Aisatsu no Subete, minna-san... saya orang baru disini, dan suka membuat hal-hal baru^^ jadi mohon bantuannya..
Almost Be
"Sebelah sini, Sasuke!" pekikan riang gadis itu hampir membuat semua orang menoleh padanya. Ia pun menggerakan kedua tangannya ke udara. Salah satu tangannya mengangkat sebuah gantungan berbentuk kelinci kecil biru. Ia tersenyum lebar tatkala saat dilihatnya laki-laki –yang disebutnya Sasuke- menggeram marah dan menatap tajam padanya.
Gadis itu pun berlari bersamaan dengan para pekerja kantor yang berhambur keluar dari gedung pencakar langit. sementara Sasuke berlari mengejarnya sebelum tubuhnya menghilang dari pandangannya.
"Sakura!"
"Minta maaf pada nyonya Uchiha, Sakura!" Sakura meringis saat pegangan pada tangannya mengencang dan menariknya untuk mendekati seorang wanita baya – nyonya Uchiha – yang tersenyum kecil padanya.
Sakura menatap ragu pada Sasuke yang duduk menatap tajam padanya dari atas kasur lengkap dengan kompres air hangat yang berada pada keningnya.
"A-aku tidak salah kok!" Sakura mengalihkan pandangannya sambil mengembungkan pipinya kesal.
"Sakura!" pekik wanita disampingnya
Diam-diam Sakura melirik pada Sasuke yang masih menatapnya tajam.
"A-aku hanya bercanda… ibu selalu saja membelanya!"
"Sekarang minta maaf pada keluarga Uchiha. Jangan membuat semakin sulit, Sakura!" wanita itu – Haruno Mebuki – tidak habis pikir pada sikap keras kepala gadis kecilnya. Sangat sulit baginya untuk meminta maaf terutama pada temannya, Sasuke.
Sakura menggeleng keras, rambutnya merah muda panjangnya ikut bergerak kencang
"TIDAK MAU!"
"Aaaaa!" suara cempreng Sakura menginstrupsi seluruh isi rumahnya. Ia meringis dengan air mata yang hampir keluar saat ia memejamkan mata, tangannya sakit. Cengkraman tangan ibunya yang kuat, membuatnya ikut berjalan cepat.
"Ini sudah kesekian kalinya Sakura kau membuat masalah dengan tetangga. Apa yang ibu bilang tentang sopan santun, hah?" Sakura hampir kehilangan keseimbangannya saat ibunya menariknya ke kamarnya. Corak merah muda langsung menyambut kedatangannya, karena sebagian besar furniturenya berwarna senada dengan rambutnya.
"Kau dihukum lagi, Sakura! Dan kali ini, ibu pastikan ayahmu tidak bisa menolongmu."
Mebuki berjalan keluar dari kamar putrinya. Sakura mencoba berlari menghentikan ibunya. Namun, ia terlambat. Sakura kecil berusaha melompat menggapai gagang pintu yang 10 sentimeter lebih tinggi darinya. Terkunci, Ibunya sudah mengunci pintu kamarnya dari luar.
"Ibu, buka pintunya! Ibu!" tangan Sakura yang kecil mengetuk pintu kayu kamarnya sekuat tenaganya – yang hanya terdengar ketukan kecil dari luar – Ia pun berhenti mengetuk saat dirasa tangannya mulai kesakitan dan memerah.
Pipinya mengembungkan kesal sambil berlari ke kasurnya – yang dilapisi oleh bedcover bergambar bunga Sakura – kaki kecilnya mengayun ayun dipinggir kasurnya.
Ia terdiam sejenak, matanya menoleh ke sekitar kamarnya dan menghela nafas kasar. Lama ia termenung, senyuman hinggap di wajahnya. Badannya yang munggil menuruni kasur dan berjalan tertatih menuju jendela besar di kamarnya. Tangannya mencoba menarik kunci jendelanya. Tetapi, ia harus menerima bahwa kenyataanya jendela itu terkunci – bukan melainkan dikunci oleh ibunya. Agar ia tidak bisa kabur 'Lagi'.
"Tadaima`" Suara beratnya menggema biasanya akan ada yang menyambutnya, suara gadis kecilnya dan wangi stroberi dari rambutnya.
"Okaerinasai Kizashi"
Kizashi mendapati Mebuki menghadap jendela besar transaparan membelakanginya. Tangan besarnya tak ragu untuk memeluk wanita tercintanya.
"Dimana gadis kecilku yang berisik itu, hm?" bisik Kizashi pada telinga Mebuki
"Dia berada dikamarnya" Mebuki meraih tangan Kizashi di perutnya, mengelusnya perlahan
"Kau menghukumnya lagi? Apa yang terjadi?"
Mebuki menghela nafas
"Ia membuat masalah lagi pada keluarga Uchiha. Yah, hari ini aku pergi ke rumah mereka. Dan, kau tahulah ia selalu bermain dengan Sasuke? Aku membiarkannya. Dan bagaimana aku tahu pada akhirnya dia membuat Sasuke demam karena Sakura membuatnya masuk ke dalam kolam renang hanya untuk mencari gantungannya yang Sakura lempar ke dalam kolam!"
" Hanya itu kan? Ke-"
"Hanya itu? Kizashi ini sudah ketiga kalinya ia membuat masalah dengan keluarga Uchiha"
Kizashi hendak bersuara namun tangan Mebuki terangkat untuk menghentikannya.
"Pertama, ia membuat Sasuke terluka pada kakinya yang membuatnya harus berada di rumah selama musim panas. Kedua, dia berusaha membuat Sasuke jatuh dari lantai dua kamarnya hanya gara-gara Sakura mengajaknya bermain lempar tangkap. Dan ini yang ketiga kalinya. Oh, jangan lupakan Sakura membuat anak tetangga baru kita menangis ingin pindah"
Mebuki berbalik menghadap Kizashi. Matanya menatap lurus pada Kizashi yang menghela nafas berat.
"Dengar Mebuki. Aku tahu ini memang kelewatan tapi, kau tahu? Mungkin kita bisa untuk-"
"Untuk apa? Kita terlalu memanjakannya. Mungkin… mungkin yang bisa kita lakukan adalah dengan mengajarinya sopan santun. Agar dia bisa menjadi gadis kecil seperti pada umumnya. Kau tahu? Aku mulai khawatir ia akan menjadi semakin liar dan-"
"Wow… wow… wow… tunggu sebentar!" tangan Kizashi terangkat di udara. Ia mengangkat satu alisnya pada Mebuki. Tangan Mebuki terangkat untuk memijat kepalanya yang pening.
Ia sangat takut, takut suatu saat Sakura, gadis kecilnya semakin liar dan membuat hal aneh lainnya dan membuatnya dalam bahaya. Akhir-akhir ini gadis kecilnya itu berubah menjadi hiperaktif. Dan Mebuki kewalahan, ia akui itu. Jikalau semisal Sakura hanya suka bermain dan tertawa atau bergerak kesana-kemari ia masih bisa mengatasinya. Tapi ini berbeda. Sakura bertindak diluar pikirannya. Dan itu membuatnya pusing setengah mati.
Apa yang bisa ia harapkan karena pada dasarnya sang suami –kizashi selalu mendukung setiap kegiatan yang dilakukan oleh buah hati.
"Sakura tidak akan seperti itu, oke? Dia akan menjadi gadis remaja yang cantik kebanggaan kita. Mengerti, Mebuki?"
Mebuki mendesah pelan saat Kizashi menarik dirinya kepelukannya.
"Kita harus berusaha demi kebaikan putri kecil kita" dan Mebuki menganggguk lemah menyetujuinya.
BRUUKK
Kizashi dan Mebuki menoleh kearah suara yang berada di halaman belakang.
"Siapa itu?" Mebuki mengernyit saat Kizashi hanya mengendikan bahunya. Sesaat setelahnya ia berlari menaiki tangga. Tujuanya hanya satu, kamar Sakura.
Melihat istrinya yang tergesa menuju kamar putrinya, ia berbalik berjalan kearah asal suara. Perlahan ia berjalan kearah semak yang bergerak menjadi sumber suara bunyi suara keras yang tadi didengarnya bersama sang istri.
"Siapa disana?"
Mata mebuki menelusuri setiap bagian kamarnya putrinya, berharap menemukan putrinya. Namun, nihil. Ia memeriksa jendela besar kamar Sakura, tetap seperti sebelumnya saat ia menguncinya. Ia yakin putrinya tidak bisa keluar terkecuali dari jendela besar ini. karena hanya jendela ini yang memiliki akses tangga lipat hingga ke bawah menuju ke halaman belakang. Kecuali –
Mebuki mengangkat kepalanya, pandangannya tertuju pada jendela kecil yang berada diatas kanan jendela besar. Dan ia merasakan kakinya melemas seketika.
"Kizashi!"
"Halo?" suara Kizashi menggantung di udara saat tidak ada jawaban dari balik semak. ia duduk dan tanganya menjulur membelah semak. Merah muda? Matanya berusaha mengerjab memastikan tidak salah melihat. Dan ia disambut oleh pemandangan gadis kecilnya yang sedang terduduk dengan rambutnya yang terurai kedepan menutupi wajahnya. Tangan munggilnya terjulur untuk membersihkan daun dan ranting semak kecil yang menempel pada rambutnya.
"Sakura?" tanyanya bingung
Sakura mengangkat kepalanya. Dan matanya berbinar
"Ayah!" serunya. Ia berdiri dan memeluk leher ayahnya. Kepalanya terbenam pada lekukan leher ayahnya.
"Kau baik-baik saja?" Kizashi mengelus kepala putrinya dan dijawab anggukan kepala oleh Sakura.
"Kizashi! Sakura dia-" Mebuki mendelik saat melihat Kizashi yang berdiri menggandeng tangan Sakura yang memiringkan kepalanya menatapnya.
"Sakura!"
Sakura tersenyum lebar saat ibunya menatap horror padanya. Ia berlari kecil dan merentangkan tangannya. Sementara Mebuki hanya bisa menghela nafas lega dan menahan lengannya untuk tidak memukul putri satu-satunya.
"Ibu!"
"Sudah kukatakan padamu sebelumnya" Pekikan tertahan dari Mebuki membuat Kizashi melirik diam pada Sakura yang duduk terdiam memandangi api pemanas ruangan. Tubuhnya dibalut kain besar yang membuat tubuh munggilnya terbuntal seutuhnya. Rambutnya masih belum kering setelah istrinya memandikannya.
Insiden beberapa saat yang lalu benar-benar memukul telak Kizashi. Ia tidak bisa berkata-kata saat melihat sendiri 'adegan' berbahaya yang dilakukan putri kesayangannya itu.
Kizashi menghela nafas panjang. Benar-benar diluar dugaannya, Sakura –gadis kecilnya yang masih menggemaskan – melompat dari lantai 2 kamarnya, tapi masih bisa tersenyum lebar dan tertawa polos seperti pada umumnya.
Ini aneh'
Dan Kizashi tidak bisa berpikir keras tentang hal ini
"Kita harus memastikan Sakura baik-baik saja"
Mebuki tersenyum kecut. Apa yang perlu di pastikan lagi oleh suami tercintanya itu? Tidakkah ia lihat bahwa Sakura baik-baik saja? Bahkan disaat teman-temannya menangis dipelukan ibunya, Sakura malah tertawa riang dan meronta saat Mebuki memeluknya.
Dan pada akhirnya, ia hanya bisa tersenyum pasrah menyetujui semua kehendak suaminya.
Hidung Mebuki berkontraksi saat mencium bau terbakar dalam rumahnya. Kepalanya menengok ke kanan dan kiri mencari tahu sumber penciumannya
"Bau apa ini?"
Sesaat setelahnya ia menuju tempat awal Sakura yang sekarang tengah berdiri. Kain yang tadinya membuntal tubuhnya kini berada dalam tungku perapian setengah terbakar. Menyadari kehadiran orang tuanya, Sakura membalikan badannya dan tersenyum lebar
"Kizashi"
Mebuki merasakan kepalanya pening sesaat sebelum dia merasakan gelap seutuhnya.
