A new boy!
Summary: seorang cowok tampan muncul di Konoha Gakuen. Semua cewek ingin berpacaran dengannya… tak terkecuali dengan Hinata. Tapi kemudian terjadilah pembunuhan beruntun. Seolah yang berkencan dengan cowok itu berarti bermain dengan maut. Apakah yang sebenarnya terjadi? Siapakah cowok itu sebenarnya?
Pairing: GaaxHina.
Slight SasuxIno, NaruxSaku, GaaxSaku, GaaxIno
.
.
AU, OOC
Mystery, Romance, friendship, bit of bloody
.
.
.
3 Weeks ago
Hyuuga Hinata melihat cowok baru itu untuk pertama kalinya. Cowok itu tampan. Langkahnya anggun dan seperti seorang atletik. Tubuhnya tinggi dan ramping. Wajahnya tirus dengan rambut kemerahan di atasnya, menampilkan ekspresi yang serius. Hinata bertanya dalam hati, apakah cowok itu pernah tersenyum?
Hinata menatap mata cowok itu.
Mata yang resah, pikirnya.
Mata yang sedih.
Hinata harus berkedip untuk berhenti menatap cowok itu. Dirasakannya wajahnya memanas. Sepertinya aku terlalu lama menatap cowok itu, pikir Hinata sambil memalingkan wajah ke lokernya, sewaktu cowok itu melewatinya.
Hebat. Jadi cowok itu memiliki mata yang bagus, pikir Hinata sambil memalingkan wajah ke lockernya yang berwarna abu-abu kecoklatan.
Dua orang perempuan mengenakan rok pendek berwarna merah putih bergaris-garis dengan t-shirt putih polos (seragam cheerleader) lewat. Mereka bercanda sambil tertawa cekikikan dan saling dorong.
Hinata kembali berpaling dan memperhatikan cowok itu menghilang di sudut. Hmm, aku belum pernah melihat dia. Apakah dia melihatku? Rasanya tidak.
"Oh Hinata, bangunlah dari mimpimu, cowok itu tidak mungkin memperhatikanmu," ia menghardik dirinya sendiri, sambil menggumam dengan suara rendah.
Ia melemparkan buku-buku ke dalam locker. Koridor itu sekarang hampir lenggang. Sebagian besar murid sudah pulang atau pergi kerja sambilan mereka sehabis sekolah. Suasana menjadi sunyi, dan menyeramkan.
Hinata ingin segera pulang ke rumahnya untuk mengerjakan pekerjaan rumah yang sangat banyak. Ia membanting pintu locker, tetapi segera mengubah pikirannya. Pintu locker dibukanya lebar-lebar, dan dengan tak sabar dipandangnya dirinya sendiri dalam cermin kecil yang tertempel pada pintu. Cepat-cepat ia merapikan rambut indigonya yang mulai memanjang itu dengan tangan kanannya. Ia mengeluarkan bedak compact dalam ranselnya lalu membedaki wajahnya yang agak pucat. Matanya yang abu-abu membalas tatapannya. Ia menutup bedaknya lalu kembali memasukkan ke dalam ransel. Sambil memandang di cermin, ia merapikan sailor seifuku yang dipakainya. Seragam itu begitu besar dan kurang cocok untuk ukuran tubuhnya yang kurus dan kecil. Itulah yang penampilan disukainya. Tetapi teman-temannya, Sakura dan Ino dan mengatakan bahwa dia hanya mencoba supaya tampak lebih besar.
"Cowok-cowok tidak mungkin memperhatikanmu, karena kamu seperti kutu," gurau Ino
Gurauan lain terngiang-ngiang dalam benak Hinata. "Tubuhmu seperti model, tapi cara berpakaianmu seperti gelandangan,"
Ino memiliki kecantikan alami. Rambutnya pirang panjang dan lurus alami. Penampilannya yang cukup girly membuatnya menjadi salah satu cewek tercantik di Konoha Gakuen. Ino tak henti-hentinya memberi petunjuk pada Hinata mengenai cara berpakaian dan berdandan yang baik.
Tapi Hinata tidak pernah memakai make-up atau berdandan. Dia tidak mau terlihat dengan dandanan menor. Dia ingin tampil sebagai dirinya. Hanya saja dia belum bisa menemukan jati dirinya sendiri.
Hmm. Omong-omong, kemana perginya kedua orang itu? Hinata bertanya dalam hati seraya koridor yang lengang. Ia membanting pintu lockernya. Mungkin mereka sudah di ruang kepala sekolah, dan menungguku. Mungkin mereka sedang menghitung uang tanpa aku.
Ia berlari kecil menuju kantor kepala sekolah yang terletak di depan gedung. Dua orang guru – Ibuki-sensei dan Iruka-sensei – melewatinya sambil mengancingkan jas hujan, menuju ke halaman parkir. Gemuruh sorak-sorai terdengar dari ruang olahraga di bawah, tempat para cheerleaders berlatih.
Mudah-mudahan semua pekerjaan ini bisa selesai dengan cepat, pikir Hinata. Aku harus membuat begitu banyak PR yang memusingkan.
Ia dan dua orang temannya menjadi panitia acara Ulang Tahun sekolah yang mengambil tema pesta dansa. Dan kini mereka harus menghitung sisa uang yang tidak terpakai dan menyerahkannya kepada Sarutobi-kaichou, selaku kepala sekolah Konoha Gakuen. Banyak uang yang harus dihitung karena acara tersebut benar-benar sukses. Sukses secara finansial, bukan secara pribadi, pikir Hinata getir.
Rekan-rekan se-pantianya, Sakura dan Ino memiliki pacar. Ino datang bersama Sasuke, dan tentu saja. Mereka sudah berpacaran sejak tiga bulan yang lalu. Sedangkan Sakura datang bersama pacarnya, Naruto.
Hinata menghela napas sementara ia berbelok di sudut dan terlihatlah kantor kepala sekolah. Di antara mereka bertiga, hanya Hinata yang belum punya pacar. Namun ia tetap pergi ke acara itu. Ia harus pergi karena ia salah salah satu anggota panitia. Di sana, ia hanya bisa melongo dan terus mengawasi Sakura dan Ino bersama pacar-pacar mereka masing-masing, harus menahan perasaan iri dan kesepian.
Hinata berhenti di depan sebuah pintu yang tercetak tulisan—MR SARUTOBI, PRINCIPAL—ia menarik napas panjang sambil memejamkan mata, beberapa detik kemudian, ia menarik daun pintunya dan menerobos ke ruang kantor bagian depan. "Maaf, aku terlambat—".
Hinata tertegun ketika menyadari bahwa ruangan itu kosong.
Ia maju beberapa langkah ke kantor bagian dalam. Pintunya sedikit terbuka dan lampunya menyala, "ada orang disini?"
Tidak ada jawaban.
Hinata mengangguk penuh arti, pasti Ino sedang bersama Sasuke, pikir Hinata. Mungkin mereka sedang berada di kantin, dan berduaan. Bagaimana dengan Sakura? Tidak mungkin dia bersama Naruto. Naruto harus bekerja sesudah sekolah.
Hinata melirik jam di dinding, hampir pukul tiga kurang lima menit. Ia menyisir rambut indigonya, lalu menggoyang-goyangkan kepalanya untuk merapikannya. Tiba-tiba pintu koridor terbuka, dan Ino bergegas masuk.
Penampilan Ino tampak mengesankan dalam nuansa warna gelap. Rambutnya yang pirang panjang mengilat di bawah sinar lampu neon. Gothic Nymph super elegan, begitulah julukan Hinata pada Ino, jika sahabatnya itu tampil begitu keren.
"kita tidak bisa menunggu Sakura," kata Hinata sambil menghampiri meja bunda yang menempel di dinding. "mari kita mulai. Mana uangnya?"
"hah?" mata biru Ino membelalak kaget.
"uangnya," Hinata mengulangi tak sabar. "Mana uangnya?"
"loh. Bukannya kamu yang bawa?" Ino balik bertanya.
Hinata merasa tenggorokannya tercekik. Mendadak ia merasakan sesuatu yang berat menekan perutnya. "I-Ino," katanya, berusaha tetap tenang. "yang seharusnya mengambil uang itu dari sponsor pada tahap terakhir itu kamu!"
Cahaya mata Ino memudar. Ekspresi wajahnya berubah menjadi sungguh-sungguh. "Sakura mengambilkan uang itu untukku," katanya pada Hinata. "ia memasukkannya ke dalam locker. Tapi waktu dia melihat uang itu tidak ada di sana seusai sekolah, dia mengira kau yang mengambilnya."
Hinata menahan napas, "ano... a-aku tidak mengambilnya!" Ia berseru dengan suara melengking. "aku tidak mengambilnya!"
"gosh," Ino mengeluh, menggeleng-gelengkan kepala. "itu berarti—itu berarti uang itu dicuri."
.
.
.
#
.
.
.
Hinata merasa tenggorokannya tercekik makin kuat. Ia menelan ludah dengan susah payah, berusaha melawan perasaan mual.
"I-Ino," ia berseru. "Kita—kita yang bertanggung jawab. Jumlahnya lebih dari lima puluh ribu ryo. Kalau—kalau..." ruangan itu serasa berputar. Ia tidak bisa berpikir jernih.
Ino menarik lengan kemejanya. "Ayo, kita cari Sakura. Cepat."
Kedua gadis itu bergegas menyusuri koridor yang lenggang. Sorak-sorai para cheerleader masih terdengan dari ruang olahraga. Beberapa guru bergerombol sambil tertawa, bercakap-cakap di depan air mancur. Hinata sama sekali tidak ingin tertawa. Ia justru ingin menangis.
Bila benar uang itu dicuri, bagaimana cara mereka menggantinya? Dan akankah mereka dituduh mencurinya?
Tidak. Tidak bisa. Itu tidak mungkin terjadi, Hinata mencoba menghibur dirinya sendiri.
Mereka mendapati Sakura di locker-nya. Ia sedang menyisir rambut pinknya.
"Ino—uang itu!" Hinata berteroiak nyaring dan ketakutan. "uangnya ada padamu kan?"
"tentu saja," jawab Sakura tak acuh. Ia mengeluarkan tas kanvas hijau dari lockernya. "ada di sini." Sakura berpaling pada Ino, dan ekspresinya berubah, "Ino, kan kamu sudah janji untuk tidak mengatakan lelucon gila itu pada Hinata!" ujarnya.
Tawa Ino meledak, mata birunya berkilauan.
"jahat!" seru Sakura. "kita sudah memutuskan untuk tidak melakukannya."
"aku—aku tidak tahan," kata Ino di sela-sela tawanya. Ia merengkuh pundak Hinata dan merangkulnya. "maaf yah, Hinata. Maafkan aku. Tapi, ekspresimu itu loh. Betul-betul hebat!" ia mulai tertawa lagi sambil memeluk Hinata.
Sakura menggelengkan kepala tidak setuju, namun ia juga mulai tertawa.
"kalian memang teman yang baik," omel Hinata. Dengan marah ia melepaskan diri dari Ino. "Kalian benar-benar menyebalkan. Aku tidak percaya kalau kalian bisa begitu jahat."
"ayolah Hina-tan. Itu cuma lelucon," Ino berkata seraya menekan tawanya."
"ha-ha," balas Hinata getir.
"tak seharusnya kau berbuat begitu, Ino," kata Sakura pada Ino seraya menyusupkan sisir ke dalam tempat kecil pada ranselnya. "kau tahu kan kalau Hinata itu cepat khawatir orangnya."
"maaf deh, Hina-tan," kata Ino lagi, memaksakan diri untuk menunjukkan tampang serius. "Sungguh."
"ayo kita hitung saja uang itu," Hinata berkata tak sabar, dan mengambil tas kanvas itu. "makin cepat kita menyerahkannya kepada Sarutobi-kaichou, makin baik."
Ia berjalan kembali menuju ke kantor, Ino dan Sakura mengikuti tepat di belakangnya. Hinata baru saja berbelok di sudut ketika ia melihat cowok baru itu lagi.
Mula-mula ia melihat mata hijau zaitun-nya yang resah itu, kemudian ekspresi aneh pada wajahnya yang pucat.
Ia menahan napas ketika melihat genangan darah segar pada lantai di kaki cowok itu.
"To—tolong," seru cowok itu kepadanya.
Dan kemudian Hinata melihat darah menetes dari lengan cowok itu.
.
.
.
-continued to chapter 2-
.
.
.
Disclaimer: Masashi Kishimoto, RL Stine, Honda, Nestle.
-ryo: mata uang yang ada di Naruto.
AN
Yo! Saya yang adalah seorang super duper straight hater fatality level akhirnya malah membuat fic dengan genre yang saya sangat benci itu. Terkutuklah saya.
Kenapa saya memilih GaaHina? Saya juga tidak tahu kenapa *di tabok reader* Daripada saya bikin SasuSaku, or NaruSaku or SasuIno sebagai main pair,, saya akan lebih terkutuk lagi
*dibuang di tong sampah*
So, mind to read or review?
p.s : saya tidak menerima flame yang aneh2
