Jeon Jungkook— siapa yang tak mengaguminya. Parasnya yang tampan— manis secara bersamaan, cerdas, terlahir pada keluarga yang berada. Namun sayang, sifatnya yang manja dan arogan menjadi nilai minus pada diri Jungkook.
"Appa! Aku menolak— sampai kapan pun aku tidak akan mau."
"Tidak ada penolakan, Jungkook! Jika kau tetap menolak, Appa tidak akan segan–segan menghapus namamu dari Keluarga Jeon."
Pernyataan yang begitu mutlak— skakmat. Pemuda yang bernama Jeon Jungkook itu tak lagi berkutik— tak mengeluarkan suara protesan seperti tadi. Menghentakkan kakinya kesal— berlalu menuju kamarnya, tak memperdulikan teriakan dari orang yang lebih tua darinya.
Menutup pintunya dengan kasar— kemudian merebahkan dirinya di atas ranjang besarnya. Memandangi langit–langit atap kamarnya lalu menghembuskan nafasnya kasar.
"Brengsek!"
Pemuda itu mengumpat— entah pada siapa. Kepada ayahnya, mungkin— Dasar Anak Durhaka.
Jungkook mengusak surainya frustasi— lalu bangkit dan berjalan mengambil kopernya. Membukanya dan mulai berkemas.
Jungkook mendengus— menatap jalanan yang membosankan. Persawahan yang membentang luas— nampak menyebalkan bagi pemuda bergigi kelinci itu. Apalagi ayahnya mengendarai mobil seperti kura–kura. Ini jalanan pedasaan— sempit dan banyak lobang.
"Jungkook–ah, ibu harap kau bisa menjaga sikapmu saat bertemu dengan Paman Kim."
Jungkook hanya berdahem— malas menanggapi. Obsidiannya teralih pada pemandangan diluar— lebih tepatnya kepada dua orang yang tengah berjalan di tepi jalan. Ide jahil pun terlintas di otak liciknya— mengambil botol air mineral kosong. Jungkook membuka kaca mobilnya— menunggu momentum yang pas. Hingga mobil ayahnya melewati dua orang itu— Jungkook melemparkan botol air mineral itu kearah pemuda yang memakai seragam sekolah.
Jungkook terkikik puas kala melihat orang itu berteriak kesal— kepalanya sedikit ia keluarkan. Lalu memberi hadiah kepada pemuda itu— jari tengah milik Jeon Jungkook.
"Astaga Jeon Jungkook! Masih belum kapok dengan hukuman Appa? Berhenti menjahili orang lain."
Jungkook menghentikan tawanya— ketika suara tegas ayahnya dengan kurang ajarnya masuk ke indera pendengarannya. Mendengus kesal seraya melipat kedua tangannya didepan dadanya. Ayolah— Jungkook hanya butuh hiburan, dan menjahili orang lain adalah hiburannya.
Tuan Jeon hanya menghela nafas panjangnya— sudah terlalu hafal dengan sifat putranya yang pemberontak. Karna sifat itulah, Tn. Jeon mengirim Jungkook ke Geochang— tempat tinggal mantan pelayan setianya. Mengharapkan putra semata wayangnya bisa berubah— menjadi orang yang lebih baik. Berharap Jungkook bisa mengerti kerasnya hidup ini
.
.
.
.
"Paman, tolong jaga Jungkook dengan baik dan bimbing dia. Jika perlu, marahi saja Jungkook apabila dia melakukan hal yang membuat onar."
Kim Yunho— mantan pelayan Tn. Jeon dulu– tersenyum dan menangguk. Di usianya yang tak lagi muda, bahkan banyak rambutnya yang beruban— dia akan menjaga Tuan muda nya dengan baik. Sudah menganggapnya cucu— karna dia juga mempunyai dua orang cucu laki–laki.
Ny. Jeon tersenyum— mengusak surai kelam putranya yang nampak cuek.
"Jaga dirimu baik–baik, Jungkook–ah. Eomma dan Appa akan pulang setelah ini."
Jungkook tak perduli– masih fokus pada ponselnya. Benar–benar tak sopan.
"Kalau begitu saya pamit, Paman."
Tn. Jeon dan Ny. Jeon berpamitan. Beranjak dari duduknya lalu membungkukkan badannya— melangkah keluar dari rumah sederhana itu. Disusul dengan Yunho yang mengantarkannya kedepan.
Setelah kepergian ayah dan ibu–nya. Jungkook hanya menghela nafas lelah— onxynya mengedar memandang penampilan rumah yang akan ia tinggali. Benar–benar simple tak ada barang mewah sedikit pun.
Yeah— semoga saja ia tak mati di desa ini.
"Jungkook–ah, ini Paman Chanyeol. Ini Bibi Baekhyun. Dan itu Kim Daehwi, anak kedua Bibi Baekhyun. Mulai sekarang kamu bisa memanggil saya dengan sebutan kakek. Dan mulai besok, kau bisa bersekolah disini. Semuanya sudah disiapkan. Itu adalah dari pesan dari Tuan Jeon."
Jungkook terdiam— lebih tepatnya malas. Kenapa orang–orang yang ada didepannya memandangnya dengan tatapan yang begitu— aneh, tentu saja. Mereka akan memandangnya sekilas, lalu berbisik— itu yang dilakukan Paman Chanyeol dan Bibi Baekhyun.
Sedangkan bocah yang kira–kira berumur tiga belas tahun menatap Jungkook dengan tatapan yang sulit diartikan— tidak suka mungkin dengan kedatangan orang asing.
"Daehwi— antarkan Jungkook Hyung ke kamarnya." Perintah Baekhyun.
Daehwi mengangguk dengan wajah datarnya.
Dan Jungkook harus mengikuti bocah yang menurutnya menyebalkan— Jungkook mendesis, membawa semua barang yang ia bawakan. Dan ajaibnya tak ada satu orang pun yang ingin membawakan barangnya— bagus, ini menyebalkan.
"Hyung ini kamar mu— kau bisa menggunakan almari bagian kiri untuk meletakkan semua barang mu."
Daehwi menjelaskan dengan tampang dingin dan datarnya.
Jungkook melongo— wait, tak dia tidak menemukan ranjang disini.
"Bocah, kau bercandakan? Tak ada ranjang disini."
Daehwi memutar bola matanya malas—
"Kita semua menggunakan futon untuk tidur— sudahlah, Hyung. Aku capek— Selamat menikmati hidup baru mu, Jungkook Hyung."
Jungkook mendesis— menjambak surainya dengan rasa frustasi yang tak terbendung lagi. Oke, Jungkook— kau laki–laki kan, jadi terima hukumanmu dengan jantan.
Ketika Jungkook tengah sibuk membereskan bajunya dan menaruhnya di sebuah almari— hingga tak menyadari ada seseorang di balik punggungnya.
Orang itu berjalan mengendap–endap dengan sebuah buku yang ada digenggamannya.
"Dasar Pencuri!"
Jungkook meresakan dunianya berputar— karna baru saja sebuah pukulan mendarat pada kepalanya.
Jungkook berteriak— mendesis lalu berbalik. Tak sempat wajah menatap sosok itu. Tangannya bergerak lincah memukuli pemuda itu— meskipun tak terlalu keras.
"Brengsek— beraninya kau memukul kepala ku. Kau pikir kepala ku bantal, hah!"
Jungkook terus saja mengeluarkan jurus andalannya— men mengabaikan sosok itu yang merintih kesakitan.
Hingga kejadian tak terduga pun terjadi. Tubuh keduanya pun ambruk. Jungkook yang berada dibawah dan sosok itu ada diatas.
Dan sepertinya Jungkook mulai menyadari sesuatu—
"KAU!"
Dan, Yeah— keduanya saling berteriak.
.
.
.
.
.
.TBC
