SMA Anami.

SMA yang terkenal akan prestasi akademiknya yang luar biasa. Memiliki guru lebih dari seratus orang dan program-program yang sulit ditemui di SMA lain.

Di bawah kepemimpinan Shōji Gunpei sebagai kepala sekolah, tahun demi tahun berhasil dilalui dengan gemilang. Satu lagi yang tidak biasa, sekolah ini memiliki dua wakil; Sakaki Doburoku sebagai wakil kepala kesiswaan dan kedisiplinan, serta Sumito sebagai wakil kepala kurikulum.

Meski terletak di pinggir jalan raya dan bertempat di lahan yang agak terbatas, SMA Anami terus mencetak lulusan-lulusan yang berkualitas yang berhasil masuk universitas negeri—yang tentu saja ujian masuknya sangat sulit. Sebagai tambahan, masuk dengan mulus. Hal yang menjadi kekurangan sekolah ini adalah desain arsitekturnya yang terbilang rumit. Orang baru bisa tersesat begitu saja dalam sekolah ini. Karenanya, Masa Orientasi Sekolah sangat penting untuk diikuti dengan baik oleh setiap murid baru.

Inilah SMA yang dimasuki Suzuna Taki, seorang remaja tanggung berusia lima belas tahun yang terkadang mengalami krisis identitas. Entah apa yang terjadi, Suzuna berhasil masuk SMA Anami tanpa tes. Ditambah lagi, ia berhasil lolos tes masuk program khusus yang terbilang susah—bahkan ia ditempatkan di kelas unggulan alias kelas X-A bersama kedua sahabat baiknya sejak SMP; Mamori Anezaki dan Julie Sawai.


EYESHIELD 21 FANFICTION

EyeShield 21© Riichiro Inagaki and Yuusuke Murata

Notice Me, Sensei! Early Bird and Night Owl

Idea © Early Bird and Night Owl

WARNING: maybe OoC and typo(s), Alternate Universe (AU), Alternate Reality (AR), crack-pair, hints TEACHERXSTUDENT

Enjoy!

.

Chapter One: Si Ganteng Maut

.

.

Kata orang, cinta tidak mengenal usia. Awalnya aku 'tak percaya hal itutapi … setelah melihat dia …

"Sial, kok aku baru sadar sih kalau dia ganteng banget?"

.

.

.

Senin, hari pertama pelajaran dimulai.

Suzuna mengecek jadwal pelajaran yang dibagikan wali kelasnya pada hari Jumat minggu kemarin. Hmm, matematika, batinnya.

Ia berbalik menghadap Mamori dan Julie yang duduk di belakangnya. "Kalau yang dateng Hiruma-sensei, aku ketawa," bisiknya.

Ya, Hiruma-sensei yang dimaksud adalah guru matematika di SMA Anami. Meski masih berusia tiga puluh tahun—ukuran yang muda untuk guru yang sudah resmi menjadi pegawai negeri—ia sudah menjadi kepala koordinator beberapa program khusus di sekolah tersebut dan menjadi tangan kanan sang kepala sekolah. Dengan kemampuan berbahasa Inggris yang fluent dan kepercayaan diri yang tinggi, Hiruma-sensei selalu ikut road show presentasi SMA Anami setiap kali pendaftaran masuk SMA akan dimulai.

Tahun lalu, kakak Suzuna, Natsuhiko Taki, ikut les pada guru yang biasanya mengajar kelas program bilingual itu. Hasilnya, nilai matematika dan fisika Natsuhiko melonjak dengan signifikan (meski di pelajaran yang lainnya dia tetap mendapatkan nilai yang absurd). Natsuhiko sendiri cukup dekat dengan Hiruma-sensei, bahkan dengan bangganya ia mengirim pesan via line pada yang bersangkutan bahwa adik perempuannya akan memasuki SMA Anami (Suzuna mengamuk mendengar hal ini, ia takut di-bully oleh Hiruma-sensei).

Suzuna pribadi yang sudah mendengar banyak hal tentang Hiruma-sensei baru pertama melihat sosok kepercayaan Shōji-sensei ini saat road show di SMP-nya dulu. Kali kedua ia melihatnya adalah saat Masa Orientasi Sekolah atau MOS—Hiruma-sensei menjadi salah satu pembicara pada sesi bertajuk 'Multiple Intelligence'. Dengan kemampuan bersilat lidah miliknya, Hiruma-sensei berhasil ngebacot selama satu setengah jam (setelahnya ia mengakui bahwa ia belum menyiapkan bahan sesi itu sama sekali).

Tiba-tiba, sesosok pria yang cukup tinggi berjalan memasuki kelas; tangan kanan memegang laptop zenbook, tangan kiri menjaga keseimbangan tas selempang di bahu kirinya. Pria itu mengenakan kemeja biru tua lengan panjang yang digulung sampai di bawah siku, belt hitam, celana panjang hitam, dan leather swivel yang terpasang kece di belt. Sesampainya di meja guru, sensei tersebut duduk dan mulai sibuk sendiri menyiapkan laptop-nya.

Beberapa menit berlalu, kemudian sang sensei mendongakkan kepalanya dari layar laptop.

"Well, nama saya Yōichi Hiruma … yah, apalagi ya? Ini tahun pertama saya ngajar kelas X—sekalian memonitor kelancaran program khusus tahun ini." Jeda sebentar, kemudian ia melanjutkan, "itu aja sih, nggak ada lagi. Ada pertanyaan? Kalau nggak ada kita langsung mulai aja deh materinya, daripada wasting time."

"Astaga, Kakak harus tau kalau Hiruma-sensei ngajar aku," gumam Suzuna pelan. Ia kembali membuka jadwal pelajarannya, mengabaikan Hiruma-sensei yang sudah ngebacot tentang aturan-aturan dasar aljabar dan indikator-indikator yang harus dicapai di semester ini.

Jadwal matematika: jam pelajaran kedua pada hari Senin. Selasa, jam kedelapan. Hari Rabu, jam kesatu dan kedua. Three exclusive days with Yōichi Hiruma-sensei.


Lunch time, two weeks later.

Kandas juga acara makan siang bersama di atap dengan suasana damai nan tenang ini.

Mamori Anezaki terdiam, begitu juga dengan Julie Sawai. Sosis berbentuk gurita yang hendak Mamori makan kini harus terhenti tepat di depan mulutnya. Seingatnya, langit hari ini masih cerah, ramalan cuaca juga memprediksi kemungkinan hujan hari ini hanya 23% dan kecepatan angin berkisar antara 3 sampai 6 knot.

Kenapa sekarang rasanya bakal ada badai mendadak, ya?

Adalah Suzuna Taki—teman sekelas mereka—yang menyebabkan gejala datangnya badai mendadak dengan pengakuan spektakuler yang rasanya nyaris membuat sekolah yang mereka tempati ini menjadi tempat perang atau arena survival game.

"Suzuna." Mamori meletakkan sumpitnya lalu menatap Suzuna. "Kamu serius suka sama orang itu?"

Suzuna mengangguk mantap.

"Kamu kemarin makan apa? Kamu nggak salah makan 'kan?" Kali ini Julie yang bertanya.

"Serius, aku nggak salah makan dan aku masih normal," jawab Suzuna.

"Kamu bilang kamu suka sama dia aja udah nunjukkin tanda-tanda nggak normal, Suzuna," sindir Mamori.

Julie menutup kotak bekalnya—tanda selesai makan. Ia lalu menepuk pundak Suzuna sebelum Suzuna sempat mendebat omongan Mamori. "Masih banyak lelaki di dunia ini, Suzuna, kenapa kamu milih dia sih? Kamu mau sekolah kita jadi kastil berhantu yang isinya mayat semua?" ujar Julie mecoba bijak dan meluruskan apa yang dipandangnya sebagai parabola dalam kehidupan manusia.

"Booo! Dia juga punya sisi keren tau!" sanggah Suzuna.

"Coba ceritakan di mana sisi kerennya!" tantang Mamori semangat. Pasti nggak ada, ujar Mamori dalam hati.

Suzuna menghela napas panjang.

"Iya deh, jadi—"

[Flashback]

"Aduh."

Suzuna berjalan terseok-seok. Dua map berisi dokumen yang tebal dan tinggi yang ia bawa membuatnya kesusahan untuk menggerakan kaki dan melihat ke depan.

Entah jiwa penolong Suzuna datang darimana, ia merasa iba ketika melihat Sumito-sensei—guru olahraga kelas XI sekaligus wakasek urusan kurikulum—sedang mengangkat dua map tebal sendirian. Daripada disebut murid durhaka, dibantulah Sumito-sensei dan berakhir dengan perjuangan Suzuna yang harus membawa kedua map itu sampai ruang guru.

Sialnya, map-map besar ini berat bukan main. Suzuna kira kedua map ini tidak begitu berat karena melihat Sumito-sensei mampu mengangkatnya sendirian. Apa mau dikata, Sumito-sensei perkasa juga ternyata.

Perjuangan Suzuna masih setengah jalan, kini ia harus menuruni tangga.

Dengan perlahan, Suzuna menuruni anak tangga. Tapi nasib berkata lain, ia salah melangkah dan menyebabkan keseimbangan tubuhnya hilang. Tubuhnya nyaris jatuh ke depan, begitu juga map yang dibawanya—

—tapi ternyata ia tidak jatuh. Ada satu tangan yang menahan bahu Suzuna dari depan, sedangkan tangan satunya menahan map-map yang Suzuna bawa.

Suzuna menengadahkan kepalanya dan terproyeksilah sosok penolongnya.

Guru matematika tersetan sejagad, Yōichi Hiruma.

"Whoa, Sensei."

Suzuna mematung, iris blueberry-nya bertemu dengan iris hijau zamrud milik gurunya itu.

Sadar keadaan makin kacau, Suzuna berusaha menyeimbangkan tubuhnya kembali.

"S, Sensei, maaf!" kata Suzuna sambil mengambil back step. "Sensei ngapain?"

"Ruangan gue di lantai tiga, Culun." Hiruma-sensei mendekati Suzuna lalu mengambil satu dari dua map yang dipegang Suzuna (Suzuna baru ingat ia sedang berada di tangga penghubung lantai tiga dan lantai dua). "Sini dibawain satu. Udah tau badan kurus tapi masih berani ngangkat map seberat ini. Ke mana? Ruang guru?"

Sindiran gurunya itu hanya ditanggapi oleh cengiran Suzuna. Hiruma-sensei berbalik dan mereka pun berjalan beriringan menuju ruang guru.

Diam-diam, Suzuna mencuri pandang ke arah gurunya itu. Sensei lagi ga pake kacamata, pikirnya. Lalu ia melanjutkan melirik gurunya dari ujung rambut sampai ujung kaki.

Rambutnya yang pirang spiky, matanya yang tajam, tulang leher serta garis rahang yang jelas dan tegas, tangannya yang kurus, badannya yang ramping. Oh dunia, Suzuna sudah teralihkan oleh sosok gurunya yang dia pikir keren.

"Hei, nih." Suzuna sedikit kaget mendengar suara gurunya itu. Ternyata dia—maksudnya mereka—sudah sampai ruang guru. Tiba-tiba map yang dipegang Hiruma-sensei kembali dibebankan ke tangan Suzuna, membuatnya kelabakan sedikit.

"Oh, iya." Suzuna pun lalu masuk ke ruang guru diikuti dengan Hiruma-sensei di belakangnya. Suzuna lalu meletakkan map itu di meja Sumito-sensei.

"Sensei, thanks banget. Saya duluan, ya?" Suzuna pamit.

"Oke, hati-hati," balas Hiruma-sensei.

Suzuna mengangguk dan beranjak pergi meninggalkan ruang guru.

Di luar ruang guru, Suzuna mulai fangirling.

Gila, ganteng banget!

[Flashback Ends—]

Mamori dan Julie menatap Suzuna aneh, seperti ada bunga imajiner yang meloncat keluar dari tubuh Suzuna.

"Sensei ... bisa sekeren dan sebaik itu? Serius, aku ga percaya. Liat aja kelakuannya di kelas. Galak, suka nodongin senjata ke murid, terus ngasih soal juga ga kira-kira levelnya." Julie berkomentar. "Dan kita baru juga diajar dua minggu sama Hiruma-sensei!"

"Si Ganteng baik banget astaga. Lagian dia udah jarang bawa senjata kok sekarang," balas Suzuna, "kata kakakku, sejak SD si Ganteng selalu jadi juara umum satu. Ngambil S2-nya juga dua tahun kurang. Liatin gadget-nya; mahal sama canggih lagi. Rada borju sih, tapi yang jelas si Ganteng keren pake banget."

Telinga Mamori mulai gatal. "Jangan manggil 'Si Ganteng', ah! Geli dengernya." Mamori berkata sambil mengerutkan dahinya.

"Si Ganteng kabarnya udah ngajar di sini sejak kuliah S1 tingkat tiga gara-gara diminta Shōji-sensei," lanjut Suzuna berbinar-binar, "kurang perfect apa coba."

Mamori mendesah pasrah, membiarkan Suzuna larut dalam dunianya sendiri.

"LIAT INIII!" jerit Suzuna kembali.

"Apa?" Refleks, Julie menyahut.

Suzuna dengan semangatnya membuka beberapa halaman buku agenda siswa kepunyaannya. Sampai di halaman impian, ia menunjukkannya pada Mamori dan Julie.

Di sana, di bagian halaman tentang profil sekolah, terpampang foto Hiruma-sensei yang sedang mengenakan setelan jas hitam, kemeja putih, dan dasi biru muda bergaris biru tua. Posenya cukup konyol; tangan kiri sedang memegang map putih di depan dada (padahal yang biasa dibawa Hiruma-sensei ke kelas itu laptop) dan tangan kanan sedang memegang handle pintu. Mukanya datar, senyum tapi 'tak senyum.

Mamori mencoba menahan tawa melihat pose konyol guru matematikanya itu. Sedangkan Julie lebih ekstrem—ia terbatuk-batuk karena nyaris menyembur tawa ketika sedang minum.

"YAAA~! GANTEEENG 'KAAAN?" pamer Suzuna bangga.

"Jelek," tandas Mamori.

"HEI!" Sebuah agenda pun mendarat di kepala Mamori.

"Ganteng tauk!" protes Suzuna.

"Plis, Suzuna." Mamori memberi argumen. "Gantengan Marco-sensei, Yamato-sensei atau Honjō-sensei kali."

"Jangan lupakan Takami-sensei dong. Sengaja dilupain ya?" tambah Julie.

"Hush!" Mamori menjitak Julie pelan dan dibalas oleh suara kesakitan Julie.

"Aww! Udah ah, mereka sama-sama ganteng, biar adil. Lagian, Mamori, kalau ngefans jangan malu-malu gitu. Liat Suzuna, dia begitu percaya diri bilang kalau dia suka sama guru paling setan sejagad."

Perkataan Julie direspons positif oleh kedua temannya. Tiba-tiba bel berbunyi pertanda jam istirahat telah usai. Mereka lalu bergegas membereskan tempat bekal lalu beranjak pergi menuju kelas.


Kelas X-A, saat pembelajaran hari ini berakhir.

"Jadi, kamu mau apain perasaan kamu sama Hiruma-sensei?"

Pertanyaan dari Mamori membuat aktivitas beres-beres Suzuna terhenti. Apa pula maksud temannya yang satu ini?

"Aduh Suzuna, kalau kamu serius sama dia, kamu harus cari tau biodatanya sampai yang paling rahasia." Kali ini Julie yang mendesak.

Suzuna menatap temannya dengan tatapan melongo menjurus idiot. Bukannya itu namanya stalker? batinnya.

"Haaah? Plis deh kalian, memangnya aku stalker?" balas Suzuna dengan nada sedikit tinggi.

Julie memutar bola matanya. Tidak disangka temannya yang hobi ngegosip ini ternyata masih pemula dalam hal romansa.

"Gini ya, Suzuna." Julie menatap Suzuna. "Kalau kamu ga tau apa-apa tentang dia selain ciri-ciri fisik, hubungan kamu sama dia mana bisa maju?"

'Antena' Suzuna tiba-tiba naik, tanda ia mengerti maksud perkataan temannya itu. Dasar teman sialan. Tadi menghina tanpa hati nurani, sekarang mendukung sampai mati.

"Oke, malam ini aku bakal interogasi kakakku soal Si Ganteng!"


Kata teman-temannya, jatuh cinta itu bukan hal yang wajar bagi dirinya. Tapi bagaimana kalau seorang Yōichi Hiruma, si Ganteng tapi setengah setan ini telah 'menaruh perhatian lebih' terhadap orang yang 'tak terduga?


Meanwhile ...

"HAAH?!"

Tiga orang manusia berhenti menyuapkan makanan mereka. Acara makan yang berharga tersebut kini digantikan oleh acara menatap Hiruma.

Makan-makan di atap sekolah yang damai pupus sudah, yang Hiruma dapatkan adalah reaksi teman-temannya yang menatap 'tak percaya sambil memegang makanan masing-masing (yang anehnya tidak jatuh saat mereka berhenti menyuapkan makanan ke mulut mereka). Yah, merasa de javu dengan adegan ini tidak?

Siapa yang tidak kaget mendengar pengakuan seorang Yōichi Hiruma? Si Ganteng ini rupanya curcol ke teman-temannya soal perasaan aneh yang sering menekan dadanya setiap bertemu seseorang yang belum ia ceritakan (agak-agak lebay ya, Mas). Lagipula, siapa pula orang yang berhasil merebut hati si Ganteng? Berusaha tenang, teman-temannya kembali dalam normal mode; kembali makan dengan tenang.

"Serius deh, Hiruma, kamu mau bikin aku yang udah tua ini makin kelihatan tua sebelum umurnya?" komentar salah satu temannya di sela kesibukannya menyuap sebuah sosis berbentuk gurita ke mulutnya.

"Memangnya bisa, ya?" sela yang lain sambil menelusuri muka Kid yang barusan berkomentar—bukan, bukan menelusuri pakai tangan.

"Ga gitu Kid, serius, gue juga ga ngerti sama perasaan gue—cuma, dengan ngeliat dia sekilas aja gue udah kayak anak cewe, ngeblush ga jelas gitu," balas Hiruma yang kini sedang membuka sebuah kotak bekal berwarna hijau emerald.

"Salut sama yang berhasil nyuri hati Hiruma," kata temannya yang mempunyai bulu mata unik—Reiji Maruko alias Marco—yang berusaha mencuri sebuah telur gulung dari seorang pria berkacamata (dan tentu langsung disambut oleh gaplokan penuh kasih sayang dari sang pemilik).

"Jangan coba-coba," kata sang korban, Ichiro Takami, sambil membetulkan posisi kacamatanya.

"Oh, ayolah, satu saja~! Ya, Takami? Yaaa?" rayu Marco. Takami hanya membalas dengan kedua sumpit yang menahan pipi Marco.

"Oh iya, ngomong-ngomong siapa yang berhasil mencuri hatimu, Hiruma?" tanya Takami dengan warasnya di sela-sela kesibukannya menahan Marco yang belum menyerah mendapatkan makanan gratis—

—dan secara tidak langsung memberikan kesempatan bagi Kid untuk mengambil beberapa potong ayam goreng di bekal Marco. Senjata makan tuan, rakus pangkal sial.

Semua mata langsung tertuju pada Hiruma. Hiruma yang sedang menikmati bekalnya terpaksa harus menghentikan kegiatan sakralnya itu. Menaruh sumpitnya, ia kembali menatap teman-temannya.

"Janji ga ketawa nih?" tanya Hiruma.

"Tergantung siapa korbannya sih," balas Kid sambil menikmati hasil curiannya.

"Serius nih jangan ketawa." Kali ini Hiruma menatap teman-temannya dengan tatapan serius.

"Ngomong aja kali, kalau kita ga tau siapa orangnya 'kan susah juga dengerin curhatanlu." Kali ini Takami yang berujar.

"Tapi jangan ketawa ya?" tanya Hiruma lagi.

"Iya."

"Serius?"

"Iya."

"Beneran?"

"Iyaaa!"

"Serius nih?"

"Demi Mamori Anezaki yang tiba-tiba jago melukis atau Suzuna Taki yang jadi jago american football atau Koharu Wakana yang jadi pencemar lingkungan sejati—SERIUS!" jerit Takami.

"HEH CULUN, MAU CERITA NGGAK SIH?" Marco frustasi.

"YA GA USAH TERIAKIN GUE CULUN, BULU MATA!" Hiruma 'tak terima dikatai culun ternyata (sendirinya sering mengatai murid sendiri 'Culun').

Hiruma menarik napas dalam-dalam. Berusaha menenangkan diri sebelum mengucapkan siapa insan yang mampu membuat dirinya merasakan salah satu kebahagiaan duniawi bernama cinta.

"Aku ... " Hiruma diam sejenak sambil menundukkan kepalanya. Poni Hiruma terurai turun menutupi matanya dengan efek slow motion nan seksi. Teman-temannya menatapnya sambil terus memakan bekal masing-masing.

"… suka sama ..." Hiruma lagi-lagi diam. Kupingnya sedikit memerah di ujung. Teman-temannya makin melotot dan terus makan.

"Sama ... err—"

"—Doburoku-sensei."

Kacamata Takami mendadak terasa longgar, sumpit Marco jatuh berkeping-keping, dan rambut Kid tiba-tiba rontok dan terbawa angin (Kid bakal menang award untuk best supporting actor nih). Mereka menatap Hiruma sebentar, masih berusaha mencerna sebuah nama yang baru saja Hiruma ucapkan.

"SERIUS LU?!" teriak ketiganya.

"Udah cukup kita dikagetin sama berita bulan itu. Sekarang kita dapet pengakuan kalau kamu kepincut sama Doburoku-sensei? Sungguh, otakmu itu lagi dalam proses maintenance atau apa sih?" ujar Kid.

"Kuota-nya abis, ya?" Marco menatap Hiruma dengan pandangan prihatin.

"Bukan, lagi kena limit," jawab Hiruma 'tak acuh.

Hanya Takami yang memberikan aksi nyata—ia menepuk bahu Hiruma dengan sikap kebapakan dan berkata dengan nada rendah, "Aku tau bahwa turut memberikan sumbangsih dalam rantai evolusi manusia adalah keinginan alamiah, tapi, ini sudah keterlaluan, Hiruma. Masa' kamu mau melepas status itu dan menggantinya dengan Doburoku-sensei? "

"NGGAK USAH SINGGUNG-SINGGUNG ITU YA, ADUH." Hiruma nyolot. Si Jomblo ngambek tuh.

"Cie lebih bangga dibilang jomblo. Capek ya perasaannya digantung kayak pakaian basah?" ujar Marco memancing kerusuhan.

"Ini lebih buruk daripada mendengar berita waktu dulu itu. Dari sekian manusia di sekolah ini, kenapa harus Doburoku-sensei? PENDUDUK JEPANG ADA BANYAK, KENAPA HARUS DIA? LU UDAH PUNYA, MASA BELUM PUAS DENGAN YANG DAUN MUDA—SAMPAI-SAMPAI MENCARI DAUN TUA? DIKASIH PUCUK MALAH MINTA YANG BAWAH," sambung Marco dramatis.

"Hiruma," panggil Kid baik hati, "kamu serius?"

"Nggak sih," ujar Hiruma enteng.

Awkward moment. Kalo membunuh itu legal, rasanya sudah lama mayat manusia ganteng yang satu ini ditemukan di dasar Samudera Pasifik—tertimbun dan terikat ratusan kilo bebatuan—dengan kondisi tidak utuh dan tidak layak untuk dilihat dengan mata telanjang.

Merasakan tatapan psikopat dari teman sejawatnya, Hiruma menegaskan, "Tapi aku beneran jatuh cinta kok. Sama cewek."

"Hiruma." Takami menepuk pundak Hiruma lagi dengan modusnya. "Persediaan permen karet lu, gue sita semua selama tiga bulan."

"WOI!" Sebuah kotak bekal mendarat di jidat Marco dengan mulusnya setelah lemparan berkecepatan tinggi yang diarahkan kepada Takami dengan elitnya berhasil dihindari.

.

.

.

To be continued

.

.

.

EB says:

Oke ini adalah akun kolaborasi antara saya— Meongaum. Dengan Yovi. Didasari karena keseringan kami menulis cerita bersama dan kadang suka ribut akun siapa yang dipakai untuk memublikasikan cerita yang kami buat dan voila! Jadilah akun ini. FYI, sebutan kami di sini juga dirubah lho :gapenting

Duh gak kuat pake bahasa formal kelamaan duh. Jadi, ide cerita kami didasari oleh coretkegilaancoret sebuah guru mata pelajaran yang kami sukai. Tapi bedanya, saya selangkah lebih maju dari Yovi :heh (NO says: "BUKAN SALAH GUE KAN GURUNYA UDAH NIKAH."). Aduh sebenernya saya mau masukin banyak hint takahiru sih di sini cuman masih awal-awal disimpen dulu aja ah hintnya awakakakak, imajinasi saya masih berfantasi di pairing capres-cawapres tahun ini :woy Salam dari EB yang TIDAK BISA MOVE ON DARI SENSEI, KENAPAAAA YOU NOTICE ME PAS GUE MAU MUP ON OI /;;w;;/

NO says:

Oke, saya bukan ahlinya ngebacot, jadi yasud lah :)) #apaan. Salam dari Yovi eh Night Owl eh Tyto alba (?) yang habis ngerjain rantai basa DNA sepanjang 8 baris :"D #demamotak. Iya udah sih itu aja. Mau ngomongin apa lagi saya gatau. Anw, bakal bayak kejutan di sini :D. kalo ada yang ga jelas silakan review #modus. Semoga sensei-ku langgeng sama istrinya (?)
FYI aja, Sumito tuh pelatihnya Shinryuji. Iya, yang suka duduk-duduk ga jelas di atas batu runcing itu #heh. para jomblo yang tersakiti, semua salah Early Bird. saya juga tersakiti kok.

Readers, will you kindly notice us?
Please leave a review :)