JEON GINGERSNAP PRESENT :

VAGUENESS

Cast :

Jeon Jungkook

Kim Taehyung

All member of BTS

YAOI

NO BASH

MIAN KALAU DITEMUKAN BEBERAPA KATA-KATA RANCU DAN TYPO, HARAP MAKLUM.

ENJOY AND HAPPY READING GUYS! :*

*BACK SONG : BUTTERFLY - BTS


PROLOG

Setiap orang memiliki caranya sendiri untuk menikmati hidup. Entah bagaimanapun itu. Ada kalanya perlu pengorbanan yang besar untuk sekedar menyunggingkan sebuah senyuman. Atau sekedar menyelaraskan senyuman walau dengan derai air mata yang tidak diketahui banyak orang. Tidak ada yang benar-benar tahu tentang perjalanan dan perjuangan seseorang di titik jaya hingga titik terjenuhnya sekalipun. Saksi yang pasti hanya Tuhan dan dirinya sendiri. Tapi bagaimana bisa diri yang lain sesuka hati menghakimi dan memandang sebelah mata tanpa pernah tahu cerita kehidupannya. Pantaskah?

.

Aku tidak pernah bermimpi menjadi seperti ini. Banyak yang mengelu-elukan namaku. Tergila-gila akan diriku. Dan rela menungguku berjam-jam sekedar untuk melihat parasku.

Diriku yang sekarang masih sama seperti diriku lima tahun yang lalu. Terlalu naif memang bila aku berkata seperti itu. Dari sudut pandang manapun, aku jauh berbeda dari segi penampilan dan financial. Tapi aku ya aku. Hanya aku yang paling memahaminya.

Entah sampai kapan masa jayaku akan berkibar, tapi aku yakin masa terpurukku juga tidak akan terus bersembunyi dan menyerah. Suatu saat akan menjemputku dan mengalahkan kejayaanku. Aku tidak akan menghidar karena sudah terlalu banyak keterpurukan yang aku rasakan sebelum ini. Hanya berusaha berpegang teguh pada apa yang aku anggap bisa membahagiakanku di kemudian hari.

.

OSAKA : FRIDAY, 23.00 JPN

"Kenapa kau belum tidur?"

Aku berbalik dari menatap indahnya malam Osaka melalui jendela kamar hotelku, setelah mendengar pertanyaan itu.

"Aku hanya sedang menikmatinya." Sambil mengarahkan daguku ke jendela.

"Cukup nikmati dan jangan melakukan hal-hal yang tidak seharusnya." Terdengar nada dingin dan sedikit mengecam dari ucapannya.

"Tidak perlu sesensitif itu hyung." Dengan seulas senyum yang aku berikan pada lawan bicaraku.

"Kalau kau berbohong, ini sudah kesejuta delapan ratus lima puluh ribu kalinya kepercayaanku kau rusak Kook."

"Jinjja?"

"Ck,, sudahlah nikmati hingga puas dan istirahat. Karena besok kau akan disibukkan dengan schedulemu yang padat di Osaka."

Aku hanya mengangguk sebagai balasannya.

Ceklek..dan pintu tertutup.

.

Sudah kukatakan berkali kali aku ya aku. Tidak akan pernah ada orang lain yang mampu memahamiku sepenuhnya.

Saat ini mereka melindungiku karena aku bisa menghasilkan banyak uang untuk mereka. Tapi aku tidak akan menyia-nyiakan setiap kesempatan yang aku miliki di manapun itu.

23.45 JPN

Aku menyelinap keluar hotel lengkap dengan masker dan topi hitamku. Menyusuri malam Osaka seorang diri sekedar mengurangi kejenuhanku.

Rasa bersalah pada managerku selalu ada, tapi aku juga tidak ingin selalu diperbudak dengan pekerjaan dan menghilangkan kesempatanku untuk menikmatinya.

Merasakan terpaan angin yang dibumbui bunga sakura, menimbulkan pergerakan pada bibirku. Kupejamkan mata sekedar menikmatinya lebih dalam. Kuhirup aroma kebebasanku malam ini.

Kutelusupkan kedua telapak tanganku di masing-masing kantong jaketku. Dan melangkah lagi. Tidak tahu pasti ke mana aku harus pergi, hanya mengikuti kata hati.

Walaupun malam semakin larut, masih tampak beberapa orang yang asyik bercengkerama.

Terkadang aku iri melihat hal-hal sederhana seperti itu. Sekedar duduk dan menceritakan apapun yang kau punya. Berkeluh kesah ataupun menjadi pendengar sekaligus penasehat untuk temanmu yang memiliki masalah.

Aku tidak pernah memiliki kesempatan itu, atau lebih tepatnya aku tidak pernah diijinkan untuk memilikinya.

Satu-satunya pendengar terbaikku adalah Hoseok hyung, managerku. Dan itu semua bisa dihitung dengan jari. Dua atau tiga kali, aku pun tak ingat tepatnya berapa.

Sungguh menggenaskan, tapi itu adanya.

.

Langkahku terhenti tepat di depan zebra cross. Ketika aku menyadari waktu sudah menunjukkan pukul 01.23 JPN.

Aku harus segera kembali ke hotel sebelum Hoseok hyung menyadari ketidak beradaanku di sana.

Ketika aku siap melangkah, sinar yang menyilaukan menghalangi penglihatanku. Yang aku yakini itu berasal dari lampu mobil dari arah kiriku. Reflek telapak tangan kiriku menutupi kedua mataku.

Kakiku seakan kaku, dan pikiranku melayang tak menentu.

Sempat terlintas, mungkin lebih baik begini. Tertabrak benda beroda empat itu, dan mati di Negeri Matahari Terbit ini.

Tapi apakah menguntungkan untukku?

ZREEEP….

Aku merasakan tarikan yang teramat dipaksakan di lengan kananku. Membuatku sedikit terhuyung.

Mataku masih terpejam, menerka di mana dan bagaimana aku sekarang. Masih manusiakah atau menjadi arwah yang melihat jasadnya sendiri mati menggenaskan.

"Heiiii….!"

Suara yang sedikit berat menyadarkanku. Kubuka kedua mataku perlahan.

Hal pertama yang kulakukan adalah menelik ke arah kakiku. Dan ternyata masih menapak tanah. Satu hal yang bisa kupastikan, aku masih manusia.

Aku bimbang harus bahagiakah atau menyesal karena tak mati saja. Masih sulit untuk menemukan jawaban yang tepat untuk pertanyaanku sendiri.

Dan lenganku masih di cengkeram kuat oleh seseorang.

Aku menolehkan kepalaku ke arahnya. Dan hanya menemukan wajah datar yang terpampang di sana.

"Bisa kau lepaskan lenganku?" [dalam Bahasa Jepang]

Dan hanya gelengan kepala yang aku dapat darinya.

Aku mencoba memaksa melepaskannya, namun cengkeramannya semakin kuat pada lenganku. Haruskah aku berteriak? Tapi itu lebih konyol pikirku lagi.

Dan tanpa kuduga-duga seseorang yang sangat kukenali menatapku seakan ingin membunuhku. Ia berjalan mendekat dengan tatapan yang lekat ke arahku.

.

INTER CONTINENTAL OSAKA HOTEL

ROOM 287

"Haruskah aku meminta agency menggantikanku Kook?" dengan nada mengancam.

Aku tahu Hoseok hyung benar-benar marah kali ini padaku. Entah alasan apa yang akan aku jadikan pelindungku kali ini. Berkali-kali aku mencoba memikirkannya, tapi jalan buntu di otakku yang kutemui. Ditambah dengan kehadiran seseorang yang aku tak tau dari mana asalnya. Berdiri di ujung pintu dengan mata tajam satu arah.

"Mianhae hyung." dengan sedikit ragu aku mengucapkannya.

"Apa yang harus aku jelaskan pada agency dan promotor, kalau tadi kau terluka bahkan bisa saja mati menggenaskan di negara ini?"

"Mungkin aku bisa menemui Jimin hyung."

"Mwooo?"

Mata kami saling menatap dalam. Mencoba mambaca makna dibaliknya. Walaupun tak terucap aku cukup mengerti maksud tatapannya.

"Sudahlah! Tidur dan jangan lakukan hal lain. Schedulemu dimulai jam 07.00 pagi. Dan kau memiliki waktu 3 jam untuk itu."


OSAKA: SATURDAY, 06.15 JPN

Tak bisa kupungkiri kedua mataku masih mengantuk dan kantung mata pasti terlihat jelas membentuk di sana. Kucoba membelalakkan mataku berkali-kali untuk mengilangkan kantukku.

"Kook, kau turunlah duluan menuju loby. Aku akan menyusulmu!" ucap Hoseok hyung.

"Ne." jawabku singkat.

Tapi langkahku melambat ketika aku menyadari seorang namja menyetarakan jalannya di sebelahku. Aku melirik dan meneliti, apakah perkiraanku salah.

Tapi tidak, dia benar-benar berjalan sejajar denganku. Dengan pakaian serba hitamnya dan tatapan yang tajam.

"Kenapa kau terus mengikutiku?" [dalam Bahasa Jepang]

Ia lalu memencet tombol lift dan mempersilahkanku masuk dengan gerakan tangan tanpa ucapan sedikitpun.

Dan entah kenapa aku menurutinya.

Diam dan senyap berlanjut di dalam lift. Dia berdiri sedikit dibelakangku. Sedangkan aku terus berpikir siapa dia sebenarnya.

TING

Pertanda kami sudah sampai di loby hotel.

Lima menit berselang, Hoseok hyung turun dengan beberapa perlatan yang akan aku butuhkan nanti.

"Kajja!"

"Tunggu hyung!"

"Wae?"

"Apakah dia akan terus mengikuti kita?"

"Ne."

"Wae?"

"Tidak usah banyak bertanya, nanti aku akan menjelaskannya. Sekarang kita harus bergegas ke lokasi pemotretanmu."

Aku hanya mengiyakan secara formalitas, walaupun pikiranku terus bertanya-tanya.

.

.

12.35 JPN

Cukup melelahkan, harus berpose dan berekspresi di luar dari karakterku. Menebar senyum ke seluruh staff pemotretan hanya untuk menerima sanjungan bahwa aku idola yang ramah pada siapapun.

Ini semua adalah kepura-puraan yang nyata bagiku tapi samar bagi mereka. Aku dihidupkan layaknya malaikat pemikat tapi pembobol jati diri sekaligus. Entah harus bahagia dengan sinis pada diriku sendiri atau menangis untuk ketenaranku yang diinginkan oleh banyak orang di luar sana.

Terlalu sulit aku menerka teka-teki itu. Seperti aku menerka hadirnya laki-laki berpakaian serba hitam yang setia menemani dari aku tersadar hingga siang hari ini.

Tak banyak aku melihat pergerakannya. Tanpa ekspresi dan sedikit berinteraksi dengan staff yang ada jika memang perlu.

Dan Hoseok hyung telah menjelaskan singkat padaku tentang keberadaannya. Menjadi body guardku. Ide yang sangat buruk pikirku.

Mungkin tak masalah andai saja dia tidak seperti itu. Tapi ini lain hal. Terlalu susah membuatnya berujar. Padahal aku bisa melihat dia bercakap dengan beberapa staff di situ, walaupun seperlunya. Yah hanya seperlunya.

Tapi rasa penasaran menyelimutiku, apakah dia memang seperti itu atau hanya karakter yang dipalsukan untuk membuat orang lain segan sebagai body guardku.

Tanpa sadar aku menopang daguku pada telapak tangan kananku. Memerhatikannya sambil menyipitkan mataku mencari celah kesalahannya andai sikap dinginnya itu hanya untuk pekerjaan yang dia jalani saat ini.

5 menit…

10 menit…

15 menit…

Mataku membulat sempurna tersentak karena tatapannya padaku. Aku berusaha keluar dari kecanggungan itu. Beralasan dengan menjalarkan penglihatanku ke sembarang arah. Menggaruk tengkukku yang tak gatal secara reflek.

"Oh my God, aku tertangkap" pekikku dalam hati.

"Jungkook-ssi."

"Ah…ne."

"Kita akan melakukan sesi interview setelah ini, silahkan berganti pakaian sebelumnya."

"Aku terselamatkan." Pekikku lagi.

Sang penolong datang di waktu yang tepat. Hampir saja aku menjatuhkan harga diriku di hadapan orang yang belum aku kenal tepat 24 jam.

.

16.45 JPN

Pemotretan dan interviewku sudah selesai untuk hari ini. Sudah saatnya aku kembali ke hotel. Tapi tidak terlihat secuilpun batang hidung Hoseok hyung. Aku juga tidak melihat keberadaan body guardku.

Ini bisa aku jadikan kesempatan menghabiskan hari terakhirku di Osaka untuk berjalan-jalan seorang diri sebelum kembali pada rutinitasku besok di Korea. Berlatih vocal, koreo, dan penampilan khususku dengan piano yang akan aku mainkan pada konser tunggalku nanti.

Tersungging senyum memukau menurutku dari bibirku sendiri.

Aku hanya butuh alat penyamaran seadanya. Membayangkannya saja sudah membuatku terbang mengangkasa.

Tiba-tiba sebuah paper bag tersodor di depan wajahku. Aku mengambil dan membukanya. Ada masker, kaca mata,dan topi dengan warna hitam yang senada.

Senyumku berubah kini menjadi tawa tanpa suara. Ini adalah barang yang benar-benar aku butuhkan untuk penyamaran.

Tapi aku menyadari sesuatu. Dan segera mendongakkan kepalaku melihat siapa yang menyodorkannya tadi.

Dan benar saja, Hoseok hyung adalah orangnya. Kini tawa tanpa suaraku berubah menjadi wajah yang tak tahu harus aku definisikan seperti apa.

"Ya! Ada apa dengan wajahmu Kook?"

Aku hanya menggelengkan kepalaku.

"Pakailah dan berjalan-jalanlah ke manapun kau mau."

"Jinjja?" tanyaku ingin memastikan.

"Hmm."

"Jongmal?"

"Oh! Tapi Taehyung akan ikut bersamamu."

"Taehyung? Nuguya?"

Hoseok hyung lalu mengarahkan jempolnya ke belakang yang aku ikuti dengan gerak mataku. Dan Taehyung ternyata adalah nama body guardku itu. Dan bisa langsung aku pastikan dia berkewarganegaraan Korea.

Jelas, dari semalam Hoseok hyung memang telah menyiapkan dirinya untuk mengawasiku. Sampai memperkerjakan orang Korea sebagai body guardku di Osaka.

Sekarang aku benar-benar tidak tahu harus senang atau kecewa. Di satu sisi aku ingin berjalan-jalan tapi di sisi lain aku merasa seperti buronan yang diawasi.

"Kereu." ucapku singkat.

.

Aku akan berkeliling Osaka, dan destinasi pertamaku adalah Kuil Sumiyoshi Taisha. Kuil utama dari ratusan kuil sumiyoshi di Jepang. Kuil yang dibangun sekitar abad ke empat atau kelima.

Entah aku sangat menyukai tempat-tempat seperti itu, karena aku bisa merasakan ketenangan. Mungkin karena kesan tua yang melekat.

Tapi aku tidak yakin, apakah ketenangan itu bisa aku dapatkan dengan kehadiran orang yang masih cukup asing bagiku saat ini.

Dan satu-satunya cara supaya aku tidak terlihat seperti buronan yang diawasi, lebih baik aku mencoba mengajaknya berbicara saja. Dari wajahnya bisa aku pastikan setidaknya dia seumuran denganku atau bahkan lebih muda dariku.

Toh ini hari terakhir aku dan dia bertemu. Setidaknya aku bisa memberikan kesan baik padanya. Walaupun akan terlihat memaksakan nantinya.

"Kapan tahun kelahiranmu?"

Dapat aku rasakan pergerakan kakinya terhenti setelah mendengar pertanyaanku. Dijawabkah atau akan diabaikan lagi, pikiranku terus menerka.

"1995." Jawabnya singkat dan datar.

"Jinjja?" reflek aku menoleh ke belakang dan bertemu pandang dengannya.

Dia hanya mengangguk dengan mata yang menatap tajam padaku.

Bisa kurasakan jantungku berdegup lebih cepat karena tatapannya. Tapi berusaha aku biasakan.

"Oh! Berarti aku akan memanggilmu hyung. Ottae?"

Tampak terlihat keraguan dari mimik wajahnya walaupun ketajaman pandangnya tak bekurang sedikitpun padaku.

"Tidak perlu memasang ekspresi yang tak dapat kumengerti, cukup ikuti dan jalankan tugasmu… hyung!" dengan penekanan pada kata terakhirku.

Aku berbalik lagi dan melanjutkan pejalananku. Tidak ingin menyia-nyiakan hari terakhirku di Osaka.

Sebuah papan titian menarik perhatianku. Aku memutuskan untuk berjalan di atasnya. Selangkah demi selangkah sepatu bootku membuat suara gesekan di sana. Dengan kedua tangan yang aku rentangkan menyeimbangkan badanku.

ZREEEPPP…

Lenganku tertahan karena pegangannya. Mungkin ia menyadari tubuhku yang oleng beberapa detik yang lalu. Dan menarikku turun perlahan dari titian itu.

Dia cukup mengerti arti keistimewaan dari seluruh organ tubuhku sebagai idola. Tak bisa kusembunyikan senyuman walau dalam hatiku saja.

Tapi aku tersadar. Mungkin dia akan membiarkanku tersungkur andai ini bukan tuntutan dari pekerjaannya sebagai body guardku.

"Gamsahamnida." ucapku datar lalu menarik lenganku dari pegangannya. Berjalan melewatinya begitu saja.

Tapi bisa kudengar langkah kaki yang berjalan tak jauh dariku. Yang aku yakini adalah Taehyung hyung.

Mungkin dia mengira aku berkepribadian ganda. Aku sendiri tidak tahu kenapa aku menjadi sensitif seperti ini.

.

20.37 JPN

Baru kusadari hari mulai gelap dan beberapa tempat sudah kukunjungi. Dan dia masih setia berjalan di belakangku seperti penguntit dengan jarak kira-kira 1 meter. Yah kami berjam-jam dalam keadaan diam tanpa sua sedikitpun.

Dan cacing-cacing diperutku sudah mulai berkontraksi sangar sepertinya minta dijejali makanan.

Aku memutuskan untuk menuju kedai sushi dan takoyaki yang cukup terkenal di Osaka.

.

Melangkah masuk dan mendudukkan diriku pada tempat yang kosong.

Mataku lalu menelik ke arahnya yang berdiri tegak di sebelahku. Ditambah tatapan satu arahnya. Alhasil pengunjung yang cukup ramai di kedai itu menatap heran pada kami.

Dengan sigap aku langsung berdiri dan berbisik padanya.

"Duduklah, kalau kau tidak ingin terlihat aneh dan memberi tahu semua orang tentang keberadaanku di sini."

Dia mengikuti perintahku dan mempoposikan dirinya duduk di kursi yang berhadapan denganku.

Lalu aku memesan menu makan malamku.

Tak selang beberapa lama, kurasakan benda bergetar pada saku celanaku. Tanpa aku melihat layar ponselku aku sudah yakin itu pasti Hoseok hyung.

Dan benar saja nama Hoseok hyung tertera jelas pada panggilan masukku. Aku memilih tidak mengangkatnya karena pasti dia menyuruhku untuk segera kembali ke hotel. Berkali-kali panggilannya ku abaikan hingga ponselku benar-benar berhenti bergetar.

Tapi itu sia-sia ketika orang di hadapanku menggeser warna hijau pada panggilan masuk di ponselnya. Baru saja akan mencegahnya. Tapi telepon itu sudah terangkat lebih dulu olehnya. Dan aku yakin itu adalah Hoseok hyung.

…..

"Sedang menikmati makan malamnya."

"Ne."

Pip.

Seperti yang aku duga, Hoseok hyung menyuruhku segera kembali ke hotel setelah makan malamku selesai. Dengan nada datar tentunya dia menyampaikan padaku setelah telepon dari Hoseok hyung ditutup.

Dengan lenguhan nafas yang sedikit kupaksakan, aku menganggukkan kepalaku. Dan melanjutkan makan malamku yang baru tiba beberapa menit yang lalu.

Kunikmati lahap demi lahap potongan sushi dan takoyaki yang aku pesan. Tapi tidak dengannya, body guardku. Dia hanya duduk tegap dan diam. Padahal jelas-jelas aku memesan dua porsi untuk masing-masing menu.

"Ya!Makanlah, aku sengaja memesan dua porsi untukmu dan untukku."

"Gwenchanayo." dengan nada datar.

"Makanlah, apa kau tidak lapar?"

"Gwenchanayo…gamsahamnida." dengan nada yang sama.

Darahku benar-benar dibuat naik olehnya, niat baikku ditolak. Padahal aku hanya bertindak sebagai atasan yang baik, walaupun bukan aku yang menggajinya nanti.

"Makan dan habiskan, kalau kau ingin aku kembali ke hotel bersamamu!" dengan nada tegas dan sedikit mengancam.

Tapi jauh di luar perkiraanku. Tetap tidak ada pergerakan sama sekali yang tampak darinya untuk melahap susi dan takoyaki di hadapannya.

Emosiku sudah naik ke ubun-ubun. Apa sebegitu susahnya melahap makanan.

Aku menaruh beberapa lembar yen di meja. Dan langsung berdiri dari dudukku siap meninggalkannya seorang diri.

Tapi itu hanya rencana belaka setelah lenganku ditarik kuat olehnya. Dan topi yang aku kenakan terjatuh karenanya. Alhasil wajahku terekspsose jelas.

Beberapa orang sempat memerhatikan kami. Dan bagi mereka yang menyadari bahwa itu aku, terlihat mengerjap tak percaya.

"Jungkook Oppa!"

Aku langsung tersentak mendengar teriakan yeoja itu. Tak sedikit dari pengunjung yang langsung berkerumun dan mengeluarkan ponsel mereka untuk mengambil fotoku.

Tanpa sadar aku langsung menarik tangan Taehyung hyung dan berlari sebisaku.

Aku sedang dalam keadaan mood yang tidak baik menghadapi mereka. Apalagi harus melayani tanda tangan dan foto bersama yang akan mengusik ketenangan yang aku dapatkan beberapa waktu sebelumnya. Sebelum body guardku membuatya kacau tentunya.

Berlari kencang sebisaku. Menghindari mereka.

Kakiku terhenti dengan nafas yang tersengal-sengal. Di daerah yang aku tidak tahu juga apa namanya, dan lumayan sepi. Hanya tampak lampu jalan yang meramaikan walau tak banyak.

Mataku membulat ketika menyadari jemariku mengait pada jemari selain milikku. Seketika langsung aku hempaskan menjauh. Dan melirik ke arahnya.

Nafasnya juga menderu, berusaha dia netralkan.

"Jungkook Oppa! Oppa!"

Liurku terteguk kasar di tenggorokan setelah mendengar teriakan itu lagi.

Namun tiba-tiba, Taehyung hyung menarik pergelangan tanganku dan membawaku berlari dengan sekuat tenaganya pikirku.

Lumayan jauh kami berlari. Dan aku sudah tidak sangup lagi untuk itu. Paru-paruku seakan berlomba mencari oksigen. Badanku tertunduk menahan lelah.

"Huh….Huh…Hah..Hah…aku sudah tidak kuat lagi hyung."

Dia mengerjap beberapa kali padaku sambil menetralkan nafasnya.

Dan masih terdengar walaupun agak jauh, para penggemarku meneriakkan namaku berkali-kali. Penggemar di Jepang yang tak kalah fanatiknya dengan penggemarku di Korea.

Bukannya aku tidak peduli dengan mereka, tapi aku butuh waktu untuk diriku sendiri. Selanjutnya aku hanya menghela nafas dalam-dalam. Mengisyaratkan permintaan maafku dalam hati pada mereka.

Lalu tangannya yang kuat menarikku lagi menuju ke balik drum yang cukup besar. Seraya menyuruhku untuk bersembunyi di situ. Aku menurutinya, dan menariknya berjongkok juga disebelahku. Tanpa bantahan ia menurutinya.

Tak selang berapa lama terdengar suara hentakan dari beberapa sepatu seperti berlari. Dengan meneriakkan namaku berkali-kali.

Aku tidak tahu harus berbuat apa lagi. Mereka begitu berupaya menemukanku. Aku hampir putus asa dan membiarkan saja kalau harus didapatkan oleh mereka.

Tiba-tiba sebuah lengan merangkulku dalam. Mendekatkanku pada tubuhnya. Hingga aku bisa mencium aroma tubuhnya yang menguar bebas di indra penciumanku.

Sempat kulirik wajahnya. Tapi matanya terus menjalar, melihat keadaan di luar persembunyian kami. Seolah memeriksa masih ada atau telah pergi para penggemarku itu.

Dan mata kami akhirnya bertemu dalam jarak yang dekat. Menatap dalam diam dan terpaku.

DEG

Bisa kurasakan degup jantungku mulai berdetak tak normal. Entah apa yang membuatku seperti ini.

Ia segera menjauhkan tubuhnya, dan aku membiarkannya. Walaupun ada tanya yang terus menjalar di pikiran dan hatiku.

"Mereka sudah pergi, kita bisa kembali ke hotel." ucapnya datar.

Hanya anggukan yang bisa kuberikan. Tapi belum sepenuhnya berdiri teriakan itu muncul lagi. Walaupun tak seantusias sebelumnya. Dan membuat kami berdua reflek kembali berjongkok di balik drum itu.

….

TBC

Penasaran gak nih readers sama kelanjutannya?

Review juseyo~~~

Karena dengan review kalian, author bisa memutuskan apakah FF ini layak lanjut atau tidak. Gamsahamnida :*