Prolog

Aku terbiasa membunuh sejak usia enam tahun demi seonggok makanan di kota Meteor, jadi bagiku, membunuh dan dibunuh adalah hal biasa dalam kehidupanku. Saat usia 8 tahun, aku diadopsi oleh sebuah keluarga pembunuh bayaran Fuscienne saat salah satu dari anggota keluarga mereka menemukanku dan mengatakan aku punya potensi. Aku dilatih untuk bertarung dan menjadi seorang pembunuh.

Tapi, manusia tetaplah punya nurani. Siapa yang tahan menjadi seorang mesin pembunuh dan ditakuti saat kau hidup? Sebagai manusia, aku ingin hidup normal.

Aku tak akan bilang aku berusaha jadi orang baik. Pada beberapa kesempatan, membunuh adalah hal terbaik yang diharuskan, entah karena target pantas dibunuh, atau musuh itu melukai seseorang yang kau anggap berharga, atau mengancam nyawamu. Namun, pada kondisiku, aku benar-benar dibawah tekanan. Kemampuanku benar-benar dimanfaatkan, dan aku tak bisa menolak klien yang meminta jasa dari keluarga Fuscienne, atau aku tidak akan mendapat makan.

Jadi, aku membunuh demi makanan dan kehidupan yang kuperoleh. Kefrustasianku berakhir dengan...membunuh orang.

Saat usiaku 16 tahun aku membantai semua anggota keluargaku demi membuang semua tekanan dalam hidupku. Lima tahun aku memuaskan diriku untuk selalu jadi yang terkuat, sampai di usiaku yang ke 17 tahun, aku jenuh. Dan saat itulah aku bertemu dengan pria tua bernama Isaac Netero.

"Kau punya kekuatan yang sangat besar, gadis kecil..."

Saat itu aku hanya bisa mendongakkan kepalaku padanya. Potensi? Potensi apa?

"Usiamu masih muda, tapi aku bisa merasakan auramu sangat kuat dan dingin. Apa sebelumnya kau seorang pembunuh?"

Setelah itu semua perkataannya seperti menelanjangiku. Ia menemui setiap kelemahan dalam diriku, membeberkan semua perasaanku yang sampai saat ini jadi beban terpendam. Ia benar-benar mampu mengenai tiap-tiap spot lemah dihatiku yang hanya bisa kuiyakan dengan anggukan kepala. Ia bisa tahu semua penderitaanku selama ini; masa kecil yang buruk, obsesi dengan kekuatanku, tekad membunuh yang sulit padam, namun disisi lain kebosanan untuk hidup dalam kegelapan. Ia bilang, saat itu aku berada dalam keabu-abuan, antara hitam dan putih. Kepalaku tertunduk lesu. Semua perkataannya benar. Lucunya, ia mengatakan bahwa aku memiliki aura yang setara dengan hunter dengan pengguna nen terbaik di dunia saat ini. Ia juga sempat mendesah, menyayangkan kenapa gadis dengan aura kuat sepertiku harus menjadi seorang pembunuh.

"Apa sepuluh tahun cukup?" tanyanya, memandangku.

"?" aku memandangnya dengan tak paham.

"Sebaiknya kau berlatih sendiri, menemukan kekuatanmu dan banyak bermeditasi, agar kau bisa menekan keinginanmu untuk membunuh serta melatih tubuhmu menjadi lebih kuat."

"Maaf, pak tua kalau aku tak sopan, tapi...siapa kau?"

"Aku Isaac Netero, ketua asosiasi Hunter."

Itu adalah pembicaraan pertama kali dan terakhir kalinya sebelum aku bermeditasi dan mengasingkan diri. Setelah 10 tahun menjelang untuk berlatih dan memperdalam kemampuanku, aku sempat kembali menuju kedunia nyata untuk rehat dari latihan. Disaat itulah aku bertemu Hisoka, dan kami bertarung, walaupun aku menolak membunuhnya. Hingga saat ini, setelah ia bertarung denganku 2 kali, aku mengenalinya, tapi tidak dengan Hisoka. Setelah 2 tahun kembali ke dunia nyata dan bersosialiasi, aku kembali mengasingkan diri untuk meditasi selama tahun. Merenungi kesalahanku, dan menenangkan hatiku. Karena dalam pertarungan, kemarahanku bisa jadi bumerang untuk diriku sendiri.