Semuanya berawal ketika Wei Wuxian memisahkan diri dari Jiang Cheng, mencari tempat yang aman untuknya bersembunyi.

Namun, ketika kedua pupilnya menangkap sesuatu dari sudut matanya, langkah Wei Wuxian terhenti saat itu juga. Sebelum akhirnya, ia memutar arah, berlari mengejar seseorang yang sadar dan terkejut akan kehadirannya.

.

.

Wei Wuxian tidak yakin jika ia harus tertawa atau menangis melihat situasi yang dialaminya saat ini. Ia tersudut. Dengan sepuntung rokok yang terjepit diantara kedua jemarinya. Dan dengan berbagai tatapan yang seakan mengunci tubuhnya di tempat.

Wei Wuxian bisa melihat Jiang Cheng yang menatap penuh kebingungan kearahnya. Wei Wuxian tidak yakin jika Jiang Cheng berada dipihaknya saat ini atau sebaliknya.

Yang ia tahu, sahabat sekaligus saudara angkatnya itu pasti tidak akan berhenti menasihatinya setelah ia keluar dari situasi yang menahannya saat ini.

Wei Wuxian bisa membayangkan kalimat seperti, "Apa kau idiot? Mau mereka merokok pun itu bukan urusanmu! Kenapa kau bersusah payah mengejar mereka dan menempatkan posisimu di tempat yang sulit? Apa kau sudah tidak butuh otakmu, HUH, WEI WUXIAN?!" keluar dari mulut Jiang Cheng.

Wei Wuxian ber-huft kecil, imajinasinya terlalu nyata sampai-sampai ia bisa merasa seperti dimarahi Jiang Cheng saat itu juga.

Menggeleng pelan, pandangannya pun beralih ke Nie Huaisang. Pemuda yang nyatanya juga merupakan sahabat terdekatnya dan sejak tadi bersembunyi di balik tubuh Jiang Cheng nampak lebih kebingungan dari orang di depannya tersebut. Membuat Wei Wuxian mendengus geli melihatnya.

Lalu di sebelah kanan dua sahabatnya itu, terdapat Lan Wangji.

Ah, Lan Wangji.

Wei Wuxian lebih suka memanggilnya 'Lan Wangzhan' karena pemuda yang nyatanya merupakan ketua osis tersebut, sama sekali tidak pernah menoleh kearahnya setiap kali Wei Wuxian memanggilnya dengan 'Lan Wangji'.

Beruntungnya ia, sempat secara tidak sengaja mendengar Lan Xichen, yang merupakan seorang guru musik di Gusu Academy, memanggil adik kandungnya tersebut dengan nama kecilnya; Lan Zhan.

Yep, Lan Xichen dan Lan Wangzh— Lan Wangji merupakan saudara kandung.

Sepasang saudara kandung yang kurang ajar, menurut Wei Wuxian—kalau dilihat dari betapa sempurnanya paras keduanya. Yang nyatanya juga bisa membuat orang lain iri hati serta meneriakan 'Tuhan tidak adil!' sepanjang hari.

Tentu saja Wei Wuxian bukan salah satu dari mereka yang iri akan paras seorang Lan. Karena Wei Wuxian sendiri, sudah merasa dirinya sangat tampan dan menarik. Terbukti dari hasil poling yang entah bagaimana dan dari mana asalnya bisa terpampang di papan pengumuman sekolah dengan judul; "The hot and hottest guys this month"

Sebelum akhirnya polling tersebut berakhir tercabik-cabik di tangan sang kepala sekolah.

Meskipun begitu, Wei Wuxian tahu namanya berada di urutan ke-4. Dan Wei Wuxian sudah cukup puas dengan hal itu.

Terlebih jika ia berada tepat di bawah Lan Wangji.

Hmmm.

Wei Wuxian, bagaimanapun, tidak pernah menyangka kalau mengetahui nama kecil seorang Lan bisa sedikit menghibur dirinya. Terbukti dari reaksi yang diberikan Lan Wangji kepadanya setelah Wei Wuxian dengan semena-mana menggabungkan dua namanya itu.

Wei Wuxian memutuskan bahwa reaksi yang diberikan Lan Wangji saat itu sangatlah bagus. Hey, siapa yang menyangka kalau Lan Wangji terlihat berkali-kali lipat lebih menawan saat ia sedang marah?

Semakin Lan Wangji marah, semakin Wei Wuxian ingin menggodanya. Dan meski hal tersebut terdengar aneh, Wei Wuxian tidak terlalu memedulikannya.

Tidak sulit bagi Wei Wuxian menganggap kalau Lan Wangji membencinya juga, sama seperti sang kepala sekolah mereka. Yang sekaligus merupakan paman biologis mereka. Lan Qiren.

Karena itu, Wei Wuxian tidak heran jika Lan Wangji terlihat menjaga jarak darinya meskipun nyatanya mereka satu kelas dan Lan Wangji duduk tepat satu bangku di depannya.

Otaknya pasti sudah dicuci oleh Lan Qiren, pikirnya saat itu.

Bel tanda masuk pun berbunyi, menyadarkan Wei Wuxian dari lamunannya.

Kedua pupilnya masih terfokus pada Lan Wangji. Namun sayangnya, pemuda yang terkunci oleh tatapannya itu justru mengarahkan pandangannya pada benda yang kini tengah berada di jemari Wei Wuxian.

Lan Xichen, yang nyatanya berada di tempat yang sama pun pada akhirnya membuka suara. Menggiring beberapa murid yang sempat ikut mengerubungi lokasi 'TKP' untuk segera memasuki kelas.

Banyak murid yang mengeluh karena ingin melihat lebih lama.

Wei Wuxian berdecak. Niatnya untuk meminta uang bayaran kepada mereka yang sudah menonton gratis pun pupus.

"Sudah 'ku katakan rokok ini bukan milikku," Wei Wuxian memutuskan untuk berjongkok, merasa lelah karena telah berdiri selama lima belas menit tanpa melakukan apapun.

Sepuntung rokok yang sejak tadi diapit jemarinya, kini ia guling-gulingkan di atas tanah. Tidak peduli ada semut yang terlindas oleh badan rokok tersebut.

Ia bisa mendengar Lan Qiren mendengus kesal.

"Tidak bisa dipercaya," geramnya.

Di sisi lain, Wei Wuxian tidak mau mengambil pusing ucapan sang kepala sekolah karena ia tahu benar, bahwa pria tersebut sudah membenci dirinya sejak ia melangkahkan kaki di Gusu Academy untuk yang pertama kali.

Dan itu pun sudah dua tahun yang lalu! Wow, sebuah kebencian yang nampaknya tak akan lekang oleh waktu, batin Wei Wuxian.

"Kalau bukan kau, siapa lagi?!" seru Lan Qiren kemudian dan berhasil membuat Wei Wuxian menghela napas.

"Aku sudah bilang kalau aku sedang mengejar pelakunya. Dan kembali kesini setelah aku kehilangan jejaknya."

"Kau pikir kami akan percaya kata-katamu begitu saja? Kau bahkan tidak bisa membuktikan kalau benda yang ada di tanganmu itu bukan milikmu! Dan sekarang kau sibuk mencari kambing hitam? Kalau kau mengakui kesalahanmu, mungkin aku tidak akan segeram ini!"

Wei Wuxian berdecak kecil, tahu benar kalau Lan Qiren sedang memanfaatkan momen ini untuk meluapkan kekesalannya terhadap dirinya.

Namun hal tersebut tak juga membuat Wei Wuxian gentar, "Mungkin lain kali kau bisa memasang CCTV di area ini, jadi kau tidak akan seenaknya menuduh seseorang," ucapnya kemudian.

"Apa katamu?!"

Lan Qiren baru saja akan melangkahkan kakinya kearah Wei Wuxian sebelum akhirnya dihentikan oleh Lan Xichen.

Sementara Jiang Cheng, Nie Huaisang dan Lan Wangji masih terdiam mendengarkan. Tidak ada satu pun yang berani ikut turun campur jika Lan Qiren sudah bersuara, kecuali Lan Xichen.

Tapi hal tersebut tidak membuat tatapan khawatir Lan Wangji luput dari pandangan Wei Wuxian.

Heh. Apa dia khawatir pamannya akan kenapa-kenapa kalau dia menyerangku? Mengingat aku ini kapten klub martial arts, batin Wei Wuxian sembari berdiri kembali dan membiarkan puntungan rokok yang sempat dimainkannya, tergeletak begitu saja di atas tanah.

"Paman..." ucap Lan Xichen dengan nada lembut, berusaha menenangkan Lan Qiren, "Aku rasa, ada baiknya jika kita mendengarkan apa yang diucapkan Wei Wuxian terlebih dahulu sebelum kita membuat kesimpulan."

Lan Qiren yang mendengarnya semakin geram, "Apa lagi yang harus kita dengarkan dari mulutnya itu? Kalau bukan karena seseorang yang menghubungiku tiba-tiba, kita tidak akan pernah tahu kalau anak inilah yang selama ini—"

"Paman," Lan Xichen memotong. Dan membuat Lan Qiren beralih menatapnya.

Sementara itu, Wei Wuxian yang mau tidak mau mendengarkan ocehan sang kepala sekolah, kini terdiam. Mencoba meneliti kembali apa yang baru saja didengarnya.

Seseorang menghubungi 'pak tua' itu dan memberitahukan keberadaanku? Heh, aneh sekali, pikirnya.

"A-Huan," panggil Lan Qiren pada pemuda di sampingnya. Ia mengambil jeda sejenak sebelum kembali berkata, "Kau dan Wangji tahu kalau pelaku yang menyelinap masuk serta mencuri salah satu soal ujian untuk bulan depan, meninggalkan sepuntung rokok di lantai, bukan?"

Setelah kata-kata itu keluar dari mulut sang kepala sekolah, baik Jiang Cheng, Nie Huaisang dan Wei Wuxian pun tidak dapat menyembunyikan rasa terkejutnya.

Namun, sepertinya Wei Wuxian lah yang lebih tidak bisa menerima semuanya karena detik berikutnya ia pun kembali berseru, "Jadi kau menuduhku yang mencuri soal itu?! Bagaimana mungkin aku melakukan hal rendah seperti itu?"

Lan Qiren yang mendengarnya tidak mau kalah dan membalas, "Mengingat reputasimu yang buruk dan semena-mana, bukan hal yang tidak mungkin kalau kau menyelinap malam-malam dan mengambil soal itu!"

Wei Wuxian menatap 'pak tua' di depannya dengan tatapan tak percaya, "Hanya karena aku beberapa kali menghilang saat jam pelajaran dan menyerobot antrian di kantin bukan berarti kau bisa bebas menuduhku tanpa bukti! Kau tahu benar Gusu Academy melarang semua muridnya untuk tidak memasuki gedung utama setelah jam sekolah selesai!"

"Bukti apalagi yang kau maksud kalau rokok itu sudah cukup membuktikan semuanya!"

"Sudah 'ku bilang itu bukan punyaku!" erang Wei Wuxian sembari mengacak-acak rambutnya, merasa sedikit depresi.

Lan Qiren mengabaikan erangan Wei Wuxian dan kembali berkata, "Gusu Academy tidak pernah mengizinkan para penghuninya untuk membawa ataupun menghisap rokok. Tidak juga guru-guru kami."

Ia menatap tajam Wei Wuxian sebelum melanjutkan, "Tiga hari yang lalu seseorang berhasil menyelinap masuk dan mengambil salah satu soal ujian yang kami simpan secara aman. Tentu hal itu bukanlah pertama kalinya yang kami alami. Dan sekarang kalau 'ku pikir lagi, soal ujian yang tiba-tiba menghilang, juga pernah terjadi tepat satu hari sejak kau menginjakkan kakimu disini!"

Wei Wuxian mendengus geli seketika. Ia bisa merasakan tatapan Jiang Cheng yang seakan mengatakan, 'Bersikap serius lah sedikit, idiot!' kepadanya. Tapi, hal itu pun segera diabaikannya.

Ah, jadi itulah kenapa pak tua itu secara buta membenciku, pikir Wei Wuxian yang kemudian menghela napas. Mau 'ku katakan berulang kali pun, aku yakin kalau dia tidak akan mempercayaiku. Dengan alasan konyol seperti itu, bagaimana mungkin aku bisa dengan gampang mengatakan kalau aku dijebak. Dia pasti akan kembali menuduhku mencari kambing hitam. Padahal akulah kambing hitamnya! Tsk!

Pandangan Wei Wuxian beralih kembali menatap Lan Wangji dalam diam. Kedua mata mereka bertemu satu sama lain. Wei Wuxian menerka-nerka apakah Lan Wangji kini berpikiran sama dengan pamannya. Apakah Lan Wangji juga mengira bahwa Wei Wuxian lah yang mencuri soal-soal ujian tersebut?

Entah kenapa hal itu justru membuat perasaan tidak nyaman sendiri di benak Wei Wuxian. Lan Wangji mungkin membencinya, tapi Wei Wuxian tidak. Dan meskipun Lan Wangji tidak pernah mengakuinya, Wei Wuxian tahu kalau hubungan mereka tidak bisa dikategorikan sebagai musuh.

Sayangnya, ia juga tidak bisa mengatakan kalau hubungannya dengan Lan Wangji bisa dikategorikan sebagai seorang teman.

Namun, Wei Wuxian tidak bisa melupakan momen dimana Lan Wangji menegakkan postur duduknya di salah satu jam pelajaran, menghalangi pandangan sang guru ke arah tempat duduk Wei Wuxian.

Wei Wuxian ingat kalau ia sempat mengeluh pada Jiang Cheng saat itu, kalau dirinya sangatlah kelelahan dan mengantuk, ia bahkan tidak yakin kalau ia bisa bertahan mendengarkan ocehan sang guru yang bahkan tidak ada hubungannya sama sekali dengan pelajaran yang ia ajarkan.

Jiang Cheng hanya menyalahkannya saat itu dan membuat bibir Wei Wuxian sedikit mengerucut.

Dan ketika ia sadar kalau posisi duduk pemuda di depannya berubah, menghalangi pandangan sang guru terhadapnya. Tanpa pikir panjang, Wei Wuxian pun terkekeh kecil dan memutuskan untuk mengistirahatkan kepalanya di atas meja.

Sebelum ia terlelap, Wei Wuxian masih bisa mengingat dengan jelas apa yang ia pikirkan kala itu.

Aku harap Wangzhan tidak merubah posisi duduknya sampai jam pelajaran usai.

Ketika kedua matanya kembali terbuka, dengan rasa kantuk yang masih menyelimutinya. Wei Wuxian hanya mendapati Jiang Cheng yang menatapnya dengan tatapan kesal.

Jam pelajaran telah usai. Dan sosok Lan Wangji tak lagi terlihat di sekitarnya.

Warna oranye dari sinar mentari yang melekat di atas deretan meja, menandakan kalau waktu senja telah tiba. Dengan malas, Wei Wuxian membiarkan Jiang Cheng menyeretnya keluar dari kelas.

"Maaf, tapi aku rasa Wei Wuxian tidak mungkin melakukan hal itu," Jiang Cheng membuka suara tiba-tiba dan menyadarkan Wei Wuxian, lagi, dari lamunannya.

Wei Wuxian dengan cepat menoleh ke arah sahabat sejatinya itu, merasa terharu dan ingin memeluk Jiang Cheng saat itu juga.

Tapi hal itu pun diurungkannya saat Jiang Cheng menatapnya tajam dan kembali berkata, "Orang ini, terlalu malas untuk keluar asrama malam-malam. Kalaupun dia ingin mencari udara segar, idiot ini tidak akan segan-segan membangunkanku dari tidur. Jadi hal itu sangatlah tidak mungkin. Terlebih kalau kau melepas beberapa anjing penjaga—"

"Oi—" Wei Wuxian baru saja akan membalas Jiang Cheng namun kata-katanya terpotong oleh Nie Huaisang.

"Aku rasa...aku rasa Jiang Cheng benar," tambahnya. Wei Wuxian takjub. "Aku rasa Wei Wuxian tidak akan mau bersusah payah menyelinap dan mengambil soal-soal ujian tersebut, terlebih jika ia merupakan salah satu murid terpintar di sekolah ini."

Wei Wuxian yang mendengarnya pun mengangguk pelan dan menggumam 'hm hm' mengiyakan segala ucapan Nie Huaisang tentangnya. Sementara itu Jiang Cheng masih menatapnya. Jijik.

Lan Qiren menghela napas, berhasil menenangkan dirinya sedikit, "Baiklah. Meski aku sangat yakin kalau kaulah pelakunya," ia menatap tajam Wei Wuxian. Sementara pemuda yang tengah ditatapnya, berpura-pura tidak melihatnya dan justru mengalihkan pandangannya pada Lan Wangji. Lagi.

Sang kepala sekolah pun melanjutkan ucapannya, "Sampai pelaku yang sebenarnya tertangkap. Kau, Wei Wuxian, tidak diizinkan memimpin klub martial arts untuk sementara."

"HAH?!" seru Wei Wuxian, "KAU TIDAK BISA—"

"Keputusan ini sudah bulat," sambung Lan Qiren, tidak menghiraukan seruan Wei Wuxian, "Wangji, ambil puntung rokok itu dan jadikan itu sebagai barang bukti."

Melihat hal tersebut, Nie Huaisang semakin bingung dan tidak tahu apa yang harus dilakukannya, sementara itu Jiang Cheng hanya bisa memijat keningnya.

Lan Xichen di satu sisi, berusaha menyadarkan Lan Wangji dan memberitahunya kalau sang paman memintanya untuk mengambil barang bukti yang tergeletak di bawah tanah.

Lan Wangji berdiam diri sejenak, sebelum akhirnya menggumam 'Mm' dan berjalan kearah Wei Wuxian. Ia sama sekali tidak menghiraukan kicauan Wei Wuxian yang ditujukan untuk sang kepala sekolah.

"Harusnya kau memasang CCTV di area ini sejak awal jadi kau tidak bisa menuduhku seenaknya! Aku bahkan tidak pernah menghisap rokok seumur hidupku!"

"Huh," Lan Qiren mendengus kesal, "Kau bilang kau tidak pernah menghisap rokok seumur hidupmu? tapi rokok yang sempat kau pegang sudah terbakar setengahnya. Bagaimana aku bisa memercayaimu kalau kau tidak bisa membuktikannya?"

Wei Wuxian menatap geram 'pak tua' di depannya, masih kesal karena keputusan yang telah dibuatnya, "Kau pikir aku tidak bisa membuktikannya? Kau pikir aku tidak bisa membuktikan kalau aku tidak menghisap rokok itu? Kalau begitu lihat ini."

Wei Wuxian menarik paksa Lan Wangji yang baru saja akan berbalik arah setelah mengambil puntung rokok dibawah kakinya.

Dan kemudian, mempertemukan bibir mereka satu sama lain dalam sebuah ciuman.

Kedua bola mata Lan Wangji membelalak seketika dan puntung rokok yang digenggamnya pun kembali terjatuh.

Wei Wuxian bisa mendengar suara Lan Qiren yang meneriakan namanya berulang kali, geram, namun tak kunjung menghampiri dan justru teredam oleh seruan Lan Xichen yang berusaha menahan pamannya.

Sementara itu, telinganya sama sekali tak mendengar apapun dari Jiang Cheng dan Huaisang.

.

.

.

To be continue...