Annyeong minna-san!
Sebelum Hana hiatus karena UAS. Hana mau buat satu fanfic baru. Untuk The Hunter dan Protection kalau ada waktu senggang Hana akan update. Jika ada yang mau tau semua bocoran fanfic Hana silahkan lihat blog Hana. Bocoran fanfic Hana ada disana. Terinspirasi dari MV Super Junior Happy Cooking Cooking jadilah fanfic ini. Can't wait read my fanfic? OK, let's read!
ENJOY
Lagi dan lagi, aku membutut Kazune yang tengah berjalan sambil sesekali melakukan dribble. Aku hanya menatap Kazune dari belakang dengan kagum. Tapi, well aku bukan Kazuners—fans Kazune. Aku menatap Kazune yang sibuk ngobrol dengan Jin sambil terus melakukan dribble.
Kazune dan Jin duduk di bangku taman sekolah. Aku segera duduk di bangku yang letaknya terbatasi pohon sakura di belakang bangku yang di duduki Kazune dan Jin. Aku mendengar pembicaraan mereka.
"Hei Kujyou! Kau sudah mengerjakan tugas Hino-sensei?"
"Tentu saja sudah! Memang aku artis yang malas seperti kau!"
"HEI! Berhentilah mengejekku!"
"It's free isn't?"
"Hei, kau mendapat berapa bento dari fansmu?"
"Aku mendapatkan 5 hari ini."
"Ckckck! Banyak juga. Bukannya kau suka gadis yang bisa memasak?"
"Haha! Ya, aku memang menyukai gadis yang bisa memasak. Berarti dia hebat dan mandiri."
Aku terdiam mendengar kata Kazune yang menyebut gadis dan memasak. Perlahan pikiranku mencoba untuk mencerna ucapan Kazune yang entah kenapa lama sekali kupahami. Seketika sebuah jawaban sudah berada dalam pikiranku. 'Ka—Kazune menyukai gadis yang bisa memasak. Ta—Tapi aku tak bisa memasak!' batinku.
Kamichama Karin (Chu) © Koge-Donbo
Cooking? Cooking! © Hana Kazusa Laytis
Warning : AU, OOC, OC, Typos, De Es Be.
Cooking Cooking © Super Junior Happy
as backsound and main idea to this fanfiction!
1 : Cooking and Cooking
Aku segera melempar tasku setibanya di rumah. Kulihat rumah dalam keadaan sepi. Segera kuambil kesimpulan jika Miyon belum pulang. Aku segera berjalan ke dapur. Kulihat keadaan dapur yang rapi. Di pintu dapur kulihat kucingku—Shi-chan—tengah duduk sambil menggosok-gosokan tubuhnya di keset merah. Aku tersenyum kecil melihat tingkahnya.
Aku berjalan menuju kulkas dan membukanya. Kulihat banyak sekali bahan masakan yang tertata rapi dan segar. Mulai dari sayuran, daging, tahu, ikan, dan sebagainya. Aku berpikir sejenak. 'Percobaan pertama apa yang aku buat?' batinku. Aku memutuskan membuat nasi goreng.
Aku segera mengambil sebutir telur. Kemudian, aku mengambil semangkuk nasi. Aku berjalan menuju nakas di dapur yang tersusun di tembok. Kemudain dengan asal aku mengambil botol saus, kecap, dan garam. Well, aku tidak membuat sambal untuk nasi gorengku karena aku malas. Setelah semua bahan siap. Aku segera memanaskan teflon dan kutuangkan sedikti minyak goreng.
"Ups!" seruku saat aku mendapati terlalu banyak minyak yang kutuang. Segera aku menyingkirkan botol minyak goreng. Aku segera menyalakan kompor cukup lama. OK, aku lupa caranya menyalakan kompor.
Akhirnya, setelah 10 menit berhadapan dengan kompor aku tak sia-sia. Kompornya sudah menyala. Aku segera meletakan teflon yang diisi minyak goreng di atas kompor. Dengan tergesa aku segera memecahkan telur. Aku mendengus saat kulit telur tidak retak-retak juga. Aku memutar bola mata malas. Segera kuambil pisau dan kuarahkan ke kulit telur. KRETAK—kulit telur itu retak dan jatuh ke teflon. Kuning telur dan putih telur sudah mulai tercampur dengan minyak.
Aku melihat masih ada beberapa pecahan kulit telur. Dengan japit makanan segera aku mencoba mengambil pecahan kulit telur. 'Oh geez! Kenapa sulit sekali mengambil pecahan kulit telur?' batinku. Aku segera berjingkrak setelah mendapati pecahan kulit telur sudah bisa kuambil.
Aku segera mengambi spatula dan membalik telur itu. Ups! Telur gorengku sedikit berwarna coklat bawahnya. Ah! Baiklah bukan sedikit berwarna coklat. Tapi memang berwarna coklat setenganya. Aku segera menyampurkan nasi. Lalu aku mengudak campuran nasi dan telur. Aku mengambil garam dan mencampurkannya ke campuran nasi gorengku. Dengan sigap segera aku memberi tambahan ekstra saus dan kecap. Aku mengaduk semua bahan menjadi satu.
"Baunya lumayanlah," ucapku ketika mencium bau masakanku. Aku segera mematikan kompor dan berjalan mengambil piring berbentuk lingkaran dengan warna putih. Aku segera menuangkan nasi goreng buatanku di atas piringku.
Kepulan uap putih mengepul di atas nasi goreng. Menandakan nasi goreng buatanku sudah matang dan masih hangat. Shi-chan berjalan mendekatiku. Ia segera mengeong dan duduk di depanku. Aku tersenyum kecil melihatnya.
"TADA~ Nasi goreng ala Hanazono Karin sudah siap!" seruku. Aku segera berlari kecil menuju meja makan. Aku mengambil sendok dan mulai memakan nasi gorengku.
"Selamat makan!" seruku sambil menyendokan nasi goreng. Perlahan aku mulai mengunyah nasi gorengku. OK, untuk sementara rasanya baik.
"HUGH!" aku segera menutup mulutku dan berjalan ke kamar mandi. Sesaat, aku kembali kemeja makan. Aku menepuk kepalaku sedikit kasar.
"Uh! Rasanya tak karuan ada yang renyah, asin dan pedas! Aku berani bertaruh jika rasa renyah itu dari kulit telur yang tergoreng!" seruku. Aku menatap horror hasil masakanku.
"Miaw~," kudengar suara Shi-chan yang terdengar mendayu-dayu. Aku merasakan kakiku menyentuh benda berbulu yang halus. Aku tersenyum kecil melihat Shi-chan tengah bergelayut di kakiku. Sejenak aku menapatkan ide.
Aku segera berjongkok dan mengambil piring berisi nasi goreng buatanku. Aku segera meletakan piring itu di depan Shi-chan. Kulihat Shi-chan mengendus bau nasi gorengku. Ia lalu mulai memakannya. Sejenak ia memakannya lalu ia berlari ke halaman belakang. Aku menundukkan kepalaku.
"Sebegitu parahkah masakanku?" ucapku.
Aku menatap deretan buku di perpustakaan gusar. Jemari-jemari lentikku kugerakan untuk membuka satu persatu buku yang berisi resep masakan. OK, aku ingin bisa memasak dan menjadi gadis yang disukai Kazune. Well, aku boleh berharap bukan?
Aku mencermati satu persatu buku memasak. Aku melihat salah satu buku resep yang berjudul Resep Aneka Puding. Aku segera mengambil dan membacanya. Iris emeraldku pusing membaca daftar bahan yang banyak dan memusingkan. Aku kembali mengembalikan buku itu ke posisi semula. Aku menepuk pipiku.
"Apa aku berhenti saja ya?" ucapku. Aku menyandarkan tubuhku pada salah satu rak buku. Aku menatap langit-langit perpustakaan.
"Iie! Kau tak boleh putus asa Karin! Fighting!" aku kembali membuka buku yang berisi resep masakan. Perlahan, aku mencermati resep-resep makan itu.
Aku mendesah mendapati menu makanan yang janggal dan membaca bahanya. Beberapa bahan yang sama sekali tak kuketahui. Tapi, aku tak mengetahui banyak nama bahan masakan. Well, aku tidak pernah menyentuh dapur. Baiklah itu semua minus kemarin untuk membuat nasi goreng gagal. Orang yang selalu memasakanku adalah I Miyon—sepupuku.
Aku menarik napas panjang. Aku meletakan buku resep yang kuambil ke raknya. Aku tak paham. Sama sekali tak paham. Aku mencoba mengingat terakhir kali aku menyentuh peralatan dapur kecuali kemarin. Ah! Iya itu sudah lama. Kalau tidak salah aku terakhir menyentuh peralatan dapur saat kelas 3 SD dan saat itu aku merebus air hingga airnya menguap semua. Baiklah, itu kejadian yang bodoh. Bahkan terlalu bodoh untuk kuingat.
"Hei awas!" seseorang berseru padaku. Aku menoleh ke arah sumber suara itu. BRUAK—sebuah bola baskes terlempar memecahkan kaca jendela dan mengenaiku. Aku terdorong ke belakang dan terjatuh.
Kepalaku rasanya sakit karena hantaman keras bola basket itu. Mika-sensei —guru penjaga perpustakaan—segera membantuku. Aku melihat beberapa siswa segera menghampiriku. Suatu hal yang tak terduga terjadi. Kulihat Kazune berlari menghampiriku. Aku tak tahu apa yang terjadi. Sebab kesadaranku mulai goyah.
Aku terbangun dan mencium aroma obat-obatan yang kental. Perlahan kubuka mataku. Hal yang pertama kali kulihat adalah Kazune yang duduk di sampingku. Aku mengerjap beberapa kali, mencoba memastikan jika aku tidak ada di dalam mimpi.
"Ka—Kau sudah sadar?" tanyanya.
"Ya," jawabku ringan. Mimpi apa aku semalam hingga aku bisa berbicara dengan Kazune? Aku memang tak pernah berbicara dengan Kazune. Kami hanya pernah bertatap muka hanya karena kesengajaan.
Aku mulai duduk sambil menyentuh kepalaku. Kepalaku masih pusing karena insiden bola basket yang terlepar entah berantah itu. Tapi, mungkin juga aku harus bersyukur karena bola basket itu aku bisa bersama dengan Kazune Kujyou—Flowers Boys di sekolahku.
"Aku minta maaf untuk yang tadi," ucapnya.
"Ah! Ti—Tidak apa-apa kok," jawabku sambil tersenyum walau agak canggung.
Atmosfer hening kembali menyelimuti. Aku menarik napas panjang. Merasa tidak enak juga jika ada dalam keadaan canggung seperti ini. Aku mendongak menatap langit-langit yang berwarna putih.
"U—Um, kau mau ini?" Kazune menyodorkanku sebuah kotak yang terbalut kain berwarna biru.
"Apa ini dari fansmu?" tanyaku.
"Tidak. Ini bento buatanku sendiri," ucapnya. Iris emeraldku membulat mendengar ucapan Kazune. Aku menatap Kazune tak percaya.
"Ka—Kau bisa me—memasak?" tanyaku kaget dan takjub. Kazune menghela napas panjang dan meletakan bento itu di atas meja. Ia menggaruk tengkuknya yang mungkin tak gatal. Ia menyandarkan tubuhnya pada punggung kursi.
"Tak salah bukan jika aku bisa memasak?" ucapnya dengan gaya yang stay cool. Aku segera mengangguk pelan. Kazune peralahan berdiri. Ia lalu berbalik meninggalkanku di UKS sendiri. Sebelum benar-benar keluar dari UKS ia berhenti sebelum membuka pintu UKS.
"Aku minta maaf untuk insiden tadi dan bento itu untukmu," ucapnya lalu berlalu pergi.
Aku mengerjap menatap hal yang baru saja terjadi padaku. Mimpikah aku bisa berbicara dengan Kazune dan mendapat bento buatannya? Oh baiklah! Sepertinya aku akan belajar memasak dengan Miyon. Aku ingin membalas bento buatan Kazune. Dan siapa tahu jika karena masakanku aku bisa menjadi gadis yang di sukai Kazune.
"Uh~ Miyon ayolah~ Kau kan baik," aku mencoba merayu Miyon yang sedang menonton televisi. Tanpa mengalihkan tatapannya dari televisi Miyon diam. Iris light brown Miyon melirikku sekilas. Ia lalu menghela napas panjang.
"Tidak," jawabnya. Aku mengerucutkan bibirku mendengar jawabannya.
"Ayolah~ Ajari aku masak," ucapku.
"Tidak!" Miyon sedikit meninggikan suaranya. Aku mendengus sebal. Segera aku berdiri dan berjalan menuju ke dapur.
"Apa yang ingin kau lakukan?" tanya Miyon setengah berteriak dari ruang tengah.
"Membuat makan malam untuk kita!" seruku. Dari dapur aku bisa mendengar Miyon berkata 'oh'. Tapi perlahan kudengar derap langkah Miyon yang berlari ke arahku. Iris light brown itu menatapku tak percaya.
"Kau mau meracuniku eoh?" serunya. Aku hanya tersenyum kecil. Segera aku menggerakan spatulan yang kupegang menunjuk ke arah Miyon.
"Kalau begitu ajari aku masak!" aku berbalik berseru. Miyon memutar bola mata malas. Perlahan ia berjalan menuju ke arahku. Aku bersorak melihat Miyon yang mau mengajariku.
"Perhatikan aku jika kau ingin bisa memasak," ucap Miyon sambil merebut spatula yang aku pegang.
Aku segera menyalakan kompor. Aku segera meletakan teflon di atas kompor. Segera kukecilkan nyala api. Aku melirik ke arah Miyon yang menganggukan kepala ringan melihat aksiku. Aku lalu menggambil mentega. Segera aku menyendokkan satu sendok mentega pada teflon. Aku meraih telur yang ada di dekatku.
Setelah mentega cair. Aku segera memecahkan telur itu. Aku mengambil toples di nakas yang digantungkan di dinding. Aku segera megambil toples bening berisi butir-butir kristal. Perlahan aku membuka toples itu dan mengambil isinya sedikti. Lalu aku segera menaburkannya di atas telur yang kubuat.
Aku segera mengambil spatula dan membalik telurku beberapa kali. Setelah itu, aku menusuk bagian kuning telur. Berusaha mengecek apa sudah matang. Saat kurasa sudah matang aku mematikan kompor dan mengambil piring. Segera kuletakan telurku di atas piring.
"YEAH!" seruku sambil mengangkat piring yang berisi telurku. Miyon tersenyum kecil ia segera berjalan menuju kearahku dan menepuk bahuku.
Kami berdua segera berjalan menuju ke meja makan. Aku segera mengambil sendok dan mencoba menyicipi telur buatanku. Aku berdoa. Semoga rasa telur ini tidak parah seperti rasa nasi gorengku dulu. Aku menguyah telur itu dengan perlah dan menelannya.
"U—Um," aku sedikit bergumam. Miyon menatapku sambil menaikan sebelah alisnya.
"Nani?" tanyanya.
"U—Um, sepertinya aku salah menuangkan garam dengan gula. Rasa telur ini manis," ucapku.
To Be Continued or The End
.
.
What do you think?
It'll next or end?
Leave me your opinion in review please!
