Hiraeth
Vocaloid by Yamaha. Hatsune Miku & Kaito by Crypton Future Media
Genre : Romance/Supernatural, Fantasy
Rating : T
Warning(s): Angel!Kaito, double AU, multichapter, sedikit twist ceritanya (?)
Hiraeth : A homesickness for a home to which you cannot return, a home which maybe never was; The nostalgia, the yearning, the grief for the lost places of your past.
ONE : FALL
(Miku's POV)
"Daijoubu da yo, Rin-chan! Nanti kita akan bekerja kelompok kalau ada waktu yang tepat." Aku bercakap-cakap dengan seorang sahabatku di ponselku pada saat perjalanan pulang dari sekolah.
"Oke! Semua sudah fix ya! Bye!" aku langsung mengakhiri percakapan singkatku dan menyimpan ponselku di tas.
Namaku Hatsune Miku. Aku biasanya dipanggil Miku. Aku berusia 16 tahun, kelas 1 SMA. Aku juga bersahabat dengan Rin, Len, Gumi, dan banyak lagi. Sebenarnya, aku juga memiliki seorang kekasih. Tapi, dia sudah lama meninggal.
Dengan perlahan aku mempercepat langkahku agar cepat sampai menuju rumahku. Angin semilir menembus kulit dan anak rambutku dengan lembut. Siang hari ini sejuk dan tidak terlalu panas. Yah karena sekarang musim peralihan. Aku melewati pinggir sungai yang berpapasan langsung dengan jembatan rel kereta api.
"Seseorang tolong aku..."
Tanpa sengaja, aku mendengar suara yang menggema dan misterius itu. Lalu suara itu perlahan-lahan menghilang. Aku menengok ke atas, ke arah langit. Aku melihat ada sehelai bulu berwarna putih bersih jatuh perlahan. Aku mengulur kedua tanganku. Bulu itu mendarat tepat di kedua telapak tanganku. Aku terkagum. Ketika ku raba, bulu itu sangat halus.
'Pasti ada makhluk aneh disini...' batinku curiga.
Tanpa berpikir panjang, aku berlari tanpa arah yang ku tuju. Aku biarkan indra keenamku membawaku ke tempat dimana makhluk aneh itu berada. Aku langsung menggendong tas di bahuku dan langsung berlari.
Entah sudah berapa jauh aku berlari hingga aku merasakan napasku terengah-engah. Aku perlu beristirahat sebentar. Tetapi rasa penasaranku terus menggelora di dalam diriku. Aku akhirnya berlari lagi sampai menemukan sebuah hutan di pinggir kota.
Hutan itu terlihat rindang karena banyak sekali pepohonan besar yang tumbuh disana. Aku terdiam. Lalu aku menggeleng dan mencoba memasuki hutan itu. Baru saja ketika aku memasukinya, bulu putih itu ada lagi di jalan setapak itu. Aku kaget melihatnya. Aku mengambil dan meraba benda itu lagi. Ini pertanda bahwa makhluk misterius itu memang ada disini.
Semakin dalam aku memasuki hutan itu, sinar matahari semakin berkurang. Aku agak takut karena aku sendirian. Tapi aku coba untuk memberanikan diriku. Tidak berapa lama aku berjalan hingga aku menemukan padang rumput di luar hutan. Aku berlari keluar dari hutan itu.
Ketika aku keluar, aku kembali terkejut. Ternyata, aku menemukan seorang manusia bersayap. Dia terlihat sangat menyedihkan. Dia terlihat sekarat dan di sekujur tubuhnya dipenuhi luka lebam. Kulihat ada yang berdarah juga. Mungkin karena dia disiksa sampai dibiarkan seperti itu. Tapi menurutku itu tidak mungkin. Aku melihat sayap yang menempel di punggungnya. Pasti dia manusia dari dunia lain. Ini sangat mustahil. Aku pun mendekatinya dan melihat sayapnya yang terkulai lemah itu. Dia terlihat menggunakan baju berlengan pendek sampai siku berwarna biru tetapi ditutupi oleh lengan panjang berwarna putih. Dia memakai celana berwarna biru tua dan boots berwarna hitam.
'Sudah kuduga. Pasti dia bukan dari dunia ini.' batinku.
Lalu aku membungkukkan badanku untuk melihat wajahnya. Dia terlihat tampan. Warna rambutnya yang biru membuatku kagum. Mungkin hari ini aku beruntung karena tidak sengaja menemukan seorang pemuda tampan dan bersayap disini. Aku coba melihat sekelilingku, tidak ada siapapun. Lalu aku berdiri lagi dan mulai berpikir.
'Kasihan sekali malaikat ini. Dia sekarat. Apa aku perlu membawanya pulang lalu ku rawat dia sendiri? Mungkin itu ide yang bagus. Karena Ayah, Ibu, dan Onii-chan sedang keluar kota.' pikirku.
Akhirnya ku putuskan untuk membawa pulang sang malaikat itu tanpa diketahui siapapun. Aku mencoba untuk membopongnya sebisaku agar bisa ku rawat secepatnya di rumahku.
'Bertahanlah...' aku berharap padanya.
.
Akhirnya aku sampai. Aku langsung masuk ke dalam dan membawanya ke kamar kosong yang biasanya dipakai untuk tamu yang menginap. Dengan pelan aku membaringkan tubuhnya. Ketika kulihat lagi, kedua sayapnya merapat. Setelah itu, aku mencari kotak pertolongan pertama yang ku temukan di kamar Ayah dan kembali ke si malaikat itu. Aku membuka kotak dan mencari perban untuk menutupi lukanya. Tapi sebelum itu, aku mengambil kursi dan ku letakkan di dekatnya. Kemudian aku baru mengobatinya. Aku menutupi luka di keningnya dengan hati-hati agar dia tidak terbangun. Setelah selesai, aku melihat dia tertidur. Aku tersenyum dan tiba-tiba pipiku merona karena ketampanannya. Tahan dirimu, Miku!
'Mungkin aku perlu membuatnya makanan...' gumamku. Aku langsung berdiri dan keluar kamar lalu ke dapur.
.
Aku kembali ke kamar itu sambil membawa senampan makanan. Lalu aku menaruhnya di atas meja. Tiba-tiba, aku mendengar erangan kecil darinya.
"Ukh..." aku sedikit terkejut lalu mendekatinya.
Aku melihat malaikat itu membuka kedua matanya. Aku kembali terkagum olehnya. Warna matanya yang senada dengan rambutnya melihatku dengan tampang bingung. Aku mulai membuka suara.
"Syukurlah, kau sudah sadar. Aku sempat khawatir." kataku pelan sambil tersenyum. Malaikat itu masih saja melihatku. Dia perlahan membelalakkan matanya.
"Oh. Aku lupa memperkenalkan diriku. Namaku Hatsune Miku. Kau bisa memanggilku Miku. Usiaku 16 tahun. Salam kenal." kataku sambil memperkenalkan diriku. Malaikat itu masih saja diam. Rasanya aku semakin gemas untuk mengetahui siapa dia.
"Kalau namamu siapa?" tanyaku.
"...Kaito."
"Souka. Yoroshiku!" kataku sambil tersenyum senang. Aku lega malaikat itu akhirnya mau berbicara denganku.
Tapi tunggu dulu. Kaito? Rasanya aku sangat kenal dekat dengan orang itu. Bahkan dia adalah kekasihku sendiri yang sudah lama meninggal. Aku sedikit menundukkan wajahku dan melamun. Mungkin aku tidak percaya dengan apa yang kulihat sekarang.
"Ada apa?" tanya malaikat itu tiba-tiba. Aku kaget. Lalu aku melihat dia menggengam punggung tanganku. Aku tidak bisa berkata apa-apa.
"Le-lepaskan!" kataku. Malaikat itu malah menggeleng. Wajahku langsung memerah. Dadaku berdebar-debar. Aku harus menahan diri!
"Tunggu..." katanya pelan sambil menutup matanya. Aku hanya diam. Akhirnya dia melepaskan genggaman tangannya dariku. Aku menghirup napas lega.
"Baiklah aku mengerti. Kau Miku kan? Aku Kaito. Lagipula, dimana aku sekarang?" tanya Kaito.
"Ini... di rumahku. Waktu aku melihatmu, kau sekarat dan terluka parah. Karena aku merasa kasihan, makanya aku membawamu pulang untuk ku rawat sendiri." jawabku.
"Lalu... dunia macam apa ini?" tanya si malaikat itu lagi.
Sudah kuduga! Dia pasti merasa asing dengan dunia seperti ini.
"Ini... di bumi. Dunia manusia. Aku salah satunya diantara jutaan bahkan triliunan orang. Aku lahir dan tumbuh dewasa di dunia ini. Kelihatannya kau bukan dari sini ya?" tanyaku. Malaikat itu mengangguk pelan.
"Kalau begitu, kau darimana?" tanyaku lagi. Rasa keingintahuanku mulai memuncak.
"...langit. Dunia malaikat." jawabnya.
Langit? Dunia malaikat katanya? Dia pasti terjatuh dari dunia asalnya dan terdampar disini.
"Lalu, kenapa kau bisa terjatuh ke dunia ini?" tanyaku.
Kulihat malaikat itu terkejut dengan pertanyaanku. Kedua bola matanya membesar. Dia hanya diam. Mungkin dia sedang memikirkan sesuatu.
"Aku... diserang oleh para malaikat lain." jawabnya.
"Hah? Ba-bagaimana bisa? Menurutku itu mustahil. Kenapa bisa terjadi?" tanyaku tidak percaya.
"Itu terjadi karena..." jawabnya terputus. Tiba-tiba, dia merasakan rasa sakit yang muncul di kepalanya mendadak. Aku sedikit terkejut namun aku harus tidak boleh panik.
"Ukh...!"
"Jangan bergerak dulu! Luka-luka mu belum sepenuhnya pulih. Istirahatlah dulu..." kataku sambil memegang pundaknya. Aku menyuruhnya untuk menyandarkan kepalanya di atas bantal yang sudah kuatur posisi nya berdiri agar dia merasa nyaman.
"Maaf..." kata Kaito.
"Tidak apa-apa. Ceritakan saja." kataku sambil tersenyum.
"Kau yakin bisa mengerti?" tanya Kaito sambil melirik ke arahku. Aku mengangguk. Dia mulai menghela napas.
"Itu terjadi tidak lama sebelum aku terdampar disini. Aku diserang bahkan disiksa oleh mereka karena aku diduga memiliki kekuatan yang jauh lebih kuat daripada mereka. Dan aku juga memiliki kekuatan mata yang bisa membaca pikiran, mengelabui, bahkan meniru gerakan orang. Aku tahu mereka iri padaku. Maka dari itu aku merasa dikucilkan. Dan suatu hari, aku tidak sengaja mendengar percakapan mereka yang ternyata dijadikan bahan pencucian otak. Target mereka adalah aku. Mereka harus membunuhku. Karena mereka berpikir aku lain." jawabnya. Aku hanya diam. Berusaha mencerna kata-katanya. Meskipun ini sangat mustahil bagiku.
"Sebenarnya, aku diciptakan berbeda. Penciptaku sempat berkata padaku bahwa aku memiliki ingatan manusia. Ingatan masa lalu." katanya. Di dalam hati aku hanya melongo.
"Hah? Berarti..." kataku terputus. Benar-benar tidak bisa ku pikirkan. Malaikat mempunyai ingatan manusia? Ingatan masa lalu? Yang benar saja!
"Tapi sayangnya..."
"Eh?" aku melihat dia menundukkan kepalanya. Wajahnya tertutup poni nya yang terlihat panjang. Hanya mulutnya saja yang terlihat.
"Aku tidak ingat apa-apa."
Aku terkejut mendengarnya. Baiklah. Harus kuakui, betapa malangnya malaikat ini. Dia sangat spesial di dunia nya tetapi malah dihancurkan oleh keluarga atau teman-temannya sendiri karena rasa iri hati mereka.
"Jadi... kau terjatuh karena disiksa ya...?" tanyaku dengan ragu-ragu. Dia mengangguk pelan.
"Lalu... kau tidak tahu betul siapa dirimu?" tanyaku lagi. Oke. Aku seperti menginterogasinya. Mungkin aku agak kasar kepadanya. Tapi aku tidak mau seperti itu. Aku hanya kasihan kepadanya dan ingin membantunya.
"Aku hanya mengingat namaku saja. Tidak ingat tentang diriku, keluargaku, semuanya. Bahkan aku tidak mengerti apa itu ingatan manusia atau ingatan masa lalu." katanya pelan. Lalu suasana kembali hening. Angin semilir menembus jendela kamar yang sengaja ku kubiarkan terbuka.
"Begitu ya... sayang sekali..." kataku sambil tersenyum kecut. Entah mengapa hatiku merasa tersentuh ketika mendengar ceritanya. Aku mulai bangkit.
"Aku mau ke kamar dulu. Letaknya di sebelah sini kok. Sebaiknya kau istirahat dulu." kataku. Kaito mengangguk pelan. Akhirnya, aku meninggalkan dia dan keluar dari kamar.
Diluar, aku bersandar di pintu. Memikirkan kembali. Tetapi jauh di dalam lubuk hatiku, aku malah merasa tidak mengenalnya sama sekali.
Aneh...
.
Siang berganti malam. Aku sudah selesai mengerjakan semua PR ku. Pikiranku kembali tertuju kepada Kaito, si malaikat itu. Aku menghela napas dan menyandarkan punggungku di sandaran kursi meja belajarku. Kedua mataku melihat langit-langit kamarku.
"Lebih baik aku membuatkan makanan lagi untuknya." batinku. Aku berdiri lagi dan keluar dari kamar menuju dapur.
.
Aku kembali ke lantai atas dan pergi ke kamarnya. Aku mengetuk pintu itu pelan.
"Kaito. Aku masuk..." kataku sambil membuka pintu dengan pelan. Kulihat dia masih tertidur. Aku melakukan hal yang sama seperti siang tadi. Aku menyalakan lampu dan mendekatinya. Bermaksud untuk membangunkannya.
"Kaito. Bangunlah. Ayo makan." bisikku pelan. Perlahan, dia membuka kedua matanya dan melihatku.
"Eh... sudah berapa lama aku tertidur?" tanyanya sambil mengucek kedua matanya.
"Mungkin cukup lama. Ini sudah malam. Aku datang kesini untuk mengajakmu makan malam disini." kataku.
Malaikat itu berusaha untuk bangun. Tetapi aku masih khawatir dengan luka-luka yang dialaminya.
"Kau bisa bangun? Paling tidak bersandarlah. Biar kubantu." kataku sambil mencoba untuk membantunya. Aku mengubah posisi bantal-bantal itu menjadi berdiri dan dia bisa bersandar dengan nyaman. Berhasil.
"Ini. Makanlah." kataku sambil memberikan sepiring kari buatanku kepadanya. Akhirnya, kami makan malam bersama.
"Nee, bagaimana rasanya?" tanyaku sedikit malu-malu.
"...oishii." katanya singkat. Artinya enak.
"Waa... syukurlah. Bagus kalau begitu." kataku sambil tersenyum senang. Aku rasanya tidak bisa berkata apa-apa begitu mendapat pujian dari seseorang. Tapi kali ini, bagaikan kali pertama dalam seumur hidupku, malaikat yang terdampar itu memujiku. Meskipun ini hanyalah pujian kecil. Lalu, kami menghabiskan makanan kami.
"Gochisosamadeshita." kata Kaito. Artinya dia berterima kasih atas makanan yang kubuat untuknya. Aku mengangguk dan tersenyum.
"Terima kasih." kataku. Aku mengambil segelas air putih yang terletak di atas nampan. Aku juga memberinya dengan porsi yang sama.
"Miku, bolehkah aku menanyakan sesuatu padamu?" tanya Kaito.
"Boleh. Apa?" kataku.
"Kenapa kau bisa melihatku? Padahal kau kan cuma manusia biasa di dunia ini." tanyanya.
DEG! Sudah kuduga! Dia pasti curiga kepadaku. Karena aku bisa melihatnya. Aku bungkam sejenak. Memikirkan jawaban yang meyakinkan untuknya. Aku menghela napas.
"Um... ini sulit diceritakan. Tapi... kau mau mengerti kan?" kataku sedikit ragu-ragu. Dia mengangguk. Baguslah.
"Waktu umurku 15 tahun, entah mengapa aku mendapatkan kemampuan supernatural ini. Ini kudapatkan ketika aku bersama sahabat-sahabatku pergi ke rumah kerabatnya sahabatku yang dikenal mempunyai kemampuan itu." kataku. Dia masih diam. Mencerna kata-kataku.
"Katanya, dia juga tahu kapan orang itu mati. Kelihatannya aneh ya? Memang. Karena aku bingung dan ingin tahu, aku disuruh masuk ke dalam 'sumur masa lalu'. Di dalam sana, aku seperti melayang ke masa laluku. Atau lebih tepatnya, masa lalu dari orang yang kusayangi." kataku.
"Akhirnya, aku mendapatkan kemampuan ini. Jadi, aku bisa melihat bahkan bisa berkomunikasi dengan makhluk-makhluk aneh. Makhluk sepertimu aku bisa melihatnya. Bahkan keberadaanmu saja aku bisa merasakannya." kataku.
Baiklah. Sampai sejauh ini, aku memang orang yang aneh gara-gara aku memiliki kekuatan itu.
"Aku mengerti. Mulai sekarang, hanya kau yang bisa melihatku." kata Kaito.
"Bagaimana kalau kau tinggal disini selama beberapa hari? Sampai lukamu benar-benar pulih. Lagipula..." kataku. Wajahku memerah lagi. Aku selalu merasa gugup setiap kali aku melihat wajahnya.
"Disini sepi. Orangtuaku dan Kakakku ke luar kota. Jadi, aku merasa kesepian disini. Tidak apa-apa kan?" kataku.
"Boleh." kata Kaito. Aku lega mendengarnya. Aku sangat senang malam ini. Aku kembali bangkit.
"Aku mau tidur. Oya, kamar ini bisa kau tempati sekarang. Karena kamar ini sebenarnya untuk tamu yang menginap." kataku. Kaito mengangguk. Aku memutuskan untuk meninggalkannya di kamar itu.
Sebelum aku menutup pintu kamar, aku melihat malaikat itu lagi.
"Hei..." panggilku pelan. Kaito memandangku.
"Sayapmu... keren. Aku suka." kataku memuji. Ya. Aku memang memuji sayap putih bersihnya yang indah. Dia tersenyum. Aku menutup pintu kamar. Membiarkannya beristirahat malam ini.
Aku bersandar lagi di depan pintu kamar. Tiba-tiba, kedua mataku memanas. Genangan air mata muncul di ujung mataku. Aku menangis dengan alasan yang tidak jelas. Kepalaku mulai terasa sakit. Aku mencoba untuk menahannya.
"Miku-chan, ayo kita bermain bersama!"
Ada apa ini? Apa yang terjadi denganku? Dan bisikan macam apa yang tiba-tiba seperti menghantuiku?
Sungguh, aku tidak mengerti.
Dengan cepat aku mengusap air mataku. Aku memutuskan kembali ke kamarku untuk tidur.
Kuharap, selama malaikat itu ada disini, kuharap aku diberi banyak waktu untuk mengetahui siapa dia yang sebenarnya.
.
To Be Continued
A/N : Fyuh... akhirnya kesampaian juga. Ini bener2 imajinasi yang sudah lamaaa banget dan aku udah lama gak bikin fic multichapter.
Fic ini akan tamat pada chapter 12. Fic ini gantian antara Miku POV sama Kaito POV. Jadi chapter selanjutnya Kaito POV.
Buntu mau ngomong apa lagi. Well, see ya at next chapter! Don't forget to review!^^
Shiyura Mirashi
