A Naruto Fanfiction

Naruto © Masashi Kishimoto

Warning: OOC, typo bertebaran, gaje, dll.

Have a nice read

Menjalani hidup sebagai siswa sekolah menengah atas adalah rutinitas sehari harinya. Bangun tidur, sekolah, pulang, makan, terpaksa mengerjakan tugas, dan kembali tidur, hanya itu, selalu berulang-ulang setiap harinya, kecuali hari libur, sesuatu yang sangat langka dan sangat jarang dia temui ketika menginjakkan kaki di sekolah menengah atas. Dia sempat berharap, bisakah hidupnya berubah?

Dia bahkan sempat tidak bisa mempercayai kenyataan bahwa enam bulan selama dia berada di sekolah menengah atas, semua hari penting jatuh pada hari minggu. Tidak ada yang jatuh pada hari senin, selasa, rabu, atau hari-hari selanjutnya kecuali minggu. Rasanya seperti ingin gantung diri, selalu saja diwarnai tugas, ulangan dan pekerjaan rumah.

"Kalau tidak begitu, bukan sekolah namanya, kalau kau tidak ingin seperti itu, mending nggak usah sekolah."

Kata-kata Sakura, gadis berambut merah muda itu benar-benar menusuk jantung, dan bisa saja membuatnya berhenti berdetak. Tapi apapun yang ada pada gadis judes itu tetap saja dia menyukai sosoknya yang angkuh itu.

Apa yang membuatnya menyukai gadis itu karena, ya dia cantik dan cerdas, idaman semua pria. Tapi yang paling dia suka ketika dia berhasil membuat gadis itu marah besar ketika dia menggodanya, seakan ada rasa puas yang berkelebihan ketika melakukannya.

Hapir seluruh jam dari hidupnya dia habiskan di sekolah, dia adalah salah satu murid yang aktif di hampir segala ekstrakurikuler, dan juga tugasnya sebagai salah satu anggota dari organisasi sekolah, pulang sore sudah biasa, bahkan sampai pulang cukup malam bagi seorang pelajar sepertinya.

Anehnya dia tidak pernah sakit selama beberapa bulan terakhir dengan rutinitas yang begitu banyak. Dia selalu bilang dia adalah orang kuat di seluruh sekolah dan seluruh kota. Dia memang sangat berlebihan.

Dan semua itu segera berubah ketika dia bertemu seorang bocah buta yang benar-benar menakjubkan, hidupnya berubah. Benar-benar berubah, sampai-sampai dia mengorbankan waktu rapat bersama anggota organisasi yang lain, mengorbankan semua waktu latihan ekstrakurikuler sekolah hanya untuk bocah yang buta. Dan waktunya untuk bersekolah, dia jadi sering kali membolos sekolah.

Hidupnya sekarang seperti narapidana yang harus berlari dari kejaran para pihak berwajib. Sayangnya bukan pihak berwajib yang mengejarnya bersama bocah buta itu.

"Mereka monster yang sangat jahat."

Jelas bocah buta itu waktu Naruto mencoba mencari alasan, mengapa dia dikejar seperti itu. Sebenarnya banyak sekali pertanyaan yang keluar dari kepala, hanya saja dia urungkan pertanyaan ini ketika dia mengetahui bocah ini benar-benar sangat menakjubkan.

"Aku akan melindungimu, Hanabi."

Itu yang dia katakana ketika mendengar cerita menyedihkan dari bocah yang masih polos itu.

Semuanya bermula ketika turunnya hujan yang desar itu. Memang hanya sayup-sayup, ditengah pelajaran yang baginya membosankan Naruto sempat mendengar beberapa kali suara tembakan, dan dia mengira bahwa dia salah dengar apalagi ini sedang hujan deras, dia pikir itu hanyalah halusinasinya.

"Uzumaki, apa yang menarik dari hujan deras diluar, cepat maju dan kerjakan soal reaksi oksidasi ini."

Dia berpikir ini adalah salah satu hari tersialnya dalam minggu ini, dia harus berhadapan dengan Anko, guru kimia yang mengerikan, menurutnya.

"Guru Anko, saya bingung."

"Sudah kuduga, kenapa kau bingung, makannya gunakan logikamu dan dengarkan ketika aku se…

"Ngapain yang kayak begitu harus dihitung?"

Memang benar, ini adalah salah satu hari sialnya untuk minggu ini, dia harus menghabiskan tiga puluh tiga menit terakhir sebelum bel sekolah berbunyi, dengan ember penuh dengan air berada di atas kepalanya tepat didepan kelasnya.

Bel sudah berbunyi empat belas menit yang lalu, belum juga pulang, dia masih duduk manis mendengarkan pendapat temannya tentang acara untuk hari ulang tahun sekolahnya. Beberapa kali dia menguap bersamaan dengan wakil ketua satu yang berada tepat didepannya yang juga menguap lebar.

Akhirnya semua rapat yang membuatnya tambah pusing selesai. Hujan deras itu memang berhenti digantikan dengan hujan rintik yang biasanya membuat para siswa perempuan mengeluh sakit kepala jika terkena airnya. Itu tidak akan menghentikan langkahnya menuju kedai ramen kesayangannya, ya, perutnya sudah minta diberi makanan.

Dengan mata yang berbinar di pergi menuju kedai ramen kesayangannya yang berjarak kurang lebih delapan ratus meter dari sekolahnya.

Seperti biasa, dia melewati rute yang sama, melewati taman kota yang sudah lama tak terpakai dan tidak terurus karena tempatnya yang kurang strategis, rencananya pemerintah setempat akan merenovasinya kembali agar banyak orang yang datang ke taman itu.

Untuk biasanya dia tidak melihat kearah taman tak terurus itu, tapi entah kenapa, ada sesuatu yang memintanya untuk melihat, meski hanya sekejap.

Dia menoleh, ya benar, hanya sekejap,hanya sekejap. Sekelebat dia melihat sesuatu dibelakang bangunan air mancur yang sudah rusak dan berlumut, dia memutuskan untuk melihat lagi. Dan yang dia temukan selanjutnya, tak ada apapun . Otaknya mengatakan dia salah lihat, ya salah lihat, tapi hatinya mengatakan untuk memastikannya.

Dia menuruti kata hati, dia masih ingat betul apa yang dikatakan nenek tetangga dari guru matematianya.

"Turuti kata hatimu, maka kau akan menuju tempat yang terang benderang."

Dia menuruti kata hatinya, dia menuju bangunan air mancur yang sudah rusak dan berlumut itu. Pelan tapi pasti, dia berjingkat melewati rumput-rumput liar yang sudah setinggi lutut, dia benar-benar memperhatikan langkahnya, ditambah dengan becek karena hujan deras tadi.

Sedikit syok, dan dia yakin matanya masih normal, dilihatnya sekarang seorang bocah kecil, sedang menekuk kakinya, memelukanya erat, berambut coklat sepunggung yang basah dan badannya bergetar, terlihat bahwa bocah itu sangat ketakutan, benar-benar ketakutan.

"K-kau tidak apa-apa?"

Tanyanya yang masih dalam keadaan syok dan dalam masa penenangan diri.

"A-apa me-mereka sudah pergi? Me-mereka akan me-menidurkanku."

Suara bocah itu bergetar, Rasa iba Naruto mulai muncul, Naruto tau bahwa gadis itu akan segera menangis. Tidak tau apa yang harus dia katakana, tanpa memalui otaknya, dia bicara.

"Tenang,mereka sudah pergi, hanya ada aku."

Sejujurnya dia tidak tau apa-apa, kata hatinya bukan menunjukkannya menuju tempat yang terang melainkan seorang bocah kecil yang basah kuyub. Dia yakin, dia tidak pernah melihat bocah ini sebelumnya, dia tidak pernah tau selama dia tinggal daerah sekitar sini, ya dia memang tinggal cukup lama di daerah ini, dan ini kala pertamanya bertemu bocah ini.

"Bo-boleh aku ikut denganmu?"

Bocah itu berujar, rasa iba Naruto memuncak, sedikit bingung, dia tidak tau harus berkata apa, instingnya mengatakan bahwa bocah ini sedang kabur dari rumah dan tersesat karena hanya ingin di tidurkan oleh orang tuanya dan dia menolak untuk ditidurkan, dan memilih untuk berteduh di belakang bangunan rusak, aneh memang, mengapa dia berteduh dibawah sini yang jelas-jelas tidak bisa melindunginya dari hujan deras tadi.

Sedari tadi gadis itu bicara dengan nada yang bergetar tanpa menoleh kearah Naruto yang masih berdiri di samping kirinya. Dia bingung harus berkata apa untuk menjawab permintaan bocah itu.

"Aku lapar."

Lirih, suara lirih namun masih bergetar keluar dari mulut bocah itu. Naruto membulatkan mulutnya tanda mengerti. Rencananya dia akan pergi ke warung ramen, dia melihat isi kantung bajunya. Cukup, pikirnya.

"Oh okey, kau boleh ikut denganku."

Ujarnya seraya berbalik, bocah itu menggapai-gapai, tangan kirinya menggapai-gapai, seperti mencari pegangan untuk dia berdiri. Otak Naruto adalah otak yang sederhana, sebenarnya otaknya lebih dari kesederhanaannya sekarang, hanya saja dia malas untuk mengasahnya agar lebih tajam.

"Kau ini kenapa?"

Dengan bodohnya di bertanya seperti itu.

"Aku tidak bisa melihat, aku butuh bantuanmu."

Getar, suara bocah itu hilang, seperti dia yakin bahwa orang yang dia temui adalah orang yang baik.

Naruto mengulurkan tangan kanannya, untuk di raih bocah kecil itu. Bocah itupun meraihnya, dia sekarang berdiri sempurna, Naruto membungkukkan badannya untuk melihat wajah bocah itu lebih jelas. Kesan pertama yang didapatnya. Bocah ini manis, hanya saja matanya semua putih, ya putih. Dia buta. Kemudian dia menegakkan lagi punggungnya dan berbalik, berjalan dengan hari-hari melewati rumput yang tingginya selutut itu dan menuju kedai ramen untuk mengisi perut.

TBC

A/N: oh yeah akhirnya memberanikan diri publis, hehe... yah ini fict pertama kage, bagaimana menurut minna-san? kage juga butuh saran genre apa yang cocok untuk tulisan ini. nah segala uneg-uneg mengenai tulisan kage bisa di sampaikan di review... jadi bersediakah untuk me-review-nya? :D