LA PETITE MORT

Original Story : Carcinogenia

Translation : whirlwindseu (inayasalsa)

Okay, first of all thanks to Carcinogenia-nim atas izinnya buat nulis terjemahan Indonesia La Petite Mort. Fanficnya kece banget, diksinya bagus meski beberapa agak sulit dipahami tapi ya…itulah indahnya sastra*uhuk* Aku udah janji buat nerjemahin ff ini sepersis mungkin, tapi karena bahasa Inggris terkadang gak bisa diterjemahkan secara mentah mentah ke bahasa Indonesia, tetap ada kalimat yang aku terjemahkan agak beda dari versi asli Inggrisnya. Tapi aku janji, itu TIDAK AKAN mengubah alur maupun isi cerita dan aku juga GAK BAKAL nambahin atau ngurangin di INA Trans ini.

Ok then, happy reading guys!

P.S : Story fully belongs to Carcinogenia, I just own the translation. NO COPY CAT even for the translated one, please.

ENJOY.

DESCRIPTION

Luhan tak dapat mengatakan bahwa segalanya yang ia lihat adalah nyata.

Sehun tak bisa mengatakan pada Luhan bahwa sebenarnya ia bukanlah seorang teman khayalan.

.

.

1. INUTILE ET INDISPENSABLE (Berguna dan Sangat Dibutuhkan)

Kehidupan Luhan ibarat segudang suara dan pilihan-pilihan yang tidak sepenuhnya milik ia sendiri.

Ketika seorang siswa teladan yang bisa menyesuaikan diri dengan baik di sebuah sekolah swasta memutuskan bahwa bunuh diri adalah pilihan yang baik, orang-orang berasumsi bahwa itu adalah pilihan terburuk yang pernah mereka buat. Luhan, bagaimanapun, tidak bisa tidak setuju lebih jauh. Bunuh diri adalah sebuah putusan yang ia ambil yang memang sebenarnya adalah pilihannya. Itu adalah satu-satunya hal yang pada akhirnya bisa ia lakukan untuk dirinya sendiri.

Orang-orang kerap kali menganggap bunuh diri adalah tindakan egois, namun di matanya, yang egois adalah mereka –orang-orang. Mereka tidak ingin mendengarkan apa yang ingin kau katakan, tetapi ketika kau mati itu mereka bertindak seolah dulu mereka tak pernah berhenti menanyakan apa yang kau rasakan. Itu hanyalah sebuah permainan yang berdasar atas kesalahan dan menyalahkan, tapi itu tidak akan berhenti.

Luhan bisa saja mengatakan padamu tentang 21 digit pertama dari nilai bilangan phi. Dia bisa membacakan Shakespeare persis seperti ia membaca dari naskah. Dia tidak pernah keluar rumah sampai malam, dan ia menjalani kehidupan sosialnya dengan sangat seimbang. Itu adalah jawaban yang orang lain akan berikan padamu andai kau bertanya pada mereka tentang Xiao Luhan.

Bagaimanapun, jika kau bertanya pada Luhan tentang dirinya, ia hanya akan menjawabmu dengan tiga hal berikut ini:

Dia tidak yakin sepenuhnya bahwa segala hal yang ia lihat adalah berupa kenyataan.

Meskipun banyak memar dan goresan menghiasi tubuhnya, sebenarnya ia tidak pernah melukai dirinya sendiri.

Ia hendak menginjak 18 tahun dan ia masih mempunyai seorang teman khayalan.

Dia akan menjawab dengan tiga hal di atas seandainya mereka bertanya, tetapi tidak ada yang pernah melakukannya.

Jadi, pada malam ulang tahunnya yang ke-18 dengan membawa novel Jane Austin dan segenggam vicodin, Luhan dari sekolah asrama Westerbury bunuh diri.

.

.

12 JANUARI 2015 (97 HARI SEBELUM KEMATIAN)

"Luhan, jika kau tetap tidak tidur, aku bersumpah aku akan tidur di lantai."

"Mengapa juga kau butuh tidur?"

"Tanyakan itu pada dirimu sendiri. Kaulah yang menciptakanku."

"Mungkin seharusnya aku batal menciptakanmu."

"Wow. Mencoba untuk membunuh seseorang yang bahkan hanya ada di pikiranmu. Kau benar-benar gila, bukan?"

Meskipun keadaan ruangan gelap gulita, Luhan tahu Sehun bisa melihat bibirnya yang cemberut. Mereka sudah melakukan percakapan tentang jangan-sebut-aku-gila berkali-kali dan meskipun Luhan tahu bahwa Sehun mengatakan itu hanya karena ia percaya dirinya seperti itu, itu membuat Luhan sedikit berpikir bahwa ia memang seperti itu –gila.

Ia merasakan tangan dingin Sehun melingkari pinggangnya dan sebuah dagu yang runcing menekan pucuk kepalanya.

"Kau terlalu banyak berpikir. Itu membuatku sakit kepala. Pergilah tidur." Nada suara Sehun yang bosan seperti biasanya terdengar selagi ia memberikan sebuah ciuman lembut pada puncak kepala Luhan sebelum melepaskan pelukannya dan beralih dari laki-laki yang lebih kecil. Ini bukan hal yang baru untuk Luhan. Setiap malam tanpa gagal, Sehun akan menjauh darinya. Jika ia memikirkan itu cukup lama, ia mungkin bisa menebak jenis internalisasi kebencian terhadap diri sendiri seperti apakah yang membuatnya mengabaikan diri sendiri dan menciptakan sesosok makhluk khayalan setiap malamnya. Tapi ia tidak ingin memikirkan itu. Momen di mana Sehun memeluknya atau memberikannya ciuman selamat malam, Luhan dapat meyakinkan dirinya sendiri bahwa Sehun adalah nyata; seseorang yang nyata dengan ketampanan luar biasa yang peduli padanya.

"Sehun, aku mencintaimu."

"Skizofrenia dan narsisme. Kita harus memperbaharui riwayatmu."

"Sehun…"

"Tidurlah, Luhan."

Itu tidak lama sampai Luhan jatuh tertidur dengan begitu cepat dan sebuah suara lembut mengatakan 'aku juga mencintaimu' dibisikkan pada telinga laki-laki yang lebih kecil.

.

.

.

Luhan terbangun dengan sebuah lengan yang berat menekan perutnya. Tidak perlu waktu lama untuk menebak bahwa itu mungkin adalah Sehun.

"Luhan, aku ada di pikiranmu. Aku tahu kau sudah bangun. Saatnya sekolah." Setiap hari tanpa gagal, Luhan selalu dibangunkan oleh Sehun. Entah itu sengaja atau tidak, Luhan selalu terbangun karena belaian Sehun pada baju tidurnya atau rambutnya.

Mengangkat tubuhnya yang penuh rasa sakit dari tempat tidur, ia berjalan menuju kamar mandi yang ada di kamarnya yang dulu pernah ia bagi. Ia memiliki seorang teman satu kamar sebelumnya, tetapi percakapan Luhan dengan Sehun yang bervariasi terlihat seperti dialog satu arah saja oleh orang lain, membuat teman sekamarnya yang bertutur lembut pergi dari Luhan. Joonmyeon adalah namanya.

Ritual sehari-hari yang wajib untuk Luhan adalah berdiri di depan cermin dan meneliti tubuhnya. Setiap pagi ia selalu terbangun dan mendapat memar atau luka yang berbeda. Dokter di sekolah berkata bahwa ia mengalami kondisi langka yang menyebabkannya mencakar dirinya sendiri saat malam hari. Bagaimanapun Luhan tahu itu tidak benar. Sebuah kamera perekam sederhana pernah dipasang untuk merekam apa yang terjadi di malam hari dan hasil rekaman itu menjelaskan pada Luhan bahwa pada kenyataannya dia sangat tenang saat tertidur. Luka baru hari ini adalah bekas tapak tangan berwarna merah terang di lehernya. Luka yang baru mulai membentuk sebuah bilur di kulit sensitifnya. Untungnya, luka itu hanyalah sebuah penampakannya saja, Luhan tidak merasakan sakit di area itu.

"Luka apa kali ini?" Suara Sehun mengejutkan Luhan dan memecah keheningan. Seharusnya Luhan sudah terbiasa dengan Sehun yang tiba-tiba berdiri tak terduga di sampingnya, tapi Luhan tidak pernah siap terutama ketika ia dalam keadaan setengah telanjang.

"Hanya bekas tapak tangan. Ini tidak sakit." Luhan menggerakkan jarinya melewati kulit pucat dan halusnya. Matanya tak pernah lepas dari refleksi wajah Sehun di cermin. Laki-laki yang lebih tinggi tampaknya bergeming setiap kali Luhan memperhatikan kulitnya yang terluka.

"Berapa usiamu, Sehun?"

"Berapapun yang kau mau."

"Baiklah. Kau cukup tua untuk kupanggil Sehunnie."

Sehun mengerutkan hidungnya tanda ia jijik. Refleksi dirinya yang tanpa cacat masih tetap tampan bahkan dengan tampangnya yang seperti itu

"Aku harap kau tidak pernah memanggilku dengan sebutan itu."

.

.

Berpakaian untuk beraktivitas hari ini berarti memakai celana ketat yang sama seperti yang ia kenakan setiap hari dan sebuah jaket yang bagian bahunya terasa empuk –jaket yang sama juga. Seragam sekolah dalam beberapa keadaan adalah solusi untuk ketidaktahuan atas apa yang akan dikenakan.

Ia menarik sebuah syal tebal dan mengalungkan di lehernya, bersiap untuk hari ini. Hanya 8 jam sampai segalanya akan kembali menjadi dia dan Sehun lagi.

Ia menoleh ke arah tempat tidur di mana Sehun berada. Lelaki yang tenang itu sedang berbaring dengan posisi terbalik –kaki di kepala ranjang –sementara ia membolak-balik majalah yang sudah Luhan baca.

"Luhan. Maafkan aku." Ucapan yang terrdengar tiba-tiba itu meruntuhkan pertahanan Luhan. Sehun tidak pernah menyatakan padanya selamat tinggal. Mereka telah saling memahami bahwa Sehun selalu di sini, dia hanya tidak akan keluar sampai mereka tinggal berdua saja.

"Maaf untuk apa?"

"Tidak ada. Hanya maafkan aku."

-TBC-

A/N : Just a short introduction. Other chapters will be longer. Leave a vote or comment for more chapters and faster updates!

T/N : Voila! Selesai satu chap. Gimana? Aku butuh kritik dan saran dari kalian. Chapter 2 udah selesai di translate, tapi belum tahu di publish apa enggak hehe. Itu tergantung minat kalian. Aku bakal pantau dari jumlah review, follow, dan favorite. Kalau gak mencukupi target mungkin aku bakal delete aja, sorry. Jadi jangan lupa review nya yaa. Dan kalau ada yang mau nanya2 atau minta link ff aslinya bisa pm aku ya ^^ See you.

520