Disclaimer : MK
Title : Ino Yamanaka's husband
Story By : Mrs_Meell
Genre : Romance
Rated : T –semi M maybe ? ^^
Pairing : Sai & Ino Yamanaka
WARNING (S) : AU, OOC, typo bertebaran, EYD tidak jelas dan kesalahan lainnya
*Mohon maaf bila ada kesamaan cerita fic ini murni dari pemikiran author XD*
Summary : Sai (26) tahun merupakan anak yatim piatu, ia lahir dan dibesarkan dalam lingkungan panti asuhan. Awalnya Sai merupakan anak yang tidak pandai bergaul ataupun berekspresi sampai suatu saat ia bertemu dengan Inoichi Yamanaka seorang Pilot. Banyak hal yang dipelajarinya dari Inoichi. Itu membuat Sai takjub terhadap Inoichi. Ia bahkan mulai memikirkan masa depannya untuk bisa menjadi seorang Pilot. Sai mengahabiskan waktunya ditemani dengan Inoichi hingga suatu hari tepat disaat ulang tahunnya yang ke 8 Sai mendapat kabar bahwa Inoichi sakit parah. Ia pun bergegas menemui Inoichi. Disaat-saat terakhir Inoichi meminta Sai agar Sai berjanji untuk menjaga keluarganya dan menikahi Putrinya pada saat Putrinya genap berumur 22 tahun. Akankah Sai menepati janjinya?
FLASH BACK
18 tahun yang lalu…
"Uhuk-uhuk"
Suara batuk menggema diseisi ruangan. Hal itu membuat Sai kecil segera berlari tergesa-gesa ke arah suara batuk berasal.
"Kapten, Kapten apa anda baik-baik saja?" Tanya Sai panic saat memasuki kamar Inoichi Yamanaka. Inoichi tersenyum menatap Sai kemudian mengangguk pelan, sedangkan seorang wanita yang sedang menggendong seorang balita perempuan yang tengah tertidur, tampak sedih melihat keadaan Inoichi. Wanita itu adalah istrinya. matanya memerah menandakan bahwa ia baru saja selesai menangis. Sai menghela nafas panjang melihat keadaan dihadapannya.
"jangan terlalu banyak bergerak Kapten, anda sedang sakit" Ujar Sai membantu Inoichi untuk berbaring lagi diranjang.
"Aku tidak apa-apa, aku hanya ingin membicarakan sesuatu padamu nak"
Raut wajah Sai berubah kesal ia hendak berbalik meninggalkan Inoichi beserta istrinya.
"Sai" Panggilan Inoichi menghentikan langkah Sai yang hendak membuka pintu.
"Ya Kapten?"
"Tolong jaga dan lindungi istriku serta Ino putri kecilku, berjanjilah aku mohon waktuku tidak banyak"
Sai tampak menghela nafas untuk kesekian kalinya. Ia bertambah kesal. Namun ia bukan kesal karena permintaan Inoichi, melainkan ia kesal karena Inoichi lagi-lagi mengatakan hal yang tidak-tidak pada anak seusianya.
"Apa yang anda katakan? Anda akan baik-baik saja" Ujar Sai.
"Aku mohon" Mohon Inoichi yang sudah mulai kesusahan mengatur nafas. Sai berjalan mendekati Inoichi, ia memegang tangan Inoichi erat.
"Berjanjilah padaku, kau akan menjaga mereka, aku juga minta padamu, pada saat usia putriku genap 22 tahun kau harus menikahinya"
Sai memblalakan matanya tak percaya. Inoichi mulai susah bernafas ia menatap Sai meminta persetujuan dari Sai. Sai tak tahan lagi melihat keadaan Inoichi matanya mulai mengeluarkan cairan bening. Ia menganggukan kepalanya lalu sesaat kemudian Inoichi menghembuskan nafas terakhirnya.
FLASH BACK OFF
18 tahun berlalu. Sai kini sudah bertumbuh menjadi pria dewasa berumur 26 tahun.
Sai duduk diberanda kamarnya, Pikirannya melayang entah kemana. Angin sepoi-sepoi meniup setiap helaian rambutnya. Wajahnya terlihat sangat tampan.
"Sai…"
"Sai…"
"Sai!" suara teriakan itu langsung memecahkan lamunan Sai. Ia berbalik dan mendapati wanita paruh baya yang sedang berdiri dihadapannya. Wanita itu adalah Sunako ibu angkatnya.
"Ah ibu? Ibu sudah pulang" Tanya Sai lalu berdiri memeluk ibunya. Sunako tersenyum lalu membalas pelukan Sai. Ia tampak bahagia melihat putranya yang sudah pulang.
"Harusnya ibu yang bertanya seperti itu, kau tahu ibu sangat merindukan putra ibu yang jarang pulang" Sindiran Sunako membuat Sai tertawa pelan.
Memang benar perkataan Sunako, Sai sangat jarang pulang dikarenakan pekerjaannya. Sudah sering Sai mengajak ibunya untuk ikut dengannya ke Tokyo, namun Sunako selalu menolak dengan alasan sudah nyaman berada di Okinawa.
"Tapi sekarang aku sudah berada dirumah jadi ibu tak perlu khawatir. Ibu aku harus pergi mandi" Pamit Sai kemudian bergegas mengambil handuk dan berjalan kekamar mandi.
"Sai" Panggil Sunako. Sai menghentikan langkahnya lalu berbalik melihat ibunya.
"Ya Bu?"
"Jangan lupa, besok kau harus pergi kerumah tuan Inoichi"
Sai menghela nafas sejenak. "Aku tidak tahu bu, besok aku bisa pergi atau tidak"
"Sayang kau harus ingat, ini pesan terakhir tuan Inoichi, apa kau tidak ingin memenuhinya?" Tanya Sunako lembut. Sai hanya tersenyum kemudian mengiyakan permintaan Ibunya.
Seorang gadis cantik menghempaskan tubuhnya diatas ranjang. Wajah cantiknya tertutup oleh helaian rambut pirang pucatnya. Dipejamkannya matanya sesaat sambil meregangkan tubuhnya yang menegang karena letih.
Seharian ini ia berjalan-jalan dengan sahabatnya sedari kecil, Sakura hingga membuatnya lupa waktu. Gadis itu melirik jam yang berada diatas nakas. Ia terlonjak kaget melihat sudah pukul 19.00. Ia pun bergegas menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Beberapa menit kemudian, ia memutuskan untuk segera keruang makan karena sudah pasti ibu beserta sepupunya sudah menunggunya untuk makan malam.
"Hai bu, Hai Haruto" Sapanya kemudian mengambil posisi duduk disamping Haruto.
"Ino.. kau sudah pulang?" Tanya Ibu pada gadis itu yang bernama Ino. Sedangkan Haruto hanya diam sambil menikmati makanannya.
"Iya bu, baru saja" Ujar Ino lalu mengambil apel yang menjadi menu makan malam rutinnya.
"Oh iya, tadi Sai menelfon, dia bilang besok dia akan kesini untuk menemuimu" Ucap Ibu. Ino mengernyitkan dahinya mendengar nama Sai yang sepertinya pernah ia dengar.
"Sai?"
"Ya, Sai putra Bibi Sunako, ibu kan sudah pernah menceritakannya pada mu" jawab Ibu. Ino pun mengangguk paham.
"Besok kau harus menemuinya"
"Bu, sudah berapa kali aku katakan bahwa aku tidak berniat sama sekali untuk menerima perjodohan ini. Jadi jika dia datang kesini itu bukan urusanku. Silahkan saja ibu dan Haruto yang menemuinya" Ujar Ino kemudian berlalu kekamarnya. Ibu hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah putrinya. Sedangkan Haruto bergumam pelan. "Anak itu tidak berubah sama sekali"
"Selamat Siang"
"Ya selamat siang, eh Sai sudah datang? Ayo masuk. Haruto Sai sudah datang"
Setelah dipersilahkan masuk Sai Pun langsung duduk disofa ruang tamu.
"Wah Sai, sudah lama sekali kita tidak bertemu" Ujar Haruto yang kini sudah duduk dihadapan Sai. Sai tersenyum. "Ya, terakhir kita bertemu pada saat pemakaman Kapten" balas Sai. Sai dan Haruto memang sudah saling mengenal satu sama lain sejak kecil. Itu sebabnya keduanya terlihat akrab. Mereka kemudian larut dalam perbincangan.
"Tunggu sebentar ibu akan memanggil Ino"
"Ya bu" Jawab Sai singkat seraya tersenyum.
Ibu pun segera beranjak pergi kekamar Ino.
"Ino…"
Ino sedang memainkan ponselnya. Ia melirik malas kearah ibunya yang ada diambang pintu.
"Sai sudah datang"
"lalu bu?" Tanya Ino malas sambil kembali menekan-nekan touchscreen ponselnya. Ibu mulai kesal melihat tanggapan Ino.
"Cepat temui Sai"
"Ibu aku sudah bilang, aku tidak peduli , dia datang atau tidak itu bukan urusanku"
"Ino temui Sai sekarang!" ujar Ibu tegas. Mau tak mau Ino mengikuti ibunya.
"Sai, ini Ino" Ujar Ibu memperkenalkan Ino.
Sai tersenyum menatap Ino yang sudah menjadi seorang gadis cantik. Masih teringat jelas dipikirannya saat pertama kali ia bertemu dengan Ino. Gadis itu masih sangat kecil. Berbeda dengan Sai, Ino malah menatapnya sinis.
"Sai" Ucap Sai memperkenalkan diri lalu mengulurkan tangannya. Ino hanya menatap tangan Sai tak berniat sama sekali untuk membalas uluran tangan Sai. Ibu mencubit pelan pinggang Ino. Mau tak mau Ino harus membalas uluran tangan Sai.
"Ino" Jawab Ino seadanya lalu berlalu pergi dari hadapan ibu, Haruto serta Sai.
"Ino…Ino" panggil Ibu, yang tak dihiraukan oleh Ino.
"Maaf Sai. Mungkin Ino belum terbiasa" Haruto merasa tak enak pada Sai.
"Tidak apa" balas Sai seraya tersenyum.
Setelah beberapa saat berbincang dengan keluarga Ino, Sai pun memutuskan untuk pulang.
"Hei" Ujar seseorang yang membuat Sai yang hendak membuka pintu mobilnya terhenti. Ia manatap seorang gadis yang tadi memberi kesan perkenalan yang amat buruk, kini berada dibelakangnya. Ino sedang menatapnya tajam.
"Ya?" balas Sai tetap dengan senyumnya. Ino tersenyum sinis kearah Sai.
"Aku ingin kau tahu bahwa aku sama sekali tidak tertarik dengan perjodohan ini. Jadi aku harap kau bisa segera melupakan perjodohan ini" Jelas Ino dengan penuh penekanan lalu kemudian beranjak masuk kerumahnya tanpa menunggu jawaban Sai. Sai menghela nafas panjang. "Apa dia akan menjadi istriku?" batinnya.
Sai menghempaskan tubuhnya keatas sofa. Ia memijat pelan keningnya.
"Oy Sai kapan kau kembali?" Tanya Lee sambil mengancingkan kamejanya. Sai membuka mata menatap Lee sahabatnya sekilas.
"Baru saja" jawab Sai.
"Bagaimana? Apa kau sudah bertemu calon istrimu?"
Sai hanya menganggukan kepalanya pelan.
"Lalu bagaimana?"
"Sepertinya dia benar-benar menolak perjodohan ini"
Lee menghela nafas panjang. Ia berjalan menuju ketempat Sai berada lalu menepuk bahu sahabatnya itu.
"Mungkin dia membutuhkan waktu untuk mengerti semua ini. Lagi pula umurnya juga masih muda. Bisa dibilang dia masih labil." Ujar Lee meyakinkan Sai. Sai mengangguk dan beranjak meninggalkan Lee.
"Hei kau mau kemana?"
"Aku ingin mandi lalu tidur" Jawab Sai seadanya.
Di Tokyo Sai tinggal diapartement bersama Lee. Itu untuk memudahkannya berangkat ketempatnya bekerja. Kadang ia berpikir agar membeli rumah saja. Namun mengingat jadwal kerjanya yang padat membuatnya mengurungkan niatnya.
Pagi ini Ino sedang berada disebuah toko bunga. Ia sedang sibuk memilih beberapa pot beserta bibit bunga untuk memenuhi koleksi bunga diflower shop miliknya. Sesekali ia mengagumi beberapa bunga yang ada dihadapannya. Yah begitulah Ino, sejak kecil ia memang sudah menyukai bunga.
"Nona" suara seseorang tiba-tiba membuat Ino tersentak kaget.
"Ah bibi, bibi membuatku kaget" Ujar Ino pada pemilik Toko yang dipanggilnya bibi.
"Hehe maaf, ini bunga yang kau cari" bibi menyodorkan beberapa bungkus bibit bunga pada Ino. Wajah Ino tampak senang. Dengan segera ia mengambil bungkusan itu.
"Terimaksih bi, berapa harganya?" Tanya Ino. Bibi itu menggelengkan kepalanya.
"Tidak usah. Itu ku berikan gratis untukmu"
"Benarkah? Bibi terimakasih" Ino memeluk bibi itu lalu beranjak pergi menuju tempat parkir. Saat hendak memasuki mobilnya, langkah Ino terhenti. Ia berdecak kesal karena melihat ban mobilnya kempes. Ino mengambil ponselnya lalu menelfon seseorang.
"Hallo, sayang apa kau bisa menjemputku?" Tanya Ino pada seseorang yang sudah pasti adalah kekasihnya. Diseberang sana orang yang ditelfon Ino menjawab bahwa ia tidak bisa menjemput Ino, karena ia sedang sibuk bekerja.
"Maaf Ino-chan aku tidak bisa menjemputmu"
"Ya tidak apa. Aku mengerti selamat bekerja" Ino mengakhiri sambungan telfonnya, masih terlihat jelas ada raut kekecewaan diwajahnya. Jari-jari Ino kini sedang menari indah diatas ponselnya.
To : Mom
"Ibu, ibu bisa menjemputku? Ban mobilku kempes bu"
Deliverd.
Drt..drt… ponsel Ino bergetar tanda pesan masuk.
From : Mom
"Maaf sayang, ibu dan Haruto sedang berada diluar kota, mungkin besok baru kami pulang, jadi tidak bisa menjemputmu. Bagaimana kalau kau meminta Sai untuk menjemputmu? Ibu akan mengirim no nya"
Membaca pesan dari sang Ibu, membuat Ino makin kesal. Ia segera menonaktifkan ponselnya. "Untuk apa menelfonnya? Aku bisa naik taxi" batin Ino. Sudah 15 menit berlalu tapi tak ada satupun taxi yang lewat. Ino mulai kelelahan ditambah lagi perutnya yang mulai lapar. Dari seberang jalan seorang pria tengah memperhatikan Ino. Ia tersenyum melihat Ino lalu menghampirinya.
"Ayo pulang" Ujar Pria itu ketika sudah berada disamping Ino. Ino terperanjat melihat pria disampingnya adalah Sai.
"Tidak usah, aku tidak butuh tumpanganmu. Aku pakai taxi saja."Ketus Ino.
"Ditempat ini jarang ada taxi yang lewat. Baiklah kalau begitu aku pergi duluan" Sai membalikan badannya. Ia mulai menghitung. 1..2… belum sampai pada hitungan ketiga Ino sudah memanggilnya. Sai lagi-lagi tersenyum.
"Sai… Aku pulang denganmu. Mobilku tolong kau saja yang mengurusnya" dengan cepat Ino berjalan menuju mobil Sai dan menaikinya. Sai mengikutinya dari belakang.
"Ingin langsung pulang atau makan dulu?' Tanya Sai pada Ino, sambil tetap focus menyetir.
"pulang saja" Jawab Ino malas. Sai mengerti ia melajukan mobilnya kerumah Ino. Ino menatap Sai heran, ia bingung kenapa Sai bisa memiliki mobil ini. Mobil yang menurutnya sangat mahal. Bugatti Veyron berwarna merah yang masih bisa dibilang keluaran terbaru.
