Judul: Genie In The Bottle

Sub-Judul: Discovery

Fandom: Naruto

Disclaimer: Masashi Kishimoto

Genre: Drama/Mystery

Rating: T

WARNING: AU, slight OOC-ness

Dedicated to: All the awesome readers of "Animal"

NOTE: Suigetsu butuh lebih banyak kesempatan buat unjuk diri di dunia fanfiction Indonesia. ^^

Fic ini terinspirasi dari lagu Genie In A Bottle dari Christina Aguilera. Bukan song-fic, tapi silahkan pasang lagu tersebut sebagai peningkat mood kalian dalam menikmati fic ini, saya suka banget lagu lama ini ^^

Dan seperti biasa, flame berkaitan dengan pairing (SuiSasu) tidak akan ditolerir.

If you find this pairing (SuiSasu) disgusting or such, stfu & gtfo. You know where the Back button is. Kthxbye.


-

Genie In The Bottle

( Act 1: Discovery )

-

Semua berawal dari ide gila Naruto untuk melihat-lihat isi loteng Tsunade-taichou, Kepala Asrama Konoha. Yang dimaksud dengan melihat-lihat disini juga termasuk menyentuh dan membuka setiap benda tertutup yang ada di sana.

"Kau tidak merasa aneh? Di tempat begini ada banyak peti dan barang-barang antik yang penuh debu," begitu kata Naruto ketika untuk yang kesekian kalinya Sasuke mengusulkan supaya mereka menghentikan penjelajahan ilegal mereka itu.

Sasuke sedikit jengkel, namun tak dapat dipungkiri ia sendiri ikut merasa heran dengan kondisi loteng itu. Gedung sekolah asrama mereka sudah cukup tua, berdiri di atas lahan seluas tujuh ratus meter persegi, membentang di pedalaman gunung. Dikatakan sekolahpun, sebenarnya Konoha Dormitory ini hanyalah sekolah musim panas, yang tentu saja hanya dibuka ketika musim panas tiba.

Itulah mengapa loteng ini tampak aneh. Untuk sebuah asrama musim panas, keberadaan benda-benda kuno yang tersimpan rapi di loteng penuh debu sangat tidak lazim. Siapa yang memilikinya? Kenapa dibiarkan di tempat seperti ini? Bukankah tempat ini tak berpenghuni selain saat musim panas saja? Ya, tentu saja ada penjaga malam dan semacamnya, tapi pondokan para penjaga berada sekitar seratus meter dari gedung utama asrama. Tidak mungkin mereka menaruh benda-benda itu di sini, jika ini semua memang milik mereka.

"Kita sudah seminggu di sini, paling tidak kita harus mendapatkan sesuatu yang menarik dari tempat membosankan ini!" desis Naruto dengan kedua bola matanya yang berkilat-kilat denagn gairah masa muda.

"Tapi tidak dengan menyelinap ke loteng Kepala Sekolah, kan?" Sasuke balas mendesis.

"Tsk. Sai, urus temanmu ini!" Naruto menunjuk Sasuke dengan dagunya, setelah sebelumnya menepuk pundak Sai yang tengah berjongkok mengamati sesuatu di lantai.

Sai menatap Sasuke tanpa berkata-kata. Sasuke mengerjapkan matanya. Seminggu berkenalan dengan Sai ini sama sekali tak membuatnya mengerti bahasa tubuh semacam tatapan mata tanpa suara.

Sasuke kembali mengedarkan pandangannya ke penjuru loteng kecil itu. Kain-kain putih dengan debu yang tebal tampak dimana-mana, menyelimuti benda-benda tua yang tampak kuno. Penerangan yang minim membuat Sasuke memicingkan matanya, meremas gagang senternya erat.

Lantai kayu yang sudah lapuk dimakan usia berderit tiap kali ia menapakkan kakinya. Bahkan di beberapa tempat tampak lubang-lubang di lantai. Sasuke bergidik, entah apa jadinya jika ia sampai terperosok jatuh. Ruangan di bawah adalah ruangan Kepala Sekolah. Siapa yang tahu ada apa disana. Mungkin kamera pengawas atau mungkin juga alarm. Bisa gawat jika ia sampai ketahuan tengah malam menyelinap keluar kamar begini.

"Kau terlalu paranoid," Naruto mendengus.

Sasuke menelan ludah. Dihampirinya sebuah kursi tua di sudut ruangan yang sedikit menonjol, tersembul dari kain putih yang menyelimutinya. "Kalau kita sampai ketahuan, kau yang tanggung akibatnya, ingat itu! Kau sudah janji!" bisiknya balas mendengus.

"Ah! Tunggu! Jangan duduk di situ!"

Sasuke terperanjat, mundur selangkah dari kursi kayu yang terbalut kain putih itu. Ditolehkannya kepalanya pada Sai yang menatapnya dengan tatapan horror. Muka datarnya itu memang terlihat horror di tempat temaram begini.

"Kenapa?" bisik Sasuke mengangkat sebelah alisnya, walau ia tahu Sai tak dapat melihat raut wajahnya.

Sai merendahkan suaranya, berujar dengan pelan, "Ada yang sedang duduk di situ…"

Sasuke melompat, terkejut bukan main, "Serius?!"

Naruto melotot, "A-A-Ap-Apa k-ka-ka-katamu??"

"Tuh," Sai mengibaskan kain putih yang menyelubungi kursi itu.

Naruto menjerit ketika seekor tikus besar dengan bulunya yang kelabu melotot tajam ke arahnya di atas kursi tua itu dan melompat ke lantai yang gelap.

Sasuke mendengus, "Lihat siapa yang penakut di sini."

"Aku cuma kaget, bodoh!" Naruto menggosok hidungnya. Bersyukur di tempat yang minim pencahayaan begini tak seorangpun melihat tangannya gemetaran.

"Apa yang membuatmu takut?" Sai menoleh pada Naruto. "Tikus? Atau hantu?"

"Kubilang aku tidak takut!" desis Naruto bersikukuh. "Cuma kaget, kaget!"

Sai mengangkat bahu, menoleh pada Sasuke, "Jangan duduk sembarangan, jongkok saja kalau kakimu pegal," bisiknya tampak serius. Mungkin juga tidak, toh wajahnya memang minim ekspresi.

Sasuke mengangguk.

"Siapa sih yang mengusulkan kita mengajak Nona Muda juga?" Naruto menyeringai ke arah Sasuke yang kini menatapnya dengan geram.

"Memangnya kita mengajak anak perempuan?" Sai celingukan.

"Itu kiasan, bodoh!" Naruto mengerling sebal pada Sai yang tak mampu menangkap isyarat cemoohannya untuk Sasuke. Sasuke menyeringai puas.

"Ah… lihat, ada sesuatu yang menarik," suara Sai kembali terdengar, dengan nada antusiasme tersirat samar.

Sasuke dan Naruto menoleh ke arahnya, dilihatnya Sai tengah berjongkok di sudut ruangan tempat tikus besar tadi menghilang.

Sasuke menyeret kakinya menghampiri Sai, berjongkok perlahan di sampingnya.

"Lihat, menurutmu ini apa?"

Sasuke mengalihkan pandangan pada arah yang ditunjuk Sai. Teronggok sebuah peti kayu hitam dengan hiasan keperakan di setiap sudut dan pinggirannya di sana.

"Ada apa dengan peti ini?"

Sai mengerutkan keningnya, "Peti ini tidak wajar…Kau tidak merasa begitu?" desisnya.

"Semua yang ada di sini tampak tak wajar bagiku," timpal Sasuke sekenanya.

"Apa? Ada apa?" Naruto menghampiri mereka dan membungkukan badannya di belakang punggung Sasuke dan Sai yang menghadap peti kecil hitam itu.

Naruto menyorotkan senter kecilnya dan kini peti kecil itu tampak lebih jelas, diterangi tiga cahaya bohlam senter. Di atas tutupnya tampak sesuatu menggelembung sedikit.

Sasuke mengerutkan keningnya. Belum sempat ia mengutarakan peringatan untuk tidak sembarangan menyentuh peti itu, tangan Naruto sudah menggapai peti itu dan mencengkeramnya melalu celah bahu Sasuke dan Sai. Sasuke memutar bola matanya.

"Peti ini mencurigakan," desis Naruto. "Aman tidak, Sai?"

Sai tak melepaskan pandangannya dari peti kecil yang kini ada di tangan Naruto itu. Ia memutar tubuhnya dan kembali menikmati pesona peti itu. Atau apapun itu yang membuatnya terpaku pada peti itu.

"Sai," desis Naruto, "aman tidak kalau kubuka?"

"Lebih baik jangan," Sai menjawab tanpa mengalihkan pandangan sedikitpun dari peti kecil itu.

"Kenapa?" Naruto mengerutkan keningnya.

"Kalau kau minta alasan, lebih baik dari awal tidak tanya," sindir Sasuke yang masih geram.

"Diam kau Teme, aku bicara pada Sai," timpal Naruto sengit.

Sai menahan napas, tangannya terjulur perlahan menyentuh permukaan peti kecil itu. "Firasatku mengatakan…ada sesuatu yang hidup di dalamnya…"

Sasuke dan Naruto saling berpandangan heran, "Misalnya?"

Sai membuka telapak tangannya lebar-lebar dan menggenggam peti kecil itu, "Kita kembalikan saja ke tempatnya semula."

"Hei, jangan buat penasaran dong! Apa menurutmu ada binatang atau semacamnya di dalam situ?" Naruto menahan tangan Sai.

Sai menatap Naruto, "…"

"Benar juga, tidak mungkin makhluk hidup dapat bertahan di dalamnya dalam waktu lama ya. Lalu apa yang ada di dalamnya?" Naruto merebut peti kecil itu dari tangan Sai, mengamatinya sejajar dengan bola matanya.

Sasuke takjub dengan kemampuan komunikasi Naruto dan Sai. Mungkin dapat diterapkan saat ujian atau semacamnya.

"Sebaiknya kita letakkan di tempat semula," Sai kembali berujar.

Naruto bersungut, "Kau tidak akan bilang ada makhluk halus di dalamnya kan?"

Sasuke bergidik, tak berani mendengar jawaban Sai yang kini terpaku menatap peti itu lagi.

"Sasuke, coba kau buka."

"Apa?!" Sasuke hampir tersedak air liurnya sendiri, "Kau gila, Sai bilang lebih baik kita tidak main-main dengan peti itu! Kembalikan pada tempatnya!" Sasuke mendesis dengan kedua baris giginya yang dirapatkan keras.

Naruto menyorongkan peti kecil itu ke muka Sasuke, "Buka, atau kubilang pada Tsunade-taichou ini semua idemu, mengendap ke loteng asrama tengah malam."

"Kau tidak akan berani," Sasuke mengerutkan keningnya.

"Oh ya? Mau bukti? Aku bisa teriak sekarang," Naruto menyeringai lebar.

Sasuke membulatkan matanya, "Pengkhianat!" desisnya.

"Buka saja apa susahnya?" Naruto mengangkat bahunya.

"Kalau sebegitu mudahnya, kau buka saja sendiri!" Sasuke menepis tangan Naruto yang kini mengacungkan peti itu padanya sekali lagi, sedikit memaksa.

"Aku tidak mau mati, siapa tahu peti itu punya kutukan atau semacamnya!"

"Jadi maksudmu kalau aku yang mati, lalu tidak apa-apa??" Sasuke menatap tak percaya, tega benar kawannya itu menumbalkannya.

"Paling tidak aku akan berdoa untukmu tiap pagi sepanajng tahun," Naruto memamerkan barisan giginya.

"Doamu tidak akan membuatku hidup kembali. Aku tidak mau."

"Tidak mau?" Naruto melotot pada Sasuke, kedua alisnya terangkat.

"Sai saja yang buka," Sasuke menoleh pada Sai.

Sai melirik sekilas pada Sasuke, "Sebaiknya aku berjaga kalau terjadi apa-apa. Seseorang membukanya, aku berjaga-jaga."

Sasuke melotot, "Tadi kau bilang kita tidak boleh membukanya?!" desisnya. Bila ini bukan tindakan yang melanggar aturan, ia pasti sudah berteriak memaki kawan satu minggunya itu.

"Separuh firasatku bilang, ada sesuatu yang menarik di dalamnya."

"Tuh kan, cepat buka!" Naruto kembali mengacungkan peti kecil itu ke hadapan Sasuke.

Sasuke geram dengan tingkah kedua kawannya yang baru dikenalnya selama satu minggu itu.

"Kubelikan kau makan siang selama satu minggu," Naruto menepuk pundak Sasuke, masih menyodorkan peti kecil itu di depan batang hidungnya.

Sasuke menghela napas, menoleh pada Sai, "Sai, kalau terjadi sesuatu, kau tahu apa yang harus dilakukan, kan?"

"Lari?" Naruto menyela, dan langsung dijitak Sasuke.

"Tolong aku, bodoh!" Sasuke mengumpat, heran ia bisa berteman dengan orang yang tidak sensitif macam Naruto.

"Aku mengerti. Makanya aku berjaga-jaga disini," Sai mengangguk.

Sasuke menghela napas, meraih peti kecil itu dari tangan Naruto. Jantungnya berdetak lebih cepat, suasana temaram membuat bulu tengkuknya berdiri.

"Ayo…buka..!" Naruto mendesis, menelan ludah.

Sasuke menahan napasnya. Tangan kirinya memegang peti kecil itu di tangannya. Tangan kanannya mulai mengatup di atas tutup peti kecil itu. Sai mencondongkan badannya sedikit, mendekatkan tubuhnya pada peti kecil itu.

KLEK

Selot kayu di samping peti kecil itu terbuka. Sasuke perlahan membuka peti kecil di tangannya. Derit kayu terdengar menyeruak keheningan. Suara napas Naruto yang sebelumnya memburu, kini menjadi samar. Tanpa disadari ketiga orang di ruangan itu mulai menahan napas.

Sasuke melongokkan kepalanya ke dalam peti, dan dengan sigap Naruto mengarahkan senter kecilnya pada permukaan peti hitam yang ternyata memiliki permukaan dalam berwarna merah itu.

Sasuke mengamati dengan seksama. Seluruh permukaan peti kecil itu dilapisi beludru merah gelap, dengan sulaman keperakan di pinggirannya.

Sesuatu berkilau dipantulkan cahaya senter Naruto dari permukaan peti. Sasuke merogohkan tangan kanannya sambil tetap menahan napas, meraih benda yang mengkilat itu.

"Hati-hati…" desis Naruto.

Sasuke mencibir, ingin rasanya melempar peti itu ke muka Naruto karena baru cemas di saat mereka sudah melangkah jauh seperti ini.

Jemari Sasuke menyentuh sesuatu di dasar peti. Dingin dan keras. Sasuke mengetuk benda itu dengan ujung jarinya, "Kaca…" desisnya.

Naruto menelan ludah, "Coba keluarkan."

Sasuke menoleh pada Sai, wajahnya tak menyembunyikan kekhawatirannya. Sasuke sedikit melenguh mendapati Sai menganggukan kepalanya.

Dengan napas tercekat digenggamnya benda dingin itu dan ditariknya tangannya dari dalam peti. Cahaya senter Naruto terus mengikuti, hingga benda itu mulai tampak lebih jelas sekarang.

"Botol kaca??"

Sasuke dan Sai saling berpandangan. Keduanya langsung mengamati botol kaca sebesar telapak tangan yang kini ada dalam genggaman Sasuke.

Botol kaca itu menggembung dari dasarnya hingga ke leher botol, yang hanya sedikit membentuk leher botol yang menggelembung. Seluruh permukaannya terbuat dari kaca bening yang berkilauan terkena pantulan cahaya lampu senter di tempat temaram ini. Sebuah gabus kayu menyumbat mulut botol itu dengan erat.

Sasuke mengangkat botol itu hingga melebihi batas pandang matanya, bunyi sesuatu membentur dinding kaca transparan itu.

"Air…" Sasuke mendesis, kemudian menyorongkannya ke depan muka Naruto. "Puas sekarang?"

Naruto mengangkat sebelah alisnya, meraih botol kaca itu dan mendekatkan wajahnya untuk mengamati lebih seksama.

Cairan bening dan encer tampak menggenang di dalam botol kaca itu. Naruto mengayunkan botol kaca itu dan cairan di dalamnya menari mengikuti gerakannya.

"Sepertinya air biasa," sahut Naruto pada akhirnya.

Sasuke yang sedari tadi berjongkok kini menghempaskan tubuhnya di lantai kayu yang berdebu itu. Dihembuskannya napasnya dalam-dalam, setelah sekian puluh detik menahan napas.

"Hmm entahlah," tiba-tiba suara Sai menyeruak.

Naruto menoleh pada Sai yang kini mendekatkan wajahnya pada botol kaca di tangan Naruto.

"Alat deteksi makhluk gaibmu itu merasakan sesuatu?" Naruto mulai berkeringat dingin.

Sai mengetuk botol kaca itu dengan ujung jarinya perlahan, "Apa menurutmu air biasa akan dimasukkan ke dalam botol dan disegel di dalam peti kayu yang disembunyikan di dalam peti lainnya di atas sebuah loteng misterius?"

Naruto menganga.

"Hei! Segel apanya? Tidak ada yang seperti itu," Sasuke mendengus, hobi Sai yang senang mengaitkan berbagai kejadian dengan hal-hal mistis kadang membuatnya tak habis pikir kenapa ia dapat bertahan berteman dengannya selama satu minggu ini.

"Ada, peti kecil itu kutemukan di dalam peti besar di pojok situ, dan ada kertas-kertas aneh bertuliskan huruf-huruf aneh di sana," Sai menjawab datar.

Sasuke dan Naruto terkejut bukan main, "Kenapa tidak bilang dari awal?!"

Sai tak menjawab, tangannya dengan lihai merebut botol kaca itu dari tangan Naruto, "Sudah terlanjur sampai sini, kita buka saja botol ini sekalian."

"Kau gila!" Sasuke menepis tangan Sai dan botol kaca itupun terlepas dari genggamannya.

PRANG

Sasuke menutup kedua kelopak matanya. Detak jantungnya tak beraturan.

"Bu-Bukan! Bukan botolnya yang pecah," suara Naruto terdengar gemetar dan mendesis pelan.

Sasuke membuka kelopak matanya perlahan. Dilihatnya Naruto tengah menahan botol kaca yang jatuh itu dengan telapak tangannya.

Sai mengalihkan senternya ke seluruh penjuru ruangan, dan didapatinya seonggok lukisan berfigura kaca yang jatuh ke lantai dan pecah. Lukisan apapun itu, yang jelas tampak buram dan tidak jelas. Minimnya pencahayaan dan goresan tinta gelap di atas kanvas itu tak memberi petunjuk tentang apapun yang terlukis di sana.

Peluh mengucur di dahi Naruto, "A-aku merasa ada sesuatu yang tidak wajar. Bagaimana kalau kita kembalikan saja benda ini ke dalam peti?"

Sasuke sudah hendak mengomel 'Sudah kubilang dari awal!'—ketika dilihatnya Naruto mengacungkan botol itu ke udara, "Siapa bilang aku bakal bilang begitu?" Naruto menyeringai. "Apapun isi botol ini, firasatku bilang ini semacam ramuan yang berharga. Siapa yang tahu? Lagipula sudah sampai sejauh ini, mau mundurpun malah jadi seperti orang bodoh saja."

Sasuke menelan ludah. Baru kali ini seumur hidupnya ia rasakan tidak keberatan menjadi orang bodoh saja.

"Mungkin parfum atau semacamnya?" Naruto mengocok cairan di dalam botol kaca itu yang kini tampak berbuih sedikit. Detik berikutnya buih-buih itupun menghilang.

"Mau coba buka?" Sai menatap Naruto.

Naruto balas menatap Sai.

Hening menyesap sejenak. Sasuke hendak buka suara ketika dilihatnya Naruto tanpa basa-basi membuka gabus yang menutup leher botol itu.

"Aa-Hentikan!!"

Terlambat.

Sasuke menatap botol kaca itu dengan tatapan horror. Sai menelan ludah, tak melepaskan pandangan dari botol kaca itu. Sementara Naruto menutup kedua matanya dan terpekik jatuh ke lantai dari posisi jongkoknya.

Dalam beberapa detik ketiganya terpekur dalam diam, berusaha mengontrol napas yang tak disadari mereka mulai terengah. Debaran jantung mereka terasa begitu keras bergemuruh. Menanti apapun yang memang akan terjadi.

Tiba-tiba suara Sai memecah keheningan yang menyesakkan dada, "Tidak terjadi apa-apa…?"

Kelopak mata Naruto bergetar, mulai membuka katupannya perlahan. Sasuke mengambil senter kecilnya di lantai yang tanpa sadar ia biarkan jatuh terguling di lantai sesaat sebelumnya tadi dan menyorot botol kaca yang masih ada di tangan Naruto.

"Tidak terjadi apa-apa…" Naruto mengulang ucapan Sai, menghela napas berat seolah baru saja melepaskan beban berat di pundaknya.

"Tidak…" Sasuke merasakan bulu tengkuknya berdiri. Bibirnya bergetar dan sekonyong-konyong dirasakannya mulutnya kering. Lidahnya hampir kelu, namun dipaksakannya juga ia bersuara walau dengan sedikit memekik, "Air di dalamnya…hilang….."

-

TBC

-


End Note:

Entah kesambet apa saya bikin fic bertema komedi-misteri ini (lap keringet)

SuiSasu sangat kurang diminati, karena itu sebagai ungkapan rasa terima kasih bagi yang sudi membaca fic ini, saya buka kuping lebar-lebar untuk rikuesan pairing apapun (Het/BL boleh) tapi hanya sebagai cameo dalam fic ini. Boleh lewat review atau lewat PM kalau mau ngagetin readers lain :)

Typo-error akan segera dikoreksi bila memang ada ^^;;

- Ninja edit -