Bleach FFn
Bleach © Tite kubo
Rate: T
Lost in Winter
Kau diam termenung memandangi salju putih bak kapas yang turun dari langit, dengan tatapan sendumu yang entah sejak kapan terpasang di sana. Ouh! Aku tahu! Sejak si stoic itu menghilang tepat diawal musim dingin tahun lalu.
"Sudah satu tahun berlalu" ucapmu.
Tentu saja kau masih mengingatnya bukan? Kau menyukai si stoic itu kan? Kau berusaha menyangkalnya! Namun mata hitammu tak bisa bohong, bahkan tangis kehilanganmu ketika dia pergi, bisa menunjukan semuanya. Bukan hanya tangis karna kehilangan seorang teman, namun juga tangis penyesalan karna kau tak mengatakan perasaanmu yang lagi! Kau menyangkalnya, bahkan walau hatimu membenarkan, namun mulutmu selalu mengatakan tidak. Kau tahu kalau umurnya tidak panjang, namun apa yang kau lakukan? Kau malah tetap menahan 'itu' keluar dari mulutmu. Kau berusaha mengatakan sesuatu didetik terakhir dia bernafas, namun hanya isakan penyesalan yang terdengar. Bahkan ketika kau sendirian memandangi nisannya-yang jelas dia tidak akan memberikan jawaban atau ekspresi-kau malah mengatupkan rahangmu, hingga permata bening tak kuasa kau bendung itu mengalir tanpa suara.
Kau takut?
Untuk ketiga kalinya kau menyangkal! Kau selalu beralasan kalau seorang perempuan tidak sepatutnya menyatakan cintanya terlebih dahulu.
Hey! Kau bodohnya? Bukankah emansipasi wanita sekarang masih berlaku? Ouh atau memang benar dugaanku kalau kau takut! Takut si stoic itu lebih memilih si rambut senja itu? Si rambut senja dengan mata kelabunya yang besar, yang selalu membuat si stoic itu tersenyum tipis. Ouh bahkan sangat tipis hingga tak terlihat seperti sebuah senyuman. Namun kau bisa melihat senyum itukan?
Kau sakit?
Ouh tidak, aku tahu kau takkan membenarkannya kau pasti akan menterjemahkan rasa itu hanya sebagai rasa sesaat yang kebetulan saja. Hey! Namun jangan kira aku tak tahu. Kau sebenarnya iri pada si rambut orange itukan? Karna kau tak pernah membuat orang yang kau suka… Ouh ralat! Teman pucatmu itu tersenyum tipis, tidak! Tidak ada orang yang mendefinisikan senyum tipisnya sebagai sebuah senyuman, karna tak terlihat seperti sebuah senyuman, melainkan wajah yang tak menunjukan ekspresi apapun. Tapi kau sebagai seorang yang selalu memperhatikannya pasti tahu itu! Kau sangat iri pada gadis bermata kelabu itu! Karna kau tak pernah membuatnya tersenyum. Aku salah? Ouh ya! Aku tahu jawbannya, pasti IYA.
Hingga saat ini pu kau tak menunjukan kemajuan apapun. Tetap memandang salju putih itu dengan tatapan sendumu yang tak bisa mengubah apapun. Dia sudah tiada.
Siapa yang salah?
Tidak ada! Sudah terlambat. Ketika garis takdir telah terlukis indah ditanganmu, maka tak ada yang bisa mengubahnya. Walau kau menangis hingga air matamu kering, itu tak bisa mengubah apapun. Ku ingatkan lagi, dia sudah tiada. Dan 'rahasia' kecilmu itu akan tetap tersimpan dihatimu.
Kau berlalu pergi. Dengan wajah pucatmu dan tangan gemetarmu karna terlalu lama di luar tanpa baju hangatmu. Tapi, Tuhan berkehendak lain, Dia ingin engakau bertemu dengan Si stoicmu.
Aku berjalan tergesa, dengan semua penyesalanku itu. Aku hanya tertunduk, namun aku merasakan sesuatu. Aku menengok, dan aku melihatnya, melihat dia diseberang jalan. Aku mengejarnya tanpa memperhatikan lampu lalulintas yang menyala hijau. Aku mencoba meraihnya, mencoba tersenyum padanya. Namun sebelum itu sempat terjadi….
Kau meninggalkan dunia ini dengan bermandi darah. Setelah sempat tersenyum dengan bahagia. Aku tahu kau tersenyum pada siapa, karna aku juga dapat melihatnya. Kau tersenyum pada dia, Ulquiorra Schiffer.
Bagaimana? Sekarang kau bahagia? Bukankah Tuhan memiliki rencana yang indah untukmu? Karna Dia mendengar semua do'a mu… karna Dia adalah yang Maha mengetahui.
