Fanfiction

Cast : Jongin!GS, Sehun

Genre : Romance, Drama

Warning : Sexual Content

Summary : Jongin mendapat teman baru dari pinggir kota yang begitu polos dan tampan. Kombinasi yang membuat Jongin mengeluarkan taringnya. Dalam satu minggu, Jongin yakin jika pria tampan itu akan menekuk lutut untuknya. Sekai/SeJong/HunKai. Gs. Rated M.

Part One

"HAHAHAHAHAHAHA!"

"Berhenti tertawa!"

"Bagaimana aku bisa berhenti tertawa?" Tawa kencang kembali terdengar dari sebuah kamar yang berdekorasi sangat feminine itu. "Kau akan menghabiskan musim panas dengan sapi dan juga memanen sayuran!"

"Baek, demi Tuhan jika kau tidak mengunci mulutmu aku akan membatalkan pesta awal tahun ajaran."

"WHAT? Baiklah aku akan diam." Gadis yang sedari tadi tertawa terbahak-bahak itu menutup mulutnya walaupun jelas sekali ia ingin sekali tertawa lagi.

"Hah, aku sudah cukup stress memikirkan musim panasku tahun ini jadi jangan buat dirimu jadi sasaran empuk bulan-bulananku." Gadis lain yang berada diruangan itu berjalan mondar-mandir dengan wajah merengut.

"Relax, Jongin."

"Relax? Seharusnya aku bisa menghabiskan waktuku untuk berpesta dan belanja atau menonton film baru atau apapun! Tapi...tapi..." Gadis yang berjalan mondar-mandir itu terlihat sangat kesal. Wajahnya yang cantik dan manis terlihat frustasi.

Kim Jongin, gadis delapan belas tahun yang duduk dikelas sebelas bangku SMU ditengah kota Seoul. Jongin adalah tipe gadis Seoul yang digandrungi banyak pemuda. Cantik, seksi, sedikit galak, modis dan pintar.

Jongin bisa saja menjadi menunjuk pria manapun yang ingin ia kencani. Bahkan belasan kali Jongin dikejar-kejar oleh para agensi untuk dijadikan artis mereka. Paras cantik Jongin didukung selera fashionnya yang oke membuat Jongin semakin digilai banyak pemuda.

Keluarga Kim memang memanjakan Jongin yang merupakan anak bungsu dari dua bersaudara. Kakak Jongin yang sudah berumur dua puluh delapan tahun sudah menikah dan tentu saja memanjakan Jongin seperti ayah dan ibu Kim.

Jongin memang dimanja namun itu bukan berarti Jongin bisa bertindak semaunya. Kepergian Jongin ke desa neneknya selama musim panas ini adalah salah satu konsekwensi dari tingkahnya beberapa waktu lalu yang menyelendup keluar pukul dua pagi untuk berpesta dengan temannya. Gadis delapan belas tahun ini pun dihukum karena ibu Kim mulai lelah mengomeli anak bungsunya tersebut.

"Jongin?! Kau sudah siap?!" Suara ibu Kim membuat Jongin menghela nafas panjang.

"Iya Bu! Sebentar lagi!" Jongin membalas berteriak dan teman baiknya itu hanya bisa menutup telinga rapat-rapat. "Ah, lebih baik aku disuruh membersihkan seluruh apartemen dari pada menghabiskan musim panas dirumah nenek!"

"Hey, paling tidak disana kau akan makan cookies enak nenekmu setiap hari." Baekhyun, teman baiknya Jongin itu mulai terlihat bersimpati melihat mata Jongin yang berkaca-kaca.

"Aku bisa gemuk!"

"Kalau begitu siapa tahu ada pemuda keren disana yang memandikan kudanya dipinggir sungai." Baekhyun masih berusaha untuk menyemangati sahabatnya.

"What?" Jongin hanya menggelengkan kepalanya mendengar ucapan Baekhyun. Jika disini saja ia bisa menolak ungkapan cinta seorang Wu Kris si calon idol, Jongin rasa ia tidak akan jatuh hati pada seorang pemuda yang memandikan kudanya dipinggir sungai.

Lagi pula Jongin memilih seorang pemuda yang suka nongkrong di kafe dari pada berkeliaran dikandang kuda. Sedihnya didesa neneknya tidak ada kafe yang berarti tidak ada pemuda keren.

"Hah, mungkin sepulang aku dari sana aku akan tahu bagaimana menanam berbagai macam sayuran dan bisa mendapat nilai sempurna dipelajaran agrikultur Park Seonsaengnim." Jongin menghela nafas sambil menutup kopernya.

"That's the spirit! Kau juga bisa yoga dipinggir danau atau membersihkan paru-parumu." Baekhyun terlihat antusias.

"Baiklah, aku ak—"

"JONGIIIIN!" Suara ibu Kim kembali memekakkan penghuni apartemen besar itu.

"IYA BUUU!" Lagi-lagi Baekhyun menutup telinganya.

"Berangkatlah dan semoga kau sukses berternak sapi disana!"

"YA!" Jongin mendelik pada Baekhyun yang terbahak-bahak. "Tolong jangan terlalu banyak mengunggah foto-fotomu kalau jalan-jalan."

"Tolong unggah foto-fotomu waktu kau memerah susu sapi."

Jongin menarik rambut panjang Baekhyun dan gadis itu menjerit.

Satu jam kemudian Jongin sudah berada didalam sebuah gerbong kereta api menuju Daegu. Jongin memandang pemandangan diluar. Gedung-gedung perlahan berubah menjadi rumah-rumah sederhana dan lama-lama rumah-rumah berubah menjadi pepohonan rindang yang menyejukkan.

Tidak begitu buruk, Jongin berkata dalam hati.

Dan perlahan kesadaran Jongin mulai hilang.

Kesadaran Jongin kembali karena ponsel ditangannya bergetar. Mata Sehun mengerjap memandang layar ponselnya berkedip-kedip menandakan panggilan masuk dari sebuah nomor yang tidak ia kenal.

"Ha-halo?" Jongin mengangkat panggilan itu dengan ragu.

"Jongin?" Sebuah suara hangat yang sudah lama tidak Jongin dengar menyambut pendengaran Jongin.

"Nenek?" Suara Jongin langsung cerah mendengar suara neneknya.

"Apa kau sudah sampai stasiun? Nenek sudah menunggu!" Suara neneknya terdengar sangat bersemangat.

"Sebentar lagi Nek, sepuluh menit lagi." Jongin menatap layar yang tersedia digerbong VIP kereta yang ia naiki. "Nenek menjemputku? Aku pikir Paman yang akan menjemputku."

"Pamanmu terlalu sibuk dikebun dan Nenek sudah sangat merindukanmu!"

"Aku juga merindukan Nenek." Jongin tersenyum mendengar ucapan sang nenek. "Tapi Nenek kemari dengan siapa?"

"Nenek minta antar Sehun."

"Sehun? Siapa di—Nek, aku tutup dulu ya, aku harus bersiap-siap!"

"Baiklah."

Panggilan pun terputus dan Jongin dengan semangat mengecek barang-barangnya karena kereta sudah mengumumkan jika pemberhentian di Daegu tinggal beberapa menit lagi. Senyum Jongin begitu lebar, seolah lupa akan rasa kesalnya harus menghabiskan musim panas didesa terpencil.

Dengan hati berdebar, Jongin berdiri meninggalkan kursinya menuju pintu keluar gerbong kereta. Matanya mencari-cari sosok neneknya yang memiliki senyum sehangat matahari.

Begitu kereta berhenti, Jongin langsung turun dari gerbong dengan bersusah payah membawa dua buah koper besar dikedua tangannya. Matanya kembali menelusuri kerumunan orang-orang disana.

"Jongin!" Sesosok wanita yang sudah berumur lanjut melambai penuh semangat ke arah Jongin. Senyum lebar wanita itu sangat Jongin rindukan, senyuman yang mirip seperti senyuman ibunya dan juga senyumnya sendiri.

"Nenek!" Jongin tidak peduli dengan pandangan orang-orang yang mungkin menganggapnya bertingkah dramatis, gadis itu berlari sambil meninggalkan dua kopernya ditengah jalan begitu saja.

"Cucuku cantik sekaliiii!" Wanita berambut putih itu merentangkan tangannya dan menyambut Jongin dengan pelukan hangat.

"Neneeek!" Jongin memeluk neneknya erat-erat. Ah, aroma neneknya masih sama seperti dulu. Wangi deterjen bubuk dan juga buah jeruk. Wangi yang sangat ia sukai.

"Jongin kenapa sekarang makin kurus?" Tangan keriput sang nenek mengusap pipi Jongin sambil mengecup pipi Jongin yang satu lagi.

"Kurus dari mana?" Jongin cemberut mendengar ucapan sang nenek. Liburan musim panas baru dimulai tiga hari yang lalu dan berat badannya saja sudah naik dua kilogram.

"Ini pipimu tidak segembul dulu." Sang nenek mencubit pipi Jongin yang sebenarnya masih saja gembul.

"Waktu aku masih bayi maksud nenek? Aku kan sudah remaja Nek, pipiku harus lebih tirus dari waktu itu!" Jongin memeluk neneknya sekali lagi.

"Baiklah, baiklah." Sang nenek mengusap punggung cucunya kemudian mengecup pipi gadis muda itu sekali lagi. "Ayo pulang dan Nenek akan membuat pipimu kembali gembul."

"Nenek!" Jongin cemberut mendengar ucapan neneknya.

"Sehun, ayo!" Nenek Jongin menepuk bahu seorang pemuda yang sedari tadi berdiri tidak jauh darinya. Mata Jongin menatap pemuda tersebut, ia pikir pemuda itu orang asing yang sedang menunggu seperti neneknya.

Hanya dalam sedetik memandang si pemuda bernama Sehun itu, Jongin sudah bisa mengambil kesimpulan jika pemuda tadi bukan tipenya. Tampan sih tapi terlalu biasa dan tampak membosankan.

Detik kedua, Jongin mengamati lebih lama...

Hell, tampan sekali.

Jongin menyadari jika rahang pemuda itu sangat kokoh, dengan hidung mancung serta tatapan mata yang tajam namun juga hangat. Biarpun hanya mengenakan kemeja flanel biasa serta celana jeans, Jongin bisa tahu otot sempurna dibalik kain-kain tersebut.

Perutnya paling tidak ada enam kotak-kotak otot, lalu bahunya begitu lebar dan tegap. Lengannya, oh astaga lengannya. Jongin yakin lengan itu mampu melemparnya ke atas ranjang dengan mudah.

"Jongin, kenalkan ini Sehun." Nenek Jongin membuyarkan pikiran Jongin akan penilainannya pada Sehun yang mulai menjurus kearah yang tidak benar. "Dia adalah keponakan Paman Wu, sepupunya Luhan."

"Ha-hai, aku Jongin." Jongin ingin menampar dirinya sendiri karena sedikit gagap dan tidak menunjukkan pesonanya sebagai gadis Seoul yang memikat pada pertemuan pertama mereka.

"Aku Sehun." Sehun mengulurkan tangannya dan segera dijabat oleh Jongin. Tubuh Jongin rasanya memanas merasakan genggaman tangan Sehun yang hangat serta tekstur tangan Sehun yang terasa sedikit kasar.

"Pamanmu sedang sibuk berkebun dengan Paman Wu, jadi menyuruh Sehun untuk mengantar Nenek." Nenek Jongin berkata sambil menepuk-nepuk bahu Sehun yang membawa dua koper Jongin ditangan kanan dan kirinya.

"Biar aku—" Jongin merasa sedikit malu karena kopernya yang besar itu dibawa oleh Sehun.

"Tidak usah, biar aku saja." Sehun berkata sopan dan menahan Jongin agar berjalan beriringan dengan neneknya saja.

"Uh, terima kasih." Jongin tersenyum kecil. Hm, tidak hanya tampan tapi juga sangat sopan dan baik hati. Sepertinya liburan musim panas kali ini tidak buruk-buruk amat!

"Woaaaahhhh, aku tidak tahu Paman Kim bisa berkuda!" Jongin memandang takjub rumah neneknya yang berubah menjadi sangat cantik dibanding dulu. Halaman belakang yang dulu hanya diisi berbagai macam bunga dan tanaman obat kini bertambah luas paling tidak lima kali lipat dan sebuah kandang kuda yang luas didirikan disana.

"Kata Paman Kim ia harus mulai menjaga berat badan jadi mencari olah raga untuk ditekuni." Sehun yang berdiri disamping Jongin menatap kandang kuda dibelakang rumah nenek Kim.

"Nenek! Bolehkah aku melihat kuda?!" Jongin tidak begitu mendengarkan penjelasan Sehun karena terlalu bersemangat dengan apa yang baru saja ia lihat.

"Tentu saja sayang! Minta temani Sehun untuk menjagamu!" Suara neneknya terdengar nyaring dari arah dapur.

"Sehun temani aku!" Jongin memekik riang dan menarik lengan Sehun sambil setengah berlari menuju kandang kuda milik pamannya. Sehun tampak sedikit kaget dengan sikap Jongin yang begitu bersemangat namun pada akhirnya bibir Sehun mengulum senyum tipis.

"Ada berapa kudanya? Apakah mereka jinak? Mereka laki-laki atau perempuan? Atau dua-duanya? Siapa nama mereka?" Jongin memborong Sehun dengan pertanyaan-pertanyaan.

"Pelan sedikit Jongin, mereka tidak akan kemana-mana." Sehun berkata sambil tersenyum.

"Tidak bisa!" Jongin terus saja menarik lengan Sehun. "Aku baru pertama kali melihat kuda sungguhan!"

Jongin melangkah lebih cepat menuju kandang kuda, meninggalkan Sehun dibelakang. Seolah lupa jika beberapa menit yang lalu Sehun adalah satu-satunya yang ada dikepala gadis tersebut.

"Sehun cepat!" Jongin berteriak memanggil Sehun yang masih terus berjalan santai sementara ia sudah sampai didepan pintu kandang. Sehun pun berjalan lebih cepat menuju Jongin yang kentara sekali semangatnya.

Jongin ternganga melihat isi kandang kuda milik pamannya. Memang disana hanya ada dua ekor kuda tapi kedua kuda tersebut sangat cantik. Bulu mereka cokelat tua dan hitam, dengan tubuh tinggi dan langsing. Jongin memang tidak begitu mengerti tentang hewan didepannya namun ia yakin jika kuda-kuda milik pamannya adalah salah satu yang tercantik didunia.

"Ini namanya Jean." Sehun berjalan mendekati kuda berbulu cokelat tua dan mengelus kepalanya lembut. "Lalu yang satunya Harold."

"Ini perempuan?" Jongin mendekati Sehun perlahan, sedikit takut jika tiba-tiba Jean menolak kehadirannya dan mengamuk.

"Ya, dia sangat cantik bukan?"

"Sangat!" Jongin menjawab sambil memandang penuh kekaguman pada Jean lalu Harold.

"Aku tidak tahu kau penyuka hewan."

"Aku suka hewan! Aku punya tiga ekor anjing dirumah!" Jongin menyahuti penuh semangat.

"Tidak ada yang bisa menolak kelucuan anjing atau kucing, maksudku hewan-hewan seperti ini. Kuda, ayam, kambing dan segala macam hewan peternakan."

"Oh, tidak juga. Aku bersemangat karena aku belum pernah melihat mereka secara langsung." Jongin menjawab dengan senyum lebar. "Aku dengar kambing baunya tidak enak."

"Kau belum pernah melihat kambing?" Sehun tampak sangat terkejut.

Jongin menggelengkan kepalanya.

"Ayam?"

Jongin menggelengkan kepalanya lagi.

"Astaga." Sehun benar-benar terkejut sekarang.

"Kenapa wajahmu seperti itu?" Jongin cemberut. "Di Seoul tidak ada lahan untuk beternak tahu."

"Disini kau akan sering melihat ayam dan kambing." Sehun berkata dengan senyum usil diwajahnya.

"Apa mereka jinak?"

"Kebanyakan tapi tidak semua."

"Oh astaga." Jongin tampak sedikit khawatir dengan jawaban Sehun. "Tapi aku rasa aku akan baik-baik saja, memangnya seberapa buruk berhadapan dengan ayam atau kambing?"

"Memang tidak buruk." Sehun tertawa mendengar jawaban Jongin.

"Sehun, apa kau bisa berkuda?"

"Tentu saja, kenapa?"

"Ajari aku!"

Sungguh, Jongin meminta Sehun untuk mengajarinya berkuda bukan karena ia ingin menggoda pemuda tersebut. Jongin tidak ada niat terselubung agar ia dan Sehun bisa saling bersentuhan atau duduk menunggangi kuda bersama seperti ini.

Oh, dada Jongin terasa seperti akan meledak karena Sehun dan juga adegan mesra yang sedang ia lakukan. Jongin merasa seolah ia adalah tokoh utama sebuah film romantis. Bagaimana tidak? Sehun duduk dibelakangnya dengan kedua tangan kekar mengukung tubuhnya, tangan itu memegang erat tali kekang kuda yang sedang mereka tunggangi.

Belum lagi keadaan disekeliling mereka.

Hamparan rumput yang luas dengan bunga-bunga bermekaran, langit yang sedikit mendung dan juga nan jauh disana pemandangan bukit yang indah memanjakan matanya. Jadi wajarkan jika dada Jongin terasa akan meledak?

Jongin tahu ketampanan Sehun lah yang membuat ia merasa berdebar. Bukan hanya ketampanannya tapi juga lengan kekar Sehun yang sialnya mengungkung tubuhnya begitu kokoh lalu dada bidang Sehun dipunggungnya. Dan yang paling utama adalah hembusan nafas hangat Sehun disudut mata kirinya.

Pikiran Jongin yang awalnya hanya membayangnkan jika ia adalah sebuah tokoh film romantis perlahan-lahan bergeser. Bukan sekedar film romantis yang sedang ia bintangi tapi sebuah film romantis dewasa.

Entah apa yang memicu pikiran Jongin menjadi seperti itu. Mungkin salah satu novel romantis Baekhyun yang baru saja ia selesaikan semalam membuat ia menjadi berpikiran yang tidak-tidak. Novel romantis yang pemeran utamanya bercinta dengan tokoh pria tampan disebuah pondok kecil dipinggir hutan...

Jongin jadi membayangkan jika ia dan Sehun melakukan sebuah sesi panas dirumah Jean dan Harold, diatas jerami dan nyaris berpakaian lengkap. Shit, Jongin jadi semakin merasa kepanasan dengan hawa musim panas yang sudah cukup panas.

"Apa kau takut?" Jantung Jongin nyaris melompat karena suara berat Sehun yang tepat ditelinga kirinya.

"H-huh?"

"Kau tiba-tiba jadi diam sekali, apa kau takut?" Ya Tuhan, kenapa suaranya seksi sekali? Nini ga kuaaaatttt!

"Uh, aku ha-hanya takjub saja dengan pemandangan disini..." Jongin dengan cepat membuang jauh-jauh pikiran kotornya.

"Disini memang sangat indah, aku tidak menyesal pindah kemari." Sehun berkata pelan, rasa senang terdengar jelas dalam suara Sehun. "Kau tidak pernah mengunjungi nenekmu ya?"

"Uhm, biasanya Nenek yang datang ke Seoul." Jongin menjawab sambil tertawa pelan. "Sepertinya terakhir kali aku kesini waktu masih tujuh tahun."

"Pasti dulu disini lebih bagus."

"Seingatku malah waktu itu disini terlalu banyak pohon dan jalanan belum di aspal." Jongin bercerita. "Karena aku mual sepanjang perjalanan kemari."

Sehun tertawa mendengar cerita Jongin.

"Kata Nenek juga begitu, disini baru benar-benar dibangun semenjak beberapa tahun terakhir. Kau disini sudah berapa lama?" Jongin ganti bertanya.

"Baru satu tahun."

"Satu tahun? Sebelumnya kau dari mana?" Jongin mengangkat satu alisnya, penasaran.

"Aku dari China."

"China? Kenapa kau pindah kemari?" Jongin semakin penasaran.

"Rumahku disana terkena badai dan orang tuaku meninggal jadi aku ikut Paman." Sehun bercerita dengan suara ringan, seolah kisahnya tidak membawa pengaruh apa-apa pada emosinya.

"Oh, aku ikut sedih..."

"Tidak apa, aku justru bersyukur." Jongin terperanjat mendengarnya, Sehun berskyukur karena kedua orang tuanya telah tiada? "Mereka sudah sakit-sakitan lama sekali dan tidak pernah bisa berobat, paling tidak mereka sekarang sudah tidak kesakitan lagi."

Jongin tidak tahu harus berkata apa.

Jadi Sehun adalah anak dari keluarga tidak mampu?

"Ah, kenapa aku malah jadi cerita hal seperti itu? Pemandangan indah seperti ini cocoknya mendengar cerita petualangan yang seru!" Sehun berusaha merubah atmosfir suasana yang menjadi sendu.

"Aku punya cerita seru!" Jongin berkata penuh semangat.

"Apa?"

"Ajari aku memancing dan memanen sayuran, apa kau bisa?" Jongin mendengar Sehun tergelak dibelakangnya. Wah, suara tawanya saja terdengar tampan. Kau tahu? Tawa yang tampan? Seperti penyiar radio yang suaranya begitu enak didengar.

"Permintaanmu sangat aneh." Sehun berkata usai tawanya reda. "Tapi aku bisa melakukan itu semua."

"Kalau berburu?"

Lagi-lagi Sehun tertawa keras.

"Jongin, ini bukan abad ke-enam belas. Berburu dilarang oleh pemerintahan, kau tahu itu?"

"Sungguh?" Jongin menolehkan kepalanya ke belakang dan ia menyesali perbuatannya tersebut. Wajah tampan Sehun sangat dekat dengan wajahnya bahkan ia bisa merasakan hangat nafas Sehun dihidungnya. Hanya dalam hitungan detik Jongin kembali menatap padang rumput yang membentang dihadapannya.

"T-tentu saja. Kami disini punya peternakan yang ditinjau setiap bulannya oleh pemerintah untuk memastikan jika hewan-hewan ternaknya bebas virus dan lingkungan yang sehat untuk para hewan."

"B-begitu?" Jongin tidak menyerap seluruh ucapan Sehun karena otaknya masih panas dingin oleh ketampanan Sehun yang begitu dekat. Oh tidak, sejak kapan Kim Jongin mudah gugup seperti ini? Jongin adalah gadis yang terkenal selalu percaya diri dan berani tapi hanya melihat ketampanan Sehun saja ia menjadi gagap.

Hampir selama sisa waktu perjalanan kembali ke area peternakan keluarga Kim keduanya diam seribu bahasa. Jongin terlalu gugup untuk mengatakann sesuatu dan Sehun sendiri sibuk dengan pikirannya entah apa Jongin tidak tahu.

Andaikan Baekhyun ada disini pasti gadis itu sudah tertawa terbahak-bahak melihat Jongin yang gugup karena seorang pria. Terlebih pria itu hanyalah anak kampungan yang bajunya ketinggalan jaman paling tidak sepuluh tahun.

"Jongin, Nenek dan paman Kim akan ke kota sebentar."

"H-huh?" Jongin merasakan lengannya digoyangkan dan suara neneknya terdengar samar-samar.

"Nenek dan Paman Kim akan ke kota." Nenek Kim mengulangi ucapannya lagi ketika melihat Jongin sudah lebih sadar dair tidurnya. "Kami harus menjual hasil peternakan dan membeli beberapa kebutuhan rumah."

"Hmmm..." Jongin bergumam mengerti.

"Kau ingin menitip sesuatu?"

"Susu pisang." Jongin berkata dengan suara serak.

"Baiklah." Nenek Kim mengecup puncak kepala cucunya penuh kasih. "Nenek sudah menyiapkan sarapan dan jangan lupa Sehun akan kemari pukul sembilan."

"Hmm.." Jongin bergumam sambil menganggukkan kepalanya. "Hati-hati Nek."

Jongin berusaha memejamkan matanya lagi dan kembali tidur tapi setelah hampir sepuluh menit rasa kantuknya malah benar-benar sirna. Jongin menatap jam dinding dikamar kecil yang ia tempati selama dirumah neneknya, masih pukul enam lebih sepuluh menit. Terlalu pagi untuk Jongin memulai aktivitas dihari libur.

"Sehun..." Entah bagaimana tiba-tiba Jongin memikirkan Sehun. Sehun yang tampan dan sopan. Sehun yang begitu tinggi dan mata cokelatnya. Sehun yang baik hati dan memiliki senyum yang membuatnya ikut tersenyum.

"Ah, Baekhyun pasti menertawankan aku kalau dia disini." Jongin terkekeh sendiri ketika mendapati dirinya berdiri didepan kaca dengan senyum lebar karena memikirkan Sehun.

Tentu Jongin sudah mengenal bermacam-macam pria tapi tipe seperti Sehun tidak pernah masuk sepuluh besar pria yang ia incar. Terlalu culun, terlalu pasif, terlalu lugu dan terlalu kuno.

Jongin kembali menatap cermin dengan senyum lebar.

Sebuah rencana menyenangkan muncul dikepalanya.

Dua jam kemudian Jongin sudah mandi dan duduk dimeja makan dengan pakaian yang lumayan minim. Sebuah celana pendek—ehm, super pendek—dan crop tee yang menunjukkan perutnya yang rata.

"Hmm, masakan Nenek selalu enak." Jongin makan sarapannya dengan lahap—sup ikan dengan egg roll. Nanti dia membutuhkan tenaga besar jadi ia harus sarapan yang banyak.

"Jongin? Kau sudah bangun?"

Jongin nyaris tersedak oleh sarapannya melihat siapa yang berdiri didapur rumah neneknya. Sehun berdiri disana dengan kaos putih yang kotor dan celana jeans biru yang sama kotornya. Rambut hitamnya berantakan dengan handuk kecil disampirkan dibahunya.

Damn, Sehun terlihat seperti model.

"Eh, su-sudah..." Jongin menelan sarapannya dengan susah payah.

"Ku pikir kau akan bangun pukul sembilan."

"Huh? Siapa bilang?"

"Nenek." Sehun menjawab ringan sambil mengacak rambutnya yang basah oleh keringat dan uh, tanah?

Jongin cemberut mendengarnya, memang sih dia tidak pernah bangun sepagi ini dihari libur. Ah, dia jadi sedikit malu karena pukul sekian Sehun sudah bekerja membersihkan entah apa dan Jongin malah makan makanan yang bahkan tidak ia siapkan sendiri.

"Aku akan mandi dulu." Sehun berkata dengan senyum memikatnya kemudian menghilang kedalam kamar mandi kecil didekat dapur.

Sial! Sial! Sial! Sehun keren sekali! Ya Tuhan, aku pasti terlihat sangat bodoh tadi! Aku sedang makan seperti babi dan ketahuan kalau selalu bangun siang. Percuma aku memakai pakaian seperti ini kalau aku tidak terlihat memikat!

Jongin berkata kesal didalam hati. Dia kecolongan! Bukan begini rencananya! Seharusnya ia tampil sempurna dan memikat untuk Sehun. Kenapa? Karena Sehun adalah tipe pemuda yang tidak bisa ditaklukan hanya dengan tubuh moleknya.

Ya, Jongin memiliki rencana untuk menaklukan Sehun. Belum pernah Jongin bertemu dengan pemuda dengan paket komplit seperti Sehun. Tampan, lucu, pekerja keras dan juga baik hati.

Ada sedikit rasa bersalah dalam hati Jongin karena ingin menaklukan Sehun hanya untuk kesenangannya. Tapi jika ia pikir lagi, Sehun tidak akan rugi apapun. Malah Sehun bisa mendapatkan pengalaman terindah seumur hidupnya.

Rencana Jongin gagal total.

Jongin sama sekali tidak terlihat memukau hari ini. Malah ia terlihat seperti orang idiot yang baru pertama kali melihat hamparan kebun buah dan sayur. Jongin bertingkah seperti bocah lima tahun yang terjebak dalam tubuh seksi gadis remaja.

Kini mereka sudah selesai memanen hasil buah kebun Nenek Kim dan ia duduk dengan baju basah kuyup—Jongin terjerembab didalam kubangan lumpur dan Sehun harus menyiramnya dengan air bersih dari sumur—Jongin baru sadar akan rencanaya.

Jongin memandang Sehun yang berjalan kearahnya sambil membawa keranjang berisi makan siang mereka. Jongin mendengus kesal. Kesal karena Sehun terlihat begitu tampan hanya mengenakan jeans biru tua dan kaos abu-abu. Kesal karena tampaknya Sehun sama sekali tidak tertarik padanya padahal dia sudah menggunakan killer outfit—kaos putih yang begitu pas ditubuh seksinya serta celana pendek berwarna kuning cerah yang menunjukkan kaki jenjangnya.

"Ini aku ambilkan handuk sekalian." Sehun menyerahkan handuk pada Jongin yang duduk diatas rumput dibawah pohon rindang halaman belakang rumah Nenek Kim. Ah, sudah tampan, peka dan pengertian lagi.

"Terima kasih." Jongin menerima handuk itu dengan senyum kecut.

"Kau pasti lapar." Sehun mendudukkan dirinya disamping Jongin dan segera mengeluarkan isi keranjang makan siang mereka.

Oke Jongin, makanlah dengan anggun sambil bicara tentang sesuatu yang cerdas! Jongin berkata dalam hati. Kini ia tidak boleh gagal lagi. Sehun seharusnya bukan masalah besar untuk ditaklukan tapi entah kenapa Jongin tidak bisa menjalankan misi untuk membuat Sehun tergila-gila padanya.

Bisa saja Jongin mendorong Sehun kemudian mencium pemuda itu sambil menggoyangkan dadanya tapi Jongin tidak suka bermain dengan cara seperti itu. Jongin lebih suka ketika sang pria menyerangnya dengan ganas dan brutal.

Jongin mengambil roti lapis yang disodorkan Sehun padanya dan...

"WOAAAAH! INI ENAK SEKALI!" Jongin lupa semua rencananya karena rasa sandwich yang baru saja ia gigit.

"Hahahaha, seenak itu? Aku yang membuatnya." Sehun tertawa melihat reaksi Jongin.

"Kau membuat ini?!" Jongin semakin terkejut. "Ini...ini enak sekali!" Jongin menatap sandwich ditangannya kemudian Sehun disampingnya bergantiangh dengan tatapan tidak percaya.

"Apa seenak itu?"

"Ini enak sekali Sehun!" Jongin berkata penuh semangat sambil menggigit makan siangnya lagi.

"Ibuku yang mengajarkanku membuatnya." Sehun berkata ringan.

"Woah, apa ibumu seorang koki jenius?"

"Ibuku petani, sama seperti ayahku." Senyum suram muncul diwajah Sehun ketika mereka bicara tentang ibu dan ayah Sehun.

"Aku harap ibuku bisa membuat sandwich seenak ini." Jongin berkata dengan senyum lebar, berusaha menyemangati Sehun. "Ibuku terlalu sibuk dengan butiknya."

Obrolan kembali mengalir.

Jongin belum pernah merasa senyaman ini mengobrol dengan seorang pemuda atau teman dekat wanitanya yang manapun. Bahkan Baekhyun yang merupakan teman baiknya. Jongin tidak pernah mengobrol tentang hal-hal seperti ini.

Keluarga, masa kecil hingga hal sepele seperti kaos kesukaan Jongin yang baru saja pensiun setelah dua belas tahun dipakai. Jongin merasa ia bisa menceritakan semua rahasianya pada Sehun.

Sehun sendiri bercerita cukup banyak pada Jongin. Tentang masa kecilnya, tentang orang tuanya dan yang membuat Jongin terenyuh adalah cita-cita Sehun: memiliki kedai mie. Cita-cita yang begitu sederhana namun alasannya begitu besar, karena Sehun ingin mewujudkan impian ibu dan neneknya yang tidak pernah tercapai.

Sehun ingin sekali berkunjung ke Seoul dan mencoba mie disana. Beberapa kali Sehun melihat di internet, kedai-kedai mie disana sangat cantik. Sehun ingin bisa membangun kedai mie-nya sendiri.

"Kau bisa membuat mie?" Jongin bertanya dengan lugunya.

"Jongin, aku bercita-cita menjadi pemilik kedai mie, tentu saja aku bisa!"

"Iya sih..." Jongin mengangguk-anggukkan kepalanya. "Habis kau sama sekali tidak terlihat bisa memasak."

"Memangnya aku terlihat seperti apa?" Sehun bertanya. Jongin memandang Sehun, mengamati wajah tampan itu.

"Ka-kau terlalu keren untuk menjadi seorang pembuat mie." Jongin menjawab lirih sambil membuang muka ke arah lain.

"Huh? Aku keren?" Sehun terdengar menahan tawanya. "Kau adalah orang pertama yang menyebutku keren."

Jongin merasa sangat malu, sungguh. Kenapa bisa-bisanya dia menyebut Sehun keren? Seharusnya kan Sehun yang terpesona olehnya, tersipu karena kecantikannya. Tapi disini malah Jongin yang bertingkah seperti itu. Sehun terlihat begitu tenang dan tidak menunjukkan banyak reaksi seperti pria-pria Seoul ketika melihat dirinya.

"Kau juga cantik." Sehun berkata pelan dan hal itu membuat Jongin kembali memandang pemuda tersebut. Jongin tentu tahu jika ia cantik. Semua orang selalu memuji kecantikannya yang berbeda dengan gadis-gadis Korea Selatan pada umumnya, tapi pujian Sehun barusan membuat perutnya bergolak.

"Terima kasih." Jongin menjawab lirih. Tidak tahu harus berkata apa lagi. Kenapa dia jadi begini sih? Jongin rasanya ingin menangis saja. Kemana rasa percaya dirinya? Kenapa otaknya terasa lumpuh ketika berhadapan dengan Sehun?

Mungkin karena Jongin belum pernah berdekatan dengan pemuda seperti Sehun. Pemuda yang lugu dan apa adanya. Pemuda yang tidak sadar jika dirinya tampan dan menarik.

"Kau adalah teman wanita pertamaku." Sehun tiba-tiba berkata dengan suara kecil. Jongin menoleh dan menatap wajah tampan Sehun. Ya Tuhan, kenapa ada pemuda selugu dan setampan ini? Persetan dengan keinginannya agar Sehun tergila-gila dengan dirinya, Jongin sudah tidak peduli lagi dengan hal itu.

Kini yang terpenting adalah melakukan satu hal yang sejak kemarin ingin ia lakukan: mencium Sehun.

Jongin mungkin kerasukan setan kebun atau iblis penjaga sumur rumah neneknya, tiba-tiba gadis seksi ini menarik tengkuk Sehun kemudian menubrukkan bibirnya dengan bibir Sehun.

Jongin mengecup bibir tipis Sehun dengan bibir penuhnya sebelum melumatnya lembut. Gadis itu bisa merasakan keterkejutan yang teramat sangat pada diri Sehun. Tubuh tegap itu begitu tegang dan bibir Sehun yang sama sekali tidak membalas ciumannya.

Meskipun begitu, Sehun tidak berusaha mendorong Jongin menjauh atau menyudahi ciuman itu. Jongin yang tidak merasa ditolak semakin berani. Gadis jelita itu dengan berani naik ke atas pangkuan Sehun sambil menangkup wajah tampan Sehun.

Bibir Jongin terus mengulum lembut bibir Sehun. Perlahan, tubuh Sehun mulai lebih santai. Dengan gerakan kaku Sehun mencoba membalas ciuman Jongin dan gadis itu tersenyum senang dalam ciuman.

Lengan Sehun perlahan memeluk pinggang ramping Jongin, menghapus jarak diantara mereka dan membuat dada sintal Jongin menempel dengan dada Sehun. Ciuman mereka pun bukan lagi sekedar lumatan-lumatan kecil tapi sudah berubah menjadi perang lidah yang panas.

Jongin memimpin permainan. Tangannya memeluk leher Sehun dan terus mencium, melumat, menggigit dan mengulum bibir Sehun. Jelas ini bukan ciuman pertama Jongin namun ini adalah ciuman yang paling nikmat.

Ya, Jongin suka mendominasi dan Sehun yang tidak memiliki pengalaman seperti ini adalah sosok sempurna yang membuat Jongin tanpa sadar mengeluarkan sisi liarnya yang jarang atau bahkan nyaris tidak pernah keluar.

Dibelakang sana Jongin bisa merasakan tangan kekar Sehun mulai merabai tubuhnya. Tangan kasar Sehun menyentuh ragu paha belakangnya dan perlahan berjalan menuju bagian dalam.

Jongin suka sentuhan ragu-ragu itu. Belum lagi telapak tangan Sehun yang kasar akibat perkerjaan kasar yang selama ini selalu ia kerjakan. Sentuhan tangan Sehun mungkin terkesan ragu dan malu namun tangan itu tetap menunjukkan betapa maskulin pemuda tampan yang ia cumbu saat ini.

"Hnnghh.." Jongin yang kegelian akibat sentuhan tangan Sehun mendesah lirih diantara ciuman panasnya.

Tubuh Sehun tiba-tiba menegang mendengar desahan kecil itu. Tangan kekarnya meninggalkan tubuh Jongin dan dengan gerakan mendadak Sehun mendorong tubuh Jongin sedikit menjauh dari tubuhnya, membuat ciuman mereka terlepas.

Jongin menatap wajah Sehun yang seolah baru saja melihat setan. Sial, apa Sehun menolakku? Jongin bertanya dalam hati sambil memperhatikan raut wajah Sehun yang dipenuhi keterkejutan, ketidak percayaan dan kebingungan.

Malu.

Itu kata yang menggambarkan perasaan Jongin. Gadis itu dengan cepat turun dari pangkuan Sehun kemudian berlari meninggalkan kebun rumah nenek Kim menuju rumah utama yang tidak begitu jauh.

Harga dirinya sebagai gadis tercantik disekolah serasa terkoyak karena penolakan Sehun barusan. Semua pria yang pernah ia temui ingin mendekatinya, mengencaninya, menyentuhnya. Tapi Sehun?

Ah, sial. Jongin malu sekali.

TO BE CONTINUE

Setelah sekian lama...akhirnya daku kembaliiiiiii!

Author pilih re-publish karena mungkin kalian udah ga ngefeel lagi sama cerita ini jadi hehehe...

Chapter selanjutnya akan di up dua hari dari sekarang, semoga pada nungguin ya wkwkw

Please maafkan Author yang ilang dan muncul kayak ingus :(

Mohon kritiknya yaaa^^