By Sasayan-chan
| Oneshoot (become two shoot) |
T+
| HURT/COMFORT | ANGST+++++ | FAMILY |
Beware with typos, non-EYD, dan beberapa kata tak sinkron. :")
.
.
.
.
.
Thank's for MommyClou3elf ,it's because of you this fic done!
.
.
.
HAPPY READING, sweets~
.
.
.
.
.
.
Taehyung lelah berlari.
Maka saat ia membuka pintu apartemennya perlahan, lalu tercium aroma parfum yang familiar, Taehyung berhenti. Tangannya semakin kuat mencengkram kenop pintu yang tak bersalah. Debaran jantungnya menggila dan kepalanya mendadak pusing karena aroma parfum yang sangat dikenalnya, sangat dihafalnya, sangat dekat dengannya.
"Taehyung?"
Ah, suara ini. Taehyung sangat rindu dengan suara ini. Suara yang pernah menghangatkan hari-harinya, menenangkan saat terbangun di sisa mimpi buruknya, peneman disaat jarak memisahkan, dan obat rindu kala tubuh lelah karena perjalan.
Taehyung menggigit bibirnya penuh lara. Ia merasakan gejolak menyesakkan yang berkumpul dalam dadanya. Sesak, sesak sekali: antara rindu dan marah. Rindu karena telah lama tak berjumpa dengan pemilik suara, rindu karena akhirnya kembali walau amarah masih terbersit dalam hati Taehyung yang rapuh.
Taehyung menjernihkan tenggorokannya, mencoba bersuara walau nafasnya mulai sesak sekali. "Kenapa...," Kedipan mata Taehyung melemah seiring manik madunya yang berpendar liar. Ia sangat rindu, tapi ia juga marah. "Kenapa kau kemari?"
Taehyung yang bersembunyi di balik pintu setengah terbuka itu semakin mengerjap tak mengerti. Sebuah kertas berwarna merah marun dengan sampulnya yang sangat cantik disodorkan padanya melalui celah pintu yang tercipta. Sekilas Taehyung dapat melihat tangan kanan kokoh dengan jemarinya yang kuat itu menggenggam benda tersebut.
Tangan itu.Taehyung rindu dengan tangan itu. Tangan yang pernah memeluknya, mengusap kepalanya dengan lembut, membelai wajahnya dengan tatapan memuja, juga menggengam jemari Taehyung begitu benarnya. Tangan itu, tangan yang pernah menyentuhnya.Mengetahui segala bagian dari Taehyung yang sensitif dan tersembunyi, tahu dimana letak telak untuk Taehyung jatuhsaat itu juga, tangan yang mampu membuatnya terbanghingga ke angkasa dan mengantar Taehyung menyaksikan gemerlapan bintang yang menyilaukan.
Namun, tangan itu pula yang membuat Taehyung jatuh setelah dibawa terbang tinggi. Jatuh bersama sayap-sayap cinta yang satu-persatu patah. Membawa Taehyung menuju rasa sakit yang teramat menyiksa saat dirinya menghantam realita. Dan membiarkan Taehyung teronggok dengan luka yang berdarah dari tubuhnya yang pecah. Tanpa peduli betapa sakit yang Taehyung rasakan saat tangan itu terulur dengan lingkaran emas putih yang seakan mengolokTaehyung begitu sadis.
.
Tidak,
Jungkook tidak bisa melakukan ini padanya.
.
"A-Apa itu?"
Pura-pura tidak tahu, Taehyung bertanya. Meskipun siasatnya itu tak berhasil sebab suaranya yang tersendat memperburuk sandiwaranya, dan malah membaut dirinya terlihat begitu menyedihkan.
Kemudian, suara helaan nafas bergetar Jungkook dapat Taehyung dengar dengan jelas. Melihat tangan Jungkook yang telah lama melayang menanti Taehyung menjumput benda dalam genggamannya, akhirnya ia dengan hati-hati meraih amplop itu.
Taehyung dapat merasakan tangannya gemetar, dingin, dan kaku, meremat benda dalam genggaman tangannya tanpa sengaja.
"Aku harus kembali,"
Tidak, Jungkook tidak boleh pergi.
"Aku masih ada urusan, Tae. Kalau begitu aku mohon pamit."
Taehyung membola, nafasnya tercekat. Tidak, Jungkook tidak boleh pergi lagi. Maka dengan segala keberaniannya, ia berusara, mencoba menahan walau berujung Jungkook yang kembali lepas dari genggamannya. "Jungkook!"
Suara langkah kaki yang tertahan menandakan Jungkook tengah berhenti, untuknya.
Tercipta jeda beberapa saat. Segalanya entah mengapa terasa begitu canggung dan menyedihkan. Taehyung menarik nafas dalam-dalam, lalu tersenyum pedih.
"Kalau tidak ada yang ingin kau sampaikan, aku akan pu-"
"Selamat...," Ucap Taehyung pada akhirnya. Ia mengusap cepat air matanya. Kemudian, dengan mantap, ia berkata lagi begitu lembut. "Selamat, Kookie-a. Langgeng, ya."
"Ya."Taehyung terpaku."Sudah? Taehyung merasa jantungnya ditusuk begitu keji entah mengapa."Sampai jumpa di altar."
.
Suara kaki yang melangkah jauh membuat Taehyung kembali menutup pintu dan menguncinya. Bersandar pada pintu, lalu merosot begitu menyedihkan.
Amplop dalam genggamannya ini begitu cantik. Anggun sekali dengan warna merah favorit Jungkook. Taehyung tersenyum pedih, lalu air matanya mengalir lagi. Ia membayangkan,
Bagaimana apabila huruf KTH menggantikan posisi huruf JM di sana untuk menemani huruf lainnya yang bertuliskan JJK?
Taehyung tersenyum lagi, lebih menerima dan ikhlas. Mustahil. Namanya tidak pantas dipasang berdampingan dengan nama Jungkook yang agung.Namanya terlalu kampungan biladisandingkan dengan pemilik marga Jeon itu. Taehyung benar-benar tidak pantas dan ia harus tahu diri bahwa levelseperti dirinya tidak boleh berharap lebih pada lelaki agungsekelas Jungkook.
Karena Taehyung hanyalah budak sesaat oleh Jungkook. Budak yang dipilih untuk memuaskan pria Jeon itu tanpa harus merasakan balasan cinta yang tercipta di dalam relung hatinya.
Jika mencintai Jungkook adalah sebuah kesalahan, maka Taehyung tak akan pernah menyesal.
Ia memang dibutakan, namun ia masih bisa melihat.
Ia mungkin tuli, namun ia masih bisa mendengar.
Ia mungkin mati rasa, namun Taehyung dapat merasakan seberkas cahaya harapan yang menyinari jalannya.
Taehyung mengusap undangan pernikahan itu dengan hati-hati. Mengusap huruf JJK dengan sayang dan penuh cinta. Memandang lamat-lamat huruf itu seakan ia juga dapat memandang wajah Jungkook saat ini juga. Ia ingin kembali menatap senyumnya yang sehangat mentari, ia ingin lagi menatap matanya yang hitam pekat dan bening menatap balik miliknya begitu tajam namun penuh damba. Taehyung ingin, benar-benar ingin kembali merasakan hembus nafas Jungkook yang hangat menerpa wajahnya, dan merasakan kelembutan bibirnya yang pernah memagut miliknya sendiri begitu membutuhkan.
DUG!
"Ukh...," Taehyung mengusap perutnya yang terasa diketut dengan kuat. Ia kemudian membenarkan posisi duduknya agar lebih nyaman di lantai marmer yang dingin di musim salju.
DUG!
Taehyung meringis, namun tetap setia mengusap perutnya penuh kasih sayang. Lantas, pemuda berambut karamel itu semakin merapatkan mantel wolnya, dan memeluk perutnya yang membesar dengan sayang.
.
"Iya, nak. Ucapkan selamat untuk Appamu dan Jimin-ahjussi, ne?"
.
DUG!
.
Mata Taehyung tergenang. Lalu meluruh ketika ia memejamkan mata dan berujar lirih sekali,
.
"Ne, eomma baik-baik saja. Anak eomma jangan pernah tinggalkan eomma, ne?"
.
Lalu rasa sakit menjalar menuju ke seluruh tubuhnya, dan berujung kakinya yang basah dengan cairan bening yang menggenang. Ketubannya pecah, dan Taehyung meringis kesakitan karena rahimnyayang berkontraksi.
.
"H-Hyung...," Taehyung mengeratkan genggaman pada ponselnya yang tadi diambil dari saku sweaternya. "H-Hyung, ketubanku pecah."
.
Dan Taehyung tak mengindahkan suara ribut di seberang sana. Ponselnya terjatuh dari genggaman, dan ia kini terfokus pada perutnya yang sakit luar biasa.
.
.
.
.
.
Satu hal yang Taehyung ketahui.
.
.
.
Bayinya tak ingin sang ibunda kesepian lagi.
.
.
.
Dan lima menit kemudian, suara ambulan menggema di lantai dasar.
Dan saat itu juga Kim Taehyung kehilangan kesadaran. .
.
.
.
TBC
.
.
.
Oke, ini fic sebelumnya udah ada di wattpad. Wkwkwkwk aku pingin share juga di sini. Semoga suka, ya :)
REVIEW PLEASEU!
