Modern Ninja

Disclaimer: Semua karakter dari anime "Naruto" dan "Sekirei" bukan milik saya, saya hanya meminjamnya saja.

Main Cast: Naruto .U.

Pair: Naruto .U x No. 10/Uzume x ?

Summary:

Naruto, remaja yang terikat dengan kekuatan masa lalu dan Proyek Sekirei. Sayap-sayap itu sudah terbentang untuknya dan menyongsong impiannya, kekuatannya tak akan pernah membiarkan pemiliknya kalah.

Warning: Author Newbie, Abal-abal, Semi-Canon, Typo, Miss Typo, Human!Naruto, Strong!Naruto, Smart!Naruto, Read 'n Review and Not Like Don't Read.

Chapter 01

Suasana kota yang sangat ramai dengan ratusan orang yang terus berlalu lalang kesana kemari baik itu menggunakan kakinya maupun kendaraan beroda dua atau empat, ditambah sinar matahari yang bersinar tanpa halangan apapun bahkan langit biru yang membentang luas itu seolah mendukungnya. Sang raja siang itu menancap kokoh di singgasana tertingginya mengintimidasi semua makhluk yang ada di bawahnya menggunakan sinarnya, sebagian orang lebih memilih untuk berteduh atau tak keluar dari rumahnya sama sekali, tapi sebagian lagi malah menikmati sinar tersebut.

Seperti yang dilakukan oleh pemuda pirang jabrik yang tengah berdiri dengan tegak memandang kearah gedung tertinggi di Kota Shinto Teito ini, gedung itu merupakan pusat peradaban, kemajuan dan kehidupan kota tersebut. Sepasang mata yang berbeda warna satu sama lain itu tak pernah lepas dari jam besar menempel kokoh diatas puncak tertinggi dari gedung tersebut "Kota ini dan Tokyo sama-sama memiliki menara yang menjulang ke langit, disini juga sangat ramai seperti di kota-kota yang lainnya," gumam orang itu dengan nada pelan agar tak didengar oleh orang disekitarnya.

Pemuda berjaket jingga yang terbuka hingga menampakan baju dalamannya yang berwarna putih seperti krim vanila dengan lambang pusaran di tengahnya disusul celana jeans panjang untuk bagian bawah dilengkapi dengan tas ransel besar yang isinya sangat penuh dengan barang kebutuhannya. Terkadang memakai pakaian dengan warna mencolok selalu menjadi pusat perhatian orang lain, selama mereka tak mengganggu untuk apa dirinya melarang.

Remaja itu mengalihkan pandangannya kearah saku jaket sebelah kanannya yang terasa bergetar-getar beberapa kali memberitahukan agar pemuda itu segera mengambil apa yang ada di dalamnya, tangan kanannya merogoh saku tersebut dan mengambil ponsel yang masih terlipat dengan tulisan kecil 'Call' menandakan ada panggilan masuk.

"Okaa-chan?" Tulisan itulah yang pertama kali ia baca saat membuka ponsel lipat miliknya, sementara otaknya berusaha memikirkan atas dasar apa Ibunya itu menelponnya.

'G-gawat, a-aku lupa memberitahunya jika aku sudah sampai. D-dia pasti akan marah besar sekarang. S-sial,' pemuda itu hanya merutuk di dalam hatinya dengan dirundung perasaan was-was antara menjawab atau membiarkan panggilan tersebut. Jika dijawab pastinya dirinya yang akan kena semprotan kemarahan dari ibunya, tapi jika tidak ibunya pasti akan khawatir padanya. Ini sungguh dilema tingkat tinggi.

"Glek!"

Pemuda itu meneguk ludahnya dengan susah payah lalu menekan tombol hijau untuk menerima panggilan tersebut dan menempelkan ponsel itu tepat di telinganya "A-ah, Kaa-chan. Ada~..."

"Na! Ru! To!"

Remaja pirang itu menjauhkan ponsel itu dari telinganya agar dirinya terhindar dari ketulian dini karena suara milik Ibunya yang sangat kuat ini, bahkan dia bisa merasakan angin kejut dari ponselnya ketika teriakan itu berlangsung. Dengan perasaan takut, dia kembali menempelkan ponsel itu kembali di telinga kanannya "Y-ya, Kaa-chan?" ucap pemuda itu dengan nada tergagap.

"Kenapa kau tak memberi kabar jika sudah sampai disana?!"

Dia hanya bisa menjauhkan kembali ponselnya itu karena mendengar teriakan yang sangat kuat tadi, dia yakin jika saja tangannya terlambat menarik ponsel itu pasti suara teriakan itu akan memecahkan gendang telinganya. Dia tak mau bagian itu tidak berfungsi sebelum waktunya tiba "K-kaa-chan, Naru tak bermaksud untuk tidak memberi kabar padamu. Tapi aku juga baru sampai disini," ucap remaja bernama Naruto itu mencoba menjelaskan apa yang terjadi dengan sediki bumbu kebohongan, tentu saja dengan salah satu tangannya yang menggaruk kepala 'kuning'nya.

"Kaa-chan khawatir jika sesuatu terjadi padamu, bagaimana kalau pesawat yang kau tumpangi itu jatuh dan kau tak selamat hingga tak bisa ditemukan? Kaa-chan pasti akan sedih menangisimu."

Naruto hanya sweatdrop mendengar pernyataan dari ibunya itu, dia tak mengerti jalan pikiran dari ibunya sekarang ini "K-kaa-chan... Kau sama saja berharap jika sesuatu yang buruk terjadi padaku," jawab Naruto yang sudah menghentikan garukan di kepalanya.

"Tapi baguslah jika kau baik-baik saja, Kaa-chan jadi lega mendengar suaramu. Jaga dirimu baik-baik disana, makan yang banyak dan jangan malas, ya."

"Dimengerti, Kaa-chan," ucap Naruto sambil menganggukan kepalanya seolah Ibunya itu bisa melihatnya.

"Kalau begitu sampai jumpa lagi, Naru-chan."

Setelah mendengar perkataan tersebut, sepasang mata yang berbeda satu sama lain itu menatap layar ponselnya dengan seksama memastikan jika panggilan dari Ibunya itu sudah berakhir "Sangat sangat merepotkan," ucapnya dengan nada pelan lalu memasukan ponselnya ke dalam saku jaket bagian kanannya dan memasukan kedua tangannya di dalam masing-masing saku jaketnya.

"Lebih baik aku mencari penginapan itu dan beristirahat disana," ucap Naruto sambil menuntun langkah kakinya dari tempat berdirinya tadi menuju tempat yang ditujunya selanjutnya "Aku masih bertanya-tanya kenapa Tou-chan memerintahkanku untuk kuliah disini dan tinggal di penginapan itu, setidaknya alasan yang diberikan Tou-chan memang logis," gumamnya sepanjang perjalanannya.

Ayah Naruto memang memerintahkan dirinya untuk kuliah di salah satu perguruan tinggi di Shinto Teito, selain teknologinya yang berkembang sangat pesat dan itulah yang dibutuhkan oleh Naruto sebagai penerus perusahaan ayahnya yang sangat terkenal itu. Disamping itu, Ayahnya ingin membuat anaknya itu mandiri dan bisa mengurus diri sendiri tanpa bantuan orang tuanya walaupun Ibunya bersikeras ingin memberikan kiriman uang pada Naruto. Ayahnya tak bisa berbuat banyak selain menuruti apa yang dilakukan Ibunya Naruto atau dia tak akan mendapatkan 'jatah'nya.

Naruto hanya menggelengkan kepalanya ketika melihat ekspresi ketakutan dari ayahnya, tapi memang benar apa yang pernah dikatakan oleh ayahnya "Perempuan memang merepotkan," ucapnya dengan pelan sambil memejamkan matanya dan mengingat perkataan ayahnya.

Dia berjalan menuju utara dimana penginapan yang ditujunya memang berada disana dan sepertinya lumayan jauh juga jika harus menggunakan kaki, tapi dirinya tak mau terus bergantung pada benda memiliki roda itu. Dirinya juga harus menggerakan tubuhnya sesekali seperti berjalan kaki dan berolahraga, apalagi setelah mimpi itu datang, entah kenapa dirinya merasakan sesuatu mengalir dan berdesir di dalam tubuhnya.

...Ya, semoga itu hanya perasaannya saja.

-0-0-0-0-

"Hah, kenapa aku harus berbelanja segala? Ini 'kan tugasmu," keluh perempuan bersurai coklat panjang yang diikat ponytail di salah satu sisi kepalanya, pakaian berwarna merah muda bergambar bintang kuning besar dengan warna ungu dari pundak hingga lengan atasnya lalu dilengkapi celana jeans pendek selutut berwarna biru. Di salah satu tangannya terdapat kantong belanjaan yang sepertinya terbuat dari anyaman bambu, dia berhenti tepat di gerbang masuk Villa Izumo.

"Kau tahu, selama ini kau hanya bermalas-malasan. Jadi, wajar jika aku memerintahkanmu untuk berbelanja," ucap perempuan bersurai ungu panjang dengan pakaian tradisional Jepang, kedua tangannya memegang sapu untuk membersihkan halaman penginapan tersebut "Sekalian kau menggerakan tubuhmu," sambungnya sambil tersenyum lembut pada perempuan bersurai coklat di depannya.

"Bermalas-malasan?" beonya dengan kepalanya yang sudah menoleh kearah pemilik penginapan itu "Dengar ya, Miya..."

"...dan aku juga lupa kapan aku menerima uang sewamu bulan lalu, Uzume-chan," potong perempuan bernama Miya itu dengan aura mengerikan disekitarnya ditambah sosok hantu hanyo menjadi pendukungnya, siapa saja yang melihatnya pasti akan bergidik dan menuruti apa yang dikatakan oleh Miya.

"Ah...," perempuan bernama Uzume itu hanya merinding disko ketika melihat Miya mengeluarkan aura menakutkannya kepalanya kembali menatap ke depan "B-baiklah, a-aku berangkat dulu kaalau begitu," pamitnya dengan nada tergagap dan langsung berlari meninggalkan kawasan Villa Izumo sebelum Miya kembali memberinya aura menakutkan itu.

"Hati-hati," balasnya sambil menatap kepergian Uzume dengan senyum kecil masih terpampang di wajahnya, setelahnya dia kembali menggerakan kedua tangannya yang memegang sapu untuk membersihkan halaman penginapan yang penuh dengan dedaunan kering.

Beralih pada Uzume yang menggunakan kemampuannya untuk melompati beberapa atap rumah agar dirinya bisa cepat sampai di tempat yang ditujunya, sesekali dia melirik kearah kanan maupun kiri dan menikmati suasana di kawasan wilayah utara Shinto Teito yang masih terlihat hijau dan asri daripada wilayah lainnya. Terkadang dia sering berpikir jika betapa beruntungnya dirinya bisa tinggal di kawasan yang sangat tenang dan jauh dari kebisingan apapun.

"Ternyata kemampuanku sangat berguna juga ya," ucapnya dengan nada senang sambil terus melompati beberapa atap rumah tersebut lalu berdiri di salah satu tiang listrik yang ada disana, dia bisa memperhatikan lingkungan sekitarnya dari atas tiang listrik yang lumayan tinggi itu. Ekspresi di wajahnya seolah menikmati semilir angin yang membelai tubuhnya.

Deg!

Jantungnya berdenyut dan berhenti berdetak untuk waktu yang singkat membuat sang pemiliknya melebarkan matanya, tangannya yang tak memegang apapun menyentuh dada bagian kirinya dimana sumber kehidupan itu berdetak kembali seperti sedia kala 'I-ini 'kan... A-aku sudah berjanji untuk tidak mengikuti proyek itu tapi kenapa...?' ucapnya dalam hati kemudian sepasang iris coklatnya memperhatikan sekitarnya, jika dirinya bisa merasakannya berarti orang yang akan menyayapinya ada di sekitar tempatnya berdiri.

Dia terus memperhatikan keadaan di sekitarnya dan kemungkinan juga orang yang akan mengikat kontrak dengannya ada di sekitar tempat tersebut "I-itu...?" Uzume melihat seorang laki-laki yang kemungkinan usianya masih remaja yang memiliki rambut berwarna pirang keemasan jabrik sedang berlari kencang seperti sedang dikejar sesuatu.

"Ashikabi...-sama?" ucap Uzume tanpa sadar dengan matanya yang masih tertuju pada remaja pirang tersebut.

-0-0-0-0-

"Dasar ini hari sialku," umpatnya dengan kakinya yang terus bergerak sangat cepat menelusuri aspal jalanan yang tampak lengang dan tak ada satupun orang yang bisa ia mintai tolong, bukan dirinya ini tersesat tapi...

"Kau...! Berhenti disana!"

Kepalanya sedikit menoleh ke belakang dimana suara yang dimaksudkan padanya itu berasal, dua orang perempuan yang sedari tadi mengejarnya semenjak mencapai wilayah utara Shinto Teito. Dia tak mengerti kenapa dirinya harus dikejar oleh kedua perempuan memiliki kemampuan fisik tak biasa, sedari dulu perempuan memang selalu merepotkan dirinya. Makanya dia tak mau jika harus memiliki masalah yang serius dengan makhluk yang bernama perempuan itu, masalah kecil saja bisa menjadi kiamat baginya.

Pemuda pirang itu berbalik lalu menghentikan laju larinya dengan kedua bola mata -dengan mata kirinya yang sudah berubah menjadi merah darah- menatap kearah kedua perempuan yang juga sudah menghentikan pengejaran pada dirinya "Apa maksud kalian mengejarku? Aku tak memiliki apapun untuk dicuri," ucap Naruto dengan nada lantang agar kedua perempuan yang berdiri di depannya itu bisa mendengar pertanyaannya.

"Akhirnya... Dia menyerah juga... Benitsubasa," ujar perempuan berambut putih pendek dengan cakar tajam terbuat dari besi di setiap jarinya menandakan jika perempuan itu merupakan petarung jarak dekat, dia menyeringai mendapati target yang diinginkan oleh presiden M.B.I itu sudah menghentikan acara lari-lariannya.

"Ya, dia pemuda yang sangat menyusahkan," ucap perempuan bersurai merah muda yang diikat ponytail di sisi kiri kepalanya, kedua tangannya yang dibalut dengan sarung tangan merah tanpa jari menandakan jika perempuan itu juga merupakan petarung jarak dekat.

"Aku sudah bilang untuk tidak mengikutiku lagi, apa kalian tak punya telinga untuk mendengar kata-kata sederhana seperti itu?" ujar Naruto yang sedikit bernafsu karena kedua perempuan itu sepertinya tak ingin melepaskan pengawasan mereka darinya, dia tak tahu harus menggunakan bahasa apa agar mereka tak mengejarnya lagi. Dia membalikan tubuhnya tak peduli jika mereka mengikutinya lagi, dirinya sudah muak mendengar suara mereka.

"Kami akan berhenti... setelah membawamu pada presiden kami!"

Swush!

Perempuan berambut putih pendek yang memiliki nama Haihane itu berlari sangat cepat dengan menyiapkan cakar di setiap jari tangannya untuk menyerang pemuda pirang yang ada di depannya, seringai lebar masih tercipta di bibirnya ketika menyadari jika sosok di depannya sama sekali tak ingin menghindar dari serangannya. Dia memposisikan kelima cakar di bagian tangan kirinya secara horizontal, perempuan itu yakin bahwa mereka berdua bisa membawa pemuda itu dengan mudahnya tanpa harus mengeluarkan tenaga ekstra.

Shiiing!

Mata hitam tajam itu hanya bisa terbelalak ketika cakarnya hanya melewati tubuh tersebut tanpa meninggalkan luka sedikitpun, tas dan tubuh pemuda itu layaknya hologram yang sama sekali tak nyata dan tak bisa disentuh oleh siapapun. Kepalanya mengadah kemudian menatap salah satu mata merah menyala layaknya darah sudah membentuk pola tertentu membuat Haihane bergidik ngeri karena senyum miring yang juga diarahkan oleh si pirang, dia juga sudah melihat jika tangan kanan pemuda itu sudah terkepal dan mengarah padanya. Seringai di bibir Haihane melebar karena dia tahu pukulan tersebut tak akan pernah mengenai dirinya seperti cakarnya yang melewati tubuh pemuda itu.

Buuaaggh!

Benitsubasa yang berdiri lumayan jauh, Haihane yang sudah terlempar jauh karena pukulan itu ataupun Uzume yang sedari tadi mengintip di salah satu dahan pohon yang ada disana hanya bisa membelalakan matanya untuk kesekian kalinya. Benda tajam seperti cakar milik Haihane bisa menembus tubuhnya layaknya bayangan, tapi kenapa dia bisa memukul Haihane dengan keras seolah tubuhnya kembali mengeras? Benitsubasa ataupun Haihane mulai mengerti kenapa presiden M.B.I memerintahkan mereka untuk membawanya.

Braakh!

Tubuh Haihane berhenti dengan menabrak tembok pembatas antara halaman rumah dengan jalanan, sebagian besar tembok tersebut hancur karena tubuh Haihane yang meluncur dengan kecepatan sangat tinggi disebabkan pukulan sangat kuat itu.

"Sudah kubilang, aku tak mau ikut dengan kalian. Aku juga memiliki urusan lain yang harus kuselesaikan hari ini juga dan tentunya tak punya waktu untuk meladeni kalian," ucap Naruto yang menatap kearah Haihane yang kesakitan dan Benitsubasa yang terlihat marah karena kawannya dapat dikalahkan dengan mudah menggunakan tangan kosong miliknya.

"Sialan! Aku akan membalasnya," ujar Benitsubasa yang sudah menyiapkan kuda-kuda bertarungnya dengan kedua tangannya terkepal di depan "Hiyaa~Ooo..."

Brukh!

Benitsubasa langsung terjatuh di permukaan aspal tempatnya berpijak setelah dirinya ingin menerjang kearah pemuda di depannya, tetapi tubuhnya malah tertarik ke belakang seperti ada yang mengikat salah satu kakinya dengan sesuatu. Kedua bola matanya menatap kearah kakinya dan perkiraannya terbukti benar jika salah satu kakinya sudah diikat menggunakan kain berwarna putih yang lumayan panjang, kepalanya mengikuti arah asal kain tersebut kemudian dia melihat sosok memakai pakaian putih cukup minim dengan selendang di sekitar tubuhnya.

"Sekirei?!" Benitsubasa menggeram kesal karena rencananya digagalkan oleh salah satu Sekirei yang memiliki kemampuan mengendalikan kain selendang putih itu sesuai dengan keinginan pengendalinya, dia menyadari jika Sekirei itu menolong pemuda di depannya berarti Sekirei itu memang bereaksi dengan si pirang.

"Aku tak akan membiarkan calon Ashikabi-ku menjadi penjilat M.B.I seperti Choubatsu Butai," ucap perempuan berpakaian serba putih itu dengan nada dingin, perkataan itu dia tujukan kepada kedua perempuan yang menyerang pemuda pirang yang berhasil menariknya untuk menolong pemuda itu "Pergi dari kawasan ini atau aku akan memanggil Iblis dari Utara untuk mengusir kalian," sambungnya dengan nada mengancam membuat kedua perempuan itu bergidik ngeri mendengarnya.

"Haihane! Kita kembali!" sahut Benitsubasa yang sudah melepaskan lilitan kain putih itu dengan kekuatan miliknya lalu melompat setinggi mungkin hingga mencapai atap rumah milik warga disana disusul oleh Haihane yang terlihat kesakitan karena pukulan keras milik Naruto.

Sekarang, di jalan tersebut hanya tersisa dua orang yang memiliki jenis kelamin yang berbeda. Pemuda bersurai pirang jabrik itu membalikan tubuhnya menghadap kearah perempuan yang menolongnya dari terjangan salah satu perempuan yang sangat agresif itu, senyum sehangat mentari terperuntukan bagi perempuan itu "Terima kasih sudah menolongku, Nona. Setidaknya mereka sudah tak mengejarku lagi," ucap Naruto dengan nada senang dengan menatap kearah perempuan itu, salah satu matanya yang sempat berubah warna itu sudah kembali menjadi mata hitam kelam layaknya malam hari. Sepertinya dirinya memang tak diperbolehkan untuk melihat wajah perempuan yang menolongnya karena kain putih yang menutupi kepalanya, tapi dia tak memiliki hak untuk memaksa perempuan itu.

Dia membalikan tubuhnya melanjutkan perjalanannya yang sempat tertunda karena aksi kejar-kejaran dengan kedua perempuan yang tak tahu asal-usulnya darimana, salah satu tangannya melambai pelan ke belakang menandakan dirinya akan pergi dan semoga mereka bertemu lagi. Pencariannya mengenai penginapan itu masih berlanjut hingga sekarang dan semoga saja tempat itu memang sangat dekat bagi...

"Eh?!" Naruto memperhatikan jika kain putih yang sangat dia kenal melilit tubuhnya dengan erat hingga dirinya tak bisa bergerak sedikitpun bahkan kedua tangannya terkunci di kedua sisi tubuhnya agar tak melawan lagi, sepertinya dia paham sekarang dengan pribahasa keluar dari mulut Singa, malah masuk ke dalam mulut Buaya. Dia menyerah total sekarang, malah akan buang-buang tenaga jika mencoba melepaskan lilitan kain tersebut.

Kepalanya menoleh ke belakang dimana perempuan berpakaian sangat minim bahan itu mulai berjalan mendekat kearahnya "Apa ada yang salah? Aku sudah berterima kasih padamu," ujar Naruto tanpa berani menatap kearah perempuan itu walaupun dia akui jika tubuh perempuan itu sangat ideal menurut pandangannya, dia bisa merasakan jika kain putih itu mulai merenggang perlahan-lahan melepaskan kedua tangannya hingga terbebas.

"A-apa kau tak apa-apa?" tanya Uzume tergagap dengan kepalanya yang mulai terangkat membuat kain yang menutupi kepalanya terlepas, wajahnya yang sangat menawan siapapun itu semakin memerah karena terus bertatapan dengan mata yang berbeda satu sama lain itu.

Naruto hanya menganggukan kepalanya "Tentu saja, setiap anggota tubuhku tak ada yang terlepas sedikitpun," ujarnya sambil menepuk-nepuk tubuhnya agar meyakinkan perempuan di depannya jika dirinya memang baik-baik saja.

"Umm... Syukurlah kalau begitu," ucap Uzume yang tanpa sadar, hatinya merasa lega ketika melihat seseorang yang bisa membuat jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya tak mengalami luka yang serius walaupun dia yakin jika cakar milik Haihane tadi mengenai tubuh milik laki-laki yang ada di depannya.

"Sekali lagi terima kasih sudah membantuku mengusir mereka, sepertinya aku harus menggunakan bahasa alien ketika berbicara dengan mereka lagi. Sudah beberapa kali aku mengatakan pada mereka untuk tak mengikutiku, tapi telinga mereka tak berfungsi dengan baik dan malah mengejarku hingga kesini," ucap Naruto yang sudah tersenyum ramah kepada perempuan itu.

Uzume hanya tertawa kecil mendengar ucapan dari laki-laki pirang itu, tapi di sisi lain tubuhnya tak bisa dikompromikan lagi, rasa panas itu terus menjalar ke seluruh bagian tubuhnya setiap kali dirinya berinteraksi dengan laki-laki itu. Dia harus segera mengikat kontrak dengan laki-laki itu agar rasa panas yang ada di tubuhnya menghilang "Tak perlu dipikirkan, Ashikabi-kun. Itu sudah menjadi tugasku," balas Uzume dengan wajahnya yang terus memerah, dia tak bisa menahannya lebih lama lagi jika terus seperti ini.

Pemuda pirang itu mengerutkan dahinya pertanda dirinya bingung dengan panggilan yang baru saja dikatakan oleh perempuan di depannya "Namaku Naruto Uzumaki, bukan Ashikabi. Senang bisa bertemu denganmu," ucap Naruto yang sudah tersenyum seperti sedia kala, dia bahkan tak tahu menahu tentang orang yang bernama Ashikabi itu.

"Naruto..., bisakah aku meminta sesuatu padamu?"

"E-eh?!" Laki-laki bersurai pirang jabrik itu terkejut ketika melihat perempuan tak diketahui namanya itu malah semakin mendekat kearahnya dengan wajahnya yang sangat memerah ditambah ekspresi sayu dan berbicara dengan nada memohon malah membuat siapa saja yang melihatnya pasti akan berpikir yang tidak-tidak "S-selama aku bisa memenuhinya, aku tak bisa menjawab 'Tidak'," ucap Naruto yang menyanggupi untuk memenuhi apa yang dipinta oleh perempuan di depannya, dia yakin jika wajahnya sudah memerah karena kelakuan perempuan yang ada di depannya.

Kedua tangan putih nan halus itu bergerak kemudian menangkup pipi yang dihiasi dengan tiga goresan tipis seperti kumis kucing itu lalu mendekatkannya hingga saling berhadap-hadapan dengan jarak yang sangat sempit "Maukah kau menjadi Ashikabi-ku?" pinta Uzume dengan senyum kecil terpasang di bibir tipisnya, sepertinya rencananya untuk tidak mengikuti Proyek Sekirei itu malah gagal total karena dirinya malah menemukan Ashikabi miliknya.

"Heh? Aku?" tanya Naruto sambil menunjuk dirinya sendiri yang juga terlihat sangat bingung karena dia tak tahu apa yang dimaksud dengan 'Ashikabi' itu.

"Ya, tolong lepaskan rasa panas yang ada di dalam hatiku dan juga tubuhku ini, Ashikabi-kun. Kita berdua harus segera menjalin kontrak," Uzume bisa merasakan jika hawa panas di dalam tubuhnya semakin menjadi-jadi dan bisa saja menjadi sangat parah jika tak segera dilakukan, ini juga bisa berbahaya bagi kekuatan yang ada di dalam tubuhnya.

Naruto bisa merasakan jika jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya, bukan karena dirinya gugup berada di dekat perempuan itu tetapi ketika melihat dan mendengar permintaan perempuan itu. Ditambah rasa hangat ketika kulit tangan yang halus itu bersentuhan dengan kulit pipinya, dia bisa merasakan suasana nyaman untuk kedua kalinya selain bersama-sama dengan keluarganya. Kedua bola matanya seolah terkunci oleh manik coklat itu untuk terus menatap kearahnya, dia tak bisa bergerak satu inchi pun dari sana.

"Lalu bagaimana agar aku bisa menjadi Ashikabi-mu? Jujur, aku sama sekali tak mengerti," ucap Naruto yang terus terang kepada perempuan itu, entah kenapa dirinya bersikap sangat lembut padanya.

Uzume tersenyum bahagia ketika mendengar jawaban dari Naruto yang menandakan jika Naruto memang sudah bersedia menerima dirinya untuk menjadi Sekirei di bawah naungan nama Uzumaki Naruto itu, perempuan itu langsung mendekatkan bibir tipisnya dengan bibir milik Naruto lalu menekannya beberapa saat untuk meresapi kekuatan yang kembali mengalir di sepanjang pembuluh darahnya.

Sriiinkk!

Sinar keputihan yang diiringi dengan munculnya sayap berukuran besar yang terbuat dari kain di punggung ditambah lambang burung dengan dibawahnya terdapat 4 tomoe dan lingkaran ying-yang sudah tercipta di tengkuk Uzume menandakan jika laki-laki yang ada di hadapannya berhasil menyayapi dirinya dan meresmikan jika laki-laki pirang itu menjadi Ashikabi-nya, beberapa detik kemudian Uzume melepaskan bibirnya dari bibir Naruto dan menatapnya dengan penuh kebahagiaan "Aku nomor 10, Uzume. Dengan selendang yang menjadi kontrakku, aku akan menyingkirkan semua malapetaka yang mendekati Ashikabi-ku," Uzume mengatakan Norito-nya dengan lantang dan penuh keyakinan.

"Uzume? Apa itu namamu?" tebak Naruto yang sebelumnya mendengar nama itu di dalam Norito yang dideklarasikan oleh perempuan di depannya.

Uzume menganggukan kepalanya menandakan tebakan Naruto memang benar "Mulai dari sekarang, aku adalah tanggung jawabmu, Na-ru-to," ucapnya.

"Ah, begitu ya...," ujar Naruto dengan salah satu tangannya yang sudah menggaruk pipinya pertanda dirinya sangat gugup hingga dirinya tak bisa berpikir jernih karena kejadian barusan 'Bagaimana ini? Aku harus menjelaskan apa jika nanti Kaa-chan atau Tou-chan memantau kesini, aku bisa dicincang habis,' Naruto tak bisa menolak permintaan dari Uzume, sisi perasaannya seolah mengambil alih dan menyanggupi permintaan itu dengan mudahnya.

"Apa ada yang salah, Naruto?" tanya Uzume ketika melihat ekspresi yang dikeluarkan oleh Naruto, senyuman yang terlihat dipaksakan itu membuatnya berpikiran bahwa Naruto tak senang perihal apa yang baru saja ia katakan.

"Tidak, hanya saja kenapa kau harus berpakaian seperti itu di tempat terbuka seperti ini? Kalau ada orang lain yang melihat, bisa-bisa aku dalam masalah," Naruto berusaha agar dirinya sama sekali tak tergoda dengan tubuh perempuan yang ada di depannya, tapi otaknya yang teracuni oleh pamannya malah terus mendukung agar pemiliknya menatap tubuh itu lebih lama lagi. Daripada dirinya dikira mesum, lebih baik dia mengingatkan perempuan itu agar berpakaian lebih sopan lagi.

"Aku lupa, ini pakaian dalam mode bertarungku, Naruto. Lagipula memakai pakaian ini ruang gerakku menjadi lebih luas," balas Uzume yang sama sekali tak risih dengan pakaian yang dikenakannya, pakaian itu lebih menyegarkan jika dipakai di siang hari dengan panas yang sangat terik seperti sekarang. Tapi dia tak mau jika melihat tatapan tak suka dari Naruto ketika dirinya memakai pakaian itu di muka umum, atau jangan-jangan laki-laki itu hanya ingin melihatnya ketika mereka berduaan di ruang tertutup. Entah kenapa dia malah teringat perkataan si kacamata itu.

"Tak perlu diganti jika kau memang nyaman memakai pakaian itu, aku hanya menanyakannya saja tadi," ucap Naruto dengan kedua tangannya yang bergerak melambai tepat di depan tubuhnya, sedikit banyak dia juga menikmatinya 'Sekarang aku baru tahu, kenapa kau suka hal-hal mesum, Jiraiya-jiisan,' dia malah teringat dengan pamannya yang jauh disana.

Kain-kain putih itu mulai menyelubungi tubuh Uzume hingga bagian lekuk tubuhnya yang lain mulai tertutup oleh kain tersebut dan beberapa detik kemudian kain itu menghilang digantikan dengan Uzume yang sudah mengenakan pakaian merah muda bergambar bintang kuning berlengan pendek yang berwarna ungu disertai celana pendek biru berbahan jeans "Apa seperti ini yang Naruto mau?" tanya perempuan itu disertai senyuman manisnya.

Naruto hanya mengangguk pelan mendengar pertanyaan tersebut "Setidaknya itu lebih baik, walaupun agak menonjol di beberapa bagian," jawabnya dengan nada pelan di bagian akhir kalimatnya, dia baru ingat kembali jika dirinya harus mencari Villa Izumo sesegera mungkin "Ada yang ingin aku tanyakan padamu, Uzume?" tanya Naruto dengan tatapannya yang mulai memohon kembali.

"Apa itu, Naruto?"

"Apa kau tahu dimana Villa Izumo berada? Kurasa kau tahu betul setiap tempat di wilayah Utara ini."

"Uhm...," perempuan itu hanya tersenyum misterius mendengar pertanyaan dari Ashikabinya, sebenarnya Villa Izumo itu sedikit tertutup dan tak diketahui oleh banyak orang tapi melihat tingkah laki-laki itu, Uzume yakin jika laki-laki itu adalah pendatang baru di kota ini "Ada urusan apa kau ke Villa itu, Naruto?" tanya perempuan itu dengan nada menyelidik.

"Y-yah, aku hanya ingin menyewanya saja," ucap Naruto yang sedikit tergagap ketika melihat pandangan menyelidik dari perempuan di depannya dan sepertinya dia juga mengetahui villa itu "Lagipula Perguruan Tinggi Shinto Teito lebih dekat dari sana, ya 'kan?" ujar Naruto yang berusaha mencari dukungan dari Uzume.

"Memang benar sih," ucap Uzume ketika memikirkan pernyataan dari Naruto "Tapi aku harus berbelanja dulu sebelum mengantarmu kesana," sambungnya sambil mengangkat keranjang belanjaannya yang masih kosong belum terisi apapun.

"Memangnya kau ingin membeli apa?"

"Sayur-sayuran, daging dan bahan-bahan lainnya untuk memasak, Naruto. Bisa gawat jika aku tak membeli apa-apa ketika pulang nanti," kata Uzume dengan tubuhnya yang sedikit bergidik karena membayangkan Miya yang mengeluarkan aura menakutkan dengan hantu hanyo menyertainya, bisa-bisa dirinya dihabisi oleh pemilik penginapan Izumo itu.

"Baiklah, aku akan ikut denganmu. Setidaknya aku bisa mengenal kota ini lebih jauh lagi," ucap Naruto yang sudah cengengesan tak jelas karena mungkin akan merepotkan bagi Uzume.

Uzume kembali tertawa pelan mendengar perkataan dari Naruto "Senang bisa berjalan-jalan denganmu, Naruto-sama," ucapnya dengan nada menggoda lalu salah satu tangannya yang tak membawa apapun langsung menggenggam tangan kekar milik Naruto "Ayo sebelum hari semakin siang," sambungnya sambil menarik tubuh Ashikabinya menuju supermarket yang diperintahkan oleh Miya untuk berbelanja.

"Eehh?! Pelan-pelan, Uzume," ucap Naruto dengan langkah kakinya yang berusaha mengimbangi tarikan yang dilakukan oleh Uzume.

'Tunggu dulu, a-apa ini yang dimaksud perkataan Tou-chan waktu itu hingga menyuruhku untuk tidak menggunakan marga Namikaze di kota ini?'

-0-0-0-

"Sepertinya Naru-chan sampai dengan selamat di Kota Shinto Teito itu, Minato. Aku sempat memarahinya karena tak mengabariku," ucap wanita berkisaran 47 tahunan tetapi masih terlihat sangat cantik dengan rambut merahnya yang tergerai lurus sampai-sampai menutupi meja yang didudukinya, kedua kakinya bertumpangan satu sama lain dengan kedua tangannya terlipat di depan dada. Dia masih kesal karena anaknya itu tidak mengabarinya sama sekali.

"Kau terlalu memanjakannya, Kushina-chan. Dia sudah besar dan bisa menjaga dirinya sendiri, lagipula itu juga untuk kebaikannya," ucap pria yang usianya lebih tua dari wanita bernama Kushina itu dengan rambut pirang jabrik keemasan yang lumayan panjang dengan anak rambutnya yang membingkai wajah tampannya, matanya yang senada dengan langit biru yang cerah itu menatap kearah luar jendela lantai teratas kantornya. Dia bisa melihat keadaan Kota Tokyo dari atas gedung tersebut.

"Dan bisa-bisanya kau mengirim Naruto kesana, memang ada urusan apa disana?" tanya Kushina dengan nada menyelidik pada suaminya itu.

"Tentu saja agar Naruto bisa belajar di Perguruan Tinggi Shinto Teito," tanggapnya disertai dengan senyuman hangat yang selalu ditunjukan kepada istrinya "Aku tahu di Tokyo juga banyak Perguruan Tinggi terkemuka yang bisa saja menerima Naruto dengan mudahnya, tapi aku ingin melihat sejauh apa usahanya untuk mencapai apa yang dia inginkan. Lagipula teknologi disana terbilang sangat canggih daripada disini," sambungnya sambil melangkahkan kakinya mendekati meja tempat Kushina duduk.

"Tapi, bukan hanya itu saja 'kan alasanmu mengirimkannya kesana, Minato?"

"Tentu saja, semoga dia segera menyadari apa yang aku katakan padanya tempo hari."

Kushina hanya mengerutkan dahinya ketika mendengar pernyataan dari suaminya "Perkataan apa maksudmu?" tanyanya dengan nada penasaran.

"Itu... rahasia, Kushina-chan," jawab Minato yang sudah tersenyum lebar pada Kushina.

"Baiklah kalau begitu," ucap Kushina yang sudah turun dari meja kerja yang didudukinya barusan lalu berjalan menuju pintu keluar dari ruangan tersebut "...tapi malam ini tak ada 'jatah' untukmu," lanjut Kushina yang sudah keluar dari ruangan itu.

"Eh? Apa?" beo pria itu yang seolah tak bisa mencerna apa yang baru saja dikatakan oleh istrinya "Kau bercanda 'kan, Kushina-chan?" ucapnya yang sudah menyusul Kushina yang pastinya belum jauh dari ruangannya. Jika saja ada perkataan ataupun ulahnya yang menyinggung istrinya hingga membuatnya kesal, pasti 'jatah'nya yang akan menjadi korban.

'Perempuan memang merepotkan.'

[To Be Continued...]