PROLOG
Jaejoong terbangun dengan tubuh yang remuk redam. Rasa nyeri melingkupi seluruh tubuhnya. Bukan hanya rasa sakit pada bagian bawahnya tetapi juga rasa sakit pada dada dan pergelangan tangan dan kakinya karena cengkraman Yunho. Walaupun telah terbiasa dengan perbuatan Yunho yang hampir setiap malam itu, entah mengapa makin hari rasa sakit yang ia rasakan malah semakin bertambah.
Usia pernikahan yang sudah menginjak tahun ketujuh tidak membuatnya terbiasa dengan sikap Yunho yang dingin, kasar dan layaknya maniak itu. Hampir setiap malam Jaejoong harus melayani Yunho yang kasar itu selama beberapa ronde. Hampir setiap malam bahkan siang hari Yunho menggagahi nya sampai tidak berdaya dan ia akan berakhir di tempat tidur sepanjang hari. Hal itu membuatnya tak dapat melakukan banyak kegiatan serta meluangkan waktu dengan buah hatinya dengan Yunho yang berumur lima tahun, Changmin.
Ya, Changmin mungkin adalah salah satu alasan mengapa Jaejoong masih berusaha untuk bertahan bersama Yunho walaupun Yunho memperlakukannya seperti budak seks. Ia tidak mau Changmin tumbuh tanpa kasih sayang seorang ayah. Walaupun Yunho bukan suami yang baik untuknya, Jaejoong merasa Yunho adalah ayah yang baik untuk Changmin.
Yunho adalah sosok ayah yang tegas dan bijaksana yang dapat menyeimbangi sosok Jaejoong yang lembut dan memanjakan Changmin. Setidaknya walaupun mereka bukan sepasang suami istri yang baik, mereka berusaha untuk menjadi orang tua yang baik bagi anak semata wayang mereka.
Tapi jika dipikir lagi, Changmin bukanlah alasan satu-satunya mengapa Jaejoong enggan meninggalkan Yunho. Masih ada seribu satu alasan lagi mengapa ia tak mau berpisah dengan Yunho. Salah satunya adalah karena bagi kebanyakan orang keluarga kecil mereka adalah keluarga kecil harmonis yang selalu diidam-idamkan semua orang. Keluarga yang mapan dan harmonis dari seorang multimilioner. Walaupun sedikit menutup diri dari dunia luar, hal itu tidak menghentikan decakan kagum yang ditujukan pada pasangan muda itu jika kebetulan berada di depan umum. Suami yang tampan, pintar, dan kaya raya. Istri yang luar biasa cantik, elegan, berpendidikan tinggi juga berdarah bangsawan. Ditambah lagi seorang namja cilik yang lucu dan menggemaskan, buah hati dari pasangan suami istri tersebut. Sudah tentu gen kualitas tinggi dari kedua orang tuanya membuat Changmin menjadi salah satu balita paling terkenal di Asia.
Entah apa yang dikatakan orang-orang tersebut jika mereka tahu keadaan keluarganya yang sebenarnya. Mungkin mereka akan menghina dan menghujatnya. Sejujurnya, Jaejoong merasa tak akan pernah siap jika harus menghadapai gunjingan orang-orang jika mereka tahu yang sebenarnya. Sekalipun suatu saat ia merasa siap akan hal itu dan pergi dari Yunho, ia tidak yakin jika Changmin, anak semata wayangnya itu, dapat bertahan dari gunjingan orang lain tentang kehidupan keluarganya.
Jaejoong tersadar dari lamunannya ketika sepasang lengan mengeratkan pelukannya pada pinggangnya. Ia berbalik dan mencoba memeriksa apakah Yunho sudah terbangun. Namun mata Yunho masih tetap terpejam walaupun sesekali ia merasa ibu jari Yunho mengelus pinggang Jaejoong secara tidak sadar yang membuat selimut yang menutupi tubuh telanjangnya semakin melorot ke bagian bawah tubuhnya.
Jaejoong menatap wajah Yunho lama kemudian menghela nafas pelan. Ia sadar bahwa Yunho adalah sosok yang tampan. Selain tampan Yunho juga adalah sosok yang pintar dan bijaksana. Terbukti dari kepiawaian Yunho dalam memimpin perusahaan dan organisasi-organisasinya. Walaupun ia cukup tegas dan memiliki kepribadian yang dingin, tak sedikit orang yang mengaguminya dan dan berniat menjadi pendampingnya. Andai saja orang-orang itu tahu seperti apa perangai Yunho yang sebenarnya, mungkin mereka tak akan mau mendekatinya.
Tanpa sadar jemari Jaejoong bergerak menyentuh bibir hati Yunho. Bibir hati yang hampir tiap malam mencumbunya dengan kecupan dan ciuman panas. Ciuman yang entah mengapa Jaejoong tak pernah bisa lepas dan lari darinya. Setiap Jaejoong berusaha menghentikan semua kegilaan dalam rumah tangga mereka, hanya dengan sebuah kecupan dari bibir hati itu, ia kembali terlarut dalam buai semu yang Yunho berikan padanya. Membuatnya melupakan keinginannya untuk pergi dari kekacauan rumah tangganya. Dan membuatnya selalu terbangun esok paginya dengan penyesalan yang mendalam.
Sebuah gigitan kecil dan perasaan hangat di ujung jarinya membuat Jaejoong tersadar dari lamunannya. Seketika matanya terfokus pada manic hitam Yunho yang menetap tajam kearahnya. Yunho memandangnya dengan tatapan lapar sambil mengulum jari Jaejoong di dalam mulutnya. Tanpa Jaejoong sadari Yunho sudah terbangun sejak tadi saat merasakan jari telunjuk Jaejoong yang menyentuh permukaan bibirnya. Segera saja tanpa ragu-ragu Yunho melahap jari itu dengan agresif namun sepertinya Jaejoong tak menyadari hal itu sampai akhirnya Yunho menggigit kecil jarinya dan membuat Jaejoong tersadar dari lamunannya.
Yunho menghisap kuat jemari Jaejoong sejenak sebelum melepaskannya dan membuat benang saliva antara bibir dan jari telunjuk Jaejoong.
"Apa yang kau pikirkan, hmm?" Tanya Yunho dengan tatapan tajam sekaligus misterius dengan seringai dibibirnya. Hal itu membuat Jaejoong ketakutan. Ia tahu bahwa Yunho tidak suka jika seseorang memandangnya dalam keadaan tanpa pertahanan sama sekali. Biasanya ia akan terlebih dahulu bangun sebelum Jaejoong karena ia tidak mau Jaejoong melihatnya dalam keadaan tertidur, keadaan dimana ia tak menggunakan benteng pertahanannya.
"Tidak ada" Jaejoong memasang wajah datarnya, mencoba menutupi ketakutannya. Ia tak mau terlihat kalah dari Yunho. Hal itu hanya membuat Yunho makin berada diatas awan. Ia menatap kosong kearah yunho yang saat ini sudah menggerakkan tangan nya yang tadinya berada di pinggul Jaejoong menuju ke paha Jaejoong, yang otomatis membuat selimut sutra tipis warna merah yang menjadi satu-satunya penutup tubuh telanjang mereka berdua, melorot ke lutut Jaejoong.
"Oh, benarkah?" Tanya Yunho masih menatap tajam Jaejoong dengan tangan yang masih bergerak-gerak pelan di paha Jaejoong dan semakin lama semakin mendekati kejantanan Jaejoong.
"Ya, benar" Jaejoong berkata sambil menahan desahannya. Tapi ia tak mau menyerah jika mendesah, itu arti nya ia akan kalah dari Yunho. Sudah sering sekali ia kalah dari Yunho. Kali ini ia tak akan kalah.
"Begitu ya?" Tanya Yunho lagi masih dengan seringainya. Ia mulai mengarahkan tangannya yang satu lagi ke surai Jaejoong yang berwarna agak kecoklatan, mengelusnya kemudian menarik helaian rambut Jaejoong dengan kasar. Sementara itu tangannya yang lain mulai mengocok kejantanannya dengan tak kalah kasarnya.
"Ahh!" Jaejoong memekik tertahan. Inilah yang ia takutkan setiap harinya. Sikap Yunho yang impulsive dan mudah marah membuatnya selalu was-was setiap waktu. Jika ia melakukan sedikit kesalahan saja Yunho akan menghajarnya. Ia bisa saja lari saat itu juga namun ia tahu Yunho pasti akan selalu membawanya kembali dalam kungkungannya. Ditambah lagi dengan keberadaan changmin yang berada dekat dengan mereka membuat Jaejoong berpikir dua kali untuk melawan. Walaupun Jaejoong tahu Yunho tidak akan pernah menyentuh changmin, tapi ia tidak mau mengambil resiko dan melibatkan anaknya dalam masalah mereka berdua. Biarlah Jaejoong yang menanggung semua ini. Toh, ia sudah melalui semua ini selama tujuh tahun, bahkan yang lebih berat dari ini pun sudah pernah ia lalui jadi tak ada salahnya kan ia bertahan. Dia yakin bisa bertahan dengan Yunho yang seperti itu. Mungkin ia sudah gila karena mau bertahan dengan hubungan yang tidak sehat ini. Selama Changmin dan orang-orang disekitarnya baik-baik saja, ia tak masalah menjadi gila.
