Soonyoung menatap pantulan dirinya di cermin. Tigapuluh menit lagi ia akan menikah. Tigapuluh menit lagi ia mungkin tidak akan bisa menikmati masa mudanya. Tigapuluh menit lagi ia tetap menjadi seorang siswa kelas 2 di salah satu Senior High School tapi tidak lagi lajang. Tigapuluh menit lagi ia akan menjadi suami seorang pemuda kaya raya yang umurnya terpaut 7 tahun lebih tua darinya. Tigapuluh menit lagi hidupnya akan berubah.

"Tuan Kwon, Tuan Lee sudah menunggu anda di altar." panggil seorang wanita seumuran ibunya namun bukan ibunya.

"B-baiklah."

Wanita itu tersenyum dan meninggalkan Soonyoung yang masih terpaku di depan cermin. Ia mengatur napasnya. Jika saja orang tuanya masih hidup ia bisa menjalaninya dengan tenang. Tapi semuanya sudah berubah. Sejak kematian mendadak keduanya dan juga permintaan dari wasiat ayahnya yang tidak masuk akal, Soonyoung hanya pasrah. Selama ia bisa membahagiakan orang tuanya yang telah tiada.

Dengan segenap keteguhan yang telah terkumpul di hatinya Soonyoung melangkah keluar dari rumah kecil yang berada tak jauh dari gereja. Puluhan bahkan lusinan penjaga berjalan mengelilinginya. Menjaga perjalanannya hingga ke altar. Tempat seorang pemuda dengan setelan tuxedo mewah berdiri di altar. Wajahnya terlihat dingin dan Soonyoung menelan ludahnya kasar. Bahkan tidak berani menatap pemuda di hadapannya. Apalagi saat pemuda itu membungkuk dan suaranya menyapa telinga Soonyoung.

"Aku tidak pernah menginginkan ini. Tapi.. Bersikaplah baik atau aku tidak akan segan mengusirmu."

.

.

Don't Hate Me

.

.

Kwon Soonyoung

Lee Seokmin

Kim Mingyu

Jeon Wonwoo

Others

SoonSeok slight! SoonGyu, SoonWoo

.

.

Soonyoug tidak melihat adanya cinta sedikitpun di mata Seokmin untuknya. Bisakah Soonyoung hidup tanpa adanya cinta?

.

.

Soonyoung menatap ranjangnya yang terlihat nyaman. Tapi yang dilakukan pemuda sipit itu hanya memandanginya sekilas dan beranjak menuju kamar mandi dengan setelan piyama di dekapannya. Berniat mengganti setelan jas putih mahal yang baru saja dipakai untuk pernikahannya. Seokmin pergi meninggalkannya dengan lusinan penjaga. Soonyoung hanya mengangguk mengingat kata-kata tajam yang dilontarkan pemuda yang lebih tua 7 tahun darinya.

Usai mengganti pakaiannya Soonyoung meraih ponselnya dan membuka SNS. Ada banyak pesan. Termasuk dari kedua temannya. Mingyu dan Wonwoo. Teman yang selalu menemaninya disaat apapun. Temannya sejak masih duduk di bangku sekolah dasar.

Mingyu : Kwon! Kenapa kau tidak masuk sekolah?! Sakit?!

Wonwoo : Dasar bodoh. Soonyoung sedang berduka!

Hoshi : Kalian merindukanku? Aku akan mulai sekolah besok. Seminggu ini aku masih harus mengurus kepindahan rumahku ke rumah kerabat. Jangan khawatir.

Wonwoo : Rumah saudaramu di mana? Mau kubantu?

Mingyu : Berhenti mencari perhatian Jeon. Hey, Kwon.. Kau tahu? Aku kesulitan mengerjakan Sastra Jepang tanpamu.

Wonwoo : Itu kau saja yang bodoh, Kim!

Mingyu : Hey! Peringkatku masih ada di atasmu Jeon!

Wonwoo : Terserah.

Hoshi : Astaga.. Jangan bertengkar. Kalian ini kan teman.

Wonwoo : Dia yang mulai Soon~

Mingyu : Jeon Wonwoo menjijikkan!

Hoshi : Aku off saja kalau kalian bertengkar terus.

Mingyu : Aku diam, Kwon!

Wonwoo : Jangan~

Soonyoung terkikik. Ia duduk di lantai dan sibuk dengan dunia SNSnya sampai tidak sadar kalau pintu kamarnya diketuk dari luar. Manik matanya melirik jendela saat tidak ada lagi yang mengetuk pintu kamarnya. Sudah malam. Ia melirik ponselnya untuk melihat jam. Tidak terasa sudah pukul 10 malam. Soonyoung menguap dan merebahkan dirinya di lantai berlapis karpet bulu tebal. Matanya terasa berat dan terpejam. Lelah.

.

.

Pagi-pagi sekali Soonyoung sudah siap dengan seragam sekolahnya. Ia sedang menalikan tali sepatunya saat seorang wanita dengan nampan masuk ke dalam kamarnya.

"Anda sudah bangun, Tuan Muda?" wanita itu terlihat terkejut.

"Ya. Aku sudah bangun sejak tadi." Soonyoung tersenyum lebar hingga matanya menyipit. "Dan lagi.. Jangan memanggilku, Tuan. Rasanya aneh. Padahal kau seumuran ibuku. Panggil aku Soonyoung saja."

"Tapi.."

"Aku lebih suka dipanggil dengan namaku."

Soonyoung meraih nampan ditangan wanita itu dan tanpa sengaja melirik pin name di seragam pelayan itu. Pemuda 18 tahun itu tersenyum secerah matahari.

"Terima kasih, Kang Eomonim." ucapnya sambil membungkuk. "Aku akan menghabiskan sarapannya."

"J-jangan panggil saya begitu, Tuan."

Soonyoung menghela napasnya dan seketika teringat pada ibunya. Ibunya yang selalu mengomel kala Soonyoung senang sekali menghela napasnya dan menjejalkan sekerat roti ke mulut mungilnya yang terlihat penuh jika Soonyoung terpaksa mengunyahnya. Lalu ibunya akan tertawa dan terkekeh. Menyodorkan segelas susu dan Soknyoung akan meneguknya dengan beringas.

"Baiklah. Anda bisa meninggalkanku. Aku akan menghabiskan sarapannya di sini." kata Soonyoung pelan.

"Anda ingin dibuatkan bekal, Tuan?"

Soonyoung menggeleng dan mengisyaratkan agar pelayan itu keluar dari kamar yang ditempatinya. Ia enggan menyebut kamar itu sebagai kamarnya karena memang bukanlah kamarnya. Setelah sendirian di kamar ia mulai memakan roti gandum dan susu segar yang ada di sana.

Air matanya turun perlahan saat Soonyoung menggigit ujung roti gandum itu. Dadanya terasa sesak luar biasa. Lama kelamaan semakin deras dan Soonyoung menghapus air matanya dengan lengan seragamnya. Ia selalu bisa menyembunyikan kesedihannya tapi entahlah kali ini ia tidak bisa menahannya. Bebannya terlalu berat. Kehilangan orang tuanya, menikah muda, dan hidup dengan banyak pengawasan.

Soonyoung menghabiskan sarapannya dengan segera dan keluar dari kamar. Melangkah cepat keluar dari rumah mewah itu dan berlari sekuat tenaga setelah berada di luar gerbang rumah itu. Seketika itu perasaan lega menghinggapinya. Soonyoung terus berlari menuju sekolahnya. Berlari secepat yang dibisanya. Seolah sekolah adalah surga yang selalu dinantikannya. Karena memang ia bebas melakukan apapun di sekolah. Tanpa ada pengawasan.

Dengan napas terengah Soonyoung sampai di sekolah. Setelah menetralisir napasnya ia menuju kelasnya. Ia benar-benar sampai di surganya.

.

.

Seokmin melirik Soonyoung yang berjalan dengan cepat melewati ruang makan. Lalu tanpa peduli ia kembali melanjutkan sarapannya dan memeriksa beberapa laporan keuangan perusahaannya. Menyesap kopi pahit di cangkirnya dan membaca dengan baik-baik laporan tersebut. Tangannya meraih sebuah pena dan menandai beberapa kesalahan di laporan itu. Ia selalu menganggap Soonyoung tidak pernah ada di rumahnya. Walaupun tetap memenuhi kebutuhan sehari-hari anak itu.

"Pelayan Kang." panggilnya tegas saat mendengar suara langkah kaki menuju dapur. Matanya tetap berkutat dengan laporan di tangannya.

"Ya, Tuan."

"Dia membuat masalah?" tanya Seokmin dingin.

"Tidak. Dia bahkan sudah siap pergi ke sekolah saat saya akan membangunkannya."

Pemuda 25 tahun itu mengangguk tanpa menoleh saat Pelayan Kang membungkuk untuk meninggalkannya yang sedang sibuk dengan dokumen lainnya. Setelah selesai dengan sarapan paginya Seokmin beranjak menuju kamarnya yang ada tepat di samping kamar Soonyoung. Melirik kamar yang ditempati si muda sebentar lalu masuk ke kamarnya. Ia harus bersiap-siap pergi ke kantornya.

.

.

"Soonyoung! Astaga~ aku sangat merindukanmu!" pekik Mingyu berlebihan saat melihat Soonyoung sudah ada di bangkunya.

Wonwoo sudah duduk di samping Soonyoung dan memandangi Soonyoung yang sedang tidur dan memberikan tatapan mematikan pada Mingyu yang sudah bersiap memeluk tubuh Soonyoung. Bukannya menghiraukan tatapan tajam Wonwoo, Mingyu malah menjulurkan lidahnya dan memeluk Soonyoung yang seketika itu terlonjak karena terkejut.

"Bodoh! Kau membangunkannya!" seru Wonwoo sambil memukul kepala Mingyu dengan buku matematika.

"Uh. Tidak apa." kata Soonyoung sambil memijit kepalanya yang berputar karena terkejut.

"Ah! Maafkan aku, Kwon. Aku terlalu merindukanmu tahu! Bosan dengan makhluk halus seperti di sampingmu itu!" balas Mingyu sambil memeluk Soonyoung dari samping.

Soonyoung terkekeh pelan lalu melepaskan pelukan Mingyu yang terlalu erat. Sedangkan Mingyu masih betah memeluk Soonyoung meskipun Wonwoo juga berusaha membantu Soonyoung melepaskan pelukannya.

"Jangan mengganggu acara temu kangen kami, Jeon! Keluar sana!"

"Bodoh! Kelasku juga di sini."

"Kalian ini.. Berhentilah bertengkar. Kalau bisa akur sehari saja agar aku tenang. Kalau kalian saling jatuh cinta baru tahu rasa kalian."

"Ih! Aku tidak sudi jatuh cinta dengan si Datar seperti teflon telur dadar ibuku!"

"Siapa juga yang mau dengan Bocah Hitam Tengil sepertimu?!"

Jika Jeon Wonwoo dan Kim Mingyu sudah saling ejek seperti itu maka yang dilakukan Soonyoung hanyalah menopang dagunya dan memandang peperangan seru - perang lidah dalam artian yang sebenarnya - yang selalu berujung pada pertengkaran berhari-hari. Bahkan mereka tidak pernah berbaikan sebelumnya dan selalu bertengkar untuk memperebutkan Soonyoung.

.

.

Satu tahun berlalu dengan sangat cepat. Soonyoung bahkan tidak sadar kalau kini dirinya sudah berada ditingkat sekolah paling akhir. Sebentar lagi ia akan lulus dan menempuh pendidikan di universitas. Soonyoung berusaha keras agar bisa masuk ke universitas favoritnya. Mengambil jurusan seni untuk menyalurkan hobinya dan juga kecintaannya. Setiap hari Soonyoung akan tersenyum-senyum jika membayangkannya tapi sirna saat Seokmin mengajaknya bicara.

Komunikasi pertama kali yang mereka lakukan sejak satu tahun pernikahan mereka. Soonyoung menahan napasnya. Takut dengan apa yang akan dikatakan Seokmin padanya. Jadi, ia hanya mengekor di belakang Seokmin dalam diam. Bahkan tidak berani mengangkat wajahnya saat Seokmin menyuruhnya duduk di sofa nyaman di ruangannya. Entah mengapa Soonyoung meremas celana pendek yang dipakainya. Gugup.

"Kau sudah kelas 3." kata Seokmin membuka pembicaraan sambil menatap Soonyoung yang masih setia menunduk.

"Y-ya."

Seokmin memicingkan matanya. Soonyoung menelan ludahnya gugup. Apalagi saat Seokmin diam. Ia tidak berani membuka pembicaraan dan lebih memilih untuk diam. Menunggu hingga Seokmin mengucapkan sesuatu.

"Kau hanya boleh kuliah di Korea."

"APA?!"

Soonyoung mengangkat wajahnya dan menatap Seokmin dengan berang. Selama ini Seokmin tidak pernah menganggapnya ada di rumah. Tidak pernah mengajaknya bicara. Tidak pernah makan bersama. Tidak pernah menyapanya. Dan ada banyak tidak pernah yang belum bisa ia ucapkan secara langsung dan sekarang ia melarang dirinya untuk kuliah ke luar negeri.

"Apa maksudmu dengan melarangku seperti itu?!" tanya Soonyoung sambil berdiri dari duduknya.

"Aku suami. Sebagai seorang istri kau harus menurut padaku. Secara teknis seperti itu." jawab Seokmin sambil melipat lengannya dengan angkuh.

"KAU!" Soonyoung menunjuk Seokmin dengan padangan kebenciannya. "Untuk apa kau melarangku pergi jika kau selama ini tidak pernah menganggapku ada di sini! Untuk apa kau mengekangku seperti tahanan yang melakukan kesalahan paling fatal?! Kenapa kau tidak mengusirku sejak pernikahan konyol yang tidak pernah kau harapkan?! Dan kenapa kau tidak menolak pernikahan bodoh yang diminta ayahku?! Kau sengaja ingin menguasai perusahaan ayahku dan membiarkan aku hidup dengan segala penderitaan yang kutanggung seorang diri! Kalau kau ingin menguasai perusahaan ayahku kuasai saja!"

Usai mengatakan semua isi hatinya Soonyoung meninggalkan Seokmin yang masih ditempatnya. Raut wajahnya masih datar tanpa ekspresi. Bahkan saat Soonyoung membanting pintu ruangannya dengan sangat keras.

.

.

Malamnya Seokmin menerobos masuk ke dalam kamar Soonyoung yang temaram. Ia bisa melihat Soonyoung tidur dengan tenang di atas ranjangnya dan Seokmin berdecih. Menarik lengan Soonyoung dengan paksa hingga pemuda manis itu terkejut dan berusaha melepaskan diri dari Seokmin yang terlihat mabuk.

"S-seokmin-ssi, lepaskan aku." cicit Soonyoung saat Seokmin memojokkannya di sudut ruangan.

"Kenapa aku harus melepaskanmu? Kau suami - ah, bukan. Kau istriku, benar?" jari panjangnya menyentuh pipi Soonyoung yang lembut.

Soonyoung mengangguk dengan ragu saat Seokmin mendekatkan wajahnya hingga Soonyoung bisa mencium aroma alkohol yang sangat kuat. Seokmin mengangkat dagu Soonyoung dengan satu jarinya dan melumat bibir si muda dengan beringas. Memiringkan kepalanya ke kanan dan ke kiri mencari posisi yang nyaman dan melesakkan lidahnya ke dalam mulut kecil Soonyoung. Si tua membuka kancing piyama si muda dengan satu tangannya dan tangannya yang lain menangkup pipi Soonyoung.

Dengan sisa-sisa tenaganya Soonyoung mendorong dada bidang Seokmin yang sudah polos. Kehabisan napas dan Soonyoung membulatkan matanya saat sadar tidak memakai sehelai benangpun di tubuhnya. Tangannya berusaha menutupi area-area privasinya saat Seokmin membalik tubuhnya dan membungkukkan tubuh kecil Soonyoung. Menahan kaki si muda untuk terangkat dan memasukkan kejantanannya tanpa aba-aba.

"AAAAKH!"

Seokmin tidak peduli dengan jeritan pilu Soonyoung dan malah menyodok anus Soonyoung dengan kasar. Soonyoung mati-matian menahan rasa sakit yang menyerang lubang belakangnya. Soonyoung sangat yakin kalau lubangnya pasti lecet. Apalagi gerakan menyodok Seokmin yang keras, brutal, dan tidak sabaran membuat Soonyoung lebih tersakiti.

"Sial! Kau sempith.. Mmh.." racau Seokmin sambil terus menyodok lubang belakang Soonyoung.

"S-sakit.. S-seokmin-ssi.."

Seokmin menggeram nikmat saat lubang belakang si muda berkontraksi. Menelan habis kejantannya hingga ke jauh kedalam. Menyentuh titik kenikmatan Soonyoung dengan telak dan si muda mendesah. Seokmin menyeringai dan semakin beringas menjebol lubang Soonyoung yang ketat. Membuat banyak tanda di punggung si muda dan mengocok kejantanan mungil si muda dengan cepat.

Soonyoung mendesah-desah tak karuan yang malah membuat Seokmin semakin bersemangat menggenjot lubang belakang Soonyoung. Satu tangannya yang lain memelintir, mencubit, dan menarik puting si muda yang menegang. Meremas pula kejantanan mungil di tangannya dan tersenyum puas saat Soonyoung orgasme dan berteriak nikmat dengan suaranya yang entah mengapa terdengar seksi di telinganya. Suara seksi siswa kelas 3 akhir itu membuatnya terbakar nafsu dan ia mempercepat gerakan pinggulnya. Hampir mencapai puncaknya.

"Shit!"

Seokmin menggeram dan lima tusukan terakhir ia sampai. Mengeluarkannya di dalam Soonyoung yang sudah lemas. Seokmin menciumi punggung si muda dan membawanya ke ranjang. Membaringkan tubuh mungil Soonyoung tanpa melepaskan kontak fisik mereka. Soonyoung pikir semuanya sudah berakhir tapi itu baru awal bagi Seokmin. Dan Soonyoung hanya bisa mengangis dalam diam saat Seokmin kembali menjamahnya.

.

.

Cahaya matahari masuk melewati celah-celah tirai. Seberkas cahaya jatuh mengenai wajah Soonyoung yang masih terlelap. Alarmnya sudah berbunyi sejak jam 6 pagi. Tapi si muda itu tidak membuka matanya. Padahal biasanya ia akan bangun sebelum alarm itu berbunyi. Pelayan Kang mengetuk pintu kamar Soonyoung dan masuk. Tapi terkejut saat mendapati kamar yang berantakan dan juga Soonyoung yang terlihat mengenaskan. Ada beberapa bercak darah di selimut yang dipakai Soonyoung.

"Tuan Muda?" pelayan Kang meletakkan nampannya di meja dan menepuk pipi tembam Soonyoung.

Tidak ada respon. Pelayan Kang tahu kalau Soonyoung dalam keadaan telanjang. Ia bisa melihat pakaian-pakaian yang tercecer di lantai milik Soonyoung. Seingatnya tidak ada yang masuk ke dalam kamar Soonyoung kecuali dirinya. Bahkan ia tidak pernah melihat Seokmin mengunjungi istrinya selama ini. Padahal usia pernikahan mereka sudah berjalan hampir satu tahun.

"Tuan Muda?"

"..."

"Soonyoung?"

"..."

Pelayan Kang menyentuh leher Soonyoung. Denyut nadinya lemah dan dengan tanggap ia meraih telepon rumah dan menekan beberapa nomor dengan tergesa. Setelah tersambung pelayan Kang segera meminta dokter segera datang. Jujur saja, pelayan Kang sudah menganggap Soonyoung sebagai anaknya sendiri. Dengan segera ia mengambil pakaian di lemari dan memakaikannya pada Soonyoung dengan telaten. Pelayan Kang tahu jika bercak-bercak kemerahan di tubuh siswa itu adalah hasil perbuatan seseorang yang melakukan hubungan intim.

Empatpuluh menit berlalu dan dokter menyerahkan secarik kertas berisi resep obat untuk diminum oleh Soonyoung yang masih pingsan. Pelayan Kang menerimanya.

"Tuan Muda harus banyak istirahat. Denyut nadinya terlalu lemah maka sebaiknya ia tidak masuk sekolah dulu. Sepertinya Tuan Lee terlalu memaksakan dalam melakukannya." jelas dokter itu sambil menatap Soonyoung.

"Tuan Lee tidak pernah mau menyentuh Tuan Muda. Menyapanya saja tidak pernah." kata Pelayan Kang.

"Saya tahu. Saya undur diri."

Pelayan Kang mengangguk dan membiarkan dokter itu keluar dari kamar Soonyoung. Wanita itu menatap Soonyoung iba. Wajah pemuda 19 tahun itu pucat pasi. Bibir merahnya sobek di pinggirannya. Belum lagi bercak-bercak kemerahan yang tersebar di sekujur tubuh pemuda manis itu.

"E-eomma.."

Soonyoung terlihat mengerutkan keningnya. Tubuhnya bergerak dengan gelisah. Menggeliat dengan napas tersengal dan keringat seketika bercucuran di dahinya. Pelayan Kang meraih kain kompres dan menyeka keringat di dahinya yang basah. Pemuda itu masih belum membuka matanya dan mengigau.

"E-eomma.. A-aku diperkosa.."

.

.

Sejak malam di mana Seokmin mabuk dan menyetubuhinya, Soonyoung selalu tidak dapat memejamkan matanya. Setiap malam Seokmin akan datang ke kamarnya dan menjamahnya lagi. Masih dengan kondisi mabuk berat dan Soonyoung terlalu lemah untuk menyaingi kekuatan Seokmin. Pemuda itu akan menangis saat Seokmin membuka pakaiannya hingga dia telanjang. Hal itu membuat Seokmin semakin tidak tahu diri dan menyentuhnya hingga Soonyoung lemas bahkan sampai pingsan.

Paginya Soonyoung harus menahan tubuhnya yang terasa remuk redam. Belum lagi bagian bawahnya yang akan terasa sakit jika digerakkan. Pagi ini pun Soonyoung merasakan hal yang sama. Dengan langkah tertatih Soonyoung melangkah menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya lalu bersiap pergi ke sekolah. Ia berulang kali menyangga tubuh ringkihnya dengan berpegangan pada dinding. Soonyoung serasa tidak bisa merasakan tubuhnya sendiri sekarang. Kakinya sudah seperti jelly saat digerakkan. Akhirnya ia berhasil sampai di kamar mandi dan segera berbenah.

Tidak lama kemudian Soonyoung terlihat sudah rapi dengan seragam sekolahnya dan tas punggung lusuhnya. Tas punggung pemberian ibunya yang terakhir kali di hari ulang tahunnya. Sebenarnya ada banyak tas di lemarinya tapi tidak pernah digunakannya. Semua itu pemberian Seokmin dan Soonyoung tidak ada keinginan untuk memakainya.

"Kau akan berangkat, Soonyoungie?" tanya pelayan Kang saat menemukan Soonyoung sudah turun.

"Ya, aku ada piket hari ini. Jadi, aku akan sarapan di sekolah." jawab Soonyoung sambil tersenyum.

Berlalu begitu saja sebelum pelayan Kang menawarinya sarapan. Berlari dan mengabaikan rasa sakit di daerah belakangnya. Ia hanya ingin segera sampai di sekolah. Surganya.

.

.

Ujian praktek olahraga mengharuskan semua siswa kelas 3 berlari sejauh 500 M. Anak-anak bersorak dan saling berpendapat bahwa itu adalah hal yang mudah. Lain lagi dengan Soonyoung yang dari awal merasa tidak enak badan. Ia tidak mungkin meminta izin pada Guru Kim. Karena ujungnya beliau tetap akan menyuruh Soonyoung ikut demi nilai akhirnya.

"Hei, Kwon. Kau kelihatan pucat. Sakit?" tanya Wonwoo sambil menyodorkan sekotak susu pisang kesukaan Soonyoung.

"Tidak." ia mengembalikan kotak susu itu pada Wonwoo. Mual. "Aku sedang tidak ingin minum susu."

"Kenapa? Biasanya kau suka sekali minum susu kalau sedang buruk."

"Karena terlalu buruk aku jadi tidak ingin minum susu."

Wonwoo menepuk pundak Soonyoung pelan dan temannya itu berlari keluar kelas. Wonwoo mengernyit bingung lalu mengikuti Soonyoung yang berlari menuju toilet. Di sana ia bisa melihat Soonyoung muntah-muntah di wastafel. Dengan sigap Wonwoo memijit tengkuk Soonyoung dan temannya itu mengeluarkan semua isi perutnya. Setelahnya Soonyoung membasuh bibirnya.

"Kau sakit, Kwon. Ayo kuantar ke ruang kesehatan." kata Wonwoo.

"Tidak. Aku masih harus ikut ujian praktek lari. Nanti Guru Kim memberi nilai jelek kalau aku tidak ikut ujian praktek."

"Kalian sedang apa?" tanya Mingyu yang kebetulan ke toilet.

"Anak ini sakit dan tidak mau diantar ke ruang kesehatan padahal terlihat jelas kalau dia sakit." kata Wonwoo sambil melirik Soonyoung.

"Berlebihan! Ya sudah, aku mau ke lapangan dulu."

.

.

"Tuan. Tuan Muda menghilang." lapor Pelayan Kang saat Seokmin baru saja melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah.

"Apa?"

Pelayan Kang menyerahkan selembar surat pada Seokmin yang masih berpegang teguh dengan tatapan datarnya. Membaca tulisan rapi di kertas itu lalu meremasnya dan menatap Pelayan Kang.

"Dimana kau menemukannya?"

"Temannya menemukan ini di loker Tuan Muda saat tidak menemukan Tuan Muda di kelas saat kelas olahraga selesai."

"Sial!"

.

.

Tahun ini adalah tahun kelima sejak menghilangnya Soonyoung. Seokmin semakin berantakan. Hidupnya semakin tidak tenang. Selalu dihantui oleh perasaan bersalah dan kehilangan. Selama ini Seokmin terlalu gengsi untuk mengakui perasaannya pada Soonyoung. Jadi ia melampiaskannya dengan bersikap dingin pada Soonyoung. Seokmin tidak benar-benar mabuk saat menjamah Soonyoung. Ia hanya ingin menyalurkan hasratnya yang sudah lama ditahan karena Soonyoung masih sekolah.

Walaupun ia tahu kalau Soonyoung tidak mungkin hamil mengingat anak itu laki-laki. Hasratnya terlalu menggebu-gebu dan ia selalu ingin menjamah istrinya. Maka setiap malam ia akan minum sedikit alkohol dan masuk ke kamar Soonyoung lalu menjamah Soonyoung yang hanya pasrah pada perlakuannya.

Kali ini Seokmin sedang mengunjungi Yeosodo. Ada proyek untuk pembangunan pariwisata di sana. Ia melangkahkan kakinya melewati rumah-rumah penduduk yang mengingatkannya pada masa kecilnya saat berlibur di sana. Pertemuan pertamanya dengan Soonyoung yang tersesat dan tidak bisa menemukan orang tuanya karena memang ia tertinggal kapal untuk kembali ke Seoul. Lalu ia ikut ayahnya kembali ke Seoul untuk mengantarkan Soonyoung yang ternyata adalah anak sahabat ayahnya. Seokmin jatuh cinta melihat wajah bulat Soonyoung saat itu dan menelan perasaannya saat orang tuanya mengirimnya ke luar negeri untuk menyelesaikan pendidikannya. Kembali ke Korea dan mendapat kabar tentang kematian orang tua Soonyoung. Menikahi pemuda cantik itu yang membuatnya bebar-benar terkejut dan ia tidak bisa melampiaskan perasaannya yang sebenarnya.

Saat melewati jalan yang dulu menjadi tempat pertemuannya dengan Soonyoung, Seokmin bertemu dengan seorang bocah lucu sedang menggambar tembok batu dengan kapur warna-warni di tangannya. Seokmin terhenyak saat melihat wajah Soonyoung kecil di depan matanya. Dengan langkah lebarnya ia melangkah mendekati bocah yang sedang asyik dengan dunianya itu. Lebih tertohok lagi saat bocah itu memandangnya dengan matanya yang benar-benar seperti Soonyoung.

"Eomma! Ada paman aneh!" bocah itu berlari ketakutan meninggalkan Seokmin yang terpaku di tempat.

Suara bocah itu mirip sekali dengan suaranya saat kecil dulu. Melengking. Seokmin menoleh dan melihat gambaran yang dibuat bocah itu. Gambar sebuah rumah dengan dua orang laki-laki yang saling berpegangan tangan. Si kecil dalam gambar itu pasti bocah itu dan si besar pasti sosok yang dipanggilnya Eomma.

"Astaga, Chan! Eomma masih sibuk!"

"Ada paman aneh, Eomma!"

Seokmin menoleh dan mendapati bocah itu kembali dengan menyeret seseorang. Tersenyum saat bocah itu menunjuknya dengan tangannya yang kotor karena kapur warna-warni. Sosok 'Eomma' bocah itu membungkukkan badannya pada Seokmin.

"Maafkan anakku, Tuan." kata si Eomma tanpa mengangkat wajahnya.

"Tidak apa. Mungkin dia terkejut dengan kedatanganku." kekeh Seokmin.

"S-seokmi-ssi?"

Seomin membulatkan matanya. Soonyoung, malaikatnya adalah ibu si bocah

.

.

Soonyoung meletakkan gelas keramik di depan Seokmin dengan pelan lalu duduk tanpa menatap Seokmin yang masih saja memandanginya. Chan, putranya sedang berkejar-kejaran dengan anak anjingnya di halaman depan. Meninggalkan ibunya berdua dengan Seokmin yang dipanggilnya paman aneh.

"A-apa kabarmu, S-seokmin-ssi?" tanya Soonyoung setelah memberanikan diri untuk angkat suara.

"Buruk. Sangat buruk, Kwon Soonyoung." jawab Seokmin.

"M-maaf.. Aku tidak bermaksud menyinggungmu."

Seokmin mengangguk namun Soonyoung tidak akan bisa melihat gerakan kepalanya karena istrinya itu hanya menunduk. Masih sama seperti lima tahun yang lalu saat Seokmin mengajaknya bicara. Wajahnya bahkan lebih tembam daripada terakhir kali Seokmin melihat wajah istrinya.

"Apa kau tidak ingin kembali padaku, Soonyoung?"

Pemuda di depannya menghela napas pelan lalu mengangkat wajahnya. Dari sana Seokmin tahu kalau Soonyoung tersenyum kecut dan seketika itu Seokmin ingat dengan kata-kata penuh amarah yang pernah dilontarkan pemuda itu padanya. Seokmin jelas sangat ingat bagaimana sakitnya hatinya saat Soonyoung mengatakan betapa tidak pedulinya dirinya pada Soonyoung.

"Aku tidak akan mengulangi kesalahan yang sama. Aku akan tetap tinggal di sini dengan Chan."

"Apa dia anakmu?"

"Secara teknis dia anak kita tapi kurasa lebih baik aku mengatakannya anakku. Karena hanya ada aku dan Chan dalam Daftar Keluarga kami."

"Soonyoung? Kau hamil?"

Mata Soonyoung berkaca-kaca saat menatap Seokmin. Ia mengangguk saat teringat perjuangannya ketika mengandung Chan dan melarikan diri jauh dari Seoul. Meninggalkan semuanya. Termasuk harta dan teman-temannya. Lalu air matanya mengalir begitu saja saat perjuangannya melawan maut. Perjuangan terberat saat akan melahirkan Chan berkelebat di batinnya. Ia menanggungnya seorang diri di ruang bersalin. Tidak ada yang menemaninya karena Wonwoo dan Mingyu datang keesokkan harinya karena keduanya terhalang badai besar sehingga tidak bisa menemaninya menjalani persalinan.

"Dia benar-benar anakku?!" tanya Seokmin sambil mendekati Soonyoung yang tiba-tiba mundur.

"Karena itu.. Tolong jauhi kami."

.

.

To be continued

Hai, saya kembali dengan fanfic aneh. Saya lagi gemes sama Hoshi dan DK. Terinspirasi dari meme maljum SoonSeok bobok bareng. Bikin beberapa hari yang lalu dan tanpa edit jadi banyak typo. Sedang menikmati liburan kuliah dadakan. Sedang tiduran di kasur dan menunggu review dari kalian. Sedang mengantuk dan sedang mempersiapkan diri untuk ujian akhir yang semakin dekat. Sedang persiapan untuk pindah kost. Dan saya gak janji bakal nerusin fanfic ini. Draft fanfic di buku saya bikin saya tulis semua lalu bakalan saya post semua ceitanya tapi terlalu mager bikin. Sedang menunggu album SEVENTEEN datang. Sedang galau.

Akan saya lanjutkan jika reviewnya mencapai 25+.

Caratdeul~ 너 예쁘다!

안녕!

©Sour&Bitter 2016 Present