Hallo everyone Song back dengan FF remeke Love Sick karya INDRYTIMES dari Thailand. Saya hanya mengubah bagian yang perlu saja dan selebihnya adalah karangan dari penulis asli. Please give me comment T_T ) I need comment like I need u (bhaakss). Author nya gak bisa ngelawak, payah -_-". Banyak TYPO pada penulisan adalah BONUS FREE dari Autor (bhaakks). Hope you enjoy all ^_^

Love Sick Chapter 1

Main Cast : Park Jimin, Min Yoongi, BTS member, other

Genere : Humor, Romance, School, Friendship

YAOI don't like don't read !

"Yoongi! Gimana sih ini? Kok dana buat klub kita jadi sedikit banget!?" Pekikan Suara Namjon menyapa , tepat disaat aku datang. Belum ada sedetik aku masuk ke ruangan klub ini, tapi kertas laporan bermasalah itu sudah menghalangi jalan dan pandanganku.

Aku mengreyit saat mulai membaca semua detail di dokumen itu (yang dimana Namjoon dengan penuh "kasih sayang" menyuguhkannya tepat di depan mukaku). Aku mengingat kembali dengan jelas kalau nominalnya lebih banyak dari biaya ulang tahun Jeon Jungkook. Jelas-jelas aku minta dana 100,000 won untuk mengganti set drum yang sudah lapuk.

Tapi kenapa disitu tulisannya cuma 30,000?! Dimana sisa 70,000-nya?!

"Tai… Lo tau kan, tagihan drumnya bakal dianter kesini. Apa kita harus kabur, trus ngamen di pinggir jalan gitu?!" Namjoon terus berteriak tidak ada habisnya. Sementara itu, anggota klub lainnya mulai kelihatan bingung dan kacau. Jadi sebagai ketua klub, aku harus ngapain sekarang?

"Aku pergi bentar!"

Suara decit sepatu kulitku menggema saat aku berlari ke Gedung Utama. Aku khawatir kantornya sudah tutup karena hari semakin sore. Saat ini otakku benar-benar tidak karuan. Aku masih tidak mengerti, bagaimana hal semacam ini bisa terjadi. Dan aku benar-benar ketakutan telah membuat kesalahan sebagai ketua klub. Brengsek! Kapan aku bikin salah kayak gini?! Aku sangat yakin kalau kami pasti akan mendapat dana sesuai yang kami minta. Aku yakin sekali kalau aku pesan drum setnya, dan barangnya segera diantar. Tapi kok bisa-bisanya mereka memotong dana kami seenaknya?!

YES! Ruang OSIS masih terbuka. Aku berharap bisa bertemu orang yang punya wewenang untuk memperbaiki semua ini.

"Halo, saya perwakilan dari klub musik. Saya ingin minta sesuatu, tolong periksa anggaran kami! Kami pikir, kalian melakukan kesalahan!" Nampaknya teriakanku sia-sia (NB: karena ruangan kosong). Tapi sesaat kemudian, aku melihat seorang cowok berdiri ditengah-tengah ruangan itu.

Park Jimin. Sekretaris OSIS dua tahun berturut-turut. Dia setingkat dengan aku (walaupun kami tidak terlalu akrab).

Iya dia solusinya. Aku yakin dia bisa bantu.

"Jimin! Bisa nggak lo cek anggaran klub gue? Plis? Plis? Plis? 70.000 lenyap! Gue bisa gila sekarang!" Aku memutuskan untuk memanfaatkan persahabatan kita (yang tidak terlalu dekat juga) sebagai senjata rahasia. Sesaat dia nampak terkejut saat pertama kali melihatku, tapi kemudian dia berjalan ke rak dan membuka tumpukan dokumen untukku.

"Sebentar ya Hyung." Pasti. Aku bisa menunggu.

Aku berdiri disana melihat Jimin sedang membalik-balik dokumen. Aku benar-benar berharap kalau kalimat pertama yang keluar dari mulutnya adalah 'O iya, kami ada kesalahan,' atau 'sisa uangnya di berikan minggu depan' atau kata-kata semacam itu. Tapi sejujurnya harapanku memang tidak terlalu besar, karena OSIS jarang membuat kesalahan (khusunya kalau Jimin yang memeriksa pekerjaan mereka). Ditambah lagi, kami tidak pernah menambah anggaran kami seperti ini.

"Kami tidak bikin kesalahan, anggarannya tertulis disini. Coba deh liat, Hyung." Jimin mengatakan hal yang paling tidak ingin kudengar. Dia memberikan berkas itu kepadaku agar aku bisa melihatnya. Walaupun ukuran hurufnya sangat kecil, tapi angka 30.000 yang tertulis disitu benar-benar membuatku terperanjat dan hampir jatuh.

"Kok bisa sih!?"

"Waktu rapat anggaran, kamu tidak datang kan? Siapa kemarin yang kamu suruh untuk mewakili?" Kata-kata Jimin membuatku berpikir sejenak ke masa lalu. Aku baru ingat. Rapat anggaran untuk klub dan aktifitas sekolah lainnya selalu diadakan tiap tahun. Tapi waktu rapat itu diadakan, aku tidak di Seoul. Seluruh keluargaku pergi menengok nenek yang sedang sakit di Daegu. Makanya, waktu itu perwakilan yang datang ke rapat itu adalah…

Dasar horse*!

Nama aslinya Hoseok , tapi kalau aku naik pitam, aku memanggilnya Kuda (toh dua nama itu gak ada bedanya menurut ku). Dia anggota klubku. Kami membuat undian dan dia adalah yang terpilih karena kami semua tidak ada yang mau datang. Belum lagi, rapat itu biasanya berlangsung selama 12 jam. Belum lagi biasanya mereka suka memojokkan kami. Tapi kok, kuda bisa melakukan ini?!

"Waktu rapat kemarin aku datang. Cangmin Hyung dari klub Budaya Korea terus-terusan memotong anggaran untuk klubmu. Karena kalau nggak, dia harus memotong anggaran klubnya sendiri. Hoseok terlalu takut untuk menghadapi Cangmin Hyung jadi dia cuma duduk diam disana. Akhirnya cuma 30.000 yang tersisa buat klubmu. Sebenarnya, aku sendiri juga bingung dan berpikir apakah kamu keberatan atau nggak."

"Ya iyalah gue keberatan! Trus gue harus ngapain nih sekarang?!" Aku mulai meneriaki diriku sendiri karena aku tidak tahu apa yang bisa aku lakukan selain berteriak. Sementara itu, ruang OSISnya sunyi senyap.

Berkas itu dilempar kemeja saat Jimin mulai mengatakan sesuatu.

"Aku ada jalan keluarnya…."

"Kasih tahu, Jimin! Kasih tahu sekarang juga! Aku rela melakukan apapun itu!" Kesempatanku ada disini, mana mungkin aku membuangnya begitu saja?! Aku menatap wajah temanku-yang-tidak-terlalu-akrab menunggu jawaban. Aku tidak sadar kalau dia melihatku dengan tatapan yang aneh.

Kalau saja aku tahu apa yang akan terjadi, aku tidak mungkin mau mengucapkan kata-kataku tadi ke dirinya.

"Yoongi Hyung, mau gak jadi pacarku?"

"Hey, Yoongi! Jadi gimana?!" Seperti biasanya, Namjoon adalah orang pertama yang menyapaku saat aku terengah-engah kembali ke ruang klub kami. Dia mulai berbicara ketika belum sedetik aku disini.

Sejujurnya, aku tidak tahu bagaimana menjawabnya. Maksudku, Aku marah dan segala-galanya bercampur aduk. Bagaimana bisa Jimin mempermainkanku seperti itu? Aku kenal dia (walaupun dari jauh) sudah lama, tapi aku tidak tahu kala- kalau dia ternyata sinting.

"Gue bukan homo, Brengsek!"

Kalimat itu aku teriakkan lima menit yang lalu sebelum aku kabur dari Ruang OSIS dan balik ke ruangan klubku. Aku tidak percaya akan pendengaranku. Aku tidak pernah berpikir akan mendengar kata-kata itu dari seorang Park Jimin yang segalanya terlihat sempurna. Penampilannya. Keluarganya. Tingkah Lakunya. Nilai-nilainya. Keramahannya. Dan bahkan dia juga punya pacar yang cantik.

Pacar cantik?!

Iya… Dia sudah punya pacar, kan!? Pacarnya juga gadis populer di sekolahnya.

Ditambah lagi, Aku kenal Jimin lama sekali. (Walaupun kita tidak terlalu dekat, karena Jimin adalah temannya Jongkook yang dimana Jongkook itu temannya Taehyung, dan Taehyung itu teman sekelasku. Bingung nggak? Tapi memang seperti itulah hubungannya.) Kalau kita berpapasan, kadang aku tersenyum kepadanya. Atau, kalau Aku sedang beruntung dan dia ada didepanku saat mengantri sesuatu, aku pasti minta tolong untuk mengambilkannya untukku. Kadang kalau klub kami mengadakan konser, aku selalu datang ke hadapannya dan menjual tiket.

Rasanya, tidak mungkinlah kalau dia punya pikiran semacam "itu" terhadapku.

Dan sebenarnya, kalau kamu bertanya manakah anak yang gay disekolah kepadaku, (dan sebenarnya banyak juga), Jimin adalah orang terakhir yang terlintas dibenakku.

Mungkin aku salah dengar?!

Cuaca sudah mulai dingin. Mungkin karena November sudah dekat dan biasanya menjadi awal musim dingin. Apakah baiknya aku mengurung diri dikamar dan menghabiskan waktu untuk main Video Game? Tapi ada sesuatu yang membuatku menyalakan sepeda motor dan pergi ke rumah yang besar ini.

Aku pernah masuk ke tempat ini dua tahun yang lalu. Anak sulung dari keluarga ini mengadakan pesta ulang tahun ke 15. Aku tidak terlalu dekat atau bagaimana. Tapi kita ada di tingkat yang sama dan rumah kami juga berdekatan. Temanku yang memang akrab dengan dia memohon kepadaku untuk menemaninya datang ke pesta itu.

Aku tidak pernah berpikir kalau bakal kembali ke tempat ini lagi - sendirian. Dan dengan tujuan yang kedengarnnya konyol pula.

Aku memarkirkan sepeda motorku di depan gerbang besar itu, dan mulai mondar-mandir didepannya. Aku bisa melihat bel pintu seolah-olah minta di tekan saat itu, tapi alasanku kesinilah yang membuatku sulit untuk melakukannya.

Anjir, kenapa gue jauh-jauh kesini? Si Jimin sialan itu, kalau dia nggak menarik ucapannya tadi, aku akan tonjok mukanya.

Sebelum aku mulai berteriak sendirian, aku melihat bayangan orang yang tinggi sedang berjalan di sekitaran taman. Bayangan itu mencuri perhatianku.

Dirumah ini cuma ada satu remaja cowok.

"Jimin! Jimin!" Kucoba meneriakkan nama pemilik bayangan itu. Aku tidak mau berteriak terlalu keras (tapi tidak terlalu pelan juga) tapi aku berusaha menarik perhatiannya agar dia tahu aku ada disini (gitulah).

Nampaknya usahaku terbayarkan. Si tampan yang berengsek itu menoleh dan nampak terkejut. (Ya jelaslah, dia tidak mungkin berpikir kalau aku bakal datang kesini malam-malam seperti ini). Akhirnya dia berjalan keluar dari bayangan pohon, Aku sadar kalau dia sedang menelpon seseorang.

Oh, maaf kalau menganggu. -_-"

Tapi nampaknya pemuda itu tidak terlalu terganggu dengan semua ini. Dia memang masih terkejut saat melihatku. Aku bisa melihat saat itu juga kalau dia langsung menutup teleponnya.

"Hey. Gimana Yoongi Hyung?" Dia keluar melalui pintu kecil yang memang bagian dari gerbang itu. Sampai detik ini aku sama sekali belum menyusun apa yang ingin ku bicarakan.

"Uh…" Aku harus ngomong apa sekarang? "Ehh, Aku…" Sekarang gimana!? "Aku…"

"Apa kamu kesini mau ngomongin yang tadi sore?" Banzaai! Yes! Makasih udah mau mulai ngomongin itu!

"Iya, Itu." Aku berbicara sambil menunjuk mukanya. "Kita harus bicara. Jadi tadi sore, aku pergi ke ruang OSIS dan lihat kamu disana. Aku tanya tentang pemotongan anggaran klubku. Lalu kamu bilang semuanya gara-gara Hoseok yang tidak mau bicara saat rapat anggaran yang kamu adakan, jadi aku—"

"Aku masih ingat apa yang terjadi, Hyung." Dia memotong pembicaraanku karena nampaknya dia tidak mau mendengar reka ulang keseluruhan cerita. Tapi terserahlah. Aku tahu dia ingat, tapi seenggaknya biarkan aku membangun suasana dulu kek!?

"Oh, terima kasih kalau masih ingat. Jadi mestinya kamu juga ingat kalo kamu mau bantu klubku. Tapi kamu ingin apa sebagai imbalannya? Aku merasa kalau aku salah dengar. Sesuatu… Tentang jadi pacarmu. Kemudian aku mengumpat kepadamu dan langsung pergi. Maaf ya, aku pikir pendengaranku agak terganggu."

"Tapi Hyung nggak salah dengar kok, "

"Iya kan Aku salah dengar!? Makanya aku kesini biar tahu yang benar itu kayak gim—! Hah!? Kamu barusan ngomong apa!?" Dia barusan berbicara apa kepadaku? Mungkin pendengaranku memang terganggu. Nanti kalau sudah sampai rumah, aku harus bersihkan telingaku.

"Aku bilang, Hyung nggak salah dengar kok. Mau nggak jadi pacarku?"

Anjir Jimin brengsek! Jadi kamu benar-benar gay?!

Trus udah jauh-jauh aku datang kesini! Apa dia akan melakukan sesuatu kepadaku!?

Mendadak tulang-tulangku serasa disiram air es saat aku berhasil mengolah semua ini. Dan aku yakin kalau mukaku saat ini pasti pucat pasi.

Aku menoleh ke arahnya saat mimik mukanya memberikan senyuman dengan maksud yang tersembunyi. Tentu saja aku tidak mau tahu apapun yang dia coba untuk sampaikan. Dan yang pasti, inilah saatnya aku pergi dari sini!

"Hey, Yoongi Hyung! Dengarkan dulu!" Dia gak mau melepas gue, guys! T^T Aku sudah dekat dengan sepeda motorku saat dia berhasil menangkap lenganku. T^T

Reaksi normalku adalah balik badan dan menghadapinya, karena aku merasa tidak aman kalau punggungku-lah yang mengadap kearahnya untuk detik ini.

Aku berusaha menutup mata dan dengan kalut aku mengayun-ayunkan tanganku sebisa mungkin untuk menghadapinya. Kondisiku saat ini? Bahkan kelewat menyedihkan hanya untuk dilihat. T_T

"Aku gak kayak gitu! Plis! Jangan suka sama aku! Aku minta maaf! Aku gak bisa jadi pacarmu!" Aku memohon-mohon kepadanya sekarang, aku bahkan rela kalau harus berlutut saat ini juga. Aku hanya ingin dia melepaskanku agar aku bisa meninggalkan tempat ini. Hari ini Aku tidak siap dengan semua ini! T_T

"Hey! Dengarkan sampai selesai dulu, Hyung! Aku juga nggak kayak gitu!" Jimin mengguncangkan seluruh badanku, yang akhirnya membuatku diam dan membuka satu mataku.

EH? Jadi aku salah paham?

"Ayolah masuk dulu, Aku jelasin semuanya."

Kemudian dia menarikku masuk ke rumahnya. Apa aku bisa selamat keluar dari sini?!

Butuh waktu yang cukup lama bagi Jimin agar berhasil menyeretku masuk kedalam rumah. (Sumpah demi apapun, aku sudah mencoba berontak, tapi sejujurnya aku tidak mampu melawan karena dia lebih kuat daripada aku). Setidaknya, pantatku yang dari tadi khawatir, sudah berkenan untuk didudukkan di bawah pohon di taman rumahnya.

Jimin menatapku tajam, seolah-olah ada satu juta delapan ratus hal yang ingin dia sampaikan kepadaku tapi dia tidak tahu harus mulai dari mana.

Secara pribadi, jelas aku ragu apakah aku benar-benar ingin duduk disini mendengarkannya. -_-"

"Hyung!" Akhirnya dia memanggil. Aku sempat terperanjat dari tempat dudukku. Jadi sekarang, apa yang harus aku lakukan pertama kali? Apa aku harus kabur? Menggali lubang? Telpon polisi? Atau mengirimkan Bat-signal? T_T

Jimin menatap lekat-lekat wajahku, dia bisa bisa melihat dengan jelas betapa muaknya diriku saat ini. Dia mendesah.

"Aku bukan gay. Aku sudah punya pacar. Ce-wek. Kamu tahu dia. Amy itu pacarku." Bocah ini kenapa? Kenapa dari tadi selalu mengulang kata-katanya? Bagaimanapun, apa yang dia biacarakan memang masuk akal. Perasaanku jadi sedikit lebih lega.

Secara alami, aku mengangguk sebagai responku. Karena memang aku tahu, kenyataannya Amy itu pacarnya Jimin. Dia seumuran dengan kami, tapi dia tidak satu sekolah dengan kami. (Ya iya lah! Sekolah kami adalah sekolah khusus laki-laki.) Amy itu cantik sekali, dan aku benar-benar serius tentang kecantikannya. Dia nampak ayu, walaupun dia tidak memakai make-up sama sekali. Dia selalu mengenakan pakaian yang modis layaknya wanita berduit pada umumnya. Simpelnya, kalau dia itu pacarmu, gak mungkin kamu akan merasa malu punya pacar seperti dia. Apalagi kalau dia datang ke sekolah kami, semua orang menatapnya dan mulai meneteskan air liurnya.

Semua orang bilang kalau Amy dan Jimin adalah pasangan yang diciptakan oleh surga. Kenyataannya, aku adalah salah satu yang juga bilang seperti itu. Mereka sangat cocok satu sama lain.

Jadi, mau tidak mau, aku jadi penasaran tentang apa yang akan Jimin katakan selanjutnya.

"Tapi… Aku ingin pacaran denganmu, Hyung."

Anjir. Cukuplah aku mendengarkan semua ini!

"Baiklah, Jimin. Aku tetap berpegang teguh pada pendirianku sebelumnya. Aku pikir aku harus pulang sekarang, aku tidak mau mendengar semua ini lagi." Cepat-cepat aku beranjak dan berniat meninggalkan tempat itu. Aku tidak bercanda lagi. Aku sama sekali tidak pahan jalan pikirannya. Bagaimana bisa dia duduk disini mencoba untuk meyakinkanku kalau dia bukan gay? Bahkan sampai membawa-bawa Amy sebagai buktinya. Tapi sekarang dia bilang kalau dia ingin melakukan hal aneh itu bersamaku?

"Keluargaku memaksaku untuk berpacaran dengan seseorang. Aku tidak bisa melawan permintaan mereka. Aku hanya punya adik perempuanku yang bisa membantuku. Dia bilang kalau aku punya pacar cowok, barulah dia mau membantuku."

Hah? Apa?! O.o Dia berbicara dengan cepat dan hanya samar-samar saja aku memahami apa yang dia bicarakan. Aku mulai sadar, kalau aku harus menaruh perhatian lebih besar saat ini.

"Apa tadi? Bicara pelan-pelan yang jelas."

"Aku bilang, keluargaku memaksaku untuk berpacaran dengan seseorang." Jimin berdesah dengan keras sebelum dia melanjutkan. Semantara itu, aku kembali duduk di sampingnya seperti sebelumnya. "Oke?"

"Aku tidak bisa melawan orang tuaku. Kamu tahu kan kalau mereka itu sangat ketat, Hyung." Dia benar. Aku ingat dengan baik saat pesta ulang tahun dua tahun yang lalu. Aku harus benar-benar mengendalikan diriku. Aku harus menahan diri agar tidak berbicara sumpah serapah, rasanya lebih mengerikan daripada harus menahan kentut. Maksudku, kalau kamu kentut mungkin orang-orang tidak akan tahu (Aku pikir gitu?) tapi kalau aku mulai bicara kotor, aku tahu saat itu juga aku akan diusir keluar dari rumah besar itu. Setelah pesta, aku menghampiri Namjoon. Dia harus mendengarkanku mengeluh selama tiga jam. Telinganya mungkin sudah kebas.

"Tapi aku tidak tahu kenapa, mereka selalu menuruti apapun permintaan Jihyun." Lanjut Jimin, dia berhasil menggoyahkan pikiranku. Apa? Dia barusan bilang apa? Oh iya, Jihyun itu adik perempuannya. Samar-samar aku ingat dia. Park Jihyun lumayan mengintimidasi seingatku. Jadi kalau Jimin bilang kepadaku bahwa orang tuanya juga takut terhadap Jihyun, Aku tidak terlalu terkejut dengan hal itu. -_-"

"Jadi, kalau dia membantuku berbicara kepada orangtuaku, maka Aku gak perlu pacaran lagi dengan wanita pilihan mereka. Tapi…" Aku menaikkan alis. Tapi? Tapi apa?! Dalam pelajaran bahasa Korea, ajaran Bahasa bilang kalau apapun yang berada di belakang kata "tapi" adalah ide pokoknya. Maka dari itu, para siswa harus memperhatikan hal tersebut dengan seksama.

Tapi… saat ini aku agak tidak mau memperhatikan dirinya. -_-". Apakah ide pokokku sudah jelas dan singkat?

"Boleh nggak kalau aku nggak mau mendengarkan ini?"

"Jangan gitu, Hyung! Biarkan aku selesai berbicara." Dia memang tukang paksa! T^T

Jadi aku duduk dengan muka lelahku menunggu dia melanjutkan, tapi juga ada rasa antisipasi. Perasaan apa ini yang mengalir di tulang-tulangku? Apa artinya aku bakal kehilangan keperawananku oleh Jimin?! T_T

"Yaa, Jihyun itu… sama dengan gadis remaja pada umumnya, Hyung. Dia sangat suka membaca manga Yaoi. Aku tidak tahu apa yang terjadi dengannya. Dia beli banyak banget, semuanya ada di kamarnya." Makin lama percakapan ini makin menakutkan.

"Makanya, dia bilang kepadaku kalau aku punya pacar cowok, dia akan berbicara ke orang tua kami demi aku. Dan kalau pacarku imut, dia akan berusaha lebih keras."

Resek. Akankah seseorang memberitahuku kapan terakhir aku mengedipkan mata?

Aku mulai berdoa didalam kepalaku. Aku berharap agar aku tuli untuk 2-3 menit kedepan. Aku berjanji akan mengambili sampah selama tiga bulan di Gangnam kalau harapanku dikabulkan.

Tapi tidak ada yang mau mempedulikan hal itu. T_T

"Dan kamu itu… imut." Itu adalah kalimat berikutnya yang aku dengar.

Resek! Ya maaf ya kalau aku lahir lebih kecil dari pada kamu. (Sebenarnya, aku nggak pendek atau gimana, dan Jimin pun nggak tinggi juga atau gimana. Tapi yang jelas… Aku masih lebih tinggi dari pada dia) Ya maaf ya kalau aku lahir dari keluarga berkulit lebih putih sehingga tidak pernah bisa lebih gelap lagi. Aku juga minta maaf walaupun aku punya kelopak mata ganda, mataku tetap besar dan bundar. Bibirku juga merah merona… teman-temanku sering mengejek kalau aku ini imut. Tapi semuanya tidak pernah aku pikirkan dalam-dalam. Sampai malam ini aku sadar, secara resmi dia berhasil memasukkanku …

… kedalam neraka!

Nampaknya Jimin bisa membaca pikiranku tanpa perlu memberi tahunya.

"Aduh, Hyung. Aku minta maaf. Bukan seperti itu maksudku. Tapi… gak mungkin juga aku bisa dapat orang seperti Jacson dan bilang ke Jihyun kalau dia pacarku, kan?" Dia tahu caranya membuat contoh kasus yang baik. Dia membawa-bawa Jacson. Jacson itu atlit terbaik disekolah kami. Kamu mungkin bisa menduga kalau dia itu raksasa.

"Mengapa gak mencoba minta tolong Angels Gang?" Aku bertanya ke Jimin, sambil mengacu ke sekelompok Katoeys yang selalu gaduh, yang bahkan mampu membuat cowok-cowok disekitarnya grogi. Pasti kalaupun Jimin minta tolong ke mereka, mereka bakal bertarung satu sama lain untuk memperebutkan Jimin.

"Jihyun tidak suka cowok semacam itu, Hyung. Dia lebih suka cowok gay, bukan katoeys." Dan sebenarnya seberapa gay-kah aku?! Rasanya ingin menyemprotkan kata-kata itu ke muka Jimin.

"Kan ada Jeonghan , Ren, Bambam. Mereka juga manis dan imut. Mereka juga lebih pendek daripada aku. Kenapa kamu gak minta tolong ke mereka saja?!" Aku masih mencoba mengubah pikiran Jimin. Nampaknya Jimin juga sudah kehabisan akal. Dia mendesah sekali lagi.

"Mereka itu straight seperti kita. Mereka gak bakalan setuju dengan ide ini."

"Trus kenapa harus aku?!"

"Karena kamu dan aku… bisa saling membantu satu sama lain." Rasanya aku membeku ditempat. Apakah aku sekarang sedang diancam?

Aku hampir lupa kalau aku masih butuh bantuan Jimin. Simpelnya, saat ini aku melihatnya hanya sebagai tumpukan uang.

"Oke? Kita gak perlu akting terus-terusan, cukup didepan Jihyun saja. Kamu pasti akan mendapatkan uang untuk klubmu." Asem! Apakah aku benar-benar rela kehilangan harga diri hanya demi uang sebesar 20.000 won dengan menjadi istrinya Jimin?!

Aku menatap mukanya yang tersenyum sambil memikirkan ini secara matang. Tapi aku tidak sempat melanjutkan pikiranku karena mendengar suara dengan nada tinggi.

"Chim Oppa, ini siapa?"

TBC

Lanjut gak nih FF ? jujur khawatir banget FF ini gak ada yang baca #mewek tapi tetep optimis moga aja ada reader nya :)

karna ini FF percobaan kedua Song, jadi kalo ada yang review satu orang aja bakalan di lanjut ke chap berikut nya ^_^ *bow