Jongin percaya pada mamanya saat wanita setengah baya itu mengatakan kalau tidak semua cerita berakhir bahagia seperti seorang pangeran yang menyelamatkan putri di atas menara, kata mamanya itu semua omong kosong. Jongin yang dulu masih berumur 6 tahun hanya mengangguk lugu, antara mengerti dan tidak mengerti.
Lalu setelah 20 tahun lamanya akhirnya dia mengerti apa yang dikatakan mamanya. Tentang dongeng yang berakhir bahagia, tentang omong kosong, tentang menyelamatkan putri di atas menara, tentang pangeran tangguh, tentang cinta, dan tentang semua yang pernah mamanya ceritakan padanya saat kecil.
Jongin tersenyum getir, matanya tidak pernah melepaskan sosok kekasihnya yang sudah muak padanya. Wajahnya tidak lagi berseri, senyumnya tidak lagi hangat, matanya tidak lagi teduh malah terkesan layu; penuh luka. Tidak ada yang bisa menahan saat Sehun—kekasihnya pergi meninggalkannya begitu saja. Tanpa kata lagi, tanpa penyesalan, tanpa pelukan perpisahan, tanpa ciuman perpisahan. Ini menjelaskan sekali bagaimana Sehun sudah muak padanya, bagaimana Sehun menyesali waktunya yang terbuang untuk orang macam dirinya, bagaimana Sehun sudah tidak mau bersamanya. Seperti Tuhan menginginkan Jongin lebih menderita, waktu rasanya lama sekali berputar. Dia bisa lihat lamat-lamat bagaimana Sehun menatapnya layu dengan mulut yang mengatakan maaf tanpa suara lalu berbalik untuk pergi.
Dia menangis. Untuk pertama kali dalam dua puluh tahun terakhir dia menangis. Tanpa suara. Penyesalan menyeruak dalam dadanya, janji-janji yang ia janjikan pada Sehun berteriak tidak terima diingkari. Dialah omong kosong, tukang pembual, pangeran yang menyelamatkan putri tapi dia juga yang melepaskan putrinya dengan menjatuhkannya dari menara.
End.
Selamat ulang tahun untuk Oh Sehun. Terimakasih kepada bapaknya dan ibunya yang sudah mau membuat anak yang luar biasa. Terimakasih.
