Unrequited
By Narchambault
Kyo Kara Maoh! belongs to Temari Matsumoto & Tomo Takabayashi
Usiamu masih sangat muda untuk usia mazoku.
Tidak ada yang dapat memungkiri bahwa kamu adalah anak yang sangat manis dan tampan. Kedua pipi merahmu seakan memohon untuk dicubiti. Mata coklat keemasanmu merefleksikan indah paras wajahmu di masa depan nanti—oh, betapa kamu akan menjadi seorang heartbreaker saat kau dewasa.
Ibumu sangat memanjakanmu saat itu—sebelum adik kecilmu, Wolfram, lahir—tapi mengingat kesibukannya sebagai seorang Maou, kamu jarang sekali dapat menghabiskan waktu bersamanya, walaupun kamu tahu, setiap malam, Sang Ratu selalu datang ke kamar tidurmu dan mengecup keningmu lembut.
Kamu sangat sedih ketika ibumu tengah bermain denganmu, tiba-tiba pamanmu, Stoffel, masuk dan merebut ibumu. Tak lupa, tatapan sinis dari pamanmu yang memandang rendah dirimu yang notabene halfhuman.
Saat itu, kamu masih sangat muda. Ibumu tidak mengizinkanmu pergi keluar istana sehingga kamu tidak memiliki teman bermain—mungkin ada satu atau dua, anak-anak para bangsawan.
Jadi, kau pergi ke kakakmu.
"Aku sibuk, Conrad, mungkin lain waktu." Gwendal, kakakmu, memijit pelipisnya pelan seraya mengetukkan pena miliknya diatas buku pelajarannya. Gwendal masih duduk manis di atas kursi belajarnya, sementara kamu berdiri disampingnya, tidak diperhatikan.
Kamu merengut.
"Aniue… kamu tidak pernah menemaniku bermain! Aku sangaaaat kesepian! Bisakah Aniue sibuknya nanti saja?" Kamu memohon. Kedua matamu sengaja dibesar-besarkan. Sekarang kamu terlihat seperti anak anjing lucu yang memohon agar dipelihara.
Mengingat Gwendal sangat lemah dengan hal-hal imut seperti kamu, ia menghela napas.
"Aku tidak bisa meninggalkan tugas-tugasku, tapi kau boleh menemaniku disini." Ujar Gwendal. Kamu tersenyum tipis.
"Aniue mengerjakan apa, sih?" Tanyamu, berjinjit agar dapat melihat apa yang kakakmu kerjakan. Kedua tangan mungilmu menahan tubuhmu agar tidak terjatuh. Gwendal tersenyum tipis.
"Beberapa hal tentang maryoku dan majutsu." Jawabnya singkat. Wajahmu seketika menjadi sangat penasaran dan tertarik. Kamu memandang wajah kakakmu yang terlihat letih dengan kedua bola mata coklatmu.
"Apa itu, Aniue?"
Gwendal tampak berpikir sejenak, "Hmmm… sesuatu yang Hahaue gunakan saat menghakimi para penjahat itu, Conrad. Kau tahu, sejenis api yang mematuhi Hahaue itu." Jelas Gwendal. Senyummu semakin berkembang. Tiba-tiba kamu mengingat ibumu pernah menunjukkan sulap api yang membuatmu terkesima dan menepuk tanganmu seraya tertawa senang.
"Keren sekali! Apakah Aniue akan melakukan seperti yang Hahaue lakukan? Apakah Aniue akan membasmi penjahat-penjahat yang mau menyerang istana? Apakah Aniue akan melindungiku dengan itu?" Tanyamu bertubi-tubi. Gwendal menggeleng-gelengkan kepalanya seraya tertawa kecil. Ia meletakkan tangannya diatas kepalamu, kemudian mengelusnya lembut.
"Mungkin berbeda dengan Hahaue, Conrad."
"Tapi itu keren sekali! Maukah Aniue mengajarkanku nanti? Kumohon, kumohon, kumohon!" pintamu seraya meletakkan kedua tanganmu diatas lutut kakakmu, memasang kedua mata itu lagi—membuat Gwendal meneguk ludahnya. Wajahnya seketika berubah drastis, kamu dapat melihat itu, namun tidak tahu apa yang ia fikirkan.
"… Tentu saja, Conrad. Kau akan menjadi prajurit yang gagah berani suatu hari nanti." Katanya. Kamu tersenyum puas dengan jawaban kakakmu. Kamu pun memeluk kakakmu riang.
Tiba-tiba, kamu mendengar suara ibumu meneriakkan nama kakakmu dari luar—kemudian mendobrak pintu ruang belajar kakakmu.
"Gweeen!"
Gwendal melepaskan pelukannya dan segera berdiri dari posisinya semula. Kamu memasang wajah bingung, masih mencengkram celana kakakmu yang lebih tinggi darimu. Gwendal meraih tanganmu dan menggandengnya untuk mendekat ke arah ibu kalian.
Lady Celi segera merangkul kakakmu—yang saat itu masih lebih pendek dari ibumu—dengan wajah ceria. Kakakmu menghela napas malas.
"Lord von Karbelnikoff disini, Gwen!"
Kamu dan kakakmu mengedipkan mata bingung. Kakakmu memijit keningnya perlahan. Tampaknya Gwendal banyak pikiran akhir-akhir ini, walaupun masih muda, tampak kerutan disana dan disini.
Tanpa aba-aba, Gwendal melepaskan genggaman tangannya darimu, dan bergegas keluar dari ruangan. Kamu memasang wajah kebingungan, kemudian mendongakkan kepalamu dan mendapati ibumu sedang tersenyum manis padamu.
"Conrad, kau juga, ganti pakaianmu, ya." Ujarnya. Kamu tersenyum manis dan mengangguk dengan semangat. Kamu menarik tangan ibumu dengan semangat, membuatnya tertawa kecil.
"Hahaue, siapa itu Lord von Krebeliko?" tanyamu polos, masih menggenggam tangan ibumu yang menuntunmu berjalan di lorong istana. Ibumu tampak sangat cantik dengan gaun merah marun yang mengembang di bagian bawahnya, sepatu high heels hitam, lipstick merah merona dan rambut pirangnya yang tertata rapi. Kamu pun begitu menawan, dengan tuxedo biru donker dan dasi kupu-kupu yang membuatmu terkesan sebagai pangeran kecil yang sangat lucu. Kamu selalu ingin tersenyum ketika memandang paras ibumu yang sangat cantik. Namun begitu, kamu tetap merasa tidak nyaman akan kehadiran butler kerajaan di belakangmu.
Lady Celi tertawa kecil, "Lord von Karbelnikoff, sayang, dia adalah salah satu Lord dari kesepuluh aristokrat di Shin Makoku. Beliau sangatlah manis, maksudku, ia sering membawa buah tangan dari kerajaannya yang unik. Belum lagi, beliau selalu mendukungku dan memberiku nasihat yang baik sebagai seorang Ratu." Jelas Celi panjang lebar. Kamu hanya memandangnya bingung, tidak mengerti apa yang ibumu bicarakan. Namun begitu, kamu tetap menganggukan kepalamu dan tersenyum.
Ibumu mengeratkan genggamannya pada tanganmu ketika kalian sampai pada tangga istana, dan menuntunmu turun perlahan.
"Ah, Lady Celi!" kamu mendengar seruan pria memanggil nama ibumu. Kedua matamu tertuju pada seorang pria tinggi, bertubuh tegap, karismatik, memiliki dagu runcing, dan rambut merah muda.
"Lord Mikolaj(*)!" ibumu mempercepat langkahnya, membuat kamu harus tergesa-gesa pula menuruni anak tangga, dan berusaha semaksimal mungkin untuk menjaga keseimbanganmu. Lord von Karbelnikoff meraih tangan ibumu dan mencium punggung tangannya. Kamu mengernyit jijik. Ah, seharusnya kamu tahu bahwa sudah seharusnya seorang pria menghormati wanita dengan mencium punggung tangannya, Conrad.
Kemudian kamu terjebak diantara reuni membosankan orang dewasa. Lord Mikolaj sesekali mengelus kepalamu seraya mencubiti pipimu, memuji-muji betapa tampannya dirimu dan oh, bagaimana kamu akan menjadi Kapten dari pasukan tentara Shin Makoku kelak. Seorang pangeran dengan karisma dan wibawa yang tinggi, dan tentu saja—pencuri hati wanita-wanita bangsawan di Shin Makoku.
Tampaknya, Lord von Karbelnikoff adalah orang yang baik. Bagaimana tidak, dia samasekali tidak memandangmu sebagai anak dari Dan Hiri Weller—seorang manusia—justru memandangmu sebagai putra dari Maou yang menggemaskan yang kelak akan menjadi seorang pemimpin.
"Aku tidak melihat Gwendal. Dimana dia?" Tanyanya.
Dengan semangat, kamu menjawab, "Aniue sedang berganti di kamarnya! Dia ingin terlihat tampan!" serumu semangat. Mikolaj tertawa kecil, kemudian mengelus kepalamu lembut.
Lady Celi menepuk pundakmu lembut seraya tersenyum, kemudian kembali memandang lawan bicaranya.
"Anissina ikut?"
Kamu mendongakkan kepalamu untuk menatap ibumu. Nama itu terdengar asing bagi telingamu. Kamu bertanya-tanya, apakah 'Anissina' adalah anak sebayanya yang dapat menjadi teman bermainnya? Jantungmu tiba-tiba berdegup kencang, sangat bersemangat dan senang jikalau hal itu benar adanya. Kamu sudah memikirkan permainan-permainan yang mungkin akan kamu mainkan bersama teman barumu itu.
Kemudian, kamu melihat Lord Mikolaj mengangguk.
"Ya, dia sedang ke toilet—ah, itu dia! Anissina!"
Kamu langsung memusatkan perhatianmu pada seorang gadis—yang ternyata, lebih besar dan lebih tua darimu—yang dikawal oleh seorang butler.
Kedua matamu terbelalak lebar.
Untuk mazoku seusiamu, sangatlah natural untuk menilai penampilan seseorang itu cantik atau tampan. Dan apa yang kamu lihat sekarang, kamu bagai melihat bidadari cantik yang biasa kamu impikan ketika ibumu membacakanmu dongeng sebelum tidur—ah, atau seorang putri cantik yang pandai bernyanyi, anggun, dan penyayang, yang selalu kamu impikan ketika kamu berkhayal menjadi ksatria hebat yang suatu ketika menyelamatkan putri cantik dan menikahinya, dan hidup bahagia selamanya. Jantungmu berdegup kencang saat melihat kedua mata sapphire-nya yang mengingatkanmu pada lautan luas, dimana kamu tidak keberatan jika kamu tenggelam di dalamnya.
Parasnya cantik, dan betapa kamu tidak menyadari bahwa sedari tadi kamu hanya memandanginya, tidak mempedulikan apa yang ibumu dan ayahnya bicarakan.
"… Conrad?"
Akhirnya, kamu tersadar dari lamunanmu.
"Mmmm hmmm?"
"Jadilah anak manis dan perkenalkanlah dirimu, sayang." Ujar ibumu. Conrad mengedipkan matanya berkali-kali, kedua matanya tertuju kembali pada Anissina. Kamu menegakkan posisi berdirimu, kemudian kamu membungkukkan tubuhmu sedikit untuk memberi hormat.
"Aku Conrad Weller, putra kedua Maou ke 26, Lady Cecilie von Spitzberg." Menghilangkan rasa gugupmu, kamu memperkenalkan dirimu.
"Halo, Conrad. Aku Anissina," ia tersenyum.
Kamu langsung tersenyum ketika mendengar suara lembutnya, seperti ketika kamu tersenyum di pagi hari ketika mendengar suara kicauan burung yang senantiasa menyapamu dan bernyanyi untukmu.
Kemudian kamu merasakan tangan lembut mengelus kepalamu.
"Kau mau kembali ke kamarmu, sayang?" Tanya ibumu. Dengan cepat, kamu menggelengkan kepalamu mantap.
"Aku mau ikut Hahaue…" jawabmu, beralasan. Tentu saja kamu ingin berlama-lama bersama gadis cantik ini, 'kan, Conrad?
Kamu mendengar tawa kecil dari Anissina. Kamu mendongakkan kepalamu dan menatapnya bingung. Ah, betapa cantiknya senyumannya.
"Conrad, kau adik Gwendal, 'kan? Kenapa kau begitu menggemaskan? Aku tidak tahu Gwendal mempunyai adik yang lucu—ah, apa aku sudah lama tidak berjumpa dengannya, ya?"
Kamu langsung tersenyum.
Baru saja kamu akan membuka mulutmu untuk menjawab, tiba-tiba, suara langkah kaki berat terdengar di belakangmu, kemudian memanggil nama gadis itu.
"Anissina,"
Ah, itu kakakmu, Conrad. Dengan setelan yang rapi, tuxedo hijau dan celana hitam dan sepatu boots yang tampak berat. Wajahnya tidak terbaca, tidak senang, tidak pun 'kecewa'. Tidak ada ekspresi, seperti biasanya.
"Gwendaaal!"
Kamu terkejut ketika gadis itu berlari melewatimu, dan langsung memeluk kakakmu, erat.
"Ih, apa-apaan sih…" kakakmu menggerutu, berusaha melepaskan pelukan gadis itu darinya. Kamu langsung mengernyitkan dahimu. Ah, betapa bodoh kakakmu itu, ya, Conrad? Kamu berpikir, jika gadis itu memelukmu, tentu saja kamu akan terus mendekapnya seperti itu.
"Tidakkah kau rindu padaku, Gwendal? Sudah lama kita tidak bermain bersama! Kau punya adik kecil yang lucu, ya! Pantas saja kau terlihat melemah," goda Anissina. Gwendal mengernyitkan dahinya. Dengan sekali gerakan, kakakmu akhirnya bisa melepaskan pelukan gadis itu darinya. Wajahnya kesal, sekaligus memerah.
"Aku hanya bercanda, Tuan Sensitif. Ah, lupakan itu! Ayo kita ke taman!"
Tidak menunggu jawaban kakakmu, Anissina langsung menarik tangan kakakmu dan menariknya menuju taman, berlari bersama. Kamu bisa mendengar nada kesal kakakmu menggerutu. Ah, bahkan ia belum sempat menyapa Lord von Karbelnikoff.
Namun tampaknya, Lord Mikolaj dan ibunya senang.
"Selalu saja begini, ya, sejak mereka masih kanak-kanak," ujar Lord Mikolaj, yang disusul anggukan setuju dari ibumu.
"Ya… semenjak ayahnya tidak ada, Gwendal menjadi anak yang sangat pendiam. Aku senang dia memiliki Anissina sebagai sahabatnya. Aku bisa melihat kebahagiaan dari mata Gwendal, walaupun ia jarang menunjukkannya lewat wajahnya yang selalu merengut itu," canda Celi, membuat mereka berdua tertawa.
Kamu sedari tadi tidak bisa berkonsentrasi. Kamu terus melirik ke arah kemana kakakmu dan gadis itu pergi. Tidak berpikir panjang lagi, kamu melangkahkan kaki-kaki kecilmu menjauh dari dua orang dewasa itu, dan berlari-lari kecil menyusul mereka berdua. Kamu dapat mendengar seruan ibumu memanggil namamu, namun yang kamu pikirkan saat ini adalah gadis itu—teman kakakmu yang manis.
"Kamu curang!"
Kamu mendengar suara gadis berteriak kesal. Sesampainya kamu di taman bunga milik ibumu, kamu langsung melihat sosok kakakmu dengan gadis cantikmu yang tengah menggenggam masing-masing satu buah replika pedang berbahan kayu. Kakakmu tampak bosan menatap gadis itu, dan wajahnya terlihat lelah. Sementara Anissina masih sangat bersemangat, menunjuk kakakmu dengan telunjuknya, mengatakan bahwa ia curang—entah curang dalam segi apa—tapi kamu segera mengetahuinya ketika ia kembali berbicara,
"Kau menggunakan maryoku barusan, 'kan?! Kamu curang, Gwendal! Aku 'kan belum belajar cara menggunakan maryoku!" seru Anissina kesal. Mata sapphirenya menatap kedua mata biru Gwendal. Gwendal memutar bola matanya.
Kamu terus memandangi teman kakakmu itu, bagaimana dirinya sangat cantik di tengah padang rerumputan taman ibumu, dengan bunga berwarna-warni yang mengelilingi mereka berdua. Sinar matahari mempercantik parasnya, kedua matanya tampak bersinar dari mana kamu melihatnya.
Kamu langsung menghampiri mereka berdua—atau tepatnya, teman kakakmu saja.
"Aniue!" Ah, Conrad, kamu sebenarnya mau memanggil siapa, sih?
Keduanya menoleh kearahmu. Tapi kamu hanya memfokuskan pandanganmu pada gadis didepan kakakmu itu. Yah, memang beginilah kamu, terlalu polos. Gwendal melempar pedangnya ke atas rerumputan, kemudian menyilangkan kedua tangannya didepan dadanya. Kamu menarik-narik celana kakakmu pelan, menyuruhnya untuk menunduk, menyamakan tingginya denganmu—yang segera dilakukan oleh kakakmu. Kamu kembali memasang wajah puppy face.
"Bolehkah aku ikut bermain dengan aniue?" pintamu. Tanpa berpikir panjang, Gwendal menepuk pundakmu, dan menarik tanganmu—kemudian satu tangannya lagi digunakan untuk menarik tangan gadis disampingnya—dan kemudian meletakkan tanganmu di genggaman gadis itu. Oh, betapa merah dan panas wajahmu saat itu. Detak jantungmu tidak beraturan, bertambah cepat dua kali lipat dari sebelumnya.
"Bermainlah dengan adikku, Anissina, aku sibuk, sampai nanti."
Kakakmu mengacak-acak rambutmu yang sudah acak-acakan itu, kemudian dengan tergesa-gesa meninggalkan kalian berdua. Ya, hanya berdua saja, di padang bunga indah ini, bersama teman kakakmu yang sangat cantik itu—tidak lupa, tanganmu yang masih berada di genggamannya.
"GWENDAAAL! Tch, anak itu! Anak laki-laki benar-benar menyebalkan!" gerutunya, dahinya mengerut kesal. Kamu tidak berkata apa-apa, terlalu banyak yang ingin kamu sampaikan—seperti, 'Kakak, kamu sangat cantik, maukah kau menikah denganku jika aku sudah besar nanti?', tapi tentu saja tidak mungkin.
"Eh, Conrad, 'kan?" tanyanya, menggumamkan namamu santai, namun membuatmu deg-degan setengah mati.
"I-iya…"
"Kau bisa bertahan tinggal satu rumah dengannya?" Tanya Anissina, menunjuk ke arah kemana Gwendal pergi. Kamu, yang ditanya, malahan bingung. Seharian ini kamu seringkali bingung, Conrad.
Anissina mendengus, melepaskan tanganmu dari genggamannya—membuatmu sedikit kecewa—kemudian meraih pedang kayu yang semula digunakan oleh kakakmu itu. Anissina mengulurkan pedang itu padamu,
"Sekarang, Conrad, aku ingin melihat kemampuanmu. Pasti kau lebih handal daripada kakakmu yang sombong itu!"
Mendengar kalimat penyemangat seperti itu, kamu tersenyum, dan langsung mengambil pedang itu.
Kalian berdua memasang kuda-kuda sebelum memulai pertandingan kalian.
Kemudian,
Anissina membantaimu habis-habisan.
Napasmu langsung tersengal-sengal di pertandingan ketiga—dimana kamu dikalahkan ketiga kalinya oleh seorang gadis. Anissina mengernyitkan dahinya,
"Conrad, aku yakin, sebagai putra Maou, kamu pasti berbakat dalam seni pedang. Tapi kurasa, kamu jarang berlatih, ya? Ayolah, Conrad! Jika kau ingin menjadi prajurit yang gagah berani, kau harus berlatih walaupun usiamu masih—berapa? Dua puluh tahun? 25?"
"28…" gumammu, masih dengan napas seperti itu. Anissina menjentikkan jarinya dan menunjukmu,
"Ya, itu. Conrad, kakakmu itu sudah terpengaruh menjadi laki-laki yang bodoh, memandang rendah wanita, dan sangat angkuh. Sebelum terlanjur, sebagai calon pewaris tahta von Karbelnikoff, aku mengingatkanmu, jangan menjadi laki-laki seperti kakakmu! Kau harus lebih baik lagi, memiliki attitude seorang gentleman, namun tidak angkuh seperti kakakmu yang bodoh dan suka curang itu!" Anissina menggerutu. Kamu masih mendengarkan, seraya mengangguk-anggukan kepalamu polos.
"… dan Conrad, aku ingin kau menjadi ahli seni pedang paling hebat di Shin Makoku, dan menjadi swordman pengawal Maou—ibumu—yang paling terhormat se-Shin Makoku! Jadi, sekarang setiap aku berkunjung ke Blood Pledge Castle, kau harus sudah berkembang dan mengalahkanku, ya!"
Ah, gadis ini sok kenal sekali…
Tapi kamu bukannya terganggu, malahan kamu tersenyum bahagia—tampak termotivasi dengan ucapannya walaupun terdengar asal bunyi saja. Wajahmu masih memerah seperti pertama kali kamu melihatnya masuk ke dalam istana.
Kamu mengangguk.
"Aku mengerti, Lady Anissina!"
Kemudian, Anissina tertawa lepas, dan mencubit pelan pipimu. Tanpa kata perpisahan, ia meninggalkanmu, masuk ke istana—mungkin menyusul kakakmu—tapi perlakuannya tadi sukses membuatmu salah tingkah.
Sejak saat itu, kamu selalu berlatih dengan pedangmu—hingga kamu selalu tertinggal dongeng sebelum tidur yang biasa ibumu bacakan untukmu.
Kamu pun menjadi anak terpintar di kelas seni pedangmu.
Tapi hal itu tidak sepadan dengan ketika Anissina datang kembali, dan langsung memelukmu bahagia.
Gadis itu cantik… gadis tercantik yang pernah kulihat. Aku tidak mengerti 'cinta' yang dimaksudkan ibu ketika ibu bertemu dengan Lord von Bielefeld. Tapi kurasa, aku menyukainya…
To Be Continued
.
.
(*) Saya tidak tahu nama pasti ayah dari Anissina, jadi Mikolaj itu bisa dibilang karakter buatan sendiri di fic ini, hehe.
a/n : Wah, akhirnya menulis fanfic lagi, dan saya memilih fandom KKM sebagai fandom yang saya buatkan fic untuk pertama kali setelah sekian abad tidak menulis fic! Lagi ujian banyak gini, author tiba-tiba kefikiran bikin fic (yang nantinya) bergenre Angst ini, jadi aku tak tahan menulisnya (?) #AuthorMenelantarkanFicNaruto #DiamukReaders #MaafinAku #DisiniKadangSayaMerasaLelah
Btw, ini fic dengan pairing GwendalxAnissina, tapi ConradxAnissina jugasi(?) ah tapi gitudeh..(?) *Kamu Kenapa, thor*
Yak, there are more chapters to go, but, should I keep it or delete it?
Reviews are always welcome!:D
-Narchambault,
