Disclaimer: Shingeki no Kyojin milik Hajime Isayama. Penulis hanya meminjam karakter dan tidak mengambil keuntungan bersifat materi dari fanfiksi ini.

.

Happy Birthday, Mikasa!

.

AU - Comedy - warning: OOC

.


Levi bergidik ngeri. Bulu kuduknya meremang. Bukan karena penampakan hantu sadako atau apa. Dirinya bukan penakut, tetapi lain cerita jika yang di tangannya itu sehelai blazer yang warnanya mengiritasi mata. Pink cerah. Warna merah muda yang lebih cocok dengan imaji gadis feminim. Ini sangat-sangat horror, sumpah! Yang lebih mengerikan, blazer ini harus dipakai untuk jalan-jalan ke luar rumah.

Mikasa yang memaksa.

"Cepat donk, Levi. Blazer itu bukan cuma untuk dilihat, tapi dipakai."

Nah, si Nona Pemaksa sudah menitahkan sabda. Levi masih enggan menuruti perintahnya. Seharusnya dia tolak saja dari awal, rencana kencan mereka.

"Apa tidak ada warna lain? Apa saja, asal bukan pink, Mikasa. Bayangkan! kau tega melihatku jadi bahan olokan gadis-gadis dan ibu-ibu komplek?"

Image Levi sebagai pemuda cool dan garang itu penting dijaga. Apa yang mau dikata kaum hawa di seantero kelurahan nanti kalau melihatnya pakai baju pink?!

"Memangnya siapa peduli? Kau kan sudah jadi milikku. Kenapa masih ngelirik perempuan lain sih? Hah? Aku baru tahu. Ya ampun, bukan cuma lupa kalau ini hari ulang tahunku, tapi ternyata juga main api di belakangku."

"Astaga, Mikasa! Siapa yang main api di belakangmu? Aku nggak pernah ngelirik perempuan lain!"

"Ya kalau begitu nggak usah dengarkan pendapat mereka. Yang pakai baju kamu, kok yang rempong mereka?"

"Hei, ini bukan kemauanku, tapi paksaan darimu. Catat itu."

"Ya sudah. Cepat ganti baju, donk. Jangan lupa didobel pakai kaus loreng hitam-putih ya."

Mikasa melempar sehelai kaus bercorak hitam-putih, dengan sigap ditangkap oleh Levi, yang dahinya berkedut penuh kekesalan. Tidak ada hak bagi lelaki untuk membantah tuntutan perempuan. Ya. Ya. Emansipasi.

Levi segera berlalu masuk kamar. Satu kali bunyi hantaman pintu, meyakinkan Mikasa bahwa di balik kamar itu tidak ada jalan untuk kabur.

Mikasa, yang sudah siap mengenakan setelan dress putih dan blazer pink, mengempaskan tubuh ke atas sofa, memasang sepatu di kakinya. Dia merasa percaya diri dengan penampilan ini. Warna mereha muda yang tingkat kecerahannya mampu menebar keceriaan di hati, andaikan tidak dirusak oleh penolakan Levi. Apa salahnya coba? Mikasa tidak melihat adanya larangan bagi lelaki memakai baju pink. Mikasa memandang ke arah pintu yang tertutup rapat. Lihat, mana ada pasangan yang wanitanya malah menunggu pihak lelaki berganti baju?

"Levi! Kutunggu di taman ya. Waktumu tiga menit dan kau sudah harus menyusul."

Mikasa berseru. Ia memutuskan untuk keluar terlebih dahulu.

Bukannya Mikasa abai terhadap personalisasi seorang Levi. Dia tahu ketua osis sekolah sekaligus pendiri klub terlarang itu sangat menjaga image, dan menghindari segala yang bisa meruntuhkan harga diri. Mikasa ingin coba menarik Levi. Pemuda itu terlalu banyak membatasi diri. Ia sudah menyiapkan sepasang blazer pink ini jauh-jauh hari. Selain sebagai sarana agar mereka tampil serasi. Fashion couple styles: yang belakangan nge-tren di kalangan muda-mudi, seperti yang pernah Mikasa lihat dari Eren dan Historia ketika ia memergoki kencan mereka. Dan, karena tahu Levi pasti tidak akan sudi━mau sekeras apa pun, Levi lebih memilih dipkasa bunuh diri daripada dipaksa pakai baju pink━maka rencana itu dirancang dengan sangat matang. Hari ini, 10 Februari. Levi pasti lupa hari ulang tahun Mikasa━sudah teruji, hari ulang tahunnya sendiri, 25 desember yang lalu saja lupa. Entah Mikasa tidak tahu kenapa para lelaki suka melupakan hal-hal penting seperti itu.

Mikasa cuma senang, kalau tebakannya benar dan ia berhasil menggunakan kealpaan Levi sebagai alibi.

#


#

"Ah! Kau sudah sampai?"

Mikasa memandang Levi dengan mata berbinar. Tak sanggup menahan senyum puas melihat penampilan lelaki itu. Berdiri di antara rimbun bunga iris, blazer pink itu melekat sangat pas. Kaus bercorak hitam-putihnya tampak stylish di bawah blazer, membentuk otot tubuhnya yang kekar. Imut. Sangat-sangat imut, batin Mikasa menjerit histeris. Ya Tuhan! Kenapa dia baru menyadari keimutan makhluk garang satu ini, yang hobi memasang tampang preman pada adik kelas saat MOS berlangsung?

"Bagaimana? Puas melihatku begini?"

"Ya. Lumayan. Sudah kubilang kan? Itu cocok untukmu."

Mikasa penasaran, bagaimana cara Levi lolos dari perhatian orang-orang, sepanjang jalan menuju taman tadi?

"Janji, jangan foto aku dalam keadaan begini, atau kubongkar koleksi doujin R-18 itu ke ibumu," kata Levi masih bersungut kesal.

"Loh? Kok tiba-tiba main ancaman? Ayolah, aku ingin kita ambil photo berdua untuk kenang-kenangan."

Mikasa menepuk bangku kosong di sisi kanannya, mengajak Levi duduk.

"Tsk. Satu kali saja, dan janji tidak menyebarkan photo, tetap berlaku."

Dengan enggan, Levi duduk sambil bersidekap tangan. Gara-gara kealpaannya, saat perempuan ini tiba-tiba menodong dengan permintaan hadiah tadi, Levi jadi kena batunya. Namun, karena ini hari istimewa, maka kekasihnya berhak memperoleh yang terbaik.

"Iya. Iya. Khawatir sekali sih? Kau bisa memercayakan photo indahmu padaku."

Mikasa, yang kedua telinganya disumpal earphone, terlebih dahulu menarik salah satunya untuk dibagi dengan Levi.

Lelaki itu memasang satu earphone milik Mikasa di telinga kanan.

Mikasa menyalakan kamera smartphone dalam mode selfi, dan mengarahkan ke hadapan mereka berdua.

"Senyum donk, Levi."

Levi menahan kedutan di dahi, dan mencoba memasang senyum seperti titih Mikasa, yang malah tampak seperti senyuman terpaksa.

"Duh, coba yang relax donk. Ini kan sekali seumur hidup. Apa kau tidak mau jadi tampan untuk kesempatan istimewa kita?"

Kesempatan istimewa apanya? Ini kan cuma demi kepentinganmu …

Levi batal mengumpat. Dia menuruti titah Mikasa, memasang senyum yang lebih ikhlas.

"Bukannya maksudku sungguh-sungguh tidak mau pakai pink, Mikasa. Kalau untuk di dalam rumah sih, ayo. Aku cuma nggak suka dilihat orang lain dalam keadaan norak begini."

"Hmm … Hmm?"

Mikasa masih asyik menekan tombol jepret. Sekali, dua kali, tiga kali. Photo selfi mereka terpampang di layar. Serasi. Masing-masing dalam balutan blazer pink cerah. Impian Mikasa melihat Levi pakai baju pink, menjadi kenyataan!

"Hei? Hei? Aku bilang cuma untuk sekali, kenapa difoto sampai tiga kali?"

"Hmm? Apa tadi? Kau bilang mau kalau diminta pakai baju pink lagi?

Levi meletakkan tangan di dahi. Persyaratannya tidak digubris. Ya Tuhan, beri hamba ketabahan!

"Tenang, Levi. Tenang. Ini nggak bakal disebar kok," Mikasa terkikik. Ia sangat-sangat puas mengerjai kekasihnya. Tidak ada fans Levi, bahkan teman dan adik-adik kelas Levi yang tergabung dalam Squad Pemuja Leviklub apa-apaan itu?━yang mendapat kesempatan langka ini.

"Kenapa aku ambil photo sampai tiga kali? Ya kan biar bisa dipilih mana yang angle-nya paling bagus. Sebagai ketua osis, kau pasti pernah belajar teknik fotografi, walau cuma sedikit, kan?"

Levi mendesah, berharap kekesalannya terbuang bersama hembusan napasnya.

"Ya. Ya. Sudah. Lupakan."

Levi menyentuh earphone yang masih tersambung dengan telinga Mikasa, mengembalikan fokus pendengarannya. Ia langsung mengenali iramanya begitu menyimak lagu-lagu itu.

"BTS lagi?"

Mikasa mengangguk antusias, memberitahu judul lagu yang kini diputar dalam playlist dan mereka dengarkan bersama, "Magic Shop."

Akhir-akhir ini Mikasa sedang keranjingan boy group asal Korea yang sedang naik daun itu. Seperti yang Levi cermati dalam kamar pribadi Mikasa; yang semula penuh poster kartun sebagai otaku, kini berganti menjadi kamar ala army's penggemar hallyu wave. Poster oppa-oppa korea bertebaran, plus miniboard berisi profil BTS lengkap tertempel di dinding. Tidak masalah. Levi tak pernah mempermasalahkan hobi Mikasa, bahkan jauh sebelum ini. Saat kencan pertama mereka, tahu Mikasa ternyata fujoshi, level hard-core lagi. Selama Mikasa ingat kalau ia masih punya kekasih, dan dirinya tidak tersingkir oleh apa yang Mikasa sebut sebgai husbando-2D ataupun bias korea-nya.

"Iramanya lembut dan temponya mengalir," Levi mengomentari lagu itu.

"Ini lagu favorit-ku yang ketiga."

Lagu yang diputar sampai pada bait; Aku percaya pada galaksimu. Aku ingin mendengar melodimu.

"Walaupun rasanya lebih cocok kalau kita dengarkan malam hari di bawah hamparan langit berbintang."

Tapi begini saja sudah cukup, Mikasa membatin, memandang langit sore dengan arakan awan-awan yang ditiup angin musim penghujan.

"Sepulang dari sini, bagaimana kalau kita coba lakukan itu?"

"Lakukan apa?" Mikasa terperanjat. Pipinya memerah. Astaga, ia sudah berpikir yang tidak-tidak!

"Mendengar lagu ini berdua di bawah hamparan langit berbintang."

Mikasa menyembunyikan rasa malu karena salah paham.

Levi sudah melupakan keresahan akibat blazer pink yang dipakainya. Ia berpikir untuk membuang ego-nya dulu. Menyenangkan Mikasa dengan memuluskan rencana hari istimewa ini; tanggal penting yang telah mengantarkan sang terkasih ke dunia.

Mikasa terpana ketika Levi merapat padanya, menautkan tangan mereka berdua di atas bangku.

Pemuda itu tersenyum━sangat-sangat tipis━Mikasa membalas tatapannya dengan kelembutan yang sama. Tanpa banyak bicara. Saling memahami. Mencari keindahan yang tersimpan jauh di balik kedalaman mata masing-masing.

"Ya. Ayo kita lakukan. Setelah selesai menemaniku shopping nanti."

Mikasa pikir cukup, keimutan Levi dalam balutan baju pink ini jadi kado terindah untuk hari ulang tahunnya.

#


A/N: Saya sempat ketar-ketir nggak bakal kesampaian kasih kado ultah untuk Mikasa, tapi ternyata masih bisa ngebut untuk sepenggal kisah ini! Terinspirasi dari gambar komisi saya, bisa lihat sampul judul ini, atau menuju link [https: id. pinterest. com pin 731412795711915462] hilangkan spasi lalu ganti dengan garis miring. Credit gambar oleh Kak Lidatan. Thanks sudah mewujudkan impian saya untuk otp manis ini. ^^