Disclaimer : Konomi Takeshi
Pairing : Shishido/Ohtori
Scene : Yakiniku Battle setelah Shishido lari habis meminum Penal Tea. Really, that was my favourite Shishitori scene ever 8D
"Shishido-san?"
Aku sadar. Yang aku lakukan pertama kali adalah segera meringis akan rasa pedas yang tajam yang masih hinggap di lidahku. Apa namanya cairan itu tadi? Penal Tea? Ya Tuhan, tak akan pernah lagi aku mencobanya seumur hidupku. Puji Tuhan dan Dewa Shinto bahwa timku bukanlah Seigaku.
"Shishido-san…?"
Aku mengerjap, membuka mataku dan segera melihat wajah yang cemas itu tepat di depan wajahku sendiri. Ia menggigit bibirnya, alisnya ditekuk dalam lengkung khawatir, dan lagi-lagi ia memanggilku, "Shishido-san…?"
"Hentikan itu, Choutarou,"ucapku, suaraku serak ketika mengucapkannya, "Jangan memanggilku terus menerus. Aku belum mati,"
"Shishido-san!" Ia terlihat lebih gembira sekarang, terlihat lega. Aku nyengir melihatnya –bagaimana pun, wajah tersenyum Choutarou jauh lebih baik daripada wajah cemasnya. Aku menghela napas, merasa seperti seorang tokoh utama dalam komik cowok yang baru saja menang dalam pertarungan hidup mati.
"Shishido-san, apakah rasanya seburuk itu?" Choutarou terlihat cemas lagi.
"Buruk sekali,"jawabku segera, menjulurkan lidahku, "Sangat buruk. Jangan pernah menyentuhnya, Choutarou, dengar itu?"
"Ya, Shishido-san!" Ia mengangguk segera.
Aku menatapnya, "Tidak kah kau harus kembali? Bagaimana dengan pertarung yakiniku itu? Hyoutei tidak kalah, kan? Jika Hyoutei kalah setelah mereka membakar lidahku…"
Choutarou menjawab dengan senyum, "Ah… Hyoutei dalam keadaan baik. Kurasa," Ia melirik ke arah gedung restoran, "Sejujurnya, aku tidak tahu…"
"Apa?" Aku mengerjap, "Jangan bilang kau mendampingiku di sini sejak tadi?"
Wajah Choutarou memerah. Ia mengangguk sebagai jawaban.
"Dasar bodoh," Aku berkata, namun cengiran terpasang di wajahku.
Choutarou berkata dengan alis tertekuk, "Ya-yang lebih penting adalah… bagaimana keadaanmu, Shishido-san??"
"Aku baik-baik saja, idiot. Minuman itu bukan bom yang akan merusak organku dari dalam. Hanya saja lidahku seperti mati rasa. Mungkin aku tidak akan bisa mengecap lagi seumur hidupku," Aku menjawab asal.
"A-Apa? Itu sangat menyeramkan," Choutarou, mempercayai perkataanku, berkata dengan wajah ngeri, "Kau tak akan bisa merasakan cheese sandwich lagi, Shishido-san!"
"Oh, bukan itu yang kukuatirkan, sebenarnya," Aku menatapnya, lalu menggunakan sikutku untuk bertumpu dan bergerak bangun, "Aku menguatirkan sesuatu yang lebih parah. Tidakkah kau berpikir aku harus mengetesnya, Choutarou, supaya tahu aku benar-benar sudah tidak bisa merasakannya lagi atau tidak?"
"Be-benar! Aku akan membantu sebisaku," Ia menjawab serius.
"Kalau begitu, kau harus mendekat,"
Ia mendekatkan wajahnya ke wajahku, dan perlahan, aku memajukan kepalaku. Bibir kami bertemu, dan aku bisa merasakan bahwa ia tersentak kaget. Namun berikutnya ia menjadi lebih tenang. Ia merangkul leherku, bergunggam dalam ciuman kami yang semakin dalam, dan bahkan kelihatan kecewa ketika aku menarik bibirku.
"Sepertinya aku masih bisa merasakan yang satu ini dengan baik,"ujarku sambil nyengir, "Baguslah. Cuma ini yang menjadi pusat kecemasanku,"
"Ah…" Ia mengerjap. Lalu tersenyum lebar, "Syukurlah. Tapi kurasa, kita harus mengeceknya sedikit lebih lama, bukan kah begitu, Shishido-san?"
"Oh. Kurasa kau benar,"
