Disclaimer:Harry Potter © J.K. Rowling. I gain no financial advantages by writing this.
Characters: Draco Malfoy/Hermione Granger.
Warning: Typo(s). Multichapters. AU-HighSchool. OOC.
Enjoy!
.:. Love, Friendship, Hate? .:.
© qunnyv19
.
Chapter 1: Enam Sahabat
"FLEUR, MAUKAH KAU MENJADI KEKASIHKU?!" seru Ron di kantin. Sementara itu, Fred dan George Weasley sudah sibuk bertaruh.
"Lima dollar bahwa Fleur menolaknya secara kasar." George mengeluarkan lima dollarnya.
"Lima dollar bahwa Fleur menolaknya dengan langsung pergi sambil tersenyum meremehkan," bisik Fred, tak lupa mengeluarkan lima dollarnya.
Sementara di ujung kantin, Fleur Delacour—sang primadona, hanya tersenyum meremehkan lalu pergi. Fred lalu memandang George dengan tatapan aku-bilang-juga-apa. George hanya tersenyum kecut lalu mengeluarkan lima dollarnya. Sementara penghuni kantin yang lainnya—setelah melihat pertunjukan itu seolah-olah biasa—kembali melanjutkan aktivitas mereka yang tertunda.
"Blimey, mate. Percobaan yang ke dua puluh satu kalinya," keluh Ron berjalan lunglai ke meja teman-temannya—Harry, Hermione, Draco, Blaise dan Theo.
"Sabar, mate." Harry menepuk-nepuk pundak Ron. Draco hanya tersenyum simpul dan Hermione tersenyum kecil.
"Kegagalan yang ke dua puluh satu kalinya juga, mate?" cibir Theo. Ron mendengus.
"Kayak kau pernah diterima sama dia saja, Theo," balas Ron. Yang lain hanya tertawa.
Oh yeah—siapa yang tidak kenal Fleur Delacour, cewek paling terkenal seantero Hogwarts Senior High School yang menduduki kelas XII-IPS-4 itu? Bintang sekolah, sang primadona, cewek-paling-cantik-dan-kaya di Hogwarts, kapten Cheerleaders, terkenal, kakak-kelas-paling-angkuh-dan-disegani, nggak-pernah-pacaran-sama-cowok-di-Hogwarts, harga tingginya selangit, dan masih banyak julukan-julukan spesial yang ditujukan untuknya.
Oh, ayolah. Siapa yang tidak tertarik dengan kecantikan Fleur Delacour? Kulit putih, mata biru, langsing, rambut lurus pirang, hidung mancung—bahkan hampir semua lelaki di Hogwarts pernah menembaknya. Yeah, hampir.
Oliver Wood adalah salah satu orang yang tidak pernah menembak Fleur Delacour, dan patut diacungi jempol karena satu angkatannya pernah nembak Fleur, kecuali dia—Oliver Wood yang duduk di XII-IPA-2, yang menjadi kapten tim basket putra yang setia sama Angelina Johnson sampai mati. Ya, kekasih Oliver Wood adalah Angelina Johnson dari kelas XII-IPA-3. Mereka pacaran dari kelas X sampai sekarang. Bayangkan saja—bahkan beratus-ratus cowok rela memutuskan kekasihnya demi Fleur Delacour.
Nah, itu adalah cowok yang satu angkatan dengan Fleur dan tidak pernah menembaknya. Lalu, yang berada di angkatan di bawahnya—
Draco Malfoy. Yups. Draco Malfoy teman-teman Harry, Hermione, Ron, Blaise dan Theo yang duduk di kelas XI-IPA-2 itu juga tidak pernah menembak Fleur. Yeah—dan Draco dijuluki Pangeran Hogwarts karena dia adalah satu-satunya cowok yang tidak pernah menembak Fleur di angkatannya, padahal Draco sangat—sangat—tampan. Oh, jangan heran. Harry pernah nembak Fleur satu kali. Theo tiga kali. Blaise tujuh kali. Dan Ron ... dua puluh satu kali. Bahkan Blaise pernah meragukan orientasi Draco ... dan langsung ditimpuk buku oleh Draco.
Nah, dan yang lain-lainnya adalah sebagian kecil cowok-cowok kelas X yang tidak berani menembak Fleur karena takut ditonjok oleh kakak kelasnya.
Jadi, intinya—hampir semua cowok pernah nembak Fleur, kecuali yang disebutkan di atas tadi, dan DITOLAK SEMUA.
Ron menggeleng-geleng frustrasi.
"Cukup sudah. Aku memang tidak bisa mendapatkan hatinya—" Ron menatap ayam panggangnya dengan tidak nafsu. Hermione memandang dengan tatapan prihatin.
"Ayolah Ron—masih ada Lavender Brown yang sekelas denganmu itu yang sangat suka denganmu." Hermione menunjuk sekelompok perempuan yang berisikan tiga orang—Lavender Brown kelas XI-IPS-4, Parvati Patil kelas XI-IPS-5 dan Padma Patil kelas XI-IPA-2. Ron memasang raut wajahnya seakan-akan ingin muntah.
"Aku ingin melihat jika kau, Draco, ya kau—" Blaise menunjuk Draco dan Draco mengernyitkan dahinya.
"Aku ingin lihat jika kau menembak Fleur Delacour si cantik itu, apakah kau akan diterima? Lagian selama ini kau juga tidak pernah nembak siapa-siapa," sambung Blaise, diiringin anggukan lainnya. Draco mendengus.
"Kenapa sih kau tidak pernah nembak seseorang?" kini Harry yang bertanya. Draco hanya menaikkan sebelah alisnya dan menggumam tidak jelas.
"Lihat— Pansy and The Gang sedang menunjuk-nunjuk sambil cekikikan ke arahmu." Theo menunjuk ke segerombol perempuan—Pansy Parkinson kelas XI-IPS-5, Daphne Greengrass kelas XI-IPS-1, Ginny Weasley kelas X-IPS-2 dan Astoria Greengrass kelas X-IPS-3 yang memang sedang membicarakan Draco. Tatapannya bersirobok dengan Daphne—dan Theo langsung membuang muka.
"Oh, yang benar saja," Draco mencibir sinis. Hermione kini angkat bicara.
"Berapa kali si Parkinson itu menembakmu, Draco? Lima, eh?" dan kini semua tertawa ke arah Draco. Draco hanya meneguk jus jeruknya sebagai jawaban.
"Sok cool," cibir Blaise. Draco mendengus.
"Mungkin dia memang gay," sambung Theo. Kali ini ditimpuk sendok yang belum dipakai oleh Draco. Dan Theo beruntung karena sempat menghindarinya dan menyebabkan suara klontang-klanting di kantin.
"Aku juga heran, Draco," kini Hermione angkat bicara. Draco menoleh kepadanya dengan tatapan heran.
"Kau kan tam—err—oke, lumayan tampan. Kalau kau pacaran pasti heboh. Kenapa kau tidak mau?" lanjut Hermione dengan muka bersemu yang di 'cie-ciein' oleh Blaise dan Theo.
Draco tersenyum simpul.
"Cewek yang kucintai sudah memiliki kekasih."
Harry, Hermione, Ron (ayam panggang yang berada di mulutnya langsung tersembur), Blaise, dan Theo menganga lebar-lebar.
"Kenapa? Masalah?" tanya Draco, heran melihat ekspresi teman-temannya yang serempak.
"BLIMEY, MATE! Kau baru bilang sekarang! Siapa cewek beruntung itu? Akan aku jodohkan—"
"Ron, kau berisik—"
"Draco pelit, baru bilang sekarang—"
"Cewek itu apakah tidak menyadari disukai olehmu, Draco?—"
"Seperti apa cewek itu?—"
Rentetan pertanyaan muncul dari kelima kawannya. Draco hanya mengangkat bahu, lalu melirik arlojinya.
"Dua menit lagi pelajaran Biologi. Mau bareng, Hermione?" tawar Draco. Oh ya—Hermione dan Draco satu kelas. Hermione mengangguk dan melambaikan tangannya ke kawan-kawannya yang lain lalu pergi mengikuti Draco yang sudah berjalan dua langkah lebih cepat di depannya.
"Harry, kalau kau tidak mau terlambat dan diomeli oleh Professor Snape karena pelajaran kimianya itu, lebih baik kita berangkat sekarang," ujar Blaise seraya melirik arlojinya. Harry meneguk teh nya dan buru-buru meninggalkan Blaise—yang mengajaknya terlebih dahulu.
"Dia memang terlalu paranoid dengan si Snape—"
"Professor Snape, Ron," potong Blaise. Ron hanya mendengus.
"Memang kalian berdua ada pelajaran apa habis ini?" tanya Blaise.
Ron mengingat-ingat sebentar.
"Aku PKn," jawab Theo yang sudah ingat terlebih dahulu. Dia mulai memberes-bereskan tempat duduknya dan bangkit berdiri.
"OH YA! AKU MATEMATIKA—AKU AKAN DILEMPAR PENGGARIS OLEH PROFESSOR VECTOR—AKU PERGI DULU, BYE!" seru Ron dan berlari-lari menuju kelasnya—XI-IPS-4. Blaise menggeleng-gelengkan kepala.
"Ayok, Blaise! Mau sampai kapan kau bengong?" Blaise menoleh ke arah Theo dan mengangguk-angguk lalu menuju ke kelas masing-masing—Blaise di XI-IPA-3 dan Theo di XI-IPS-1. Dan saat itu juga bel masuk berbunyi.
.
.
"Oh, yang benar saja!" Pansy Parkinson—ketua dari gang yang dibuatnya sendiri, menertawakan Ronald Weasley—yang mau menembak Fleur Delacour yang ke dua puluh satu kalinya.
Anggota gang nya yang lain, Daphne, Astoria, dan Ginny—adik Ron, ikut tertawa-tawa oleh pernyataan yang dibuat oleh ketua mereka. Sambil bergosip-gosip ria, terkadang Daphne melirik Theo.
"Aku tidak tahu kenapa ada manusia setampan dia," gumam Pansy, lalu cekikikan. Astoria yang notabene naksir Draco juga, ikut cekikikan. Sementara Ginny hanya tersenyum dan Daphne tidak merespon. Tiba-tiba Theo menunjuk ke arah mereka.
Tatapannya dan Theo bertemu.
Dan Theo membuang muka. Entah kenapa itu membuat hati Daphne seperti teriris—
"Oh, Daphneku sayang." Pansy menyenggol siku Daphne dan membuat Daphne menoleh ke arahnya.
"Theomu itu tidak menyukaimu lagi, Daphne. Dia sudah punya Padma Patil—yang sekelas sama Drakie ku sayang itu. Lagipula kau tidak menyukainya kan? Untuk apa kau memperhatikan dia seintens itu?" tanya Pansy, cerewet. Daphne hanya melotot kepadanya.
"Dia suka sama The—OUCH! Kau kakak yang tidak punya perikemanusiaan!" keluh Astoria kepada Daphne yang menginjak kakinya, yang percakapannya terpotong. Sementara itu Ginny terus-terusan mencuri pandang ke arah Harry Potter—yang sepertinya sedang berbincang-bincang dengan Draco Malfoy.
"Kau masih suka sama Theo?! Astaga, Daph. Kau tidak bilang apa-apa padaku. Harusnya kau bilang, dong. Aku kan bisa memisahkan si Patil sama Theo," ujar Pansy sambil melirik ke arah segerombol perempuan yang berisi tiga orang—Brown dan si kembar Patil.
"Tidak usah, Pans. Lagipula kau yang bilang sendiri dia sedang berpacaran dengan Padma Patil—"
"Aku bukan Pansy Parkinson jika tidak bisa melakukan apa yang kuinginkan, dengan cara apapun." Pansy menyeringai licik.
"Oh ya, saking bisanya bahkan kau kesulitan mendapatkan Draco Malfoy," celetuk Ginny, yang disambut jempol oleh kakak beradik Greengrass.
Pansy mendengus.
"Dia itu seperti pangeran, susah untuk didapatkan. Tetapi setelah didapatkan ... ah, sudahlah. Pokoknya aku harus menyingkirkan si Granger-sialan itu, cewek yang paling dekat dengan dia. Aku heran kenapa kelima cowok yang keren di angkatan kita mau temenan sama cewek kutu-buku itu." Pansy terus mengoceh seperti api yang terus diberi minyak.
"Kau kan tahu, Granger-sialan sudah punya Krum—"
"Ah ya, Viktor Krum, senior kita yang lulus tahun lalu. Tapi aku tidak yakin apakah Granger benar-benar suka sama Krum atau tidak, melihat Granger yang terus-terusan dekat sama kelima cowok keren itu," Pansy memotong perkataan Ginny.
"Gin, kau kan adiknya si Ron. Kau bisa kan minta tolong dia untuk menanyakan siapa yang disukai oleh Draco—"
"Dan Theo—" sambar Daphne. Astoria, Pansy dan Ginny mendelik ke arahnya, dan memberikan tatapan Theo-sudah-punya-Padma-Patil.
"Kalau aku bisa, aku sudah mendapatkan hati Harry sejak dulu..." keluh Ginny. Pansy mendengus.
"Ron sangat benci kepadaku sekarang, semenjak aku masuk sini. Katanya aku tidak pantas menjadi adiknya—"
"Oh ya, Ginny Weasley. Dia menganggapmu tidak pantas menjadi adiknya karena masuk gang ku? Haha. Yang benar saja. Dia hanya iri," celetuk Pansy.
"Terkadang aku bingung kenapa aku bisa berteman dengan orang yang sangat percaya diri sepertimu," ujar Daphne, menggeleng-gelengkan kepalanya, sengaja—untuk melihat Theo nya lagi.
Kenapa Daphne sangat menyukai, oh tidak—mencintai Theo?
Waktu kelas X, Theo pernah menyukai Daphne juga. Daphne juga menyukai Theo, tetapi.. Theo lebih mementingkan persahabatannya—persahabatan dengan Granger. Kenapa ada hubungannya?
Tentu saja ada.
Daphne masuk ke gang Pansy—yang notabene ketuanya sangat, sangat, membenci Hermione Granger—sahabat Theo. Dan Theo tidak mau berpacaran dengan gadis yang bermusuhan dengan sahabatnya.
Masuk akal? Mungkin. Bahkan terkadang Daphne iri dengan Hermione Granger, yang bisa sangat dekat dengan Theodore Nott.
Pertengahan kelas X, Theo dan Daphne tidak pernah berhubungan lagi, semenjak Daphne menyatakan perasaannya kepada Theo, dengan alasan penolakan: kau-masih-berteman-dengan-Pansy-Parkinson.
Daphne sedih dan kecewa, tentu. Tidak ada yang bisa memungkiri perasaannya saat itu. Bahkan Pansy sempat menjadi pelampiasan kekecewaannya. Padahal dia sangat, sangat yakin bahwa Theo memiliki perasaan yang sama dengannya.
Pihak hitam dan putih, begitu dia menyebutnya.
Dan di akhir tahun kelas X—selain mendapat kabar bahwa Granger-sialan (Pansy yang menyuruh para gangnya untuk memberi julukan itu) dan Krum berpacaran, mereka juga mendapatkan bahwa Theo dan Patil berpacaran. Ya, Patil yang itu. Padma Patil kembarannya Parvati Patil. Padma Patil gadis keturunan India yang cantik dan masuk kelas XI-IPA-2 di tahun ajaran kali ini. Padma Patil yang menjadi kekasih Theo.
Dan Daphne merasa ingin sekali menjedukkan kepalanya ke dinding agar ia lupa ingatan. Lupa dengan semuanya. Lupa dengan Theo...
"Oh, lihat! Sekarang Drakieku berdiri—" ucapan Pansy menghentikan lamunan Daphne tentang Theo.
"Dan mengajak Granger-sialan untuk pergi ke kelas bersama," sambung Astoria, tak kalah cemburunya. Padahal pemandangan itu sudah hampir mereka saksikan berkali-kali. Pansy membuang muka melihat adegan berjarak beberapa meja di depannya itu.
"Dan sekarang Blaise berdiri—"
"Dan Harry," tambah Ginny, tidak melepaskan matanya dari Harry Potter—cowok berambut hitam berantakan dengan mata hijau emerald yang cemerlang.
"Sekarang Theo yang berdiri," ucap Daphne, dengan tatapan kosong. Seandainya ia bisa memutar waktu. Seandainya ada sihir. Seandainya ada yang bisa membuatnya untuk tidak bertemu seorang Pansy Parkinson yang menjadi sahabat pertamanya dari kelas X sampai sekarang. Seandainya Theo tidak bersahabat dengan Granger-sialan.
Jadi intinya, semua salah si Hermione Granger-sialan.
"Dan Ron berlari dengan terburu-buru. Honestly, Ginny, malu tidak sih kau punya kakak seperti itu?" cibir Astoria.
"Dia bahkan tidak menganggap aku sebagai adik di rumah. Aku juga bisa tidak menganggapnya sebagai kakak," gumam Ginny. Semuanya hanya diam.
"Baiklah, sepertinya aku juga harus masuk kelas. Bye, guys." Astoria pergi meninggalkan ketiga orang yang lainnya. Diikuti Ginny—lalu yang terakhir Pansy dan Daphne.
.
.
Bel istirahat pertama berbunyi. Kantin kembali ramai oleh siswa-siswi dari Hogwarts Senior High School tersebut. Beberapa kakak kelas langsung menyapa Blaise Zabini—cowok keturunan Italia berkulit gelap yang menjadi cowok-incaran-kakak-kelas-tetapi-tidak-termasuk-Fleur-Delacour. Bahkan Cho Chang—mantan Harry Potter—langsung tersenyum ketika melihat Blaise lewat, dan disambut cengiran oleh Blaise.
Sementara adik kelas maupun beberapa dari angkatan yang sama dengan Draco Malfoy—salah tingkah ketika sang pangeran lewat di depan mereka, yang disambut dengan tatapan datar oleh Draco. Ron ngakak sendiri ketika mengetahui bahwa ada beberapa adik kelas yang nangis di toilet hanya karena tidak disapa balik oleh Draco.
Maka keenam sahabat itu—mengabaikan tatapan-tatapan memelas dari fans-fans mereka, duduk di meja favourite mereka berenam, pojok kanan depan dekat para penjual makanan; "Biar lebih gampang ngambil makanan kalau mau nambah," kata Ron ketika ditanyai oleh Lavender mengapa sangat suka duduk di sana.
"Snape sialan," cibir Harry, lalu mengigit hamburgernya dengan kasar. Blaise tertawa sendiri ketika mengingat hal yang tadi terjadi di kelas kimia mereka.
"Ada apa?" tanya Ron penasaran, lalu menelan spaghettinya. Blaise menghentikan tawanya, lalu berkata.
"Itu tadi, sebenarnya aku itu beruntung. Kau ingat kan aku dan Harry kepepet masuk kelas Professor Snape? Padahal Harry sudah masuk duluan, dan aku masuk belakangan. Tetapi yang dihukum hanya Harry. Kata Professor Snape: Mr. Zabini tidak sengaja terlambat, betul, Zabini? Sementara kau, Potter, kau hanya sengaja untuk terlambat masuk kelasku." Blaise mengikuti kata-kata Snape tadi. Yang lain tertawa, sementara Harry menekuk wajahnya ke bawah.
"Dan dihadiahi apa oleh Professor Snape?" tanya Draco—siswa kesayangan Professor Snape, guru kimia yang killernya sangat terkenal.
"Dihadiahi dengan berdiri di depan kelas dan menjelaskan satu bab penuh tentang salah satu bab di semester II. Konyol, yeah?" Harry yang menjawab. Hermione tertawa terbahak-bahak dibandingkan yang lainnya.
"Err, yeah, sorry, tapi menurutku itu sangat mudah," ucap Hermione. Tentu saja, satu bab di semester II tentu mudah bagi Hermione.
"Yeah, mudah bagimu tapi tidak bagiku, 'Mione." Harry bersungut-sungut, lalu melanjutkan makannya. Draco menatap heran Theo yang daritadi diam saja.
"Bisakah kau menceritakan apa yang terjadi?" Draco berkata tanpa tedeng aling-aling, membuat Theo terkejut dari lamunannya. Semua kawan-kawan yang lain yang daritadi menikmati aktivitas mereka, menoleh secara serempak ke arah Theo.
"Eh? Apa?" Theo mengernyitkan dahinya.
"Uh, Theo, kau menyebalkan." Blaise merengut kesal. Hermione dan Harry menghentikan aktivitas makan mereka. Draco mengangkat alis, menunggu jawaban. Blaise masih merengut dan Ron mengunyah makanannya, tetapi lebih pelan.
"Bisakah. Kau. Menceritakan. Apa. Yang. Terjadi?" Draco mengulang pertanyaannya, dengan menekankan di setiap kata yang ia ucapkan. Theo hanya melongo.
"WOY THEO!" Ron berteriak tidak sabar, sehingga mengundang beberapa perhatian dari anak-anak kantin. Blaise mengucapkan 'maaf' lalu menoleh lagi kepada Theo.
"Bisakah kalian diam?" desis Theo. Hermione melotot kepadanya.
"Kita daritadi menunggu jawabanmu dan kau hanya diam. Bisakah kau menceritakan apa yang terjadi?" Hermione mengulang pertanyaan Draco.
"Sorry. Oke. Aku tidak apa-apa. Kalian tidak usah khawatir—"
Kelima kawannya mendengus serentak.
"Oh ya, tadi si Patil—Patil pacarmu itu, Theo, mengalahkanku dalam ulangan fisika minggu kemarin. Dia mendapat 98 dan aku 97," Draco mengeluh. Theo hanya tersenyum kecil.
"Si Hermione?" tanya Ron, lalu kembali mengambil makanannya. Draco mengangkat alis.
"Masa kau tidak tahu? 100, lah," jawabnya Draco, dan Hermione hanya tersenyum.
"FLEUR ... FLEUR DELACOUR! YA! TUNGGU AKU!" teriak seorang laki-laki di tengah-tengah kantin dan kantin menjadi sunyi senyap. Semua penghuni kantin menoleh ke arah cowok itu—Dean Thomas kelas XI-IPS-1. Semua pikiran penghuni kantin sama: apakah cowok ini sudah mempersiapkan nyali untuk ditolak?
Fred dan George mulai memasang taruhannya.
"Lima dollar bahwa Thomas mau menembaknya dan ditolak dengan kasar oleh Fleur." Fred memasang taruhannya.
"Lima dollar bahwa Thomas mau menembaknya dan dimaki-maki oleh Fleur." George memasang taruhannya juga. Fred mengernyitkan dahi.
"Apa bedanya taruhanku dengan taruhanmu?"
"Kalau dengan kasar berarti pakai perlakuan, kalau dimaki-maki berarti perkataan." George tersenyum puas. Fred mendengus.
"Err—mau ... maukah kau men ... menjadi ke ... ke ... kasihku?" Dean Thomas tergagap. Fleur hanya tersenyum melecehkan.
"Oh ya—?" Fleur melihat Dean dari atas ke bawah, lalu tersenyum sinis.
"—pertama, kau lebih pendek dariku, kedua, kau sudah sepuluh kali menembakku, dan ketiga—kau bukan kriteriaku." Dan dengan itu, Fleur pergi menjauh bersama sahabatnya dari kelas XII-IPS-1 sekaligus mantan Harry—Cho Chang.
Dengan bersungut-sungut Fred memberikan lima dollarnya kepada George, yang tersenyum puas.
Penghuni kantin kembali pada aktivitas masing-masing—walaupun ada yang menggeleng-geleng prihatin dengan nasib Dean Thomas. Dengan lunglai, Dean berjalan ke meja sahabatnya—Seamus Finnigan dari kelas XI-IPS-1 juga dan Neville Longbottom dari kelas XI-IPS-4.
"Nah." Harry memecahkan keheningan di antara mereka berenam. Semua menoleh kepada Harry.
"Sebenarnya kriteria macam apa sih yang diinginkan Fleur Delacour itu? Semuanya dia tolak. Bahkan Cedric Diggory—kelas XI-IPA-1, yang sekarang jadi pacar Cho Chang juga ditolak olehnya!" Harry mendecak-decak heran. Blaise mengangguk-angguk.
"Iya juga ya. Padahal kan si Cho seleranya bagus-bagus. Cedric, Roger Davies—kelas XII-IPS-4, kau—okelah kau lumayan, lalu sepertinya dia senang sekali kau melihat aku," ucap Blaise dengan bangganya. Ron tersedak jus jeruknya.
"Dia hanya bersikap ramah padamu, kau tahu?" ujar Ron kesal. Blaise hanya nyengir tak berdosa. Dan tanpa mereka ketahui—Theo sedang mencuri pandang ke arah Daphne, lagi.
.xOx.
TO BE CONTINUE
A/N: HAI! Hehe ;_; pertama, saya ingin mengucapkan terima kasih pada readers yang mau membaca cerita ini ._. sudah saya bilang many pairings dan adanya cinta segitiga di sini. So.. ada yang bisa nebak arah cerita ini ke pairing utama yang mana? Clue: ada dua pair dan tiga perenam dari gang nya Hermione ~ lalala :3 kedua, jangan bingung dengan adanya kelas yang banyak, hihi, saya juga harus check ulang data saya supaya kelasnya nggak ketuker-tuker. Oh ya, di sini nggak bermaksud membashing chara manapun, #adakah yang memprotes saya bikin Ginny jadi antagonis? Hmm. Saya pikir itu untuk menambah konflik, bukan untuk bashing kok XD. Sama Fleur yang saya bikin seangkuh itu, huahua. Gapapa ya? #digampar readers. Dan ketiga, daripada saya banyak note di sini..
Review? :D
