Title : An Hour
Genre : Hurt/Comfort, Romance
Rating : T
Cast : Oh Sehun, Xi Luhan, Huang Zitao, Wu Yifan
This fict's about Hunhan, Huntao, and a little bit Kristao.
Just Check this out, and thanks before to read my fict.
Keterangan :
Bold = Flashback dan mimpi
Italic = Hanya kalimat yang digumamkan dalam hati dan pikiran cast saja
= Chapter 1 =
"Ada sesuatu untukmu"
"hem?"
"Diamlah"
"..."
"Benda ini memang pantas untukmu"
...
Di tengah keramaian kadang kita merasa sepi, entah itu karena ia merasa sendiri atau memang dirinya yang mengundurkan diri. Oh Sehun, namja sempurna itu hanya termangu menatap danau yang ada di depannya dengan tatapan kosong. Kembali namja itu mengingat sesuatu yang seharusnya ia lupakan sejak lama. sejak kalimat itu meluncur tanpa rasa iba dari mulutnya. Sejak dia menuntun hidupnya pada sesuatu yang dipaksakan.
Ia masih terdiam sambil sesekali melempar kerikil kecil itu tanpa arah, menyebabkan beberapa bunyi celupan air seperti lompatan ikan. Sedangkan tangan kirinya masih setia menggenggam sebuah jam tangan berkulit perak yang baru saja ditemukan oleh seseorang disampingnya saat ini. Pandangannya masih kosong, namun genggamannya semakin erat, dan entah disadarinya atau tidak, seseorang disampingnya sudah sejak tadi memperhatikan tingkah laku Sehun.
Xi Luhan ingin menyentuh namja dihadapannya ini sebentar saja, mencoba menenangkannya yang terlihat tampak tidak nyaman. Namun ia sendiri tidak dapat meyakinkan dirinya, tangannya yang hampir menyentuh lengan Sehun lagi-lagi hanya menggantung tak sampai. Hingga akhirnya ia melihat Sehun mengeratkan genggaman tangannya pada sesuatu yang baru ditemukan Luhan tadi siang, sebuah jam tangan. Dan dengan segenap keberanian yang mencoba ia kumpulkan, Luhan mencoba menyentuh Sehun.
"Gwenchana?" Tanya Luhan yang sedikit banyak mengejutkan Sehun.
Sehun masih bergeming, walaupun pandangannya kini teralihkan, ia tetap tak bisa menyembunyikan kegalauannya dari Luhan. Tanpa jawaban ia hanya memandang Luhan kosong.
Luhan melangkah mendekat pada Sehun, ia memberanikan diri menyentuh kedua pipi Sehun yang pucat. Diusapnya lembut penuh kasih, mencoba menyalurkan kehangatan melalui telapak tangannya yang hangat. Sehun adalah namjachingunya, sejak satu tahun yang lalu, namun jangan pernah berpikir bahwa mereka berjalan seperti layaknya sepasang kekasih yang lainnya. Mereka berdua hanya saling menyapa, saling melontar kata seperlunya, mereka berdua hanya saling terikat, Sehun ada untuk Luhan, begitupun Luhan. Namun, kadang hanya satu pihak yang mengikut sertakan hatinya bersama, tidak dengan yang lain.
"Waeyo?" Tanya Luhan lagi yang masih menatap Sehun tepat pada kedua matanya.
Tidak ada jawaban, Sehun yang tiba-tiba menunduk memaksa Luhan untuk melepaskan kehangatannya begitu saja. Dilihatnya Sehun bimbang, dan ini bukan untuk pertama kalinya.
"Sehunnie, waeyo?" Dengan sedikit memaksa, Luhan meninggikan volume suaranya.
Tatapan Luhan tidak hanya berhenti saat itu, melihat namja yang dicintainya terlihat rapuh, ia semakin merasa terluka, ia merasa bodoh. "Apa aku melukaimu?" Tanya Luhan lagi, dan kini kembali diusapnya kedua pipi Sehun dan dipaksanya namja itu untuk membalas menatap matanya.
Masih tak ada jawaban dari Sehun, dan hal itu membuat Luhan merasa semakin tidak berguna. Perlahan dipeluknya Sehun, dan diusapnya punggung itu lembut.
Sehun menenggelamkan wajahnya pada ceruk leher Luhan, seolah mencari ketenangan, ia membalas pelukan Luhan, menyamankan diri dan menghirup dalam aroma yang menguar dari tubuh Luhannya. Namun genggamannya masih belum terlepas, semakin ia menggenggam erat, semakin ia ingat, pada seseorang disana yang telah memberikannya, Huang Zitao.
"Katakan saja setelah kau mampu mengatakannya Sehunnie" Luhan masih setiap mengelus punggung Sehun, ia tau, Sehunnya sedang mengalami hal yang berat.
"Mian hyung" Kata Sehun serak. Suaranya seolah tercekat. Ia melepaskan pelukannya dan menatap Luhan penuh penyesalan. "Maafkan aku hyung" Sehun menunduk.
"Gwenchana" Jawab Luhan sambil sedikit berjinjit untuk mengusap rambut Sehun sayang. "Aku akan menunggumu sampai kau siap menceritakan masalahmu padaku Sehunnie"
Sehun mencoba tersenyum, ia melangkah mundur dan tangan kanannya yang bebas menggenggam tangan Luhan. "Sebaiknya kita pulang Hyung"
"Nee, pulanglah, kau tidak perlu mengantarku." Luhan tersenyum manis dan melepaskan genggaman Sehun. Ia mulai berbalik dan melangkah pulang.
"Mian Hyung" bisik Sehun yang masih dapat terdengar Luhan.
"Gwenchana, jja! Pulanglah. Setelah sampai, aku akan menghubungimu" Balas Luhan yang sedikit berbalik sebelumnya.
Sehun tersenyum, ia turut melangkah pada arah yang berlawanan dengan yang Luhan ambil. Sejak langkah pertama, ia kembali merasa bimbang. Lagi-lagi, Huang Zitao, penyesalan itu semakin banyak, dan semakin besar dirasakannya. Rasa bersalah itu kembali memuncak, perasaan yang sama seperti satu tahun yang lalu, sejak Luhan memasuki dunianya dan Zitao. "Mian Panda" Gumam Sehun.
...
Langkah Sehun berhenti tepat di depan gerbang rumahnya, namun pandangannya terfokus pada satu titik yang ada dalam jarak pandangnya. Tawa itu, tawa mereka, tawa yang membuat Sehun harus kembali menunduk, merasa terluka, bukan ini yang diharapkannya, bukan pemandangan seperti ini. Dilihatnya Zitao –sahabatnya-, bersama Kris –sepupunya-.
Kris tertawa lebar dan masih sesekali menggoda zitao di sampingnya. Mereka terawa lepas terhadap gurauan lawan bicara, tanpa mereka sadari sepasang mata lainnya masih memandang mereka kosong.
Sehun lagi-lagi mengutuk hatinya yang merasa terluka, dengan gerakan perlahan, ia memutar tubuhnya menghindari pemandangan itu, dibukanya pintu gerbang yang sebelumnya terkunci.
"Oy! Sehun!" Teriakan Kris berhasil menghentikan langkah Sehun.
Sehun berbalik, dengan sedikit terpaksa, ia mendekatkan langkahnya kepada dua orang yang juga turut melangkah mendekat padanya. Kris –Yifan- tersenyum lebar ketika ia menghampiri Sehun, sementara Zitao hanya diam, dan Sehun hanya mencoba menghindari sepasang mata tao yang selalu menjadi daya tariknya.
"Kris" Tegur Sehun yang memaksakan senyumnya.
"Kau tidak bersama Luhan?" Tanya Kris lagi.
"Anni, kami berpisah di danau tadi"
"Kau tidak mengantarnya?" Tanya Kris semakin heran.
"Kami terlalu lelah tadi siang, jadi dia tidak ingin aku mengantarnya" Jelas Sehun.
"Aish. Kau bodoh Sehun. Luhan mengatakan itu bukan berarti kau bisa seenaknya membiarkan dia pulang sendiri" Kris terdengar kesal.
"Luhan bukan orang sepertimu bodoh !" Jawab Sehun datar.
"Terserah"
"Kau baru pulang?"
"Eh?"
Kontak mata antara Kris dan Tao membuat Suhan tertegun. Ia tau ada sesuatu diantara mereka berdua. Namun, beruntungkah Sehun yang dianugerahi wajah stoic yang tanpa ekspresi, sehingga dengan rapih ia mampu menyembunyikan perasaannya. "Kalian baru akan pergi?" Tanya Sehun.
Kris hanya tersenyum membenarkan.
"Jaga Zitao baik-baik, jangan sampai kau meninggalkan dia sendiri naga!" kata Sehun yang sedikit tersenyum pada Tao dan menepuk lengan Kris ringan. Setelahnya, Sehun langsung melesat memasuki rumahnya, dan mengurung diri.
...
Pengurungan diri seorang Oh Sehun bukan tidak disadari oleh orang-orang disekitarnya, termasuk Tao. Bukan karena mereka tidak perduli, namun mereka tau bahwa disaat seperti ini tidak ada yang mampu membuatnya membuka diri.
Pintu kamarnya tertutup rapat namun tidak dengan jendelanya yang setengah masih terbuka. Lampu kamarnya juga masih menyala, di dalamnya Sehun mematung di samping tempat tidur. Tanpa peduli telah berapa banyak waktu yang dilewatinya, yang Sehun tau, hanya pandangannya pada jam tangan itu yang tidak bisa dihiraukannya sejak tadi. Ia ingin menangis, atau berteriak, ia ingin menyalahkan waktu. Baginya, waktu tak pernah memberikan pilihan. Dalam setiap detakkannya ia hanya mampu terpaku diam, dan terlambat, menyesal serta meraung meminta pengembalian tanpa balasan.
...
Lekukan jam tangan dalam genggamannya sudah sangat Sehun hafal, sejak orang itu memberikannya, Sehun tak pernah meletakkan jam tangan itu diluar jarak pandangnya. Hal ini seolah menunjukkan bahwa Tao memberinya waktu, sebuah kesempatan yang akan selalu terbuka untuk Sehun, berapa kali ia harus menolak? Menghiraukan semua waktu yang telah diberikan Tao untuknya? Entahlah, ia hanya merasa tak pantas, atau mungkin ada alasan lainnya. Luhan.
...
"Sehunnie... Akhirnya kita satu kelas lagi. Sebelumnya aku kira aku akan terlempar ke kelas lain. Tapi, ahhhhh aku merasa sangat lega" Tao dengan senyum lebarnya menghampiri Sehun dan memeluk sahabatnya itu erat.
"Kenapa masih harus satu kelas denganmu sih?" Jawab Sehun datar.
"Aish... Kau jahat muka datar !" Tao yang kesal segera melepaskan pelukannya dan memajukan bibirnya tampak kesal.
Sehun hanya tersenyum kecil, namun disanalah ketulusan Oh Sehun. Dia membalas pelukan Zitaounya dan berbisik "Aku senang bersamamu".
...
"Aku merindukanmu panda"
...
"Kau akan tetap melanjutkan sekolah di Korea kan Sehunnie?" Tanya Tao yang tiba-tiba duduk di samping Sehun yang tengah memetik senar gitarnya.
"Hmm" Jawab Sehun tanpa mengalihkan pandangannya.
"Ahhh baguslah, Tidak sia-sia aku memaksa Mama untuk mengijinkanku tetap tinggal di Korea"
"Huang ahjumma menyuruhmu kembali ke China?"
"Nee, tapi aku sudah memaksa Mama untuk mengijinkanku tetap tinggal disini Sehunnie. Aku tidak ingin kembali ke China, aku ingin tetap disini, bersama Sehunnie" Senyum Tao melebar, dan dipeluknya Sehun hingga namja itu kini menatapnya. "Aku ingin selalu bersama Sehunnie" Bisik Tao.
"Nado" walaupun hanya gumaman kecil dari Sehun, tapi hal itu dapat membuat Tao lebih nyaman.
...
"Aku ingin selalu bersamamu, panda"
Sehun menyerah, ia menenggelamkan wajahnya pada kedua lututnya yang entah sejak kapan sudah ia peluk. Sehun terlihat seperti seekor kucing yang kesepian di salah satu sudut gang sempit di seberang rumahnya. Ia tampak bergetar, suara isakannya pun mulai terdengar. "Izinkan aku menangis hari ini saja. Aku merindukanmu Huang Zitao. Maafkan aku. Saranghae"
Udara yang sepi kini menemani dinginnya malam telah menunjukkan pukul tiga dini hari. Isakan yang teredam dibalik lutut itu mulai terdengar melemah. Matanya terpejam rapat, tapi ia tidak tidur. Semilir angin yang menyentuh kulit pucatnya tidak membuat Sehun merasa kedinginan. Hanya beberapa gerakan kecil yang dilakukan namja lemah itu. Kini, ia merangkak menuju tempat tidurnya, menempelkan kepalanya dan mencoba tidur.
...
"Kau bodoh Oh Sehun" Sehun masih tak dapat berhenti mengutuk dirinya sendiri. Bahkan bayang-bayang beberapa memori lalunya dengan Tao masih terus mengikutinya hingga memasuki alam bawah sadarnya. Dilihatnya Zitao yang dulu, saat zitao memberikannya sebuah jam tangan perak yang tampak cocok melingkar di lengan kirinya. Bukan sesuatu barang yang mewah dan patut dipamerkan, namun lihatlah, ketulusan seorang Huang Zitao tercetak jelas dalam setiap guratan benda itu. Dan Sehun sangat menyukainya.
"Ada sesuatu untukmu" Pernyataan Zitao sore itu membuat Sehun segera melihatnya.
"hem?"
"Diamlah" Tao segera menarik lengan kiri Sehun dan memasangkan sebuah jam tangan perak dipergelangan tangan kirinya.
"..."
"Benda ini memang pantas untukmu" Lanjut Tao yang kemudian ia mengecup pipi Sehun pelan dan tersenyum.
Masih ingat dalam ingatannya, Tao memberika benda itu, memberikan dan memasangkan sebuah jam tangan perak pada pergelangan tangannya. Tao tersenyum dan memaksa Sehun agar tidak melepaskannya, matanya memancarkan sesuatu yang membuat Sehun merasakan kehangatan yang berbeda. Tatapan namja yang sejak kecil menjadi temannya itu membuat Sehun tidak dapat berkutit.
Bayangannya mulai bergerak pada sesuatu yang lain, dimana dilihatnya Sehun dan Tao berjalan saling beriringan setelah pulang sekolah. "Eomma memintaku untuk melanjutkan sekolah di Kanada" Kata Sehun lesu dan tiba-tiba.
"Wae?"
"Eomma memintaku menemani Kris, sepupuku" Jawab Sehun yang akhirnya menyadari bahwa Tao menghentikan langkahnya di belakang Sehun.
"S-sehunnie akan meninggalkan Tao?" Suara Tao mulai bergetar dan kemudian mengeratkan genggamannya pada ujung baju seragam.
"Tao"
"B-bukan-kah hiks, bukankah Sehun pernah berjanji untuk tidak meninggalkan Tao disini?" Tao berusaha sekuat tenaga untuk menyampaikan pertanyaannya.
"Tao, mian" Sehun menunduk.
"Kenapa tidak kris-mu itu saja yang pindah kesini?" Tao mulai meninggikan suaranya. Ia marah, wajahnya pun sudah memerah padam, terlihat sekali Tao sedang berusaha untuk tidak melakukan hal yang lebih parah lagi.
Dan Sehun, ia memperhatikan namja yang ada dihadapannya sekarang ini. Tao yang marah, takut, gugup, dan semua perasaan yang tidak dapat terbayangkan sebelumnya kini tampak nyata sedang dirasakan oleh namja itu.
Sehun ingat bagaimana ketakutan itu dirasakannya, saat ia berperang dalam hatinya ketika ia memutuskan apakah ia akan meninggalkan Tao atau tidak. Sanggupkah ia? Tao sangat membutuhkannya, dan semua orang tau akan hal itu.
Hingga akhirnya, ia memutuskan untuk tidak pernah meninggalkan Huang Zitao. Bukan hanya Tao yang tidak bisa hidup tanpa Sehun, namun juga sebaliknya. Dan Sehun menyadari hal itu.
Bayangannya kembali berubah. Kini ada seseorang yang lain yang ada dalam mimpinya. Seorang namja berambut karamel yang tersenyum pada Sehun. Namja itu Xi Luhan, namja keturunan China yang tiba-tiba memasuki kehidupannya, sangat tiba-tiba.
"Aku Xi Luhan, ehhmmm aku-aku kakak kelasmu Oh Sehun. A-aku ingin mengenalmu" Luhan menundukkan kepalanya, tangannya memegang erat tasnya, dan namja itu terlihat sangat gugup.
Sehun menatap Luhan yang tampak gugup di depannya. Wajahnya yang datar, sedikit banyak membuat namja itu sedikit –yeah- sedikit ketakutan.
"Aku Xi Luhan, dan aku sangat menyukaimu" Wajah Luhan memerah padam.
"Nae?" Sehun menatap namja itu heran.
"Aku sangat menyukaimu Oh Sehun, sudah sejak lama aku memerhatikanmu dari jauh"
"..."
"Aku tau kau pasti terkejut, dan aku juga tidak akan memaksamu untuk menjawab pernyataanku sekarang. Beri aku waktu, aku-aku akan berusaha membuatmu menyukaiku"
Masih lekat dalam ingatan Sehun untuk pertemuan pertamanya dengan Luhan. Sebuah pengakuan, dan sebuah jawaban. Sehun tidak pernah memberikan jawaban yang pasti pada namja itu, namun pada saat itu, tanpa beban, Sehun membiarkan namja itu memasuki hidupnya. Entahlah, ia tidak mengerti kenapa dengan mudahnya ia membiarkan senyuman Luhan menjadi salah satu penghias harinya setiap hari.
"Karena melindungimu Luhan harus terbaring di Rumah Sakit! Bodoh! Apa yang sudah kau lakukan pada adikku Oh Sehun!" Park Chanyeol, Kakak sepupu Luhan menarik kerahnya kasar. Wajahnya menyalat marah dan bila ia tidak mengingat Luhan, sudah dibunuhnya Sehun saat ini.
"M-mian" Sehun hanya menggumam, entah kemana suaranya menghilang.
"Aku tidak akan pernah memaafkanmu jika sesuatu terjadi pada adikku"
Dua puluh satu Juni tahun lalu. Tepat di hari ulang tahun Luhan yang menginjak angka 18 tahun, namja itu mengalami kecelakaan dan hal ini disebabkan oleh Oh Sehun. Kecelakaan itu terjadi tanpa rencana, Sehun yang saat itu hanya terpaku saat Luhan mendorongnya dan sebuah truck menabrak tubuh namja sang penyelamat. Luhan seolah menggantikannya untuk terbaring di salah satu ranjang rumah sakit.
Bayangan Luhan yang bersimbah darah telah berganti. Kini dilihatnya Luhan yang sebelumnya terbaring lemah tak berdaya di salah satu ranjang rumah sakit mulai mendudukan dirinya.
"Mian" Sehun menggumam dan menundukkan wajahnya, tampak sangat bersalah.
"Gwenchanayo, aku baik-baik saja Sehunnie, tenanglah. Kau tidak usah khawatir seperti ini" Jawab Luhan tersenyum lebar.
"Mianhae" Wajah Sehun masih terlihat bersalah.
"Lihat aku, dan jangan menunduk seperti itu" Luhan menggapai surai lembut Sehun, menengadahkannya dan menatap mata Sehun dalam. "Aku baik-baik saja Sehunnie"
"Hyung" Sehun membalas tatapannya, ia mencoba menyampaikan tatapan maaf pada namja manis dihadapannya saat ini.
Hangatnya pelukan Luhan masih erat dalam ingatannya. Tubuhnya yang limbung seolah menemukan kenyamanan tersendiri untuknya. Luhan yang sedang terbaring lemah, namun Luhan lah yang memberikannya kekuatan. "Saranghae Sehunnie" Gumaman Luhan masih nyata dalam telinganya. Ungkapannya yang tak bisa Sehun tolak telah menguncinya secara tidak langsung.
"Nado"
...
Sehun mengerjapkan matanya secara perlahan. Pusing menyengat kepalanya saat ia menatap tembusan cahaya matahari yang memasuki kamarnya. Ia duduk, mencoba mengamati keadaan di sekelilingnya. Masih di tempat yang sama, masih di dalam kamarnya, dan ia terlihat berantakan.
Diingatnya potongan mimpi yang menemani tidurnya, semua mimpi itu masih jelas. Wajah kedua orang yang terpatri dalam setiap ingatan suka dan dukanya. Huang zitao dan Xi Luhan.
Sehun menegakkan tubuhnya, memijit pelipisnya yang masih berdenyut pelan, dan pandangannya terhenti pada cermin di depan tempat tidurnya. Ditatapnya pantulan dirinya di sana, dan tersenyum miris, menertawakan dirinya sendiri yang tampak bodoh dan mengkhawatirkan.
"Oh Sehun, kau bodoh" Monolog Sehun pelan.
...
Kamis yang cerah diharapkan Luhan akan menjadi kamis yang manis di minggu pertamanya perkuliahan dimulai. Setengah hari sudah ia lewati dengan lancar. Di kampus yang menurutnya sepi –karena tidak adanya Oh Sehun- mengakibatkan namja bermata rusa ini untuk secepat mungkin melangkahkan kakinya menuju ke sebuah bubble tea. Setelah memegang dua cup bubble tea, langkahnya kembali berlanjut, dan tujuannya kini adalah gerbang sebuah sekolah berseragam, dimana Oh Sehun ada di dalamnya.
Waktu menunjukkan pukul 2 siang, dan biasanya hari kamis yang tidak ada mata pelajaran tambahan ataupun latihan club dan lainnya, membuat Luhan tampak tidak sabar menunggu pemilik wajah poker face itu keluar dari gerbang. Dan setelah melihat beberapa siswa yang melintas di depannya, tampaklah Sehun yang memakai headphone seorang diri tengah berjalan keluar. Luhan segera menghampirinya dan berdiri tepat di depannya.
"Annyeong!" Sapa Luhan.
"Hyung!"
"Igeu." Luhan memberikan salah satu cup bubble teanya pada Sehun. Sehun yang masih terkejut hanya menerimanya tanpa mengucapkan terima kasih. Dan yang is sadari, saat ini Luhan menuntunnya mulai menjauhi gerbang sekolahnya.
"Bagaimana sekolahmu hari ini?" Tanya Luhan sambil sesekali meminum bubble teanya.
"Pertanyaanmu seperti Song-ahjumma"
"Mwo? Aish... Oh Sehun" Luhan terdengar gusar.
"Semuanya berjalan seperti biasanya. Kenapa kau menungguku?"
"Eoh? Anniyo. Mungkin aku merindukanmu"
"..."
Sehun tidak menjawab ataupun menanggapi lagi pernyataan Luhan. Langkahnya kini terhenti, pandangannya terfokus pada seseorang yang ada di seberang jalan, Huang Zitao.
Zitao tengah bersama Kris disana, mereka tampak baru saja selesai mengantri untuk pembelian dua cup ice cream. Dan Sehun, memerhatikan mereka, sementara Luhan, ia sesekali melihat Tao dan kefokusan Sehun terhadap Tao.
"Kau mau menghampiri mereka?" Tanya Luhan.
"Anniyo. Kita pulang saja hyung!" Sehun segera menarik lengan Luhan, menjauhi keberadaan Tao dan Kris.
Langkahnya yang semula cepat kini mulai melambat. Bubble tea masih setiap dalam satu genggamannya, sedangkan tangannya yang lain masih terus memegang Luhan. Namun pandangan Sehun tampak kosong. Dalam bayangannya, terbersit wajah Huang Zitao.
"Aku menyukaimu Sehunnie, ah anni- Aku mencintaimu! Dan itu sudah sejak lama Sehunnie. Sejak dulu, sejak kita selalu membuat dunia kita sendiri" Huang Zitao masih menunduk. Pandangnya masih belum berani ia alihkan pada Sehun, yang ada di depannya.
Sementara Sehun masih mematung. Huang Zitao juga mencintainya.
"Sehunnie. Maaf bila—"
"Zitao" Ucap Sehun terdengar bergetar. "Aku sudah memilih Luhan"
Jawaban Sehun saat itu memang terdengar ragu. Tapi, itu adalah hal yang sudah terjadi. Huang Zitao telah terlambat. Zitao mengungkapkan perasaannya tepat setelah Sehun memberi anggukan untuk Luhan.
"Sehunnie" Untuk ketiga kali Luhan memanggilnya. "Sehunnie waeyo?" Luhan menghentikan langkahnya.
Setelah menghela napas berat, Sehun berbalik "Aku antar kau pulang hyung!".
TBC ~
