Author's note:

Shippers! Setelah sekian lama, ya! 😊 Kabar baik, kalian semuanya? Maaf sekali untuk saya yang tidak bisa up tulisan selama hampir satu tahun terakhir. Maaf juga, untuk teman-teman yang say hi PM atau review yang tidak sempat/tidak bisa saya balas satu per satu. Bukan saya tidak mau menulis FF lagi, ataupun bukan HoMin shipper lagi, melainkan karena kurangnya waktu untuk menulis, setelah saya pindah pekerjaan. Tapi diatas semuanya, saya masih, dan selalu cinta HoMin.

Well, malam ini saya membawa fiksi ringan untuk sekedar melepas kerinduan. Haha XD tulisan yang mendadak ada dengan ide sederhana, hadiah untuk pembaca sambil menikmati romansa bulan February, bulan HoMin tercinta.

So, tanpa banyak embel-embel lagi, ya. Selamat membaca, please review / tanggapannya, atau cerita ini akan berhenti begitu saja.

Terima kasih.

HOMIN

CWTCH

Rate: T

Chapter:1 of (?) [Review / ketertarikan/tanggapan kalian jadi penentu]

Disclaimer: cast adalah milik TVXQ dan mereka sendiri, cerita adalah milik saya, feel free to share, tapi tidak untuk diplagiat.

Many thanks.

...

"Hyung! Kenapa celana-dalamku bisa berada didalam lemari bajumu?" sungut Changmin, berkacak pinggang, diambang pintu kamar Yunho.

"Kenapa kau bisa memasuki kamar orang tanpa perlu permisi, seperti itu?"

"Kurasa telingamu sudah cukup jelas menangkap pertanyaanku." sarkas Changmin, menyilangkan kedua tangan.

"Memangnya kenapa lagi," Yunho menggulir bola mata. "bukankah kau pernah tidur satu kamar denganku, kau lupa? Bisa saja kau tak sengaja meninggalkan kurungan burung itu didalam sana, mengingat kita pernah tidur telanjang, berdua."

"Shut your freaking mouth up! Kau mau mati? Huh, apa kau mau mati?" Sekonyong-konyong Changmin meninggalkan bibir pintu kamar Yunho, berlari panjang kakinya mendekati Yunho yang duduk bersila diatas sofa, menghadap televisi menyala, dengan memangku sebuah mangkuk berisi bubur kacang merah.

"Fuck off! Kau mau membuat benda ini tumpah?" geram Yunho. "jangan asal lompat keatas sofa, seperti kau seekor kucing saja!"

"Kau menjengkelkan!" gerutu Changmin, menghunuskan gemeletak ujung giginya tepat dihadapan wajah Yunho. "kau melupakan bagian dada!" desisnya.

"Dada siapa? Dadamu?" kerucut bibir Yunho.

"Berhenti memainkan bibirmu! Kau memang lelucon! Dengarkan, kita memang pernah tidur telanjang. Tapi hanya sebatas bertelanjang dada, bukan telanjang badan. Jaga ucapanmu,Hyung, atau bila ada orang yang tak sengaja mendengar, mereka akan salah paham".

Yunho mendengus pelan, tak memberi banyak tanggapan, ia perlahan meletakkan mangkuk diatas telapak tangan keatas meja. Sementara Changmin masih melagu dengan omelannya.

"Lagipula, dengarkan, Hyung! Saat itu aku sedang mabuk, jadi aku tak sadar jika aku memasuki kamar yang salah dan tidur diranjangmu-"

"Kau juga tak sadar saat melucuti kaus ku?"

"Oh, Hyung! Anggap saja aku adikmu, aku benar-benar tak sadar saat itu. Jangan angkat lagi cerita hari itu. Lagipula kita hanya tidur bertelanjang dada, bukan bertelanjang badan. Got it, grandpa?" Changmin defensive.

Yunho berdecak lidah. "Pergi saja sana, kau mengganggu acara makanku!"

"Tidak bisa! Kau belum menjawab pertanyaanku." Changmin yang semula berjongkok diatas sofa, berpolah nakal ia, meluruskan kedua kakinya diatas kaki Yunho yang bersila.

"Ahh!" desah Yunho. "bagaimana aku akan tahan kalau kau begini?"

"Begini, seperti apa? Kau belum menjawab pertanyaanku juga! Kenapa celana-dalamku bisa berada didalam lemari bajumu?"

"Kenapa kau membuka lemari baju milik orang?"

"Karena aku mencari milikku, dan kau satu-satunya orang yang sering mengambil dan menggunakan barang-barangku. Tapi baru kali ini aku mendapati celana-dalamku berada didalam sana, apa kau memakai ini juga?"

"Yaa.. Kukira itu milikku."

"Aiisshh!" Changmin berdesis.

"Sudah! Turunkan kakimu dari pangkuanku.!" perintah Yunho, seraya kembali meraih mangkuk bubur kacang merah dari atas meja.

"Kau selalu saja seperti ini, barang-barang seperti ini, itu pribadi. Jangan seenakmu sendiri!" Changmin tak berteriak, namun suaranya menggelegar, beriringan dengan mantap tapak kakinya yang menghentak lantai rumah.

Changmin meninggalkan Yunho terperanga dihadapan mangkuk berisi cairan merah. Tak jarang Changmin menyalak kasar pada Yunho, namun ini adalah kali pertama suara Changmin membuat jantung Yunho seolah kehilangan beberapa detak.

Mereka tak pernah memperhitungkan barang apapun yang mereka miliki, apa yang berada didalam rumah, itu artinya adalah milik mereka berdua, atau.. Mungkin itu hanya bagi Yunho seorang saja.

"Hyung? Kau tahu dimana hoodie putihku?" teriak Changmin, kembali menyembul keluar dari dalam kamarnya.

"Didalam almari kaca, kamarku."

"Kenapa bisa berada disana?" geram Changmin, berjalan marah, membuka kasar pintu almari Yunho.

"Sebab kukira, itu milikku." sahut Yunho terseyum samar. Telah rapi ia mengenakan top coat hitam berlengan panjang, juga sebuah kunci mobil dalam genggaman.

"Kalau jacket hitamku?"

"Didalam mobilku."

"Sneaker biru?"

"Juga didalam mobilku."

"Sarung tanganku?"

"Didalam kantung mantelku."

"Aish! Kenapa semua barang milikku selalu berada denganmu?" Changmin mendesis.

"Apa lagi, sebab kukira itu adalah milikku." jawab Yunho datar.

Kaki Changmin menggebrak lantai, berjalan marah mendekati letak ujung kaki Yunho berada. "Bagaimana kalau aku mendadak membutuhkannya, dan kau sedang tidak ada? Bagaimana jika itu barang milik orang? Bagaimana jika,.. Berhentilah seperti ini, Hyung. Milikmu dan milikku adalah benda pribadi yang berbeda, jangan-"

"Jangan mengomel seperti ini, kau membuatku takut." kisik Yunho tepat dihadapan runcing hidung Changmin.

"Dan.. Kenapa kau menekan hidungku menggunakan bibirmu?" gagap Changmin, terhenti omelanya, beralih dengan lingkar matanya yang membulat sempurna.

"Karena apa lagi, sebab kurasa kau adalah milikku." lengkungan senyum menawan tercetak dibibir Yunho, perlahan ia menarik wajahnya dari ujung hidung Changmin. Berputar tubuhnya menghadap pintu keluar, tak memperhatikan wajah memerah Changmin dibelakang badan.

"Yah! You freaking weird living thing! berani sekali kau melakukan itu padaku. Tunggu aku, aku sedang ingin marah padamu! Yah! Hyung?" Omelan Changmin tak terhenti sepanjang jalan menuju parking lot tempat Yunho menenggerkan kendaraaannya. Bahkan nyanyian Changmin masih mengisi telinga Yunho pada Saat mereka telah duduk bersisihan didalam satu mobil dengan Yunho dibagian kursi kemudi.

"See.. mobil ku tak mau menyala sebab kau tak mau berhenti berbicara." ujar Yunho, setelah beberapa kali menyentak mesin mobil, namun bongkahan mesinnya hanya berdesir samar seolah tak niat memberi getaran panjang.

"Ish! mobilmu saja yang jelek." dengus Changmin.

"Yo, Changmin. Kau tak perlu memukul lenganku seperti itu. Kau ini menyakitiku, aku sedang akan mengemudikan mobil, jangan seperti itu." keluh Yunho, sebab genggaman Changmin cukup membuat ngilu lengan kirinya.

"Dasar bayi." cibir Changmin pelan. Namun tak ayal telinga tajam Yunho masih dapat dengan jelas menangkap kalimat Changmin yang baru saja terucap.

Akan tetapi, bukan seorang kakak namany, jika Yunho akan lantas marah. Ia telah sangat paham dengan watak Changmin yang kerap mengomel, melucu, marah, atau bahkan membuat kelakuan manja. Yunho, hanya akan selalu diam, menuruti, dan menerima, bukan sebab ia seorang yang teramat penyabar, melainkan Yunho seorang peyayang.

Perjalanan menuju sebuah stasiun radio terkenal Korea memakan waktu yang tak lama, hanya setengah jam saja dibarengi lelaguan lawas dari Radiohead didalam mobil memecah jalanan Seoul, Yunho kini telah kembali menepikian kendaraaannya di sudut parking lot gedung stasiun radio yang ditujunnya.

"Oh, Yunho-ah, kau sudah datang. tepat waktu sekali!" seru orang yang tak asing, membuat Yunho lebih dulu beranjak keluar dari dalam mobil.

"Kau Hyung, kau sendiri sudah lama disini?" sahut Yunho, menganggukkan kepala, sopan. Ia adalah sang manager, atau seseorang yang telah dianggap menjadi seorang kakak bagi Yunho dan Changmin.

"Tidak, aku juga baru saja selesai memarkirkan mobilku disebelah sana. Disana!" tujuk sang manager pada sudut lain lapangan parkir. "Changmin?"

"Masih didalam." jawab Yunho, menunjuk ke dalam mobil menggunakan ujung dagunya.

"Yo, Changmin, apa kau tidak akan keluar?" teriak sang manager, lantang.

"Aku akan, hanya saja sneaker biruku belum ketemu." sahut Changmin, menaiikan satu oktaf.

"Apa kau akan menggukannya sekarang?" Yunho bertanya dari balik jendela mobil yang terbuka.

"Tidak. Tapi aku hanya memastikan bahwa benda itu tidak hilang." ketus Changmi tak memberi perhatian.

"Kita tidak memiliki banyak waktu Changmin-ah. Cepat keluar kita naik sekarang. Pukul tiga tepat mereka akan memulai acaranya." sang manager memburu.

Sempat menggerutu, namun Changmin berakhir menurut. Ia menyembul keluar dari dalam mobil dengan wajah kesal. Bahkan ia tak menyahut suara Yunho yang mengatakan bahwa sneaker miliknya sedang baik-baik saja. Changmin tidak mengacuhkan Yunho, dengan berjalan panjang menyusul langkah sang manager yang sudah berada didepan.

Elevator berlapis cermin bening membawa tiga badan manusia berbeda usia tersebut menuju lantai dua puluh lima, pintu bertuliskan nama dari radio terkenal Korea yang hendak mereka tuju bersama. Namun saat jarak kaki mereka dari pintu berwarna abu-abu tua itu hanya tersisa beberapa langkah, sang manager tetiba menghentikan langkah.

"Wae Hyung?" tanya Changmin, bingung.

"Yah, Yunho-ah?" tak mengindahkan pertanyaan Changmin, sang manager memberi tatapan serius pada Yunho.

"Huh?" sahut Yunho, datar.

"Dudukmu nanti, jangan terlalu dekat dengan Changmin. Kalian berdua duduknya sedikit berjauhan saja." kisik manager, penuh penekanan.

"Wae-oh" protes Yunho.

"Sebab kau selalu saja bertingkah aneh, kau terlalu banyak melakukan skinship dan sebagainya, seperti kau sangat menyukai Changmin, seperti kau seorang gay saja. Jangan seperti itu, buat jarak sedikit, atau orang-orang akan mulai berpikir bahwa kau benar-benar gay. Aku tidak mau nama besar band kalian berantakan."

Tak memukul, namun kalimat sang manager yang telah Yunho anggap menjadi seorang kakak baginya, teramat menendang dan membuatnya terluka. Yunho bungkam dan tak bergerak, seolah dia tegak dengan congkaknya, kendati sebenarnya ia tengah mendidih dan teramat terluka sebab Changmin pun sempat terlihat mengeluarkan senyuman saat sang manager selesai berbicara.

"Baiklah. Aku tahu." ujar Yunho datar, ia kembali menyambung langkah, bahkan satu langkah yang Yunho buat serta-merta melangkahi ujung kaki sang manager dan Changmin yang berdiri sejajar.

Pukul tiga lebih lima menit, siaran radio secara live, dimulai. Yunho benar-benar menuruti perkataan dari manager yang menyuruhnya tak berdekatan dengan Changmin. Changmin pun seperti tak keberatan, dia bahkan bisa tertawa-tawa lantang saat bersahut gurauan dengan sang radio jockey yang bermarga Han.

"Yah, Yunho-shi, kenapa kau minum?" tanya penyiar pada Yunho.

"Karena aku haus." jawab Yunho tak dibuat-buat.

"Maksudku, kenapa kau minum air milik Changmin-shi, bukankah kau memiliki botol airmu sendiri?" lanjut penyiar, diakhiri dengan tawa panjang, bersahutan dengan tawa aneh yang Changmin keluarkan.

"Oh, maaf. Kukira ini milikku."

"Tidak-tidak Maksud pertanyaanku, adalah, kau memiliki bagianmu sendiri, tapi kenapa kau masih meraih botol yang letaknya jauh dari hadapanmu. Kau sangat lucu." ujar penyiar.

"Kurasa ini hal biasa saja, sebab milikku juga sudah habis. Oh, atau kau akan memberiku sebotol air meneral lagi?" kilah Yunho, tenang.

"Tentu-tentu. Kami memiliki banyak air untukmu." tawa dan tanggapan sang penyiar, riuh.

Hampir satu jam penuh mereka bersua panjang, dan menyiarkan suaranya secara langsung melalui transmisi radio. Changmin lebih banyak menyawab pertanyaan dari sang radio jockey, sementara Yunho lebih banyak menghabiskan air dari botol mineral yang disediakan stasiun radio, bahkan belum genap satu jam, dia sudah menghabiskan lima botol air mineral berukuran lumayan besar. Entah karena memang haus dia, atau sebab tak ada yang bisa dikerjakannya. Acara didalam stasiun radio kali ini, terlalu membosankan bagi Yunho.

"Jadi, kalian berdua tetap tinggal bersama, sekarang?" tanya sang penyiar.

"Ya." jawab Yunho dan Changmin serempak.

"Aku tinggal bersama dengan Changmin."

"Menumpang dirumahku, lebih tepatnya." tambah Changmin memburu.

Tawa keras dari sang radio jockey kembali membumbung mengisi ruangan berisikan banyak media pengantar suara, bahkan suaranya kian menderu telinga saat Changmin turut menyumbang tawa. Memekakkan gendang telinga Yunho, yang hanya mengeluarkan senyuman tipisnya.

Jika saja ia adalah dewa pengatur jalannya waktu, atau sejenisnya, mungkin Yunho sudah membuat sore hari cepat-cepat berganti tengah malam, agar ia bisa segera meninggalkan ruangan berisik yang membuatnya tak nyaman.

Namun sayangnya Yunho hanya seorang pemusik biasa, dia hanya dapat menikmati jalannya adegan per adegan dari sang pencipta. Hingga akhirnya pukul lima tepat setelah puluhan menit yang membuatnya muak, sesi bernyanyi, game, dan tanya jawab dengan stasiun radio pun selesai dengan sempurna. Yunho dengan cepat berjalan panjang menuju letak mobilnya berdiam. Bahkan jalannya semakin kilat saat Changmin mengatakan ia tak akan pulang bersama, namun masih menuntut Yunho untuk menemukan sneaker biru miliknya.

'Aku akan pulang malam, kau cari makan saja sendiri, lalu cepatlah tidur, tak perlu menungguku'

Pesan singkat dari Changmin yang Yunho dapat setelah nada notification pendek menggetarkan ponselnya.

Jung Yunho tak merasa harus memberi balasan pada pesan singkat yang Changmin kirimkan. Saat telah selesai ia membaca, Yunho melempar ponsel keemasan miliknya ke sisih lain mobil begitu saja. Selanjutnya ia menyentak mesin mobil kuat-kuat, berputar keempat rodanya lalu melaju cepat meninggalkan bekas menghitam diatas aspal.

Yunho meninggalkan makan malamya, bahkan sesampainya dirumah berjalan kedalam dapur untuk sekedar minum pun, Yunho tidak. Setelah rapat menutup pintu, Yunho lantas memanjangkan tubuhnya diatas membal ranjang beralaskan sprai kecokelatan.
Sedangkan pukul dua belas lebih, Changmin baru kembali memasuki rumah. tanpa permisi ia merangkak naik keatas ranjang dimana Yunho tengah memejamkan mata. Ia tak sedang mabuk, Changmin hanya melakukan apapun yang dia ingin lakukan.

"Tidur ditempatmu sendiri, Changmin-ah." keluh Yunho menjauhkan dada Changmin yang menghimpit lengan kirinya.

"Uhm!" Changmin menggeram, ia menutup mata lantas mengeratkan pelukan pada dada Yunho yang tak tertutup busana.

"Jangan seperti ini!" Yunho menyingkirkan tangan Changmin dari bagian tubuhya.

"Biarkan aku seperti ini." kukuh Changmin, tak ingin tersingkir.

"Kau tak sedang mabuk, kau sadar bahwa kau sendiri yang mempersilahkan dirimu untuk berantakan bersamaku."

"Sssth!" desis Changmin. "aku ingin tidur, jangan berisik!"

.

.

.

To Be Continued

Aku, Yunho dan Changmin akan segera kembali jika diinginkan, dan jika masih diharapkan.
Selamat tidur, tolong tanggapannya, atau aku akan tidak bersemangat. Terima Kasih.

Ah, iya.. Aku memiliki pikiran untuk pindah aktif di wattpad saja. Mengingat Wattpadku nganggur dari tahun 2015 lalu. Bagaimana menurut kalian? Apa kalian ada yang menggunakan Wattpad? Reply me.. XD