Ide cerita ini saya ambil dari sebuah komik yang pernah saya baca dulu dengan perubahan yang cukup banyak. Silakan membaca dan jangan lupa review

Disclaimer : Naruto's charachters belongs to Kishimoto Masashi

.

.

.

TENSHI NO MIKO

.

.

.

27 November XXXX

Hujan hari ini tidak terlalu lebat. Namun juga tidak terlalu kecil sehingga sebagian besar manusia di sini memilih untuk menghabiskan waktu di rumah masing-masing. Pemukiman ini bukanlah sebuah kota yang ramai, hanya sebuah perkampungan sederhana di tepi Kyoto. Perkampungan yang masih kental dengan keyakinan dan tradisi yang dianut sebagian masyarakatnya. Hutan kecil yang hijau mengelilingi perkampungan ini.

Sekitar satu kilometer dari pusat perkampungan, tampaklah sebuah bangunan tua tempat peribadatan masyarakat sekitar. Bangunan kecil itu terlihat sepi, karena memang dikunjungi warga hanya pada saat-saat tertentu saja. Di bagian depan bangunan, terlihat seorang gadis mengenakan hakama merah dan haori putih, rambut indigo panjangnya diikat lepas di belakang. Kedua tangannya menggenggam gagang sapu lidi yang sedang dimain-mainkannya. Sepertinya gadis miko itu baru saja selesai menyapu, atau mungkin menghentikan kegiatan menyapunya karena hujan. Wajah gadis itu terlihat kesal.

"Nee.. Hinata-chan.. Ayo lah lepas sapu itu, kau janji kan kita akan bermain hari ini."

Tunggu! Siapa yang berbicara?

Mungkin tidak semua orang melihat siapa yang sedang berbicara itu. Tetapi gadis itu tentu saja melihatnya. Buktinya adalah-

"Tidak Naruto-kun! Kau tidak lihat? Hujan sedang turun. Memangnya kita mau bermain apa?"

"Kita bisa bermain di dalam kan? Ne..Ne.."

"Tidak! Sudah cukup kemarin lusa Ojii-sama memarahiku dan kemarin Sakura-sama juga. Gara-gara kau membuat berantakan isi kuil."

"Huaa.. Itu kan bukan salahku Hinata-chan, mereka saja yang terlalu galak hee.."

"Naruto-kun no baka!" lalu gadis itu pergi meninggalkan pemuda di sampingnya.

Pemuda?

Sebenarnya bukan sepenuhnya pemuda. Lihat saja telinganya yang panjang, gigi taringnya juga mencuat keluar dari bibirnya. Jangan lupakan sembilan untaian bulu yang menempel pada pantatnya alias ekor.

Melihat lawan bicaranya pergi, Naruto hanya mendengus kesal sebelum akhirnya menyeringai.

"Hehehe, jangan salahkan aku kalau kau dimarahi lagi hari ini Hinata-chaaannn.."

.

.

.

PRAAANGGG

"Suara apa itu?"

"Hinaataaaaaaaaaaa.."

Kemudian terdengar langkah lari tergopoh-gopoh mendekati sumber suara.

"Ha-Hai Sakura-sama."

Gadis berrambut merah muda yang disebut sebagai Sakura, hanya memejamkan matanya, berusaha menghela nafas.

"Lihat itu!"

Telunjuknya mengarah pada pecahan piring yang sudah tergeletak tak berdaya di lantai dapur. Hinata hanya mampu cengo.

"Sa-saya akan membersihkannya Sakura-sama."

"Bagus! Kau harus belajar bertanggungjawab."

Hinata hanya mengangguk. Sakura melangkah pergi, tetapi ketika mencapai pintu ruang makan, langkahnya terhenti. Tanpa menoleh ke arah Hinata dia berucap-

"Waktunya tinggal sebulan lagi Hinata!"

Hinata terdiam, matanya memandang tajam pecahan keramik di depannya. Genggamannya mengerat.

"Saya mengerti, Sakura-sama."

Sakura melangkah pergi.

"Hahahahaha.. Kau sedang apa Hinata-chaaann.."

Tiba-tiba suara tawa mengejek itu terdengar di telinga kanan Hinata.

Twitch!

Perempatan siku muncul di dahi Hinata.

"Naruto-kun no BAKAAAAAA!"

"Upz.. Hehehe maafkan aku Hinata-chan. Salah siapa kau tidak mau bermain denganku. Kau meninggalkanku. Aku kan hanya ingin kau perhatikan."

"Dengan membuat masalah?" sembur Hinata.

Naruto cengengesan. Hinata melanjutkan kegiatannya membersihkan pecahan piring kemudian menoleh pada sosok berrambut kuning di sebelahnya. Matanya menelusuri setiap inci dari ujung rambut hingga ujung kaki. Sejenak memalingkan muka demi menyembunyikan rona merah yang entah mengapa selalu muncul jika pemuda ini di dekatnya.

"Hee.. ada apa Hinata-chan?"

"Tidak ada! Hanya memastikan kalau kau juga sudah tumbuh dewasa Naruto-kun. Sama sepertiku."

"Hmm.. Lalu?"

"Huftt... Lalu aku heran, kenapa sikapmu tak kunjung dewasaaa?" teriak Hinata pilu.

Naruto hanya diam, terkejut lebih tepatnya. Selanjutnya tersenyum dan detik berikutnya senyuman itu berubah menjadi seringai.

"Hm... lalu memangnya kenapa kau ingin aku bersikap dewasa? Hm? Atau sebenarnya kau ingin-"

"TIDAK! Tidak ada!"

Hinatapun pergi meninggalkan Naruto membawa pecahan piring yang barusaja ia bereskan.

"Nee.. Hinata-chaann. Jangan tinggalkan aku lagiii.."

Dan suara rengekan sang pemuda menggema di koridor bangunan kuil, langkahnya mengekor gadis miko di depannya.

.

.

.

FLASHBACK ON

Seorang kakek berrambut putih panjang duduk di bagian depan kuil, di hadapannya duduk dua orang anak gadis. Yang satu berrambut merah muda sebahu, iris mata emerald, yang lain berrambut indigo panjang, iris mata amethyst. Memakai kimono putih bermotif bunga sakura. Kedua gadis itu terlihat berbeda. Gadis pertama tampak sebagai gadis yang kuat, periang, sedangkan gadis kedua yang lima tahun lebih muda terlihat pendiam dan pemalu.

"Kalian tidak tahu kuil ini berbeda kan? Berbeda dengan kuil lain."

Kedua gadis tersebut menggeleng bingung.

"Tidak sembarang gadis miko bisa mengabdi di kuil ini. Mereka yang berada di sini adalah gadis-gadis pilihan yang memiliki kekuatan positif berbeda dengan manusia biasa. Termasuk kalian berdua. Meskipun bentuk kekuatan tersebut tidak sama untuk setiap gadis. Tetapi kami meyakini bahwa kekuatan tersebut ada untuk menciptakan kebaikan dan kedamaian di dunia."

Kakek tua tersebut menghela nafas sejenak. Pandangannya mengarah ke hamparan langit biru di depannya. Pikirannya menerawang.

"Setiap miko yang sudah terpilih untuk kuil ini, akan diberikan seorang pendamping ketika mereka sudah resmi disucikan. Pendamping ini bukanlah seorang manusia seperti kalian. Mereka adalah makhluk tak kasat mata, atau yokai. Miko dan yokai ini akan terus bersama, berdampingan hingga sang miko berusia 20 tahun. Saat usia 20 tahun itulah, mereka harus berpisah."

Kedua gadis mendengarkan dengan seksama apa yang akan diucapkan kembali oleh orang yang sudah mereka anggap orangtua tersebut. Kakek tua kembali menghela nafas.

"Perpisahan ini sebenarnya sangat menyakitkan. Bukan karena raga mereka terpisah, tetapi ikatan batin mereka juga akan ikut terpisah. Jauh. Sangat jauh."

Si merah muda menyela.

"Kalau memang menyedihkan, kenapa mereka harus terpisah jii-chan? Tidak bisakah mereka terus bersama?"

Kakek itu memandang gadis merah muda. Tersenyum kemudian menepuk pelan puncak kepalanya.

"Tidak bisa! Mereka memang sudah ditakdirkan berpisah jika sudah berusia 20 tahun."

"Ta-tapi mereka bi-bisa bertemu la-lagi kan jii-jii?"

Lanjut gadis indigo yang dijawab dengan anggukan.

"Bisa! Hanya saja mungkin mereka bahkan tidak ingin bertemu lagi jika sudah terpisahkan."

Kedua gadis itu menatap sang kakek bingung.

"Karena perpisahan itu harus mengorbankan salah satu dari mereka."

Jawaban itu tentu saja membuat mata kedua gadis membelalak. Kemudian gadis indigo menundukkan kepalanya.

"Itulah mengapa miko di kuil ini benar-benar gadis yang terpilih."

FLASHBACK OFF

.

.

.

"..Ta.. Hinata-chaaann."

Suara bariton yang berbisik di telinga sang gadis membuat lamunan gadis itu buyar.

"A-ada ap-"

Menyadari posisi wajah sang yokai yang terlalu dekat dengan wajahnya, Hinata segera menarik diri. Memalingkan muka dan menyembunyikan rona merah di pipi nya.

"Ne.. Hinata-chaan.. Kau kenapa? Demam? Lihat wajahmu merah begitu?"

"Ti-tidak! Kau hanya salah lihat."

Hinata segera berdiri dari posisinya dan meraih gagang sapu yang tergeletak di sampingnya. Telapak tangannya yang lain ia tengadahkan, mengecek apakah hujan sudah benar-benar berhenti.

"Sudah berhenti dari tadi Hinata-chan. Makanya jangan melamun saja."

Hinata hanya mendelik tajam. Naruto menyeringai, gigi taringnya terlihat lebih panjang dari biasanya, sambil mengibas-kibaskan ekornya dengan sengaja.

"Kyaaa.. Naruto-kun no bakaaaa! Jadi berantakan lagi kan halaman yang sudah ku sapuuu.."

"Kyahahahahaha... Coba kau mau bermain denganku, pasti aku bantu membersihkan Hinata-chaaannn"

Dan terjadilah acara kejar-kejaran antara kedua makhluk tersebut di halaman kuil kecil itu.

.

Sementara itu di sebuah apartemen di pusat Kota Tokyo.

"Sudah hampir waktunya."

Gumaman pelan terdengar dari mulut seorang laki-laki berrambut raven yang sedang duduk di pinggiran jendela. Iris onyxnya menatap lurus langit kota Tokyo yang mulai menggelap.

.

.

.

Pagi ini udara cukup sejuk. Langit biru terlihat cerah dengan sinar menantang sang surya. Halaman kuil kecil telah bersih dari daun-daun yang berguguran beberapa waktu lalu.

Di bagian dalam kuil, terlihat seorang gadis sedang berdoa, kedua telapak tangannya menangkup, mata nya memejam. Bibir merah mudanya merapalkan doa. Selintas angin bertiup dari pintu samping kuil, menyenggol helaian merah mudanya yang diikat lepas.

Beberapa menit berlalu, gadis itu berdiri, merapikan hakama merahnya yang beberapa saat lalu ia duduki. Belum sempat kakinya melangkah, sebuah suara mengagetkannya.

"Sakura-sama."

Wajah dengan hiasan belah ketupat ungu di dahinya itu menoleh. Mendapati sesosok yokai gagah dengan sembilan ekor jingga di bagian belakang.

"Kitsune. Ada perlu apa?"

Sang yokai mendengus.

"Cih.. sombong sekali kau."

"Kalau kau tidak ada urusan, aku akan pergi." Sakura melangkahkan kaki keluar.

"Apa yang kau lakukan pada Sasuke-nii?"

Mendengar nama yang disebutkan yokai di hadapannya, Sakura berhenti. Perasaan yang tidak diketahui namanya, ia rasakan menjalari seluruh hatinya.

"Apa maksudmu?"

"Jangan pura-pura tidak tahu, Sakura-sama. Kau tahu jawaban yang aku inginkan. Apa yang kau lakukan padanya hingga ia kalah darimu?"

Sakura menghela nafas. Masih enggan menatap lawan bicaranya.

"Tentu saja ia menyatakan cintanya padaku! Apalagi yang kau harapkan?"

Naruto tersenyum sinis.

"Kheh.. Aku tahu Sasuke-nii, Sakura-sama. Seperti kau dan Hinata-chan, Sasuke-nii sudah seperti kakakku sendiri. Aku tahu dia tidak akan pernah mengatakan perasaannya pada siapapun, apalagi padamu. Meski aku tahu benar dia jatuh cinta padamu."

Sakura terdiam.

"Jawaban apa yang kau inginkan dariku, Kitsune?"

"Aku hanya ingin tahu apa yang kau lakukan padanya. Itu saja."

"Dan aku sudah menjawabnya. Hebi menyatakan cintanya padaku. Apa kau ada perlu yang lain? Karena aku masih banyak tugas."

Sakura melangkah pergi. Naruto hanya menatap nanar kepergiannya. Hatinya ingin berteriak tetapi dia hanya menahannya. Rasa sakit hati karena terpisah dengan orang yang sudah ia anggap kakak masih ia rasakan hingga saat ini.

"Aku tahu kau melakukan sesuatu Sakura-sama. Aku tahu nii-san tidak akan pernah menyatakan perasaannya padamu sebesar apapun itu. Aku tahu nii-san memiliki ambisi besar untuk menguasai kekuatan yang ia miliki. Ambisi yang mengalahkan cintanya padamu. Kau tidak perlu khawatir. Aku bukan nii-san. Aku tidak egois seperti nii-san dan kau." Gumamnya dalam hati.

.

.

.

FLASHBACK ON

"Nii-san.. Kau mau kemana?"

"Aku harus pergi Naruto."

"Ne.. ne.. kau mau pergi kemana? Aku boleh ikut? Oh iya, kenapa sisik di wajahmu menghilang nii-san?"

"Aku membersihkannya."

"HAH?"

Sasuke menghentikan kegiatan memakai sepatunya. Menolehkan kepalanya ke arah remaja di hadapannya. Tangannya terulur mengusap-usap kepala Naruto.

"Dengar Naruto! Aku harus pergi, kau pasti akan tahu sebentar lagi mengapa aku pergi. Aku tidak berharap bisa bertemu denganmu lagi, kau tahu?"

Naruto membelalakkan matanya. Wajahnya berubah sedih.

"Apa nii-san membenciku? Kenapa kau tidak mau bertemu denganku lagi?"

Sasuke menarik salah satu sudut bibirnya.

"Kau tidak boleh bertemu denganku lagi. Kau harus mendapatkan kekuatan Kyuubi sepenuhnya. Kau harus bisa Naruto." Sasuke berdiri melangkahkan kakinya.

"Dan apapun yang kau rasakan nanti, sembunyikan saja! Jangan pernah mengucapkan kata cinta pada miko-mu. Ingat itu!"

FLASHBACK OFF

.

"Maaf Nii-san, aku tidak bisa menuruti kata-katamu. Aku menginginkan kebahagiaan untuk gadis yang kucintai."

.

.

.

22 Desember XXXX

"Hinata-chaannn.. kau mau kemana?"

"Membuang sampah Naruto-kun, kau mau membantuku?"

Hinata memiringkan kepalanya, bibirnya tersenyum manis mendorong pipinya ke atas hingga matanya menyipit. Semu merah menghiasi pipi tembam itu.

Naruto yang melihatnya merasakan hangat menjalari pipinya. Sadar pipinya memiliki warna yang serupa dengan Hinata, ia memalingkan wajahnya. Jari telunjuk nya menggaruk pipi berkumisnya. Ekornya yang pendek bergoyang goyang menandakan kegugupan.

"E-eto.. Ano.."

"Hm? Tidak biasanya Naruto-kun begini? Kenapa kau malu-malu? Bukannya biasanya malu-maluin?"

Twitch!

"Huh! Dasar Hinata-chan! Sini aku yang buang sampahnya."

Naruto menarik tas plastik dari tangan Hinata dan melangkah pergi. Hinata hanya terkikik geli sebelum sorot matanya berubah sendu.

.

.

.

FLASHBACK ON

"Tsunade-samaaa.. "

Teriakan seorang gadis berrambut merah muda terdengar di pintu kuil kecil. Gadis tersebut berlari mendekati seorang wanita dewasa yang berada di pintu gerbang. Seorang wanita dengan rambut pirang diikat dua di bagian belakang. Tanda ungu di dahinya menambah kecantikan alami sang wanita.

"Sakura.. Kau sudah besar."

Tangannya terulur mengelus puncak kepala Sakura.

"Tentu saja! Aku ingin cepat tumbuh besar dan menjadi seperti Tsunade-sama."

"Hm.. hm.. Baiklah.. Kau harus bisa sepertiku, ne? Kau harus kuat. Mana Hinata?"

Gadis indigo yang sedari tadi hanya memandang dua sosok di hadapannya kini melangkah maju.

"Ha-hai Tsunade-sama."

Sang gadis tersenyum. Tsunade meraih tangan sang gadis.

"Kau tidak ingin sepertiku juga Hinata?"

"Te-tentu saja, a-aku ingin ku-kuat se-seperti Tsunade-sama dan S-Sakura-nee."

"YOSH! Itu artinya kau juga harus rajin berlatih."

Hinata mengangguk antusias. Tidak seperti Sakura yang secara terbuka menyatakan kekagumannya kepada sang Tenshi no Miko, Hinata lebih memilih mengagumi dalam diam. Meski begitu, keinginannya ia salurkan dalam bentuk latihan. Di saat tidak ada pekerjaan kuil, ia berlatih bersama Sakura, kadang bersama pria tua yang dipanggil Ojii-sama. Kadang jika Tsunade sedang berkunjung, mereka bertiga berlatih bersama. Berbeda dengan Sakura yang secara kebetulan memiliki jenis kekuatan medis dan fisis yang sama dengan Tsunade, Hinata justru memiliki kekuatan mata yang langka. Ojii-sama nya pernah berkata bahwa Hinata berpotensi menguasai bahkan merajai kekuatan matanya.

.

"Ja-jadi itu Tsunade-sama yang telah mengalahkan Kaeru-sama Jii-san?"

Pria tua berbadan besar itu mengangguk. Tangannya tetap menyibukkan diri merapikan ranting-ranting pohon yang baru saja ia potong. Dua sosok yokai di belakangnya hanya menatap punggung sang pria.

"Kenapa Kaeru-sama mengalah darinya Jii-san?" yokai dengan sisik di sebagian kulit wajah, tangan dan kakinya itu bertanya.

Pria tua itu menghentikan kegiatannya sejenak.

"Dia tidak mengalah, dia memang kalah Sasuke."

Sasuke mendengus.

"Kheh.. dia kalah dari wanita itu? Apa dia tidak menginginkan kekuatannya? Apa kau yakin dia rela hidup abadi sebagai manusia fana tanpa kemampuan apa-apa seperti ini? Apa dia bahagia Jii-san?"

"Dia bahagia, Sasuke. Aku tahu pasti itu."

Sementara sosok di sebelah Sasuke hanya diam, termenung, berusaha mengerti apa yang mereka berdua bicarakan.

"Ano.. Jii-chan, Nii-chan, sebenarnya siapa Tsunade-sama itu?"

Sasuke dan pria tua itu menoleh.

"Tsunade adalah Tenshi no miko, Naruto. Dulu dia adalah miko yang didampingi Kaeru no yokai. Seperti Hinata bagimu."

Naruto hanya manggut-manggut.

"Lalu.. Apa maksudnya Kaeru-sama kalah darinya?"

Dan dua orang di hadapannya hanya mampu cengo. Sebelum Sasuke berkata-

"Jangan bilang kau tidak mendengarkan cerita Jii-san sebulan yang lalu?"

Naruto menggeleng sambil nyengir dengan wajah tak berdosa. Sasuke mendengus dan pria tua tertawa terbahak-bahak.

"Dengar Naruto, aku akan mengulanginya kali ini. Tapi hanya sekali ini, aku tidak akan mengulanginya lagi. Mengerti?"

Naruto mengangguk.

"Dulu Tsunade adalah seorang miko, sama seperti Sakura dan Hinata. Ia adalah miko terpilih untuk kuil ini. Ia adalah miko yang hidup dengan Kaeru no yokai sebagai pendampingnya hingga usianya 20 tahun. Seperti takdir yang turun temurun di sini. Miko dan yokai hidup bersama dalam sebuah pertarungan. Bukan pertarungan fisik melainkan pertarungan untuk bisa menaklukkan hati masing-masing. Pertarungan untuk bisa membuat lawan jatuh cinta dan mengucap kata cinta di hadapannya, sebelum ulang tahun ke 20 sang miko."

Whack!

"Ah.. itaii nii-san."

"Kau kira aku tidak tahu kau mengantuk? Dengarkan Jii-san dengan benar."

"Aku mendengarkan dengan mata tertutup-ttebayo, kau tahu?"

Pria tua itu hanya tersenyum.

"Aku lanjutkan Naruto, ini hal penting, jika kau sampai terlewat, kau tanggung sendiri akibatnya."

"Hai Jii-chan."

"Jika sebelum sampai ulang tahun ke 20 miko bisa membuat yokai menyatakan cinta tepat di hadapannya, miko itu akan mencapai kesempurnaan, mendapatkan kuasa penuh atas kekuatan istimewa yang ia miliki. Sehingga ia menjadi Tenshi no miko. Sebaliknya yokai pendampingnya akan berubah menjadi makhluk fana bernama manusia. Bukan hanya tidak bisa mencapai kesempurnaan kekuatannya, bahkan kekuatan yang dimilikinya akan hilang. Dan yokai tersebut akan hidup abadi mengulang-ulang setiap jaman manusia yang berbeda."

"Whoaaa.. manusia? Aku tidak mau menjadi manusia. Itu mengerikan-ttebayo."

"Diam Baka!"

"Haii..nii-chan."

"Bagi yokai seperti kalian, menjadi manusia adalah penderitaan jika ia tidak melepaskan nafsu hitamnya. Tapi jika mampu mengendalikan nafsu hitam itu, sebenarnya cukup menyenangkan juga menjadi manusia."

Sasuke mendengus. Naruto terpana dengan ucapan Jii-sannya.

"Hahahaha.. Kau selalu saja seperti itu Sasuke. Lihatlah Naruto, dia bahkan mungkin ingin menjadi manusia."

"Itu karena kau seorang manusia Jii-san."

Sang pria tertawa lagi hingga Naruto memotong –

"Ano.. Jii-chan, jika yang terjadi sebaliknya? Jika miko tidak mampu membuat yokai menyatakan cintanya bagaimana? Apa yang akan terjadi?"

"Yokai akan mendapatkan kuasa penuh akan kekuatan yang dimiliki. Kekuatan tanpa batas."

"Lalu, apa yang terjadi dengan miko?"

"Apa pedulimu terhadap miko Naruto? Dia itu musuh kita, biarkan saja apapun yang terjadi padanya. Aku tidak peduli apa yang akan terjadi pada Sakura." Sergah Sasuke.

"Miko akan kehilangan kemampuan istimewanya. Dia akan kembali menjadi manusia biasa dan diusir dari kuil ini. Bisa jadi tidak diterima masyarakat yang mengetahui statusnya sebagai tenshi no miko yang gagal. Dan sama seperti yokai yang gagal, ia akan menjadi manusia abadi. Di sana lah penderitaan yang sebenarnya."

Naruto membelalakkan matanya, telinga dan ekornya memanjang. Kuku jari tangan dan kakinya juga memanjang, begitu pula dengan taringnya. Sasuke hanya menatap heran dirinya, sedangkan pria tua itu tersenyum.

"A-aku tidak mau Hinata-chan menderita." Ucap Naruto lirih.

Sasuke membelalakkan matanya. Jantungnya berdegup kencang, emosi menguasai hatinya. Sisik mulai tumbuh merata pada setiap inci tubuhnya. Namun tepukan di bahu kirinya menghentikan perubahan Sasuke menjadi Hebi sempurna.

"Naruto hanya memiliki sisi lembut yang lebih besar darimu Sasuke."

Sasuke terdiam, sebelum ia mengucapkan pertanyaan yang membuat sang pria tua menghentikan kakinya yang mulai melangkah.

"Bagaimana kau bisa tahu bahwa Kaeru-sama bahagia, Jii-san?"

Pria tua kembali tersenyum, angin meniup ekor rambutnya pelan.

"Karena aku adalah Jiraiya, Kaeru no Jiraiya, atau yang baru saja kau panggil Kaeru-sama."

Pria tua itu berlalu pergi meninggalkan Sasuke dan Naruto yang menatapnya dengan pandangan yang sulit diartikan.

FLASHBACK OFF

.

.

.

TBC

Wah tadinya pengen diselesaikan sekalian, Cuma takut kepanjangan.