi padanya.

Namun, cepat-cepat dia membuang hal tersebut dari pikirannya. Kau kan, sudah SMA, Hinata! Masa' iya, masih takut nunggu di halte sendirian? Kamu nunggu gak sampe setengah jam, kok!, ujar nuraninya.

Dilihatnya, halte cukup ramai dengan orang-orang yang menunggu kendaraan masing-masing. Hinata mencoba memberanikan dirinya. Ketika dia hampir menuruni tangga penyeberangan yang menuju halte, seseorang menarik perhatiannya.

Hinata menghentikan langkahnya. Diperhatikannya gadis yang ada di hadapannya. Hinata menerka, gadis itu satu sekolah dengannya, sebab gadis itu mengenakan seragam yang sama dengannya. Usia gadis itu mungkin juga sebaya dengan Hinata. Tapi, bukan itu yang membuat Hinata mengalihkan perhatiannya padanya.

Gadis itu menatap jalan raya dengan tatapan kosong. Sesekali mulutnya menggumamkan kata-kata yang bahkan tidak dapat didengar dengan jelas oleh Hinata yang berdiri di sampingnya.

"Pada saat sang dewi malam menampakkan dirinya secara utuh.. Langit menangis.. Tentara kegelapan menampakkan dirinya.. Memakan cahaya yang ada..."

Hanya itu kata-kata yang dapat didengar oleh Hinata. Ketika dia berusaha untuk lebih mendekatkan telinganya, gadis itu terlonjak kaget. Dia seperti baru menyadari keberadaan Hinata di sampingnya.

Hinata salah tingkah. Karena rasa keingintahuannya, dia hampir membuat gadis dihadapannya terjatuh dari pembatas jembatan penyeberangan.

"Ma.. Maaf mengejutkanmu! Aku samasekali tidak bermaksud jahat! Aku hanya ingin tahu, apa yang kau lakukan di sini..," jelasnya dengan gugup.

"Siapa kau?!" gadis di hadapannya membentaknya kasar, tetapi suaranya bergetar seperti menahan ketakutan. Iris ungunya melebar tatkala melihat orang yang mengejutkannya.

"Aku..—"

"Kau adiknya..," sela gadis itu, sebelum Hinata sempat memperkenalkan diri. Hal ini tentu saja membuat Hinata bingung.

"Kau adik sepupu dari laki-laki itu," kata gadis itu lagi.

"Ma.. Maksudmu, Kak Neji?"

Gadis itu mengangguk. "Jagalah kakakmu. Katakan padanya untuk lebih berhati-hati. Kegelapan sedang mengincarnya untuk dijadikan kambing hitam."

Hinata gelagapan. "A.. Apa yang sebenarnya terjadi? Kegelapan itu apa, atau siapa? Ke.. Kenapa kakakku—!"

"TIDAAAK!" jerit gadis itu, memotong perkataan Hinata. "Pergi! Jangan incar aku! Jangan incar keluargaku!"

Hinata mulai panik. "Hei, kau kenapa? Aku tidak mengincarmu atau mengincar keluargamu! Aku saja tak tahu siapa kamu!"

"B.. Bukan kau," ucap gadis itu. Wajahnya memucat. Keringat dingin mengucur deras dari pelipisnya. "Orang itu.. Kegelapan itu…"

"Siapa?!"

Gadis itu tak menjawab. Tanpa berkata apa-apa, dia lalu melakukan gerakan yang membuat Hinata benar-benar panik.

Gadis itu memanjat pembatas jembatan penyeberangan!

"Hei, apa yang mau kau lakukan!?"

"CEPAT PERGI DARI SINI!" bentak gadis itu lagi. "Kalau kau tak mau terlibat, cepat pergi!"

Hinata bingung bukan kepalang. Dia tak tahu harus melakukan apa. "Memangnya apa yang mau kau lakukan?! Aku tak bisa membiarkanmu—!"

BRUUGHH...!

Hinata terdiam di tempat. Wajahnya pucat pasi. Keringat dingin membanjiri seluruh tubuhnya. Jantungnya berdegup keras sekeras suara klakson kendaraan yang bersahut-sahutan di jalan di bawahnya.. Jalan raya tempat gadis itu terjatuh.

Darah segar menggenangi tubuh gadis misterius itu. Hinata menatap horror wajah gadis yang sempat melakukan percakapan dengannya. Kedua matanya yang menatap dengan tegang, mulutnya yang terbuka dan mengeluarkan likuid warna merah; benar-benar mirip seperti korban pembunuhan.

Dan yang membuat Hinata seakan ingin menghilang dari sana saat itu juga... Yakni ketika orang-orang yang berkerumun di bawah melihat ke tempat gadis itu terjun.

"Hei, kau! Ke sini! Cepat turun, kau!" kata salah satu dari mereka pada Hinata, dengan tatapan galak.

Hinata benar-benar takut. Dia teringat dengan kata-kata terakhir gadis itu sebelum dia terjun, "Cepat pergi dari sini! Kalau kau tak mau terlibat, cepat pergi!"

Hinata menyesal untuk yang kedua kalinya. Andai waktu dapat diulang, dia tak akan memilih untuk pulang sendiri...

-to be continue-


Bagaimana kira-kira nasib Hinata? Siapa sebenarnya gadis misterius itu? Mengapa dia menjatuhkan dirinya dari atas jembatan penyeberangan? Semua misteri akan mulai terungkap di chapter 2!

Maaf kalo kependekan.. Maaf juga kalo Naruto belom muncul di chapter ini. Saya harap, kalian menyukai fic ini seperti fic saya sebelumnya. Saya tunggu komentar para pembaca di kotak review :)

Ohya, sekedar promosi, nih.. Author juga buat cross Naruto+Fairy Tail. Tokohnya Anko Mitarashi, bahasa Indonesia. Saya akan senang jika kalian menyempatkan diri untuk membacanya juga :D

Salam,

Lyvia F.