"...KARENA KAU, RUMAH MENJADI BERANTAKAN! LUHAN TIDAK TERAWAT! DAN AKU TERLAMBAT MASUK SEKOLAH! BELUM LAGI, ORANG TUAKU AKAN DATANG HARI INI! JADI CEPAT PULANG! ATAU KAU AKAN KUGANTUNG DI TIANG BENDERA!"
.
.
Title: Trapped In Love
Rated: T.
Character(s): Kim JongIn, Oh SeHun, Xi LuHan, Park ChanYeol, and Byun BaekHyun.
Pair: Kim JongIn & Oh SeHun.
Genre(s): Romance, Drama, Family, Hurt/Comfort, Friendship, Alternative Universal [AU].
Disclaimer: SMTown - EXO belongs to God, and their parents.
Warning: Typo(s) maybe, Hancur, Abal, T+ untuk beberapa kata, SeKe untuk beberapa chapter -kedepan akan lebih jelas pairingnya, and etc.
.
.
Tawa, Senyuman, Kebahagiaan, Keributan, menyebar bercampur menjadi satu di seluruh ruangan kelas XII-2 itu. Di bagian belakang, pojok, Seorang pemuda bersurai pirang-pucat tengah tertawa dengan lepas. Tangan kanannya merangkul teman sebangkunya –pemuda berperawakan lebih kecil darinya, dan bersurai hitam. Sesekali, pemuda berambut pirang itu memukul pelan punggung temannya. Hingga menimbulkan keributan kecil; tetapi berakhir dengan canda-tawa kembali.
"Ya! Apa kalian tidak melihat, kemarin Kris jatuh ketika akan menangkap bola basket? Kau lihat ekspresinya setelah itu? Uh! Sifat coolnya selama ini, tiba-tiba berganti dengan idiot. Entahlah, mungkin akibat benturan dengan lantai, otaknya sedikit bergeser,"Ucap pemuda berambut hitam tadi, menirukan ekspresi Kris ketika bangun dari jatuh-tidak-elitnya.
"Benarkah, BaekHyun? Whoa.. Aku berani bertaruh; yang selanjutnya terjadi pasti Kris sangat terpukul,"Sahut seorang pemuda berambut burgundy, bernametag 'Park ChanYeol' –di depan meja BaekHyun, dengan posisi duduk yang berlawanan dengan kursinya; menghadap BaekHyun.
"Bukankah kau juga berada di sana? Memangnya apa yang kau lakukan selama pertandingan basket kemarin?"cerocos pemuda bersurai pirang-pucat di samping BaekHyun. Membuat tawa ChanYeol perlahan terhenti. Tangannya mengacak rambut burgundynya pelan; dan tersenyum.
"Aku-aku berada di bangku cadangan, kau taukan kalau kemarin aku terlalu sibuk, so.."
"Bilang saja kau mendapatkan jam tambahan, dan terlambat datang ke pertandingan,"Potong BaekHyun sekenanya. ChanYeol hanya tertawa hambar. Tanpa sepengetahuan Kai dan BaekHyun, rupanya kaki ChanYeol telah berada di atas kaki BaekHyun –karena dia tau, BaekHyun akan berkata tentang aibnya selama ini, kemudian menginjak kaki BaekHyun, "Aww! Tck! Dobi! Kau ini kenapa? Akukan berkata yang sejujurnya!?"
Kembali, ChanYeol tertawa hambar; matanya menatap tajam kearah BaekHyun, seakan matanya mengancam BaekHyun dengan kata-kata 'Berkata tentang hal yang tidak-tidak di depan idolaku, tamatlah riwayatmu!', namun sedetik kemudian dia menatap Kai dengan tersenyum lebar, "Ti-tidak, oke, aku memang terlambat datang, tapi bukan karena mengikuti jam tambahan kok! Hanya saja –aku..."
BRAK
Suara gebrakan pintu kelasnya itu, mengalihkan seluruh perhatian kelas. Tampak seorang pemuda bersurai brunette –sesuai dengan irisnya, tengah memandang horror kelas mereka. Pakaiannya acak-acakan; bahkan dia masih mengenakan piyamanya, Uh-oh! Dan jangan lupakan kancingnya yang tidak terpakai dengan benar. Tatapan mengerikannya itu, menjelajah seluruh kelas; membuat siapa saja bergidik ngeri. Dia berjalan ke tengah kelas, lalu kukunya menggaruk papan tulis –menciptakan suara memekakan yang tidak enak untuk di dengarkan. Siapa sebenarnya pemuda ini! Kenapa bisa-bisa masuk kelas! Lihatlah! Paras dan kulit putih-pucatnya justru terlihat mengerikan! Apa dia seorang zombie!?
"KIM JONGIN, DIMANA KAU! CEPAT KEMARI!"
DEG
Semua siswa mulai panik mencari sosok Kai –yang memiliki nama lengkap Kim JongIn, mereka berharap setelah menyerahkan Kai atau JongIn, pemuda mengerikan itu segera pergi. ChanYeol dan BaekHyun memandang Kai; bingung. Meminta penjelasan. Tetapi apa boleh buat? Kai saja tidak dapat melihat pemuda yang meneror kelasnya saat ini, karena tertutup oleh teman-temannya yang sedang berdiri. Tetapi setelah diperhatikan oleh banyak pasang mata, dengan malas Kai bangkit dari kursinya, dan menerobos kerumunan itu.
Tapi, baru beberapa langkah, sebuah tangan sudah menarik telinganya keras, mempercepat langkahnya yang terkesan lelet. Seluruh siswa di ruangan itu; termasuk ChanYeol dan BaekHyun tercengang. Tadi menggebrak pintu, lalu menciptakan bunyi bising dari papan tulis, kemudian berteriak memanggil JongIn, sekarang menarik telinga Kai? Hei! Berani sekali dia menarik telinga idolaku! –mungkin itu yang berada di pikiran fans-fans Kai; termasuk ChanYeol, jika mereka berani. Kai meringis kesakitan, Ya Tuhan... kenapa hari ini keberuntungan tidak berpihak kepadanya? Ia berani bersumpah akan mengutuk orang yang menarik telinganya saat ini di depan teman-temannya. Masih dengan mengaduh kesakitan, Kai memandang pemuda gila di depannya. Sebuah seringaian keji menyambutnya –disertai dengan kobaran api di belakangnya.
"Hai, Tuan Kim! Bagaimana perasaanmu saat ini? Menyenangkankah? Atau sebaliknya? Ouh.. tapi sayang sekali, kau harus pulang sekarang –KARENA KAU, RUMAH MENJADI BERANTAKAN! LUHAN TIDAK TERAWAT! DAN AKU TERLAMBAT MASUK SEKOLAH! BELUM LAGI, ORANG TUAKU AKAN DATANG HARI INI! JADI CEPAT PULANG! ATAU KAU AKAN KUGANTUNG DI TIANG BENDERA!"
GLUP
Bisakah dia melarikan diri sekarang? Atau paling tidak, menghilang dari dunia beberapa saat, dan kembali lagi setelah pemuda ini merasa putus asa untuk mencarinya. Kai memandang teman-temannya; beberapa diantara mereka hanya terperangah, tetapi diantaranya lagi mereka menutup telinga. Tck! Memalukan.
Puas dengan teriakannya; yang mengundang siswa berdatangan semakin banyak –dari kelas-kelas samping, pemuda itu menarik (kembali) telinga Kai hingga lenyap dari kelas. Meninggalkan seluruh siswa disana, dengan tatapan yang tidak dapat dimengerti. Setelah melihat pemuda aneh itu hilang di telan kemarahan –ah, keramaian, semua siswa bernapas lega. Mereka tidak habis pikir, orang seperti itu dekat dengan Kai a.k.a Kim JongIn selama ini. ChanYeol dan BaekHyun berpadangan, "Siapa dia? Dan siapa LuHan? Lalu, apa hubungan antara rumah, sekolahnya, dan orang tuanya?"tanya ChanYeol tidak sabaran.
BaekHyun hanya mengendikan bahunya, dia melipat kedua tangannya di depan dada, "Setelah kejadian ini, Kai harus menjelaskan semuanya besok!"
.
.
Sampai di parkiran sekolah, pemuda itu mencari mobil JongIn –lantaran dia berjalan kaki ketika ke sekolah JongIn, pemuda itu membuka pintu depan dan mendorong JongIn masuk, kemudian dia berjalan ke arah pintu kemudi. Pemuda itu memandang JongIn sejenak –masih dengan pandangan mematikannya itu, "Masih beruntung, aku tidak membunuhmu disana?"
JongIn mendecih, ia menarik sabuk pengamannya dan memakainya. Masih beruntung katanya, tapi dengan cara seperti itu, kau saja sudah membunuhnya secara perlahan! Matilah kau Kim JongIn! "Bodoh! Kau telah merusak reputasiku, pucat! Apa yang harus kukatakan kepada BaekHyun, ChanYeol, dan yang lain-lain nanti!?"
Pemuda bersurai brunette itu tertawa, dia memutar tubuhnya menghadap Kai; tangannya menyisir rambutnya yang terlihat berantakan, "Tapi dengan begini, kau juga merasakan bagaimana repotnya menjadi orang tua, hitam!"
"Siapa suruh, kau mengadopsi LuHan!?"
"Dan siapa suruh, kita dijodohkan? Hm? Bisa kau jelaskan itu Tuan Kim?"Serbunya dengan seringaian di bibirnya –seraya menghidupkan mobil. JongIn memalingkan wajahnya ke arah jendela; lebih memilih menikmati rumah-rumah yang di lewati mobil ini daripada harus memperlihatkan ekspresi kalahnya. Oh! Ayolah! Dia itu adalah seorang pemuda yang tampan! Dan gentle, tapi ketika dihadapkan dengan pemuda putih-pucat itu, mungkin ia harus berpikir dua kali. Bukan! Bukannya, jika dihadapan pemuda itu, JongIn akan menjadi girly, atau terkalahkan –untuk beberapa peristiwa, tetapi terkesann lebih menghindar, mungkin? –atau takut?
Hell! Persetan dengan semuanya!
"Kenapa, Tuan Kim? Merasa kalah?"
Tangan JongIn terkepal sepenuhnya, dia meninju kaca mobil itu; yang menampakkan bayangan pemuda itu di sampinganya, sedikit keras. Rasanya ingin sekali ia meninju paras memuakkannya itu secara nyata, menikmati tontonan gratis lebam biru di sekujur wajah dan tubuhnya, hingga merasakan cairan kental berwarna merah di kepalan tangannya yang mengalir deras, tapi tidak –belum, saatnya. Ia harus menunggu sampai pemuda itu benar-benar terperosok ke dalam lubang hitam, bernama cinta. Ya, dia harus menunggu.
Pemuda di kursi pengemudi itu, terkekeh. Menyenangkan sekali melihat JongIn tersiksa seperti ini. Pemuda itu, memukul stir mobilnya pelan, meluapkan kemenangannya, "Kau takkan bisa mengalahkanku, Kim JongIn!"
"Dan aku akan menghancurkanmu, Oh SeHun!"
.
.
JongIn membuka pintu rumahnya keras, menimbulkan suara debaman. Seorang pemuda bersurai karamel, berlari kearah Kai dan SeHun. Senyumnya mengembang, menyambut kedua orang tuanya –walaupun sedikit aneh untuk dipanggil orang tua, berhubung kedua orang tuanya memiliki jenis gender yang sama.
"Appa! Apa Appa sedang sakit? Atau Appa mengajakku bermain? Ah! Atau Appa akan mengantarkanku ke seko..–"
"Tidak, LuHannie. Mianhae, tapi hari ini Appa pulang cepat bukan untuk mengajakmu bermain atau mengantarmu ke sekolah, Appa sedang sibuk, sebentar lagi Halmeoni dan Harabeoji akan datang –kau segera mandi, ne? Dan pakailah baju yang rapi,"JongIn berjongkok dan memegang kedua lengan LuHan, ia tersenyum tipis. Bagaimanapun juga, sekarang LuHan adalah anaknya. LuHan mengangguk, dia tersenyum senang, "Arraseo! Akukan tampan! Jadi aku akan tampil sebaik dan serapi mungkin di hadapan Halmeoni dan Harabeoji!"
"Good boy!Dan jangan lupa, rapikan kamarmu, Okay!"Ucap JongIn, mengacak rambut LuHan pelan; kemudian dia berlari meninggalkan JongIn menuju kamarnya.
JongIn memasukkan kedua tangannya ke saku celana, ia pergi menuju kamarnya untuk berganti pakaian. Mood-nya sedikit membaik, akibat LuHan tadi. Ia menarik pintu almarinya, dan mengambil pakaiannya. Memang, jika orang tua SeHun sampai datang, maka itu artinya sempurna-dalam-kesengsaraan. Apa yang ada, harus terlihat sempurna; kebersihan, kerapian, keharmonisan, bahkan kelakuan SeHun ketika bersama JongIn dan LuHan –dan JongIn bersyukur tidak memiliki orang tua kandung seperti itu, berhubung dia adalah orang yang pemalas.
Tangannya melepas kancing seragamnya satu-per-satu dan menggantungkannya di lemari. Ia memakai pakaiannya, lalu berbalik ke arah kamar mandi, untuk membersihkan tangan dan kaki –termasuk salah satu anjuran dari Eomma SeHun waktu itu. Tetapi langkahnya berhenti ketika melihat SeHun keluar dari kamar mandinya. Dengan surai brunettenya yang masih basah; air mengalir dari pangkal rambutnya, hingga ujung dan berakhir menetes ke tubuh putih-pucatnya, dan handuk putih –kontras dengan kulitnya- yang terlilit di tubuh bagian bawahnya, membuat wajah Jongin memerah. Malu dan iri. Mereka memang sudah menikah sejak 7 bulan yang lalu, dan walaupun SeHun selalu melakukan itu berkali-kali, tetap saja ia merasa malu, apalagi ketika melihat kulit putih-pucatnya –yang terkadang membuatnya ingin memakan SeHun hidup-hidup, sedangkan dirinya memiliki kulit tan.
"Apa? Kau bernafsu?"Desis SeHun, dia berjalan ke arah JongIn dan mengelus pipinya pelan. Menggoda JongIn.
"Tck! Bodoh!" Sebisa mungkin JongIn manahan hasratnya, tidak mungkin ia menerkam SeHun disaat detik-detik orang tua SeHun datang. SeHun terkikik; hari ini adalah hari terbaiknya, karena JongIn sepenuhnya berada di tangannya. Dia mendekatkan bibirnya ke bibir JongIn, cukup menempelkannya saja hingga beberapa detik, lalu dia menarik pintu almari dan berganti pakaian. Seakan-akan tidak terjadi apapun.
Mereka memang pasangan yang aneh. Mungkin mereka tidak pantas untuk dikatakan sebagai pasangan –jika tidak menyangkut ikatan mereka sekarang, lantaran tidak (belum; kata Yixing-hyung. Kakak SeHun, satu-satunya orang yang mengetahui situasi rumah tangga mereka sebenarnya) ada cinta di dalam hubungan mereka, dan mencoba saling menjatuhkan diri masing-masing. Apalagi keputusan sepihak orang tuanya, yang telah membebankan mereka dengan mengadopsi LuHan dan melarang mereka untuk menyewa seorang pengasuh. Padahal, mereka berdua saja masih duduk di Sekolah Menengah Atas. Katanya untuk membangun sifat dewasa dalam diri mereka.
Well, secara keseluruhan mereka berdua memang masih anak-anak –dan bodoh; untuk menyusun masa depan yang baik untuk mereka sendiri, selain bersenang-senang.
Tidak ada kata 'Top' atau 'Bottom', 'Seme' atau 'Uke', karena mereka berdua sama-sama keras kepala. Bahkan ketika acara pernikahan mereka selesai, mereka justru bertengkar habis-habisan, hanya karena tempat tidur, hingga akhirnya mereka jatuh tertidur dengan posisi yang tidak bisa dibilang elit lagi. JongIn tertidur dengan kaki kanan yang menggantung; dan SeHun tertidur dengan kepala di paha kiri JongIn dan kakinya sendiri di kepala kasur. Pernah mereka nyaris melakukannya, ketika kedua orang tua mereka mengadakan pesta untuk kehadiran cucu baru mereka –namun gagal akibat SeHun yang muntah tepat di muka JongIn. Eww.. itu pengalaman yang tidak terlupakan. Jadi bisa dikatakan mereka berdua adalah SeKe –untuk saat ini. Entah esok, lusa, atau beberapa hari, bulan, tahun, kedepan.
Siapa tau, salah satu dari mereka ada yang mau mengalah. Siapa tau, kan?
.
.
Pukul 15.00 tepat, suara bel berbunyi. JongIn yang tengah membersihkan ruang tamu, mendadak tegang seketika. Ugh! Entah mengapa, rasanya seakan-akan ia sedang mengikuti pelajaran Kang Seonsaengnim saja –guru terkiller di sekolahnya. JongIn segera merapikan pakaiannya. Dan membersihkan tangannya dengan sapu tangan di sakunya. Terdengar suara melengking dari arah dapur, "Kkamjong! Buka pintunya!"
JongIn mendengus, tck! Tidak bisakah pemuda-pucat-seperti-zombie-itu bersikap lebih anggun dan berhenti berteriak!? Itu semakin menambah ketegangannya, untuk menyambut Sang Mertua. Dengan gontai, JongIn berjalan kearah pintu; kemudian menghembuskan napasnya sejenak, lalu membukannya. Sebuah pelukan hangat menyambutnya, dan JongIn hanya mampu untuk membalasnya dengan senyuman –dengan sedikit napas yang tidak beraturan. Terlalu kuat untuk dikatakan sebagai pelukan hangat. Setelah beberapa detik memeluk JongIn, Eomma SeHun berjalan memasuki rumahnya, dan diikuti dengan Appa SeHun yang mengacak rambutnya pelan dengan tersenyum. Yah, setidaknya Appa SeHun tidak terlalu over seperti Eommanya. Ups!
"Kemana LuHan?"Tanya Eomma SeHun sambil menaruh tas bermerk-nya di meja ruang tamu. Kaki kanannya bertumpu pada kaki kirinya. Matanya yang jernih memandang seluruh ruangan itu –membuat JongIn sedikit nervous. Sebuah senyuman terukir di paras cantiknya, sepertinya usaha mereka untuk membersihkan rumah dalam waktu singkat tidak terlalu buruk. Suara langkah kaki menggema dari arah dapur, LuHan membawa 2 buah cupcake coklat dan memberikannya kepada Eomma SeHun dan Appa SeHun.
"Ouh.. betapa lucunya kau, LuHan. Apa kau membuatnya sendiri, baby?"
LuHan mengangguk pasti, dia menaiki sofa tempat halmeoni-nya sedang duduk. Matanya berbinar-binar; senang, mengharapkan pujian manis keluar dari bibir halmeoni-nya. Eomma SeHun menggigit kecil cupcake buatan LuHan. Dia tertawa pelan, "Ini sungguh enak, mungkin lain kali halmeoni akan meminta LuHan untuk membuatnya lagi. LuHannie maukan?"
"Tentu halmeoni! Dengan senang hati, aku akan membuatkannya untuk halmeoni. Bahkan serumah pun akan kubuatkan, untuk halmeoniku tersayang!" Tangannya terangkat tinggi, mengacungkan kedua ibu jarinya. SeHun terkikik mendengar ucapan LuHan, ia menaruh 3 gelas teh hangat di meja ruang tamu.
"Lalu, bagaimana dengan harabeoji? Apa LuHannie tidak sayang dengan harabeoji?" LuHan bergeser ke samping, mendekati harabeoji-nya. Tangan mungilnya menggenggam lengan harabeoji-nya dengan puppy eyes andalannya, "Aku sayang harabeoji juga, aku sayang semuanya yang ada di rumah ini –Appa, Papa, Halmeoni, dan Harabeoji!"
Appa SeHun mengelus surai caramel milik LuHan. Senyuman hangat terlukis di wajahnya. Namun senyumannya tidak bertahan lama, ketika Eomma SeHun mengernyit heran menatap LuHan, "Ada apa, yeobo?"
"Tidak, hanya saja–" Eomma SeHun menangkup kedua pipi chubby LuHan, dia tersenyum tipis memandang keindahan wajah LuHan yang Tuhan berikan. Untung ketika dia dan suaminya serta orang tua JongIn mengadopsi seorang anak dari panti. Sang pemilik mau berbaik hati untuk mengenalkan LuHan –yang saat itu sedang bermain pasir di taman panti, dan menganjurkan untuk mengadopsinya, "–Ada yang aneh dengan perkataannya."
Mata Eomma SeHun memicing menatap SeHun dan JongIn yang duduk di depannya. JongIn menelan salivanya kasar. Tangan kanannya menggaruk pipinya; berusaha menghilangkan rasa nervous-nya. Sepertinya akan terjadi sesuatu yang tidak mengenakkan. Sedangkan SeHun, tidak berbeda jauh dengan JongIn. Ia melipatkan kedua tangannya di depan dada dan menghembuskan napasnya pelan dari mulut. Semoga Eommanya tidak berkata yang aneh-aneh.
"Kalian masih tidak mau mengalah satu-sama-lain, kan? Hah, sampai kapan kalian mau menjunjung tinggi ego kalian masing-masing? Jika seperti ini, bisa-bisa rumah tangga kalian tidak akan bertahan lama. Dan kau SeHun, apakah kau sudah belajar memasak? Eomma yakin, pasti belum."
SeHun menundukkan kepalanya, ia benar-benar merutuki ucapan Eomma-nya kali ini –kecuali bagian rumah tangga kalian tidak akan bertahan lama. SeHun tau, Eomma-nya sangat menginginkannya untuk menjadi ibu rumah tangga; entahlah apa yang ada dipikirannya, sudah jelas anaknya adalah laki-laki, kenapa harus menjadi ibu rumah tangga, jika pendampingnya sendiri lebih manis. Oh! Jangan ingatkan SeHun lagi kalau dia pernah memanggil JongIn manis. Ia melirik JongIn yang berada di sebelahnya, tubuhnya bergetar, kepalanya menunduk –sepertinya; SeHun yakin jika JongIn sedang menertawakannya, walaupun tidak secara terang-terangan.
"Dan ini.." pandangan Eomma SeHun beralih pada gelas-gelas di atas meja tamu. Terdengar suara helaan napas pelan, Eomma SeHun mengelus dadanya. Mencoba untuk sesabar mungkin –setidaknya di depan cucu dan menantunya.
"Kenapa hanya 3 gelas yang ada di atas meja? Setidaknya buatlah 4 gelas, kalau perlu ditambah dengan segelas susu untuk anakmu. Ya ampun Kim SeHun, kemana sikap lembutmu kepada keluarga kecilmu?"Cerocos Eomma SeHun, dengan tidak berperikemanusiaan, dan sukses membuat JongIn menghentak-hentakkan kakinya ke lantai pelan. Sepertinya keadaan sedang berbalik sekarang. SeHun benar-benar mati kutu di hadapan Eomma-nya sekarang. Rasakan itu, Oh –Kim SeHun. SeHun menatap tajam JongIn, kakinya menginjak kaki JongIn dengan sedikit sadis, membuat pemuda itu mendesis kesakitan.
"Aku tau Eomma, lagipula tadi LuHan sudah meminum susunya, dan alasan kenapa aku hanya membuat 3 gelas teh hangat, karena tentu saja aku membuatkan ini untuk…"SeHun akan benar-benar muntah jika mengulangi kata ini, " –Suamiku, Eomma, dan Appa. Kurasa, akibat dari kebanyakan meminum bubble tea, jadi sekarang perutku sudah penuh."
Eomma SeHun menatap penuh selidik SeHun. Curiga dan tidak percaya. Okay, SeHun memang tidak sepenuhnya berkata jujur; terutama pada bagian membuat minum untuk –ugh! Suaminya, yang sebenarnya untuk dirinya sendiri, dan untuk bubble tea yang sebenarnya masih tersimpan apik di kulkasnya. Tapi melihat perilaku Eomma-nya yang terlihat menganak tirikannya, membuat SeHun sedikit sebal. Tck! Sebenarnya siapa disini yang menjadi anak kandungnya?
"Baiklah jika seperti itu, Eomma percaya. Dan kurangi asupan bubble tea-mu itu, Ah! Jangan lupa, mulai sekarang kau harus belajar memasak. Arasseo?"
"Nde." –aku akan menyuruh JongIn untuk belajar memasak.
Kali ini pandangan Eomma SeHun jatuh pada JongIn. Membuat SeHun bernapas lega; dan berharap semoga JongIn lebih banyak kena omelan Eomma-nya. "JongIn, aku hampir saja melupakanmu. Apa kau sudah mengambil jam kerja setengah hari?"
JongIn membatu. Apa yang harus dia katakan, apa yang harus dia katakan? Kalau JongIn menjawab 'belum', secara otomatis ia akan terkena serentetan nasehat dari Eomma SeHun. Tapi jika ia berbohong, maka ia akan terkena serentetan kalimat tanya. SeHun tersenyum sinis melihat tingkah JongIn yang terdiam. Sekarang aku benar-benar menang, hitam!
"Belum, Eomma. Beberapa akhir ini banyak tugas yang menumpuk, untuk memenuhi nilai harian siswa yang kosong –lantaran sebentar lagi, akan ada banyak ujian yang menghambat nilai-nilai sekolah. Jadi, aku belum sempat. Dan sebenarnya, aku sudah menyusun prinsip untuk bekerja setengah hari, ketika jam kosong kuliah. Bukankah itu lebih efektif, Eomma?"
Sial! Darimana Si Hitam bisa berbicara seperti itu!?
SeHun tidak terima dengan pemikiran dan ucapan JongIn barusan, jika seperti itu maka Eomma-nya akan semakin memojokkannya untuk menjadi 'ibu rumah tangga' yang baik. JongIn menyeringai. O-oh! Malangnya hidupmu, pucat!
Eomma SeHun tersenyum bangga. Senang melihat menantunya yang-sudah-bisa-berpikiran-lebih-dewasa, "Aku tidak salah memilihmu menjadi suami dan ayah dari cucuku, JongIn."
Merasa bosan dengan pembicaraan yang tidak dimengerti oleh LuHan, tangan kecilnya mengamit tangan halmeoni-nya dan harabeoji-nya, "Halmeoni, harabeoji, ayo bermain! Aku mempunyai mainan baru!"
Eomma SeHun dan Appa SeHun saling berpandangan, kemudian tertawa. LuHan begitu menggemaskan. Appa SeHun dan Eomma SeHun menarik tangan LuHan dan mengangkat tubuh mungilnya; untuk turun dari sofa. LuHan tersenyum senang, ia segera menarik tangan halmeoni dan harabeoji-nya.
"LuHannie, kau bersemangat sekali, tunggu halmeoni dan harabeoji,"Sahut Appa SeHun. Sejenak Eomma SeHun menatap JongIn dan SeHun, "Eomma dan Appa akan bermain dengan LuHan sebentar."
JongIn dan SeHun mengangguk. Setelah mengetahui Eomma dan Appa-nya menghilang. SeHun mendengus, ia memalingkan wajahnya, "Puas? Bahkan Eomma saja memihakmu. Tch! Dunia macam apa ini?"
Gelak tawa pecah dalam ruangan itu, JongIn memegangi perutnya yang sakit sejak tadi. Ia mengusap air matanya yang tergenang di pelupuk matanya –akibat terlalu banyak menahan tawanya. Ia merangkul SeHun; dan di tepis SeHun kasar.
"Jangan menyentuhku."
"Okay-oke! Aku tidak akan menyentuhmu, hanya saja, aku ingin memberitahumu Oh –Kim SeHun. Mulai sekarang kita impas. U-oh! Dan jangan lupakan untuk berlatih memasak. Haha.."
DUG
"Argh!" JongIn memegangi perutnya yang sengaja disikut oleh SeHun. Tangan kurusnya menangkup wajah JongIn –Ia benar-benar marah sekarang, dan menciumnya kasar. Tidak peduli dengan JongIn yang memberontak atau kehabisan napas, hingga akhirnya ia memutuskan ciumannya.
"Berkata yang tidak-tidak lagi, aku akan melakukan hal yang seperti tadi –atau lebih. Jadi, jangan macam-macam padaku."
Mendengar ancaman SeHun, JongIn justru mengusap bibirnya, kemudian tersenyum miring, "Kalau begitu, mari kita buktikan, siapa yang sebenarnya pantas menjadi pemimpin di rumah ini. Kim SeHun."
SeHun tertawa keji, "Dengan senang hati, Kim –ah! Oh JongIn."
To Be Continued~
Bagaimana? Ada yang tertarik?
Memang ini SeKe untuk beberapa chapter, tapi kedepannya semakin jelas siapa seme dan uke.
Ditunggu reviewnya..
Oh My! masih dalam prosses.
Regard,
-Arcoffire-redhair-
