CAST BUKAN PUNYAKU DAN AKU CUMA PINJEM NAMA MEREKA. IDE DAN PLOT MURNI PEMIKIRANKU. KALAU ADA KESAMAAN ITU HANYA KEBETULAN.

You are My..

Romance, Drama, Supernatural, Friendship, Family, Slice of Life,

Rate T (dan mungkin bisa menjurus ke M pada beberapa scene)

Jeon Wonwoo

Kim Mingyu

Hong Jisoo

Madam Jessica (OC)

Jeon Jungkook

SEVENTEEN MEMBER

Warning : FF orang labil. Typo. Menjurus ke OOC. BL. YAOI. SHOUNEN-AI. Kalau nggak suka bisa pergi baik-baik.

Wonwoo mendatangi seorang cenayang untuk bertanya tentang jodohnya tapi dia justru mendapat fakta baru. "Kau sudah menikah di alam lain dan orang yang menikahimu itu adalah jodohmu."

Seungkwan bilang ada seorang cenayang terkenal di Jeju. Orang yang cukup dihormati karena kemampuan spiritualnya dan Seungkwan ingin Wonwoo menemui orang itu.

Alasannya mudah, karena hingga sekarang Wonwoo belum pernah sekalipun berkencan. Wonwoo selalu berdalih hanya ingin mengencani jodohnya nanti. Laki-laki dengan lirikan tajam itu bahkan menolak mentah-mentah semua teman yang Seungkwan kenalkan. Jadi pada suatu titik rasa iba Seungkwan pada Wonwoo justru berubah menjadi obsesi.

Seungkwan ingin Wonwoo segera mengakhiri masa lajangnya. Seungkwan ingin senior sekaligus kawan mainnya itu cepat mendapat pasangan dan melepas gelar sebagai 'nyamuk penggangu' yang melekat pada nama Wonwoo.

Niat Seungkwan mulia. Itu sebabnya Jeonghan, Hansol dan Junhui bersedia membantu Seungkwan dengan repot-repot datang ke Jeju. Mereka bilang pada Wonwoo itu liburan, tapi pada kenyataannya itu adalah jebakan. Setidaknya untuk Wonwoo itu memang bersifat seperti jebakan.

"Selamat datang!" Seungkwan berseru girang saat keempat temannya turun dari taksi yang berhenti di depan rumahnya. Memeluk satu persatu laki-laki berwajah rupawan yang di kenal sebagai F4-nya kampus mereka. Lalu Seungkwan? Tentu saja dia Geum Jan-di!

"Ayo masuk. Aku kenalkan pada kakakku. Ibu dan Ayahku sekarang ada di Busan, mengunjungi sepupuku."

Mereka berempat—kecuali Wonwoo tentu saja—sudah menyiapkan banyak rencana untuk melepas paksa status lajang Wonwoo. Dari mengundang Hong Jisoo yang setengah mati mengejar Wonwoo sampai janji konsultasi pada seorang cenayang terkenal di Jeju.

"Wonwoo hyung capek, kan? Sana mandi duluan. Aku ingin mengajak Hansol jalan-jalan sebentar."

"Jeonghan hyung dan Junhui mana?"

"Mereka diseret kakakku, dipaksa untuk jalan-jalan juga. Yah, hyung sudah aku beri tahu kalau kakakku itu penggila laki-laki cantik, kan?"

Wonwoo mengangguk. Menarik handuknya yang terselip di antara jaket dan kaus dalam koper. "Jangan lama-lama tapi. Masa aku sendirian."

"Iya-iya, aku tahu. Hanya sebentar. Hyung mengertilah, aku dan Hansol sudah dua minggu tidak bertemu, loh."

"Hmm. Sudah sana pergi."

Wonwoo sendiri tidak merasakan apapun. Baginya ini hanya liburan bersama di akhir periode masa santai mereka musim ini. Dia menerima tawaran karena Seungkwan janji akan mengajak Wonwoo pergi ke beberapa objek wisata secara gratis. Dan, oh tentu saja, Wonwoo itu manusia biasa yang bisa goyah dengan hal berbau gratis.

Lagi pula seminggu ini Wonwoo tidak ada janji temu dengan siapapun. Seungcheol—kekasihnya Jeonghan—sedang diculik oleh Soonyoung dan dibawa ke kampung halaman Si Maniac Dance itu beserta Jisoo dan Seokmin sekalian. Jihoon sepupu-nya Seungkwan juga pulang ke Busan karena Myeongho memaksanya pulang untuk wisata. Kalau Wonwoo menolak ikut ke Jeju, di Seoul Wonwoo hanya akan ditemani Chan—adiknya Seokmin— yang bahkan masih harus ikut kelas tambahan.

Jadi di sini Wonwoo sekarang. Di rumah Seungkwan, rumah bergaya lama yang cukup luas. Ditinggal sendirian!

Wonwoo tidak masalah dengan Seungkwan dan Hansol yang ingin kencan setelah tidak bertemu dua minggu. Tidak masalah juga jika Jeonghan dan Junhui diculik paksa oleh kakaknya Seungkwan yang seorang maniak. Tapi Wonwoo memohon satu hal saja, jangan tinggalkan dia sendiri seperti sekarang.

Kalau sendiri di kamar atau di rumah, itu biasa. Tapi ini Wonwoo ada di rumah kawannya yang bahkan baru sekali ini Wonwoo kunjungi. Bisa dibayangkan sendiri seberapa bingungnya Wonwoo. Belum lagi saat Wonwoo keluar dari kamar mandi hujan deras menghalangi niat Wonwoo untuk jalan-jalan di sekitar.

"Hyung, jangan marah dong. Aku dan Hansol tadi berteduh. Kamikan tidak bawa payung, hyung."

Wonwoo hanya diam. Hansol di sampingya sama sekali tidak membantu sang kekasih untuk membujuk Wonwoo. Jeonghan dan Junhui masih belum kembali dari penculikan yang kakaknya Seungkwan lakukan. Jadi butuh perjuangan untuk Seungkwan meluluhkan sang senior.

"Oh ya hyung, besok ikut aku ya?"

"Kemana?" Dia merespon. Seungkwan langsung bernafas lega.

"Aku ingin menemui peramal terkenal."

"Untuk apa?"

"Untuk apa? Ya untuk bertanya tentang masa depan dan jodoh. Yah, walau aku tahu Hansol pastilah jodohku."

"Setelah itu?"

Seungkwan diam sesaat. Berpikir tempat apa yang ingin ia tunjukan pada Wonwoo. Tapi kemudian dia ingat sesuatu.

"Ke bandara."

"Ha? Buat apa?"

"Menjemput Jisoo hyung dan yang lain."

Hansol hanya diam saat Wonwoo menoleh. Laki-laki berdarah barat itu masih setia dengan status penonton yang disandangnya kini.

"Kemarin Seungcheol hyung menelponku, aku bilang kalau Hansol akan ke Jeju dan menghabiskan sisa liburan di sini. Terus tiba-tiba dia bilang dia akan menyusul setelah aku bilang Wonwoo hyung, Jeonghan hyung dan Junhui hyung juga ikut."

"Oh~" Wonwoo mengangguk. "Baiklah. Tapi lusa sesuai janji bawa aku ke Gunung Halla."

"Tentu. Aku akan tepati janjiku. Tenang saja. Jadi sekarang sudah tidak marah lagi, kan?"

Jam yang melingkar di tangan Wonwoo baru meunjukan pukul sepuluh lewat empat menit, tapi Wonwoo dan empat kawannya kini sudah berdiri di depan sebuah rumah model bangsa Amerika kuno yang tampak mempesona dari segi desain.

Belum lagi saat mereka masuk dan melihat pernak-pernik yang memberi taburan rasa lain dalam rumah itu. Unik. Menarik. Eksentrik. Dan yang paling penting, pemiliknya juga cantik.

"Kau adiknya Seunghee?" Seungkwan mengangguk saat wanita yang dikenal luas bernama Madam Jessica itu menunjuk hidungnya. "Oh, dan ini semua?"

"Teman-temanku." Sahut Seungkwan cepat.

Wanita awal tiga puluhan itu adalah teman main kakak tertua Seungkwan sejak SMP. Dia keturunan Korea-Mexico dan lama menetap di Jeju. Mulai terkenal sebagai peramal, cenayang atau ahli spiritual sejak tidak sengaja menolong seorang kepala desa baru yang dikutuk saingannya. Prediksinya saat piala dunia, pemilihan gubernur dan presiden selalu benar. Dia bahkan pernah tidak sengaja menemukan lokasi anak hilang hanya dengan meminjam barang anak tersebut.

Intinya Madam Jessica adalah cenayang hebat.

"Ayo masuk."

Mereka mengikuti wanita itu menuju sebuah ruang khusus yang rasanya ada di bawah tanah. Ruang gelap dengan semakin banyak benda-benda unik yang menarik perhatian Seungkwan dan kawan-kawan.

Mereka duduk berjajar rapih dengan Wonwoo yang di tengah. Seungkwan-Hansol di kanan tampak mesra sedangkan Jeonghan-Junhui di kiri tampak tidak ingin ketambahan teman yang sama-sama takut.

"Jadi apa yang ingin kalian tanyakan padaku?" Madam Jessica langsung menujukan matanya pada Wonwoo sesaat sebelum mengalihkannya pada Seungkwan.

"Kami ingin tahu kapan jodoh Wonwoo hyung datang. Seperti apa orangnya dan bagaimana mereka akan bertemu."

Seungkwan menjawab itu lancar dan tidak memberi celah bagi Wonwoo untuk memotongnya. Baru setelah itu Wonwoo bisa protes.

"Aku? Kenapa aku? Katanya kau yang punya urusan."

"Ya habis aku penasaran orang seperti apa yang akan membuat Wonwoo hyung berhenti melajang."

"Tidak perlu diramal juga, kan?"

"Sesekali tidak apa-apalah, hyung."

"Tapi—"

"Sudahlah, Won." Jeonghan menepuk bahu Wonwoo. Menghentikan Wonwoo dan Seungkwan sebelum terjadi perdebatan tidak jelas di sana. "Dengarkan saja. Lagi pula tidak ada ruginya juga bagimu."

Butuh lima detik lebih bagi Wonwoo sampai laki-laki bersurai hitam itu mengangguk pasrah. Kalau yang lebih tua sudah meminta, yang muda hanya bisa ikut. Itu adalah tradisi dasar yang dipahami setiap orang Korea dan Wonwoo mematuhinya.

Madam Jessica di hadapan mereka—terpisah sebuah meja panjang yang penuh benda aneh—tersenyum melihat kelakuan lima laki-laki pengunjungnya itu.

"Jadi apa yang ingin kau tanyakan, Jeon Wonwoo?"

Wonwoo baru akan bertanya dari mana wanita cantik itu tahu namanya, tapi pertanyaannya terhenti di ujung lidah saat otaknya memberi jawaban. Wanita itu cenayang. Bukan hal aneh jika dia tahu nama Wonwoo yang bahkan belum memperkenalkan diri.

"..seperti yang Seungkwan bilang. Kapan aku akan bertemu dengan jodohku dan seperti apa orangnya?"

Madam Jessica memandang sebuah bola kristal di tengah meja beberapa saat sebelum sebuah reaksi aneh dia lempar pada Wonwoo di hadapannya. Kaget? Atau mungkin lebih menuju ke reaksi tidak percaya?

"Kau.." Wonwoo menanti kalimat selanjutnya. "..sudah menikah."

"Ha? Aku? Menikah?" Madam Jessica mengangguk. "Kapan? Berkencan saja belum pernah. Bagaimana bisa aku menikah?"

Anggukan setuju dari empat kawannya mendukung penyataan Wonwoo. Setidaknya Junhui yang mengenal Wonwoo sejak SMA bisa memastikan jika Wonwoo belum pernah berkencan lima tahun terakhir. Dan menikah katanya? Seberapa sering Wonwoo datang ke pesta pernikahan saja bisa dihitung dengan jari karena Wonwoo selalu menolak hadir jika itu hanya undangan formalitas.

"Iya. Kau sudah menikah dengan seseorang. Penglihatanku menunjukannya dengan jelas. Bahkan terlampau jelas."

"Tapi—"

"Wajar jika kau bingung. Kau memang tidak menikah di dunia ini."

"Lalu?" Seungkwan yang bertanya. Laki-laki berpipi chubi itu tampak tertarik sekarang. Tubuhnya sudah condong ke depan agar lebih dekat dengan cenayang kebanggaan Pulau Jeju.

"Kau sudah menikah di dunia lain." Begitu penjelasan singkat Madam Jessica pada Wonwoo. "Dan orang yang menikahimu itu adalah jodohmu."

Hening.

Tidak ada yang berani bersuara.

"Kau tidak tahu?" Wonwoo menggeleng. "Itu wajar. Dia menikahimu dalam wujud yang lain. Sepertinya dia sudah lama mengenalmu dan jatuh cinta padamu makanya dia bisa melakukan itu."

"Melakukan itu? Maksudnya dia sengaja?"

Madam Jessica berdehem mengiyakan. "Pada dasarnya orang itu punya kemampuan spiritual bawaan dan terasah dengan baik. Mudah baginya untuk membuat ritual pernikahan itu secara sepihak."

"Madam tahu tentang itu?"

"Tentu saja. Aku sudah bilang kalau aku bisa melihatnya sangat jelas."

"Berarti Madam tahu siapa orangnya?"

"Tidak."

Kelimanya memilih untuk tetap diam mendengar penjelasan Madam Jessica.

"Aku bilang tadi, dia menikahimu dengan wujud lain. Aku bahkan tidak tahu dia laki-laki atau perempuan. Yang aku tahu, dia lebih muda darimu dan lebih tinggi darimu."

"Tadi Madam bilang dia mengenalku? Berapa lama dia sudah mengenalku?"

"Iya, dia mengenalmu. Aku tidak tahu pastinya. Tapi dia cukup mengenalmu sampai bisa membuat pernikahan itu dan melakukan hubungan intim denganmu."

"HUBUNGAN INTIM?"

Kali ini Hansol yang bahkan sejak tadi hanya diam ikut bersuara. Pandangan empat kawannya bergantian mengarah pada Wonwoo dan Madam Jessica.

"Hubungan intim itu hubungan yang seperti itu, kan?" Tangan Seungkwan bergerak tidak jelas, ekspresinya masih ambigu tapi semua paham maksudnya.

"Iya. Orang itu dan Wonwoo sudah melakukan hubungan intim. Sejauh yang aku lihat sudah lima atau enam kali."

"ENAM KALI?!"

Wonwoo adalah satu-satunya yang tidak bersuara. Dia yang objek pembicaraan di sana tidak memberi ekpresi apapun kecuali mengedipkan mata beberapa kali demi kesehatan matanya. Kepalanya sekarang hanya terisi dengan fakta-fakta mengejutkan tentang dirinya sendiri.

Sudah menikah. Sudah berhubungan intim pula. Tapi bukan di dunia nyata. Sudah begitu dengan orang yang entah siapa. Biarpun kenal jika ciri-cirinya hanya lebih muda dan lebih tinggi Wonwoo jelas boleh bingung, kan?

"Wonwoo hyung. Hyung?" Seungkwan menepuk bahunya. "Hyung, baik-baik saja?"

"Baik. Aku baik, kok. Hanya sedikit kaget saja."

Madam Jessica mendekat dan mengusap pipi tirus Wonwoo. Wanita itu tersenyum menebar pesona cantiknya lebih banyak lagi. "Tenang saja. Orang itu bukan orang jahat. Dia hanya terlalu mencintaimu tapi tidak berani untuk lebih dekat denganmu. Kalau kau mau tahu, dia selalu ada di dekatmu."

"Tapi Madam, pernikahan sepihak hubungan intim yang tidak aku ketahui sama sekali yang dia lakukan itu artinya dia bukan orang baik."

Madam Jessica menggeleng. Tangannya turun dari pipi dan pindah pada lengan kiri Wonwoo. Menunjukan sebuah bercak merah yang bahkan tidak pernah Wonwoo sadari. "Ini tanda yang dia berikan sebagai pasangan. Tapi tanda ini hanya bisa dilihat jika ada yang membuatnya bisa terlihat atau oleh seseorang berkemampuan spiritual.

"Dia sengaja membuatnya di tangan dan bukannya di tempat lain karena dia tidak ingin mengikatmu selain di dunia goib."

"Memangnya kalau tanda itu ada di tempat lain kenapa?"— Jeonghan.

"Kalau itu di taruh pada dada atau daerah sekitar kemaluan efeknya sama seperti kutukan menolak jodoh. Kalau di leher efeknya akan membuatmu tidak bisa berhubungan lama dengan orang lain. Dan kalau di kaki, tangan atau wajah efeknya hanya seperti yang terjadi padamu. Sulit memilih pasangan tapi tidak menutup kemungkinan kau punya jodoh lain selain dia."

Wonwoo memaksa pulang sejak keluar dari persinggahan Madam Jessica tadi. Demi Wonwoo yang masih terkejut dengan fakta aneh tentangnya semua setuju untuk pulang setelah Madam Jessica memberi banyak petuah pada Wonwoo.

Sebenarnya Wonwoo bukan tipe orang yang mudah percaya pada ramalan atau semacamnya, Wonwoo hanya akan percaya jika ramalan itu bersifat positif dan memberi energi positif juga pada Wonwoo. Jika sebaliknya Wonwoo hanya akan menanggapinya seperti angin lalu. Tapi yang kali ini tidak bisa.

"Hyung, Jungkook menelponku. Katanya dia menelponmu tapi tidak diangkat."

Benar. Ada empat belas panggilan tak terjawab dari adiknya itu.

Oh ya, satu lagi nama orang penting dalam kehidupan Wonwoo kecuali kawan-kawannya ini. Jeon Jungkook. Adik kandung yang umurnya terpaut setahun dari Wonwoo. Seorang mahasiswa juga, tapi tidak di satu universitas dengan Wonwoo. Adiknya ada di Paris saat ini, melanjutkan study-nya di sana.

"Kook, ada apa?"

"Hyung dari mana, sih? Aku telpon dari tadi tidak dijawab!"

"Iya-iya, maaf. Tadi aku sedang istirahat. Hari ini aku sedikit tidak enak badan." Bohong. Wonwoo hanya tidak ingin mengatakan yang tadi terjadi. Tidak ingin membuat adiknya itu khawatir berlebih juga.

"Baik-baik saja? Kalau rasanya perlu lebih baik ke rumah sakit atau setidaknya beli obat."

Kan! Wonwoo sudah yakin kalau adiknya akan mengatakan itu. Akan jadi lebih cerewet lagi jika Wonwoo bilang saat ini dia sedang bingung, bimbang atau semacamnya. Jungkook pasti akan memaksanya bercerita dan banyak memberi petuah padahal Wonwoo sedang ingin sendiri saat ini.

"Aku baik. Tadi sudah minum obat, kok. Jadi ada apa kau telpon? Sesuatu terjadi?"

"Iya! Ada hal penting yang ingin aku katakan."

"Apa? Uang kuliah atau uang saku?"

"Bukan-bukan itu."

Alis Wonwoo menjengit heran. Biasanya Jungkook hanya akan mengatakan penting jika berkaitan dengan uang. Kalaupun ada hal penting lain itu saat dia sakit atau saat dia bisa pulang.

"Lalu?"

"Ada satu temanku yang akan pindah ke Seoul karena satu hal. Dia tidak punya saudara di sana dan semua keluarganya sekarang ada di Jepang. Jadi aku tawari dia untuk menumpang di rumah kita. Kebetulan juga dia pindah kuliah di kampusmu, hyung. Tidak apa-apa, kan?"

"Hemm. Aku tidak keberatan. Tapi dia bisa bahasa Korea, kan? Aku tidak bisa bahasa Prancis dan tidak pintar basaha Jepang masalahnya."

"Tenang saja. Dia asli Korea, kok."

"Oh."

"Sebenarnya dia teman SMA-ku dulu. Hyung pasti pernah bertemu dengannya karena beberapa kali aku penah mengajaknya ke rumah. Namanya Kim Mingyu. Dia akan datang empat hari lagi. Pastikan hyung ada di rumah saat itu."

"Iya. Aku akan pulang lusa."

"Oh ya, hyung."

"Apa lagi?"

"Bulan depan aku tidak bisa pulang. Tapi akan aku usahakan untuk pulang jika semua tugasku beres. Jangan marah ya?"

"Aku tahu. Ya sudah, disana sekarang masih pagi, kan? Sana sarapan. Jangan sampai sakit."

"Hmm. Hyung juga cepat sembuh."

Setelah memutus sambungannya Wonwoo menaruh ponselnya di samping bantal. Menghela nafas kasar dan ikut berbaring di samping ponsel.

"Aku harus pulang duluan." Gumamnya pada langit-langit kamar Seungkwan yang kini menjadi hak milik Wonwoo.

Kawan-kawan yang lain tadi pamit untuk pergi ke bandara saat Wonwoo masih sibuk mendengarkan cerita tentang teman Jungkook. Hari ini lagi-lagi Wonwoo ditinggal sendiri di rumah kawannya.

Tapi beda dengan kemarin, hari ini Wonwoo justru bersyukur bisa sendirian.

"Won, are you oke?"

"Oh, Jisoo hyung. Aku baik."

Hong Jisoo mengambil satu spasi yang ada tepat di samping Wonwoo. Mengusap gemas pucuk bersurai hitam Wonwoo. "Jangan bohong. Kau tahu betul berbohong padaku tidak akan pernah berhasil."

Tentu Wonwoo tahu itu. Sama seperti Wonwoo dan Seungkwan, Jisoo adalah mahasiswa Jurusan Psikologi. Jadi berbohong tidak dianjurkan bagi mereka yang berbicara dengan Jisoo. Terlebih lagi, Jisoo adalah salah satu mahasiswa unggulan.

"Jadi ada apa?"

"Hanya sedang memikirkan perkataan Jungkook. Dia sepertinya tertekan di Paris sendirian. Janjinya pulang bulan depan juga dia batalkan karena banyak hal yang harus dia kerjakan. Sudah begitu ada temannya yang ingin menumpang di rumahku."

"Teman Jungkook?"

"Iya. Ada teman SMA-nya yang juga melanjut ke Paris tapi terpaksa pindah lagi ke Seoul."

"Kenapa?"

"Aku juga tidak tahu. Tapi sepertinya masalah keluarga. Orang tuanya saja sekarang ada di Jepang."

"Oh. Jadi kapan dia akan datang?"

Wonwoo menghela nafasnya kasar. Memberi jeda untuk jawabannya pada Jisoo.

"Empat hari lagi."

"Kau akan pulang lebih dulu?" Wonwoo mengangguk. "Kalau begitu dua hari besok kau harus pergi denganku."

"Kemana?"

"Kemana? Tentu saja liburan."

Empat hari kemudian.

Pada akhirnya Jisoo ikut pulang ke Seoul dengan Wonwoo kemarin. Alasannya karena ingin mengawasi Wonwoo yang sedang dirundung rindu pada Jungkook. Padahal yang lain tahu betul kalau laki-laki kelahiran L.A tapi sepenuhnya berdarah Korea itu hanya ingin terus dekat dengan Wonwoo. Hanya Wonwoo saja yang terlalu cuek hingga tidak sadar.

Lalu hari ini..

Ting-tong-ting-tong.

"Ya, tunggu sebentar."

Teman yang Jungkook bilang itu datang.

Saat Wonwoo membuka pintu laki-laki yang lebih tinggi dari Wonwoo tersenyum menunjukan gigi taring kedua yang mencuat keluar. Memberinya kesan manis saat dipandang.

"Siang, Wonwoo hyung."

"Kim Mingyu?"

"Iya, aku. Jungkook pasti sudah bilang tentangku padamu, bukan?"

"Hmm. Bawa masuk barangmu dulu. Kita mengobrol di dalam saja."

Mingyu mengangguk. Membawa masuk dua koper yang dibawanya menuju ruang tengah rumah Wonwoo. Mingyu adalah laki-laki dengan rambut hitam kecoklatan, tinggi dan tampaknya cukup atletis. Wonwoo merasa tidak asing dengan wajah laki-laki itu, tapi begitu ingat jika dulu Jungkook sering mengajaknya main ke rumah Wonwoo merasa tidak heran.

"Oh ya, kau bisa pakai kamar di samping kamar Jungkook."

"Bukannya itu kamar Wonwoo hyung?"

Wonwoo ingin bertanya dari mana Mingyu tahu tapi Wonwoo batalkan niat itu. Mungkin saja Jungkook sudah cerita banyak tentang rumahnya.

"Tidak lagi. Aku sudah pindah ke kamar Jungkook. Nanti kalau Jungkook pulang, aku akan satu kamar dengannya."

"Tapi— ah, kalau begitu terima kasih banyak. Maaf sudah merepotkan."

"Tidak apa-apa. Kalau Jungkook yang meminta aku tidak bisa menolak. Anak itu bisa memusuhiku nanti."

Mingyu terkekeh. "Hyung, masih tidak berubah ya?"

"Aku kenapa?"

"Ya, sejak dulu sifat Brother Complex Wonwoo hyung itu. Bukannya hilang tapi justru semakin parah. Jungkook sampai kesal saat hyung menelponnya hanya untuk mengingatkan hal kecil."

"Dia cerita seperti itu?" Anggukan menjadi jawaban untuk Wonwoo. "Apa saja yang dia ceritakan padamu? Apa dia bilang dia membenciku atau semacamnya?"

Mingyu lepas kendali. Dia tertawa kencang saat ekspresi berlebihan muncul di wajah yang hampir datar di hadapannya.

"Ke-kenapa?"

"Tidak. Hanya lucu saja melihat Wonwoo hyung. Aku jadi iri pada Jungkook tapi bersyukur tidak jadi seperti Jungkook disaat bersamaan."

"Aku anggap itu pujian."

Keduanya diam. Bingung untuk membuka topik apa lagi. Mungkin semenit yang mereka lakukan hanya diam hingga tiba-tiba Mingyu menangkap pergelangan tangan kiri Wonwoo. Menahan Wonwoo yang hendak meninggalkannya.

"Ada apa?"

"Wonwoo hyung.. ah, tidak jadi." Mingyu melepasnya. Dia berdiri dan langsung menarik dua kopernya. "Aku ke kamar dulu untuk membebahi ini."

"Ya. Akan aku pesankan makanan untuk kita." Mingyu menoleh dan kembali menahannya. Anak itu bilang biar dia saja yang masak. "Tapi kau baru sampai dan aku juga belum belanja."

"Oh~ kalau begitu lain kali. Dan aku boleh minta tolong?"

"Apa?"

"Menemaniku mengurus kepindahan di kampus nanti."

"Baiklah."

Holla semua, ini fiksi pertamaku di fandom ini.. sebenernya udah biasa nulis fiksi kpop sih, tapi di WP, ini juga fiksi BL pertama yang aku buat. Biasanya aku cuma kuat sampe Brothership yang menjurus ke Bromance dan ini juga fiksi pertama kalinya aku ngangkat tema supernatural /kebanyakan pertama kali/

1) aku mau sampein kalo fenomena yang Wonu alamin itu nyata. Tapi beda kasusnya.

2) Pernikahan di alam goib itu ada, bener-bener ada (aku bukannya ngajak untuk percaya sama tahayul dan jadi musrik) tapi itu emang ada dan aku kenal sendiri orang yang ngalaminya. Bedanya, kalau di ff ini di ceritain manusia yang dinikahin manusia lain di alam goib, tapi kenyataannya itu nggak mungkin. Di kenyataan yang terjadi itu manusia cuma bisa dinikahin JIN di alam goib (bukan Jin BTS atau Jin Lovelyz ya)

3) masalah ini aku udah tanyain langsung sama sumber-sumber terpecaya dan aku berusaha untuk membuatnya se'REAL' mungkin. (Tapi tetep aku nggak akan menyebarkan ajaran sesat kok. Aku masih punya agama dan Allah.)

4) masalah tanda, aslinya tanda itu keliatan langsung sama mata tanpa perlu kekuatan spiritual apapun. Warnanya bukan merah tapi biru kaya memar dan nggak sakit. Biasanya bentuknya melingkar di satu anggota tubuh, tapi ada yang lain juga. (Jangan samain sama tanda lahir loh, ini tandanya nongol sendiri tanpa sebab)

5) jadi kalo misal kamu yang baca atau ada orang yang kamu kenal tiba-tiba dapet tanda aneh padahal nggak ngapa-ngapain, aku saranin untuk tanya Pak Ustad atau Kyai atau terserah kamu, pokoknya orang yang kamu anggap punya kemampuan spiritual lebih kek Madam Jessica. Siapa tau kamu atau orang yang kamu kenal itu udah di dzolimi Jin, sukur-sukur sih nggak.

6) dan aku ngegambari Madam Jessica lebih ke Mexico-nya di sini karena menyesuaikan kalau di Korea kebanyakan penduduknya itu Atheis, jadi aku pake sudut pandang Atheis dan sedikit mantion Buddha. (Ingat ya, aku nggak niat menjatuhkan agama apapun, hanya sedikit mengambil kebiasaan sembahyangnya aja, itupun keluarnya nanti di chap-chap selanjutnya)

7) oke sekian penjelasanku, semoga kalian suka dan bisa menikmati.

8) mohon review-nya ya :D