Wanti-wanti menunggu jepretan naskah dari subuh, Kagami Taiga sampai ngantuk-ngantuk di kursi waiting room paling depan. Kulitnya yang sudah lepek lecet-lecet sebab yang punya perusahaan lupa memasang baygon di sudut ruangan.
"Kagami Taega."
Hening.
"Kagami Taega—kuulangi."
Kagami celingukan kanan-kiri. Sadar kalau nama antik begitu di sini tidak ada yang punya.
"Ah, mungkin itu saya!" sepatunya diinjak, terseok mendekati orang loketan di balik kaca transparan.
"Kamu, Kagami Taega?"
"Iya, Mas… anu, tapi typo dikit itu 'e'-nya." Kagami menulis alphabet i diatas kaca. Lawan bicara dibaliknya cepat-cepat meralat.
"Jadi… Kagami TaIga?" huruf i-nya diberi penekanan, keras.
"Iya. Santai aja kali."
.
.
.
Kuroko no Basuke © Tadatoshi Fujimaki
Pemeran Utama © moronsfr
[Skenario besar Om Tadatoshi, dan suka duka Kagami Taiga menyangkut kerjaannya mencari nafkah.]
[AU, drabble, dubber!all-chara, ngenes!Kagami, breakkokoro!Kagami (ini warning keras, yang kuat silahkan lanjut)]
P.S. : fiksi ini murni imajinasi, just for fun, tidak bermaksud menyinggung tokoh asli, dunia per-seiyuu-an, atau mangaka-san/sungkem/
.
.
.
Karakteristik
Yang Kagami ingat, kesan pertamanya sebagai wadah suara bagi karakter yang ia mainkan sangat serba kekurangan. Bagaimana tidak.
"Aku jadi Kagami Taiga." Alisnya naik turun mengikuti intonasi. "Ceritanya sih, disini aku dapat peran membantu tokoh utama sebagai cahaya dari bayangannya." Terus mulai songong. "Tee hee.. berarti aku akan dapat banyak dialog."
Kagami memulai dari halaman pertama, kertas naskahnya dibalik. Menguliti satu-satu profil karakter lainnya; kepo.
"Kuroko Tetsuya." Ejanya. "Jaim, alim, gampang raib." Wah, ini deskripsi asli main kata aja. "Si invisible man dalam basket." Seketika itu juga imaji sosok yang memakai songkok, mengalungi basket pakai tasbih terus tiba-tiba hilang di tengah lapangan adalah gambaran pertama yang terbayang di otak miring Kagami untuk seorang Kuroko Tetsuya.
Halaman lain, acak.
"Murasakibara Atsushi." Kagami lagi-lagi meniti kanji. "Gede, jumbo, raksasa." Dan tiba-tiba punya keinginan buat merobek halaman itu. "Dialah hulk sang penghalang ring dalam basket." Kagami merinding, menggosok-gosok tengkuk.
Balik ke halaman depan.
"Midorima Shintarou." Kalau dilirik-lirik lagi, halaman bagian ini banyak kata 'nanodayo' yang terselip di tiap dialog. "Unik dan pasti bikin tertarik." Kagami nyari-nyari kantong kresek, tapi nihil. "Juru tembak nomor satu di perbasketan."
Ada yang tidak beres. Kagami mengernyit, mengobrak-abrik halaman lain.
"Kise Ryouta." Jeda sebentar. "Sesembahan kaum hawa, buangan kaum adam." Oke, yang ini asli ngawur. "Sang perfect copy teknik basket."
Kagami mulai tidak sabaran, benar ada yang tidak beres. Dia melipat semua halaman yang sudah dibacanya tadi—memberi jejak. Terus mencomot halaman lain.
"Akashi Seijuurou." Buset, namanya susah amat. "God of Earth, Demon of Heaven, King of Scissors, Sado of Maso," –cukup. Banyak dan semuanya ngeselin—bagi Kagami. "He can see the future sight of battle in basketball." Dan lagi, kenapa semua deskripsi bagian orang ini bahasa inggris semua?
Halaman yang didominasi kertas merah milik Akashi, Kagami kasih pembatas buku spesial. Kali saja ia bisa protes ke kreator mengenai profil yang jelas menganut paham egoisme itu
Kagami beralih pada halaman lain.
"Aomine Daiki." Di halaman ini, Kagami bisa mencium bau kemenyan. "Eksotis, gurih, bikin nagih." Baru kali ini ada bau kemenyan yang bikin lapar. "Penjebol ring dengan 1002 jurus di dunia perbasketan."
Enam profil karakter, Kagami tidak tahan untuk segera klimaks. "Gwaah! Apaan invisible man, apaan hulk, apaan juru tembak, apaan perfect copy, apaan cenayang masa depan, apaan jurus-jurusan—apaaaan?!" ngos-ngosan, belum selesai.
"SUPER HERO WANNABE AJAA, NGGAK USAH JADI PEMAIN BASKET!" Kagami sukses bikin ribut di official briefing jadwal perekaman pertama anime tersohor—Kuro***.
Rekaman
Ada dua aura studio di satu gedung rekaman suara. Yang satu profesional, praktik bullying. Satunya cengar-cengir minta ditendang setiap mau rekaman.
Dan Kagami terjebak di zona yang tidak aman. Dia suka tutup kuping kalau sudah satu ruangan dengan tim Seirin. Yang paling berisik itu ada tiga. Yang pakai kacamata suka ngomel-ngomel lupa arah. Contohnya begini, nih.
"Kagami! Giliranmu, Aho!"
"Kau bisa sabar, tidak haaah?! Aku ini mendengarmu!" Kagami begitu menghayati, pandangannya lurus kearah sound recorder.
"Apa?! Berani kau bicara begitu denganku?!" kerah Kagami melorot ke tangan si kacamata. Yang dicekik kedip-kedip.
"Maaf, Hyuuga-san. Barusan itu dialognya."
"Semua orang juga tahu kalau kau barusan berdialog denganku secara kurang ajar!"
Kagami geleng-geleng. "Bukan, Hyuuga-san. Itu dialog dalam naskah ini—uhuk, aku bisa mati!"
"Oi, oi, kalian ON AIR!" sutradara tepok jidat.
Yang kedua, si jampi-jampi yang selalu menyembur anhumoris.
"Tidak apa-apa, Kagami." Izuki berekspresi serius, sesekali melirik lagi naskahnya. "Kita ini tim, jadi harus saling intim."
"CUUUT, Gobloook!" sutradara kehabisan kesabaran, satu botol GPU saja tidak akan cukup sebagai teman untuk mengedit bagian dialog Izuki Shun sampai enam belas kali.
Kagami rolling eyes, jongkok—tidak minat bersiap—di depan sound recorder karena tahu Izuki bakalan NG lagi.
Yang terakhir, the last one stand girl. Bakat sebagai juragan penagih utang keliling.
"Hari ini stor hafalan dialog! Yang salah bakal digebug! Aku ngga mau buang-buang waktu karena terlalu banyak rekaman ulang, NG garis keras!"
Satu studio telan ludah.
"Mulai! Kagami! Line 98A"
Kagami keringat dingin. "T-this is japanish lunch time lunch!"
Riko menunggu, tentunya dialog itu nggak cuma satu kata sederhana.
"This is japanish lunch time rush!"
Sekarang si juragan melotot. "Itu saja yang kamu hafal, haaah?!" satu gepukan penggaris kayu, melayang di bokong Kagami.
Yang lain menjerit horror.
"Aida-san, curang! Dialog itu memang diulangi dua kali!" Kagami mengunggah pembelaan. Riko tercenung.
"Terlanjur!" dengan santainya bilang. "Selanjutnyaa! Kau, Izuki!"
Di hari lain, Kagami harus kembali sebut-sebut nama Tuhan saat dia masuk dalam zona studio satunya. Pagari tim Kiseki no Sedai. Kagami harus rela jatuh harga diri di tiap dialognya.
Enam orang. Satu raja, satu kaki tangan raja, satu budak raja, satu penasihat raja, satu algojo raja, dan satu bidadari dari surga—ea.
"Taiga, lepas sepatumu kalau masuk studio." Raja Akashi sudah bertitah. Kipas-kipas buku naskah di sofa tengah.
Kagami mendumel. Baru masuk sudah salah.
"Kamu keberatan?" Akashi melambai. "Daiki, lepaskan sepatu Taiga untukku."
"Waa, nggak makasih ini aku mau lepas—" Kagami keburu dijungkir balik 180 derajat, algojo Aomine mencabut sepatu dari tempatnya bersarang.
Akashi belum puas, bertepuk kecil dua kali. Langsung dihampiri sang budak. "Ryouta, suruh Taiga duduk di sini—di sebelahku." Kise mengangguk.
"Aduh, ini apa sih." Kagami digiring menuju altar singgasana. "Sumpah, Akashi jangan alay, begini ah."
Kagami sudah duduk—didudukkan.
Di sisi belakang sofa, Midorima sang penasihat menunduk. Menghasut raja Akashi dengan bisikan syaitonnya. Akashi mendengarkan saja, manggut-manggut. "Haus, Taiga? Lelah perjalanan jauh?"
Buru-buru Kagami menggeleng. "Ah, biasa aja. Cuma pindah ruang studio doang, kok—sini-sono."
"Enggak. Kamu pasti haus harus rekaman dua kali hari ini di dua studio berbeda." Faktanya benar, dan pendapatnya minta dibenarkan paksa. Akashi menjentikkan jari. "Atsushi, bawakan dia air dari galon terbaik."
Air galon. Kirain jus alpukat.
Manusia arjuna kaki tangan raja menghalangi sudut pandang Kagami, menyodorkan galon. "Ini, diminum ya, Gami-chin~"
Kagami mengiyakan saja, di taruh galon terkutuk itu sebagai topangan kaki.
"Nah."
Nah, kan.
"Gimana kalau kita transaksi sekarang?" Akashi mengeluarkan kalkulator, Kagami keringat dingin. "Jadi totalnya… 82 dialogmu, aku ambil."
"Akashi." Kagami mentakasir lagi berapa kembalian yang bisa ia miliki. "Sabar, Gan. Nanti season tiga juga kamu bakal dapat banyak dialog. Yang sabar, ya."
"Tapi, tapi—"
"Udah, pasrahin aja." Kagami mengambil duduk santai, merasa menang. "82 dialog yang kamu maksud itu, yang conversation sama Kuroko, kan?" ketawa setan. "Itu dialog hak-ku, klaim ku, ngapain kamu ngafalin dialog orang?" ketawa mak lampir.
Ternyata di sini Kagami yang setan.
"Kagami-kun, kau iblis." Bidadari dari surga memecah suasana. "Bikin kacau saja, sana pulang."
Dor.
Akashi langsung balik ketawa setan.
Enam orang. Satu raja, satu kaki tangan raja, satu budak raja, satu penasihat raja, satu algojo raja, dan satu bidadari dari surga—surga istana raja, neraka bagi Kagami.
Gara-gara insiden itu, Kagami ngambek, beneran pulang, dan episode animenya jadi telat seminggu.
Fans
Sejak season kedua dimulai, terutama—bagian yang banyak mengekspos keenam power ranger sebagai bintang utama di layar lebar, para penggemar mulai menggedungi fandom bertema basket itu ramai-ramai.
Kagami menggelundungkan scroll tikusnya. Menyisir layar laptop. Mulutnya komat-kamit, kadang berdecak sebagai nada tambahan.
"Kenapa kamu, Kagami?" Midorima heran kenapa akhir-akhir ini manusia beralis eyeliner lebih milih nongkrong di studio raja daripada harus mangkrak di ruangan sebelah yang aromanya lebih bersahabat.
"Ck, di sebelah berisik." Kagami tidak melepas pandang dari cerminan laptop. "Bisa tuli telingaku dengar duo unggas—eagle dan hawk—mencicit dua puluh kalimat per sekon."
Midorima ngakak—batinnya saja.
"Terus kamu lagi ngapain, nanodayo?"
"Hmmh…" mengalihkan konsentrasi ke Midorima, Kagami bertopang dagu. "Katakan, kamu punya fans… berapa?"
"Ha?" matanya menerawang. "Dari polling minggu kemarin, sekitar 44 kuadrat tambah 47, mungkin."
"Angka, angka." Kagami malas mengeluarkan kalkulator, malas mikir juga.
"Dasar bego. 1983, segituan."
Kagami bersorak. "Ha, yes. Aku lebih tinggi!"
Midorima angkat alis, berkedik bahu tidak mau tahu. Melenggang pergi. Kagami berputar-putar sampai menabrak pintu masuk.
JDUAK.
Jduak?
Si pemilik alis eye liner langsung keringat dingin. Pintu yang tadi tidak sengaja ia tabrak hingga tertutup, dibukanya lagi. Di ambang situ, Kise Ryouta mengaduh kesakitan. Memegangi jidatnya.
"Kagamicchi, ini tindak perdata kekerasan-ssu."
"Sori, sori." Kagami nyengir, membantu Kise mengelus jidatnya. "Nanti kalau kritis, aku panggilkan bantuan dari Kagami-lovers biar dibawa ke UGD—gratis, tis, tis."
Kise cengo. "Kagami-lovers—apa? Merk Pizza h**-ssu?"
Kagami tertawa maklum. "Ck, ck, ck.. Kise.. Kise.. udahlah, nggak usah sok syok begitu, nanti juga terbiasa."
"Kagamicchi ngomongin apa, sih? Aku nggak ngerti."
"Nanti suatu hari kamu bakal menger—"
"Soal fans?" Aomine menaikkan dagunya untuk menatap rendah Kagami, dia bersandar di pintu yang sudah ditutup.
"Ah, Aomine brotherhood!" Kagami sok asik, mengalunkan tos minta dibalas. Aomine mendesis, tapi balas mengalun balik tos Kagami—pakai punggung tangan. Karena dimata Kagami Taiga sekarang, dia sudah bisa sejajar dengan Aomine Daiki, sebelas dua belas, lah.
"Tolong jelaskan pada mahluk kuning jelmaan putri keraton ini perihal hargaku di pasaran, Ao-Bro." Kagami berbisik misterius, membelakangi Kise.
Aomine mengacungkan jempol. Keduanya berbalik lagi menghadap si putri keraton kuning.
"Jadi, Kise." Aomine memulai, berdehem. "Kagami ini, dia punya promosi baru." Kagami mengangguk, mengiyakan. Kise memiringkan sumbu derajat kepalanya. "Katanya, dia laku di pasaran, tuh. Bahkan sampai diterima jadi pegawai tukang antar Pzza delivery buat nebus biaya UGD kamu."
"Oh…" Kise paham. "Sudah kuduga, Kagami-lovers itu sejenis pizza-ssu."
"Hehe, jadi sekarang kamu ngerti, kan Ki—PIZZA?! HAH?! APA!?"
(masih)Fans [Bagian 2]
Kagami mengetuk 'pintu', melepas 'sepatu', dan duduk di atas tatami. "Permisi. Anu, saya mau konsultasi, Mbah." Mengikuti alur permainan, mengikuti plot yang dipasang. Kagami Taiga, pasien pertama seorang dukun ternama datang untuk berobat.
Si Mbah yang diduga—dengan mudahnya—identitasnya sudah Kagami tahu, dan Kagami kenal betul. Ya, Si Mbah Kuroko Tetsuya. Beliau memasang jampi-jampi. Kendi berisi cairan warna-warni; diduga cat air bekas memandikan wristband Nijimura. Bunga mawar melati disebar sepanjang inchi meja kayu, sisanya disembur ke wajah Kagami.
"Hmm… gawat, ini gawat, Nak Kagami-kun."
"A-ada apa, Mbah?" Kagami begitu menghayati perannya, begitu masuk ke dalam perasaan kalut si Nak Kagami yang katanya dalam keaadan bahaya.
"Nak Kagami-kun sedang mengalami krisis asupan fans—apa saya benar?" Kuroko memejamkan matanya rapat, meraba-raba langit seolah meramal waktu.
"Mbah benar." Kagami lesu. "Apa yang sebaiknya saya lakukan?"
"Hmm… hmmm…" Kuroko menyodorkan gelas, matanya masih terpejam. "Entahlah, saya rasa mantranya tidak cukup kalau—"
Suara guyuran air kental sebagai latar belakang tambahan. Kuroko membuka satu kelopak mata. Langsung menarik balik gelas sodorannya saat tahu sudah diisikan susu kocok vanila—oleh Kagami.
"Ah, terang, terang." Kuroko menyeruput gelasnya. "Saya kira masa depan Anda sudah mulai terlihat—mantranya sukses."
Nggak beres, boleh deh kalau dukun sogokannya susu kocok begitu.
"Bagaimana dengan masa depan saya, Mbah? Saya harus apa?" Kagami mulai gemas; tidak sabaran.
"Pergilah ke arah barat daya. Menyusuri empat bukit bolak-balik. Lalu menghadap matahari terbenam. Disanalah, Nak Kagami-kun akan menemukan Dewa Fandom."
"Dewa Fandom, Mbah?"
Kuroko mengangguk. "Sembahlah beliau empat kali sehari. Mujarab, Nak Kagami-kun akan banyak fans."
Kagami langsung buru-buru pamit. "Terimakasih, Mbah. Terimakasih." Memakai 'sepatu', membuka 'pintu'. "Saya pergi dulu, Mbah. Terimakasih atas petuahnya."
"Sama-sama, Nak Kagami-kun. Hati-hatilah di jalan."
Kagami 'berjalan ke barat daya'. 'Menyusuri empat bukit bolak-balik'. Lalu 'menghadap matahari terbenam'.
"Ini ngapain sih~?" Murasakibara yang mau rehat di studio habis dari kantin, nongol dari balik pintu. Terheran-heran dengan segala properti tidak berkepentingan di ruangan itu. "Lagi pada main sitkom, ya?"
"Sssh." Midorima mendesis, menyuruh si titan masuk.
"Dewa Fandom!" Kagami bersabda. "Hamba butuh bantuanmu, muncullah dihadapan hamba!"
Dari balik 'matahari', dewa berparas psikopat, mata hetero, dan tinggi dibawah rata-rata muncul dengan angkuh. "Siapa kau?"
"Hamba Kagami. Kagami Taiga." Kagami meneruskan dialognya. "Hamba butuh kau sebagai naungan hamba, wahai Dewa Fandom."
Yang kita tahu, si Dewa Fandom, alias Akashi Seijuurou, membuang wajah dengan songongnya. "Sembah empat kali sehari, deal?"
"Hamba akan senantiasa… AAAAARRRRHHH NGGAK SUDI! MAU SAMPAI ADA DEWA FANDOM BENERAN KEK, NGGAK BAKAL SUDI NYEMBAH-NYEMBAH AKASHIIII!" Kagami overload. "Lupakan fans, lupakan drama murahan ini, jangan ungkit-ungkit, Kagami Taiga cuma pingin hidup tenang, TITIK."
"Hah?! Nantang kamu—sini maju kalau berani!" bermodalkan sebuah gunting, Akashi menjinjing baju lengan kanannya.
Ribut. Aomine dan Kise menahan Kagami. Midorima dan Murasakibara menahan Akashi.
Kuroko yang daritadi sudah selesai dengan 'peran'nya, santai saja menyeruput susu kocok sambil bersandar menonton adegan drama tambahan. Tajuknya "Pertarungan Berdarah Dewa Fandom dan Anak Terkutuk—and the gang" dan akan segera release di bioskop-bioskop terdekat.
Manga
Kagami bawa-bawa setumpuk manga ke studio. Sekejap, suasana studio langsung berubah jadi perpustakaan. Sunyi, senyap.
"Hiks." –dengan sangat tidak sopan, dipecah oleh suara janda perawan kuning. "Uuuh, ini sangat mengharukan-ssu."
"Murasakibara mengubah posisi tengkurap jadi telentang. Mengintip cover komik yang dipegang Kise. "Oh? Yang tentang masa lalu Teiko, ya~?"
"Masa lalu Teiko?" perihal yang punya komik belum membaca setuntas-tuntasnya, Kagami malah pingin tutup kuping tidak mau kena spoiler.
"Iya-ssu. Sedih banget, aku mau nangis rasanya." Kise mengambil selembar tisu. "Apalagi Kurokocchi nangis di endingnya, aduhhh… sesak dada ini-ssu."
Kuroko rolling eyes.
Aomine berdecak. "Alay, Kise."
"Tapi memang benar, kok." Akashi menutup komik bagiannya, fokus pada topik pembicaraan. "Aku suka volume itu—yang membahas masa lalu Teiko."
Kagami mencibir. "Iya, soalnya Akashi bakal dapat dialog segudang."
Ah, Akashi lupa mengantongi gunting hari ini. "Bukan cuma itu saja, Taiga."
"Kamu dapat peran protagonis?" Kagami menebak-nebak.
"Sejujurnya, aku lebih suka antagonis."
Klop. Kagami berdecak kagum.
"Hala, paling juga yang conversation—"
"Lebih tepatnya," Akashi memotong. "Aku suka volume itu karena sepanjang halamaaan…" memungut komik yang dimaksud, memijit tiap ujung lembaran. "Nggak ada alis ganda yang merusak pemandangan~" akhir kata, notes, Akashi tersenyum sadis.
Kagami bersumpah, setelah ini dia akan membuang volume itu—kalau perlu dibakar dulu sampai musnah.
Fanservice
Kalau proses pengeditan End Card—yang ditampilkan selepas lagu ending—sudah jatuh ke tangan kaum hawa; diketuai Alex, bersama editor profesional Momoi Satsuki dan kompor-komporan juragan Riko, para adam hanya bisa megap-megap pasrah. Pasalnya, sejak lagu ending zaman Start it Right Away sampai Fantastic Tune, End Card yang mengandung makna sempit bisa dihitung jari. Yang lain maknanya luas-luas berganda.
Di suatu episode, seminggu sebelum rilis. Kagami dengan cerdik menculik laptop Alex dari loker studio, membuat rapat kecil-kecilan. Dadakan mengumpulkan homo sapiens berdarah laki-laki di salah satu ruang staff.
"Tatsuya! Kamu kan pintar photoshop, sekali-sekali tolonglah kita ini. Editkan End Card yang sesuai asusila, Kek." Kagami nyerocos, dentuman keyboard beradu keras. Berusaha membuka gembok password latop Alex.
Yang lain manggut-manggut menanggapi.
"Sekali-kali kita harus menjatuhkan harga diri wanita juga. Himuro, buat End Card yang banyak mengandung unsur ceweknya!" Aomine usul, sesat.
"Bicara apa kamu, Ahomine?! Kita ini mau memusnahkan fanservis—bukan malah nambahin." Hyuga menjitak bakteri pengganggu konsentrasi.
Himuro Tatsuya jadi bingung sendiri di depan layar laptop. Melirik ke yang lain. "Jadinya bagaimana, nih? Buat yang gimana?"
"Yang simple saja, lah." Kuroko sumbang suara. "Kembang-kembang misalnya."
Kagami melotot. "Jijay, Kuroko."
"Ih.. Tetsuya cucok, deh cin."
"Pasang foto profilku aja!" Takao merengsek maju, pemantik ribut. "Solo ya, zoom yang besar! Dijamin episode minggu depan bakal langsung naik rating!"
Semuanya tutup kuping semasa sangkakala cempreng Takao bergema. Cambukan sekali dari si pawang unggas, Midorima, langsung membuat paruh Takao berhenti mencicit.
"Oke, oke." Himuro kembali fokus ke laptop. "Opini lain?"
"Udah cewek ajaa."
"Hilangkan fanservis, Aho!"
"Kembang-kembang, dibilangin."
"Foto profilkuuu~"
"Oi, oi! Jangan dorong-dorong!"
"Sini aku saja yang ngeditkaan."
"La-laptopnya nanti jatuh, nanti jatuh!"
"Oooi, jangan dorooong!"
"Cewek aja, cewek."
"Foto profilku, lhoo…"
"Kembang-kembang, nggak percaya banget sih."
"Fanservis garis keraas, Ahoo!"
"Heek! Sempit, Sialan! Aku ketindih, buset deh!"
Kagami pasang muka bego melihat setumpuk adam rebutan laptop di karpet ruang staff. Dia mematung berdiri di ujung. Keringat dingin waktu menangkap basah Alex berdiri di ambang pintu, dengan blitz kamera menyala-nyala. Wanita blasteran itu mengacungkan jempol pada Kagami.
"Sebenernya, aku bingung." Kagami bertopang dagu. "Kalian niatnya menghapus fanservis, atau justru niat bikin fanservis baru?"
Vakum
Kagami malas bangun pagi-pagi. Malas gosok gigi. Malas membantu ibu membersihkan tempat tidur. Dia duduk termenung di depan gedung rekaman persis orang susah.
"Loh? Kagami-kun?" Kuroko menemukan pemulung yang menggembel di tangga gedung rekaman. Sementara dia sibuk memelintir ponsel. "Ngapain di sini? Bukannya kita semua lagi vakum nungguin season 3?"
Kagami melenguh. "Ah, hampa rasanya hidup ini kalau harus menunggu sampai karatan."
"Ya cari melodi lain yang bisa mengisi kehampaan itu, dong." Ceilah, bahasamu.
"Melodi apa itu? Telinga ini sudah cukup tuli—hanya ditakdirkan untuk mendengar melodi basket aja."
"Jangan sok puitis." Kuroko, padahal kamu yang tadi mengawali, Nak. "Daripada karatan nungguin vakum basket, aku nambah pemasukan fandom."
"Penghianat!" Kagami berjengit. "Fandom apa yang kamu taksir?"
"Hai****." Kuroko menyodorkan manganya ke Kagami. "Keren, loh. Ada istilah yang hampir-hampir mirip dengan pemain sebagai 'cahaya' dan 'bayangan' juga."
Kagami membolak-balik halaman komik yang sudah lungset kebanyakan dibaca itu. Memandang Kuroko heran. "Oh, ya? Mereka kaya gimana—dibanding kita?"
"Lumayan, lah." Asumsikan Kuroko sedang membandingkan 'bayangan' Kuro*** dan 'bayangan' Hai****. "Menurutku, bayangannya sama-sama keren. Sama-sama putih, kece, dan full of pride. Bonus poin plus untukku yang enggak ada di dia; aku unyu dan dia enggak."
Komik ditangan Kagami angkat sampai sejajar dengan wajah Kuroko. Melihat bergantian antara Kuroko dan tokoh gambar Kageyama To*** di halaman komik. "Hmmm…"
Kuroko melanjutkan lagi. "Kalau 'cahaya'nya, ah, kupikir beda. Beda banget."
Kagami buru-buru mengganti halaman lain, menyuruh Kuroko memegangi komiknya di halaman yang melukiskan wajah Hinata Sho**. Kagami jongkok di depan komik; becermin.
"Beda, kan? Dia mungil, gesit, imut-imut, gemesin. Ah, pokonya beda banget, lah." Kuroko mengantongi komiknya lagi begitu Kagami selesai memasang raut syok. "Lain kali Kagami-kun harus lihat animenya, ya. Aku duluan!"
Tidak, terimakasih. Kagami akan dengan bersabar menunggu season 3 sampai karatan saja kalau begitu ceritanya.
Event
AkaFest.
Sebuah event yang menuang banyak kontroversi perihal tajuk yang tercantum. Khususnya kontroversi hati Kagami Taiga.
"Sudah, sudah, Kagamicchi… jangan kaya mayat hidup gitu-ssu. Serem."
"Gimana enggak, Kise…" Kagami mengepul nyawa, seluruh badannya lemas tak berdaya. "Polling yang kemarin itu benar-benar menohok jantung, tahu ngga?"
"Iya juga, sih." Momoi menghampiri, selesai dengan riasan make-up pemain lainnya. "Padahal judul dan pemeran utamanya saja nggak kesampaian dibuat tajuk event. Popularitas Akashi-kun benar-benar diluar akal sehat."
Kali ini Kuroko yang pundung, hilang semangat dengar komentar Momoi.
"Apa sih rahasianya?" pertanyaan itu membuat hening satu ruangan OFF AIR.
Kagami berkedip, menoleh ke sumber suara. Furihata Kouki.
Iya, benar.
Apa rahasianya?
"Apa ya, rahasia kepopuleritasan seorang Akashi Seijuurou?"
Ganteng? Ah, kalau masalah ganteng sih, bukan cuma Akashi seorang yang punya.
Kaya? Midorima juga kaya, tapi nggak popular amat tuh.
Sadis? Apa Hanamiya Makoto kurang sadis bagi penonton?
Pintar? Aida Riko itu ranking pararel seangkatan.
"Mata hetero." Kuroko ngasal. Tapi memberi ilham Kagami untuk melanjutkan monolognya yang sudah buntu diujung jalan.
"Itu dia! Mata hetero!" Kagami mendobrak kursi, mengacak-acak loker meja rias. "Itu rahasia Akashi, gampang amat! KagaFast bakal jadi kenyataan!" tawa Kagami menggelegar.
"KagaFast?" Kuroko berbalik, selesai dengan riasannya. "Maaf saja, Kagami-kun. KuroFest yang duluan."
"KiseFest-ssu!" Kise nyelonong. "Aku sudah tahu rahasia Akashicchi!"
"Nama MidoFest jauh lebih mudah didengar, nanodayo."
Salon dalam ruangan berdering. "Kuroko Tetsuya, Kagami Taiga, Kise Ryouta, Midorima Shintarou—harap bersiap di belakang stage mengisi sesi wawancara dengan Akashi Seijuurou."
Akashi yang sudah sejak awal tadi diatas panggung, bersiap menyingkap tirai. "Yak, ini dia guest kita kali ini!"
Dari kiri, berjajar Kuroko, Kagami, Kise, dan Midorima berkemeja rapi.
Bermata hetero—kontak lens.
Dan Akashi sukses keselek mik.
Season 3
Episode semakin berujung pada titik puncak, kembali tayangnya anime Kuro*** di season yang ke 3 berarti uang jajan bulanan Kagami bakal tambah merosot.
Habis dipakai menyewa pulau kosong buat ulang tahun Akashi desember kemarin, beli kaos kaki baru buat tahun baruan, belum termasuk dana sisipan yang harus di tabungnya buat topangan kado Kuroko yang tambah usia bulan lalu. Dan sekarang dia harus rela beberapa lembar yen lagi untuk bentuk promosi.
Ini sebenarnya agenda kecil-kecilan Kagami—yang lain cuma numpang tanda tangan, persis kalau kita numpang nomor absen di tugas makalah kelompok. Demi mendongkrak rating dan popularitas, secara terselubung dan unofficial, Kagami keliling lampu merah. Membagikan selebaran pamflet. Isinya begini, nih.
Anime kesayangan Anda kembali sudah tayang kembali:v ! Horrayyy *emot party*
Sudah pada tahu belum?
Cek kembali channel TV Anda, Gan. Dan lihat siapa cowok-cowok kece yang siap hadir di layar TV kalian—khususnya, notice yang cowok cool abis semir merah Seirin, dijamin bikin klepek-klepek.
Info lebih lanjut, add nomor di bawah ini :
082xxxxxxxxxxxxx
Atau
kagami-lovers10
Thank You, Guys~
Secara hina dina, Kagami menemukan pamflet itu berserakan di jalan. Syok. Baru beberapa menit yang lalu dia selesai membagikan, dan si pamflet sudah main gelimpangan di jalanan?
Kagami melihat sekeliling. Ada yang ganjal. Terutama saat lihat terlalu banyak orang berlalu-lalang sambil membopong-bopong kertas lain—warna-warni pula.
"Mbak, Mbak." Kagami menoel salah satunya. "Boleh lihat pamfletnya?"
Dia punya banyak. "Ini aja, deh. Nih, nih. Yang lainnya mau aku pakai buat bungkus gorengan." Dari total tiga kertas, Kagami dikasih satu. Tulisannya,
Dipucuk pantai mentari senja,
Kalau pun hilang aku tetap sayang.
Anime Kuro*** tiga,
Sudah tayang.
Mau belajar lebih banyak sastra menggelitik kaya gini?
Hubungi : 02xxxxxxxxxxx
Di perempatan, waktu berhenti.
Kagami datang dari barat. Pamflet merah.
Izuki dari selatan. Pamflet putih.
Hyuuga dari utara. Pamflet oranye.
Riko datang dari timur. Pamflet kuning.
"Kalian ngapain disini, haaaah?!" dia kira bantuan pelaku sebar pamflet yang turun langsung ke lapangan bakalan Akashi, Kek. Atau Kuroko. Atau setidaknya, Kise, Midorima, Aomine, Takao lah minimal. Kan Kagami jadi hopeless dengan kesuksesan season 3 kalau yang 'jualan' levelnya jauh di dasar kata mutu begini.
"Siapa yang kau bilang nggak mutu, hah?"
END
Mas-mas itu seiyuunya memang keceh-keceh dan gokil-gokil. Ngakak berat pas lihat behind the scene-nya mereka waktu rekaman atau bawa acara radioXD
Thanks for reading, mind to review?
