Halo, jadi saya mau bikin ff selingan dari ff yang satu lagi karena saya kesel setelah diedit ini itu ffn kayaknya benci sama saya, hmph!
Ok deh gak perlu banyak intermezzo ya silahkan aja dinikmati!
.
.
Author: miiikas
Cast: (ofc!) Park Chanyeol, Byun Baekhyun and mention of the others.
Genre: Hurt/comfort, slice of life, rated M for kekerasan (masa) (ehehe) (eh cuma sedikit kok!)
a/n: Semoga suka!
.
.
Baekhyun hanyalah seorang lelaki biasa dan Chanyeol hanyalah lelaki yang sibuk dengan dunia penuh peraturan ketat.
Baekhyun yang patuh dan Chanyeol sang pembuat peraturan.
Bisakah Baekhyun terus bertahan meski ia tahu, Chanyeol tidak pernah mencintainya?
"Keparat!"
Lelaki itu mendorong lelaki yang lebih mungil dengan kencang, punggungnya yang kecil itu menabrak dinding dengan kerasnya. Menggigit lidahnya agak tak ada suara yang keluar.
Sudut bibirnya berdarah, pipi yang memerah dengan jelas terlihat bekas lima jari di wajahnya.
"Sudah kukatakan kau tidak boleh berkata apapun pada orang lain bukan? Apa kau kurang begitu jelas mendengar perintahku?" Ucap lelaki dengan perawakan tinggi sembari menjambak rambutnya kasar.
Lelaki mungil itu menggeleng pelan, terlihat jelas lelehan air mata di pipi mulusnya. Oh ayolah, siapapun yang melihatnya akan terpesona oleh kecantikannya.
"Kau tak pernah kuizinkan untuk berbicara pada siapapun, bahkan tersenyum sekalipun. Jika kau tak bisa menuruti perintahku lagi-"
"JANGAN CHANYEOL! JANGAN, KUMOHON!"
Tangisnya terdengar pilu, ingin sekali mendekap sosok mungil di depannya namun egonya terlalu tinggi.
Menarik tangan mungil yang memegang jas hitamnya yang rapi, menarik dagu sang lelaki mungil dengan paras cantik itu.
"Ingat Baekhyun, selamanya kau adalah milikku dan semua perintahku adalah kewajiban untukmu. Tak kuizinkan seorangpun memasuki pintu tertutup apartemenmu ini, kau mengerti?" Ucap lelaki dengan nama Chanyeol tersebut.
Baekhyun , -lelaki mungil tersebut- mengangguk lemah. Tak akan ada yang bisa menolak perintah Chanyeol siapapun itu.
Mengecup bibir tipis itu lembut sebelum memeluknya erat.
Rumit, bisa kalian bayangkan?
.
.
Byun Baekhyun, lelaki manis, berparas cantik dengan perawakan mungil. Tinggal di sebuah apartemen sederhana dengan suasana yang biasa saja. Tak ada yang aneh. Hanya saja, kau tak akan pernah diizinkan untuk memasuki ruangan kamarnya.
Hanya Chanyeol. Park Chanyeol. Lelaki dengan perawakan tinggi, berwatak tegas dan ego yang tinggi.
Pemilik perusahaan ternama di Seoul, tak usah kau tanya, dengan hanya menyebut namanya semua orang akan mulai membicarakan tentang dirinya.
Berjalan dengan tertatih menuju wastafel yang ada di kamar mandinya dan melihat seluruh luka di wajahnya dengan cermin yang cukup besar tertempel di dinding.
Merah, lebam dan sedikit perih.
Sama seperti perasaan Baekhyun.
Ingin rasanya menangisi semuanya tetapi tidak, Baekhyun bukanlah orang yang gampang menyerah dengan sesuatu, ini hanyalah perkara kecil. Bukan hal yang sulit.
Andai saja malam itu Chanyeol tak menyelamatkannya, mungkin dirinya sudah terikat dengan dunia kelam prostitusi, salahkan lelaki brengsek yang mencoba menculiknya.
Ingat, Park Chanyeol bukanlah lelaki yang murah hati, segala sesuatunya perlu bayaran. Termasuk dengan aksi penyelamatan terhadap Baekhyun.
Well, kalian fikir menjadi tahanan seorang Park Chanyeol adalah hal yang menyenangkan? Tidak. Kalian salah besar.
Setiap perintahnya adalah mutlak, tidak menurutinya maka kau akan mendapatkan akibatnya.
Sama halnya dengan sore tadi. Baekhyun lupa mengunci pintu apartemennya dari dalam, alhasil pengantar paket memasukinya dengan mudah.
Bagi Chanyeol bukanlah hal sulit untuk mengetahui hal tersebut, apa gunanya CCTV di rumah ini?
Berlebihan? Ya, memang benar, tapi Chanyeol punya alasan tersendiri dengan hal itu.
Baekhyun masih memandangi wajahnya, ini bukan kali pertama ia mendapatkan perlakuan seperti ini dari Chanyeol. Sudah bukan hal yang aneh baginya.
Klek
Suara pintu terbuka, sudah jelas itu Chanyeol.
Tanpa jas hitam kebanggaannya, hanya kemeja putih polos dan dasi merah tua yang masih menempel.
Menatap refleksi Baekhyun dengan intens.
"Kau terlihat cantik."
Maju satu langkah dan mendekap Baekhyun dari belakang dengan sangat erat.
Menarik dagu kecil itu dengan hati-hati, membuat sedikit luka yang ada disudut bibirnya kembali mengeluarkan darah.
"Kau adalah definisi kesempurnaan indah di mataku dengan luka lebam dan darah seperti ini." Menciumi tengkuk belakang Baekhyun adalah salah satu hal yang sangat Chanyeol suka, dengan sedikit memberi gigitan kecil tentunya.
Melepas ikatan dasinya dengan pelan, mengikatkannya disekitar mata Baekhyun.
"Berbaliklah, aku akan menggendongmu." Bisikan kecil itu terdengar sangat jelas di telinga Baekhyun.
Tanpa perlu dititah dua kali, kini Baekhyun ada di pangkuan Chanyeol. Melingkarkan lengan kecilnya di leher Chanyeol tanpa bisa melihat apapun.
Karena itu yang Chanyeol inginkan, Baekhyun tak akan bisa melihat apapun.
Kecuali dirinya.
.
.
Bersiap menggunakan kemejanya kembali setelah ber-shower hangat. Mengancingkannya dengan perlahan, malas.
Menoleh kearah lelaki mungil yang masih bergelung dalam selimutnya, manis.
Ingin rasanya Chanyeol membawanya pulang ke rumah tapi ia masih waras. Masih sangat waras.
Ia tak mungkin membawa Baekhyun ke dalam kandang macan.
Jika harus menelan pil pahit kehidupan, Chanyeol mungkin sudah menelan ratusan.
Menjadi pewaris perusahaan terbesar di Seoul bukanlah hal yang mudah, terlebih lagi sang Ayah yang telah tiada. Ibundanya telah semakin menua dan hanya bisa terbaring di ranjang nyaman besarnya.
Kakaknya, Park Yoora, sibuk di negara lain sebagai reporter ternama.
Dan satu kenyataan lain, Chanyeol telah menikah.
Tersadar dari lamunannya saat lelaki mungil itu bergerak, bahu indahnya terekspos jelas di mata Chanyeol, dengan sedikit beberapa tanda merah di sana.
Berjalan mendekatinya, mencium bahu mulus tersebut dengan lembut, mengelus rambutnya pelan.
"Aku pulang." Berbisik pelan di telinga Baekhyun.
Mengambil jas hitamnya yang tergeletak di kursi tak jauh dari ranjang.
Oh dan perlu diingat, ini pukul 2 malam.
Berjalan keluar dengan tenang dari kamar menuju pintu utama.
Kata pulang adalah hal terberat yang sebenarnya Chanyeol malas lakukan. Bertemu dengan istri yang terpaksa ia nikahi karena keinginan Ayahnya semakin membuatnya muak.
Tapi, mau bagaimana lagi, masih ada Ibundanya tercinta.
Membuka pintu dengan pelan, menguncinya dari luar, hal yang tak pernah lupa ia lakukan.
Jika kalian fikir Chanyeol melakukan suatu kejahatan, salahkan takdir yang terus bermain-main manis dengannya.
.
.
"Totalnya jadi 15.000 Won, tuan." Pelayan minimarket itu tersenyum manis ke arah Baekhyun. Sementara Baekhyun dengan cepat mengeluarkan uang dari dompetnya.
Berbelanja memang selalu menyenangkan bagi Baekhyun terlebih lagi ia suka dengan makanan manis, terlebih lagi strawberry atau vanilla.
"Terima kasih, ada yang bisa kami bantu lagi?" Bertanya sembari memberikan kembalian pada Baekhyun, menggeleng kecil dengan tergesa meninggalkan minimarket tersebut. Sesungguhnya Baekhyun sudah lupa bagaimana cari berbicara dengan orang lain, dengan kata lain ber-interaksi.
Mengecek belanjaannya dan tersenyum kecil, menyebrangi jalan dan berlari kecil menuju gedung apartemen. Hal ter-aman adalah berdiam diri di ruang tengah kesukaannya.
Berkali-kali menatap layar handphonenya berharap Chanyeol menghubunginya. Ini pukul 12 siang, waktunya istirahat, tapi Baekhyun tak berharap banyak.
Membuka salah satu snack kesukannya, Pocky dengan rasa strawberry. Menggigit dan mengunyahnya pelan. Manis.
"Terlihat senang sekali, apa kau baru saja bertemu dengan orang yang kau sukai?" Suara itu datang dari arah pintu apartemennya.
"Ye- Yeol.." Terbata, ia tentu saja kaget. Pukul 12 siang dan Chanyeol ada di hadapannya bukanlah suatu hal biasa, dia ini bos yang taat aturan ingat.
"Kantor berakhir lebih cepat, partner bisnisku tak jadi datang." Ucapnya sembari duduk di samping Baekhyun.
Baekhyun mengangguk kecil, masih menggigit sisa Pocky yang belum ia kunyah.
Menarik dagu itu dengan cepat, menggigit ujung Pocky yang bebas dari genggaman Baekhyun.
"Manis, seperti kau." Baekhyun merona mendengar ucapan itu.
Ayolah, Chanyeol jarang sekali memuji dan ini adalah bulan ke-3 Baekhyun tinggal di sini, di apartemen milik Chanyeol. Ia tahu persis bagaimana sifat dan sikap Chanyeol selama ini.
"A- aku tidak-"
"Sst, diam."
Pocky itu terbengkalai di atas meja. Berganti dengan bibir tebal milik Chanyeol. Mulanya menempel manis kemudian berubah menjadi gigitan kasar yang sangat Baekhyun sukai. Lidah hangatnya menyapu bibir bawah Baekhyun dengan pelan seolah meminta izin untuk memasuki mulut manis Baekhyun. Rasa manis dari perisa strawberry menambah rasa rakus Chanyeol untuk terus mengecapi liur Baekhyun.
Menarik dasinya kasar, mengikatkannya di sekitar mata Baekhyun seperti biasa.
"Baekhyun, sofa atau ranjang?" Bertanya dengan deru nafas tak karuan.
"Ranjang.."
Jawaban singkat, menarik tubuh mungil itu dengan tergesa dan memasuki kamar mereka.
Dan Baekhyun sudah terbiasa.
.
.
"Dari mana saja?" Perempuan cantik itu bertanya dengan nada khawatir. Menyambut Chanyeol di pintu utama adalah kebiasaan yang sudah ia lakukan semenjak mereka menikah.
"Hanya berjalan-jalan sebentar, sayang." Tersenyum manis kemudian mengecup kening perempuan tersebut.
Park Seohyun.
"Ah, mengapa tak mengajakku?" Mencebikkan bibirnya gemas. Chanyeol terkekeh kecil.
"Tidak perlu, lagipula pemandangannya tidak indah." Ucapnya sembari berjalan santai, melonggarkan ikatan dasinya.
Seohyun hanya terkekeh.
"Sayang, bagaimana jika malam ini kita makan malam di luar? Sudah lama aku tak makan denganmu." Menyenderkan kepalanya manja di bahu Chanyeol. Hari masih sore saat ia pulang, dengan sedikit ragu Chanyeol mengangguk.
"Baiklah, akupun sudah lama tak makan malam berdua denganmu." Jawabnya.
"Kau memang suami terbaik, Yeol." Ucap Seohyun dengan manja.
Panggilan itu membuatnya sedikit tersentak, baru kali ini ia mendengarnya dari bibir Seohyun.
"Jangan panggil aku seperti itu, terdengar kekanakan, aku tidak suka." Chanyeol menatap Seohyun dengan sedikit memelas.
Terkekeh lagi.
"Baiklah, sayang. Aku mencintaimu."
"Akupun.."
Tak ada kata-kata lanjutan.
"Ayo, kita bersiap-siap." Ajak Seohyun memecah suasana.
Chanyeol mengangguk.
Makan malam dengan istri sahnya bukan hal yang menyakitkan bukan?
.
.
Ini sudah seminggu dan Chanyeol belum berkunjung ke apartemennya. Apartemen mereka. Well, apartemen Chanyeol.
Baekhyun hanya bisa menunggu, tak memberinya pesan singkat ataupun mencoba menelfonnya. Baekhyun tidak selancang itu.
Dan Baekhyun rindu.
Alasan paling tepat kenapa ia rela melakukan ini semua karena ia mencintai Chanyeol. Perasaan yang seharusnya tak pernah ada, yang tak boleh tumbuh. Salahkan jantungnya yang selalu berdebar saat Chanyeol menyentuhnya dengan intens. Saat Chanyeol menutup matanya dengan dasi-dasi kesayangannya. Dan Baekhyun suka.
Katakan ia seorang pecandu dan Chanyeol adalah candunya.
Keduanya sama-sama gila, gila dengan kerumitan hubungan mereka.
Hanya bergelung di kasur dengan selimut putih kesayangannya, menangis karena rindu. Lucu sekali, seperti anak remaja yang baru jatuh cinta.
Ting tong
Suara bel terdengar nyaring.
Baekhyun ragu, itu pasti bukan Chanyeol.
Bel itu terus saja ditekan, Baekhyun gusar.
Keluar dari kamarnya, berjalan menuju pintu utama. Membuka kunci dan memutar kenop pintu perlahan.
"Hai, saya Oh Sehun, tetangga baru sebelah, aku membawakan sedikit makanan untuk berbagi." Ucap lelaki dengan surai hitam dan senyum manis.
Baekhyun hanya mengangguk kemudian hendak menutup kembali pintu setelah mengambil makanan yang Sehun berikan.
"Tunggu, biarkan aku masuk." Ucap Sehun kemudian mendorong pintu, Baekhyun terbelalak, menggeleng sekuat tenaga.
Sehun tetap bersikeras masuk dan kini berada di ruang tengah apartemen Baekhyun.
"Ah begini rupanya isi apartemenmu, rapi sekali, baiklah." Ucapnya dengan senyuman.
"Dan omong-omong, siapa namamu?" Sehun menatap Baekhyun dengan penasaran.
Baekhyun gemetar, hendak menjawab pertanyaan Sehun tetapi teringat akan Chanyeol.
"B- Ba-"
"Ah, sudahlah lain kali saja, sampai jumpa!" Lelaki berkulit putih dengan tinggi hampir setara Chanyeol itu kemudian keluar dari apartemen Baekhyun.
Baekhyun menghela nafas lega.
Kemudian mendongakkan kepalanya, membelalakkan matanya.
Ia lupa. CCTV.
.
.
Well guys kayaknya kepanjangan ini kalau dijadiin oneshoot jadi aku bagi dua part aja ya! Mohon reviewnya terima kasih!
