His Dream
PROLOG
Ibu menyuruhnya untuk bersembunyi di dalam lemari kamar saat suara dobrakan terdengar dari luar. Dirinya bingung saat melihat ibu yang panik dan ketakutan. Saat akan bertanya, pintu lemari sudah ditutup rapat dan ibu menyuruhnya diam apapun yang terjadi. Ini seperti bermain petak umpet, begitu kata ibu tadi. Dan yang harus dilakukannya adalah bersembunyi sebaik mungkin agar tidak ditemukan oleh si pencari.
Pintu dihempas kuat dan sosok pria berpakaian hitam-hitam muncul. Hanya seorang saja namun mampu membuat ibu menjerit dan mencoba menyatu dengan dinding. Sosoknya menjulang dan berbahu lebar, berambut pirang serta wajah dingin khas Eropa. Ibu hanyalah wanita lembut dan lugu. Jadi sebelum ibu menyadarinya, pria berpakaian hitam telah mendorong wajah ibu ke lantai, menekan pipinya hingga menempel ke ubin kayu yang keras. Si penyusup menempatkan pisaunya tepat diatas leher ibu. Tekanan itu makin dalam hingga ibu menjerit keras dan merasakan aliran darah berlomba-lomba keluar dari lehernya. Rasa sakit yang belum pernah ibu rasakan. Bahkan benturan saat tabrakan beruntun 3 tahun lalu tidak sesakit dan semenyiksa ini. Bagaikan neraka.
"Yeah, inilah yang namanya bersenang-senang" Suara bass yang tenang lalu terdengar kekehan lirih setelahnya.
Ibu nyaris tak mampu merasakan udara masuk melalui tenggorokannya. Si penyusup membalik badan ibu setelah dirasa korbannya itu kehilangan kesadaran. Kesadaran ibu melayang nakal membuat ibu mengerang tanpa suara. Air mata masih tetap menganak sungai di wajah ibu. Dalam hati ibu berdoa agar buah hati manisnya tidak ditemukn oleh penyusup gila yang juga membunuh suaminya itu. Si penyusup menatap darah ibu dengan binar mata tertarik. Darah itu deras membasahi lantai.
"Selamat jalan anakku. Maaf, tidak menemanimu bermain"
"Okay, let's play"
"Ya Tuhan, Paman!"
