NARUTO FANFICTION

Disclaimer: Naruto belongs to Masashi Kishimoto

Warning : Typo and OOC

Pairing: NaruHina

goGatsu no kaze present

I PROMISE YOU


Langit senja menyapa kota Konoha. Orange kejinggaan mewarnai pergantian sore menuju malam itu. Di lapangan sebuah taman, Naruto sedang asyik bermain sepak bola dengan anak-anak kecil. Canda serta tawa terus mengalir selama permainan berlangsung. Walaupun Naruto sudah dewasa, 26 tahun, namun kecintaannya pada sepak bola tak pernah padam. Dari sepak bola inilah ia bisa bertemu dengan cinta sejatinya, Hyuuga Hinata.

Ya, Hyuuga Hinata. Seorang wanita yang memutar seluruh dunianya. Mewarnai harinya yang dulu hanya mengenal warna abu-abu. Bertemu dengannya adalah suatu anugrah tersendiri untuk Naruto. Kelembutan serta kebaikan hati wanita indigo itu menyihir hatinya. Membuatnya selalu hidup dalam dunia dongeng, happily ever after, kebahagiaan selalu menyertai hari-harinya.

Namun, takdir berkata lain. Wanita yang dinikahinya empat tahun yang lalu itu telah berada bersama orang tuanya, di surga. Ia harus menghadapi kenyataan bahwa Hinata telah pergi meninggalkannya selamanya. Walaupun itu belum jelas kepastiannya.

Kematian Hinata yang sudah dua tahun itu masih menjadi misteri. Ditambah lagi mayatnya yang tak kunjung ditemukan. Inilah yang membuat Naruto masih berharap bahwa suatu saat Hinata akan kembali ke sisinya. Kembali kepelukannya. Kembali menjalani kehidupan yang bahagia, dengannya.

Permainannya dengan anak-anak membuat ia lupa waktu. Hari libur yang seharusnya ia gunakan untuk istirahat justru ia gunakan untuk bermain. Semenjak kehilangan Hinata, Naruto jadi benci berada dirumah. Setiap sudut selalu mengingatkannya akan Hinata. Pria blonde itu bukannya ingin menghapus Hinata dari ingatannya. Namun semakin hawa keberadaan wanita itu ia rasakan, semakin besar rasa bencinya kepada takdir yang ia alami. Dan itu membuatnya hampir gila.

Oleh sebab itu, ia selalu memilih kegiatan diluar rumah. Ia kembali kerumah jika ingin mandi dan tidur saja. Bahkan, tidur rasanya juga jadi menyiksa. Karenanya, pria bermata sapphire itu selalu mengkonsumsi obat tidur dan penenang sebelum merebahkan tubuhnya ke tempat tidur.

"Sora! Oper kesini!" Naruto melambaikan tangannya ke arah pria kecil berambut sebahu yang ada di belakangnya. Pria kecil berumur sepuluh tahun itu mengerti dan langsung mengoper ke arah Naruto. Operan Sora sangat bagus, bisa menjangkau tempat Naruto. Langsung saja Naruto membawa bola itu ke depan gawang dan menendangnya.

"Yattaaa!" Sora berlari riang ke arah Naruto. Mereka berdua berpelukan. Teman-teman satu tim mereka juga tak kalah heboh.

"Naruto-occhan, minggu besok main di tim ku. Hari ini kan kau sudah main di timnya Sora," seorang anak bernama Konohamaru nampaknya protes. Timnya kalah telak hari ini, 6-0.

"Baiklah. Bukankah tadi kita sudah sepakat?" Naruto mengiyakan permintaan Konohamaru yang memang sudah mereka bicarakan sebelum bermain, "Sudah sore, kalian pulanglah. Nanti orang tua kalian mencari."

"Oke. Occhan jangan ingkar janji, ya?" Naruto tersenyum dan mengangguk.

"Occhan, sebelum pulang bisakah kau mengajarkanku tendangan bebas? Sebentar saja," Sora memasang tampang memelas kepada Naruto. Ia jadi tak tega melihatnya.

"Baiklah. Tapi hanya sekali, ya," Naruto lalu mengambil ancang-ancang menendang. Tiga anak berada tak jauh di depannya dan satu anak menjadi kiper. Tendangannya masuk, semua terkagum melihatnya, "Yang harus kalian lakukan saat melakukan tendangan bebas adalah tetap fokus pada gawang. Mata kalian juga harus mencari celah agar bola bisa dengan leluasa melewati para pemain yang menjadi barrier di depan kalian. Keras atau pelannya tendangan yang kalian lakukan tergantung dari pengamatan kalian saat dilapangan," jelas Naruto.

"Aku ingin coba," Sora langsung meletakkan bola beberapa meter di luar kotak penalti. Ia menendang bola tersebut, namun sayang tendangannya meleset dan justru ke arah luar lapangan. Naruto menawarkan diri untuk mengambil bola tersebut.

Pria blonde itu melihat bahwa bolanya menggelinding ke arah seorang wanita. Karena sudah sore, Naruto kurang jelas melihat wajah wanita itu. Yang ia lihat hanyalah siluet dari wanita itu. Ia melihat kalau wanita itu berambut panjang, memakai long dress selutut berwarna putih, dengan kulit yang sebersih susu. Wanita itu memegang bola yang Naruto cari dan matanya nampak mencari-cari pemiliknya.

Semakin mendekat Naruto merasa semakin mengenali wanita itu. Ia mempercepat langkahnya. Ketika tinggal beberapa senti lagi, langkah Naruto terhenti. Dan benar saja, wanita itu memang sangat dikenalinya. Wanita dengan rambut berwarna indigo itu menoleh ke arah Naruto. Ia lalu menyodorkan bola ke arah pria bermata sapphire tersebut.

"Ini punyamu?" suara wanita itu adalah suara yang Naruto rindukan selama kurang lebih dua tahun ini.

"Hinata," lirihnya. Karena tak kuasa menahan rindu yang sudah menggunung, ia langsung saja memeluk wanita yang ada di hadapannya, "Hinata, kau kemana saja selama ini? Aku mencarimu kemana-mana, tapi tak bisa menemukanmu. Aku-"

Belum sempat Naruto menyelesaikan kalimatnya, wanita yang ada di pelukannya itu nampak tak nyaman dengan posisinya saat ini. Ia sedikit mendorong tubuh Naruto sehingga keduanya hanya saling berhadapan, "Kau siapa?"

Dua kata dari wanita itu sanggup membuat Naruto bagaikan dipukul oleh palu seberat satu ton. Ia yakin kalau wanita yang ada dihadapannya itu adalah Hinata. Bahkan pakaian yang ia kenakan adalah pakaian yang dipakai Hinata di hari sebelum ia menghilang, atau orang lain bilang dinyatakan meninggal.

"Kau tak kenal aku?"


-I PROMISE YOU-


Rumah Naruto letaknya tak jauh dari lapangan tempat ia bermain tadi. Hanya melewati tujuh rumah dan ia langsung sampai dirumahnya. Rumahnya sangat minimalis, barang-barangnya pun tak banyak. Dulu, yang mengatur semua barang disini adalah Hinata. Walaupun sebagian besar barang dibeli sesuai dengan keinginan Naruto.

Di ruang tamunya hanya ada dua buah sofa beserta mejanya dan sebuah televisi. Rumah itu memiliki dua kamar yang berada di lantai atas dan bawah. Halamannya dulu penuh dengan bunga mawar. Namun semenjak Hinata tak ada, bunga mawarnya pun tak ada yang merawat dan mati.

Saat ini mereka berdua sedang ada di ruang tamu. Suasana sangat hening. Hinata yang nampak bingung dan Naruto yang nampak terkejut. Mata sapphire-nya tak henti menatap lavender Hinata. Merasa ditatap terus-menerus, wanita indigo itu lalu menundukkan kepalanya.

"Kau benar-benar tak mengenalku?" perkataan Naruto barusan memecah keheningan yang dari tadi mereka buat.

Wanita itu menggeleng lemah. Naruto menatapnya sendu. Ia sedih karena istri yang ia cintai tak mengenalinya. Tapi disisi lain ia merasakan kebahagiaan yang luar biasa. Wanita yang ia rindukan hadir lagi ke kehidupannya, walaupun sekarang telah beda ceritanya. Hinata bagaikan hilang ingatan.

"A-ano, aku sebenarnya juga tak tahu mengapa bisa ada di taman tadi. A-aku benar-benar bingung," Hinata benar-benar tak tahu apa yang ia alami saat ini. Ia benar-benar tak mengenal orang yang ada dihadapannya kini. Namun, mengapa setiap kali melihatnya hatinya terasa sakit? Disisi lain, Hinata juga merasa damai saat bersama dengannya.

Naruto beranjak dari sofa dan menuju ke ruang tengah. Sementara Naruto meninggalkan Hinata di ruang tamu, wanita itu memperhatikan seluruh isi dari ruangan tersebut. Ia memperhatikan semuanya sampai ketika matanya terpaku pada satu foto yang tergantung di dalam bingkai.

Matanya membelalak ketika ia lihat kalau sosok yang ada di dalam foto tersebut adalah cerminan dirinya. Di dalam foto tersebut, ia nampak bahagia dengan balutan gaun pengantin. Di sampingnya ada seorang pria berambut blonde tersenyum sambil menatapnya lembut. Hinata menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Ia benar-benar terkejut. Ini semua asing baginya.

"Itu foto pernikahan kita," perkataan Naruto sukses membuat Hinata kaget. Naruto kembali dari ruang tengah dengan membawa sesuatu ditangannya. Sebuah album foto, "Lihatlah," ia menyerahkan album itu ke Hinata yang kini telah kembali duduk.

Wanita lavender itu membuka halaman demi halaman album foto yang didepannya bertuliskan inisial 'NH' tersebut. Raut wajahnya benar-benar menampakkan kebingungan yang luar biasa. Sesekali ia melirik ke Naruto lalu kembali lagi melihat album itu. Tanpa sadar air mata telah mengalir di paras cantiknya. Ia sangat bingung dan tak tahu harus bersikap seperti apa. Haruskah ia sedih? Atau bahagia? Entah.

Naruto menatapnya dengan tatapan pilu. Bagaimana ia sanggup menerima kalau orang yang dicintainya kini menganggapnya bagaikan orang asing? Bahkan ia tak mau menerima pelukannya. Hatinya benar-benar sakit menerima kenyataan yang ia alami saat ini, "Hinata. Nama aslimu adalah Hyuuga Hinata. Namun karena kau telah menikah denganku, namamu berubah menjadi Namikaze Hinata," Naruto coba menjelaskan identitas diri Hinata ketika wanita itu sedang terpaku melihat album foto.

Hinata menatap Naruto. Ia tak tahu harus merespon seperti apa. Wanita itu lalu hanya mengangguk lemah, namun ada keraguan dibaliknya. Naruto mengerti situasi yang dialami Hinata. Ia mencoba untuk paham dan mengira-ngira kalau Hinata telah hilang ingatan karena suatu hal. Tapi apapun yang terjadi pada Hinata, ia tetap bersyukur karena ia bisa bertemu kembali dengan istri yang ia cintai.

"Kau pasti lelah. Sebaiknya mandi, ganti pakaianmu, lalu tidur. Kau akan tidur dikamar atas. Aku tidur di kamar tamu, di bawah," Hinata lalu meletakkan album foto itu di atas meja. Ia lalu mengikuti Naruto ke lantai dua. Ketika melewati tangga, ia melihat barisan bingkai foto Naruto dan dirinya. Dilihat dari background-nya, mungkin mereka sedang berlibur.

"A-ano, aku belum tahu namamu," Naruto baru ingat. Sejak bertemu dengan Hinata ia tak memberi tahu namanya, perasaannya terlalu kalut sehingga lupa kalau Hinata tak mengenalinya.

Naruto berhenti sejenak dan menghadap Hinata yang di belakangnya, "Ah, iya. Namikaze Naruto. Kau panggil aku Naruto saja," ia tersenyum lalu melanjutkan langkahnya lagi.

Mereka sudah berada di dalam kamar. Naruto lalu menunjukkan letak pakaian Hinata dan kamar mandi. Naruto memang tak memindahkan pakaian Hinata dari lemari selama dua tahun ini. Pria itu lalu mengambil selimut dan pakaian tidurnya.

"A-arigatou," perkataan Hinata membuat Naruto kembali tersenyum. Bagaikan mimpi, ia bertemu lagi dengan wanita terkasihnya.

"Douittashimashite. Oh iya, kalau perlu apa-apa kau ke kamarku saja. Letaknya yang tadi tak jauh dari tangga," Hinata mengangguk lalu tersenyum. Senyuman itu sontak saja membuat Naruto merona walaupun Hinata yang tak melihatnya, "Kalau begitu, oyashumi," Naruto menutup pintu kamar perlahan.

"O-oyashumi," ucapan pelan Hinata bisa di dengar Naruto walaupun terhalang pintu. Pria itu tersenyum sejenak lalu meninggalkan kamar Hinata.

Sore itu memang menjadi sore yang paling membahagiakan dalam hidup Naruto. Bertemu dengan istri yang telah hilang selama dua tahun membuatnya serasa hidup kembali. Mulai saat itu, ia berjanji akan menjaga Hinata sepenuhnya karena tak mau kehilangan sosok bidadari kehidupannya itu lagi. Namun, apakah Naruto bisa melawan takdir menyakitkan yang akan ia alami untuk kedua kalinya?


-I PROMISE YOU-


Cuaca pagi itu sedang mendung. Awan gelap menutupi sinar mentari. Dingin menyapa mereka yang keluar rumah. Walaupun musim dingin masih beberapa minggu lagi, namun hawanya sudah terasa hari ini. Naruto baru saja bangun dari tidurnya. Sangat aneh, tadi malam ia tak perlu menelan pil-pil santapannya sebelum tidur. Ya, mungkin karena obat yang sesungguhnya telah kembali.

Ia mengusap-usap matanya pelan lalu beranjak dari ranjangnya. Pria itu lalu ke lantai atas untuk memeriksa Hinata. Setelah sampai, ia membuka pintu perlahan. Takut Hinata akan terganggu nanti. Namun ketika pintu telah terbuka sempurna, Hinata tak ada di kamar. Dengan panik Naruto lalu menggeledah seluruh kamar.

"Hinata, kau dimana?" Naruto lalu berlari seperti orang gila menuju lantai bawah. Ia tak peduli dengan penampilannya saat ini yang bertelanjang dada. Ia sangat panik. Ia takut kalau pertemuannya dengan Hinata semalam adalah mimpi belaka. Ia takut kalau itu hanya halusinasinya saja. Ia takut, sangat takut. Memikirkannya saja membuatnya hampir gila.

Namun, ketika berada di lantai bawah ia mencium aroma lezat yang berasal dari dapur. Pria itu lalu bergegas kesana. Benar saja, sesosok wanita indigo dengan rambut yang diikat ponytail sedang sibuk memotong-motong bahan makanan yang akan ia masak. Dengan langkah gontai Naruto menghampiri Hinata. Jantungnya nyaris saja copot pagi ini. Hinata, ya, hanya dia yang bisa membuat Naruto menjadi kacau.

"Oh, kau sudah bangun. A-apa aku berisik sehingga membangunkanmu?" Hinata tersenyum pada Naruto. Lalu kembali memotong wortel yang ada di tangan kirinya.

"Tidak. Aku memang terbiasa bangun sepagi ini," Naruto tidak berbohong. Semenjak Hinata tak lagi disisinya, ia justru rajin bangun pagi. Alasannya sama, supaya cepat meninggalkan rumah.

"Go-gomen, a-aku memakai dapurmu tanpa izin terlebih dahulu. A-aku hanya ingin membuatkan sarapan untukmu," Hinata menghentikan kegiatannya dan berusaha menatap Naruto.

"Hey, dapurku ini juga dapurmu. Bukankah aku sudah mengatakan bahwa kau adalah istriku?" Naruto mendekat, mencoba melihat masakan Hinata. Dari bahan-bahan yang ia lihat dan aroma masakannya ia menebak kalau yang Hinata buat pagi ini adalah sup, "Ingatanmu kembali?"

Hinata menggeleng lemah, "A-aku membaca buku ini. Kupikir a-aku bisa membuatnya," ia menunjuk sebuah buku yang terletak di meja makan. Letak meja makan memang satu tempat dengan dapur.

"Oh," Naruto tersenyum. Ada sedikit kekecewaan disana, "Aku kira ingatanmu kembali. Itu karena kau dulu setiap pagi selalu membuatkanku sup. Dan ini adalah makanan favoritku tiap pagi."

"Na-Naruto-san, bisakah kau memakai pakaianmu kembali. Ra-rasanya aku..." wajah Hinata memerah setelah sadar kalau pria di depannya ini bertelanjang dada.

Naruto memperhatikan penampilannya. Ia juga baru sadar kalau tak memakai pakaian dengan lengkap. Ia lalu menggaruk-garuk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal, "Haha, iya. Go-gomen," ia sangat gugup. Pria itu lalu pergi ke kamarnya dan memakai pakaiannya lalu kembali ke dapur.

Di meja makan telah tersedia semangkuk sup yang masih melihat kalau Hinata masih membersihkan sisa kotoran dari kegiatan memasaknya tadi. Mata sapphire-nya dengan setia mengikuti setiap gerakan dari tubuh Hinata. Ia lalu tersenyum bahagia. Benaknya ingin berteriak. Memberitahukan semua orang kalau anggapan mereka semua salah. Hinata masih hidup dan ia disini bersamanya.

"Ke-kenapa belum makan, Naruto-san?" Hinata yang baru saja selesai bersih-bersih mengelap tangannya yang masih basah.

"Aku menunggumu," Naruto tersenyum lalu mengambil sendok yang ada di sebelah mangkuk supnya, "Ittadakimasu!" ia lalu menyendok sup tersebut dan memasukkan ke mulutnya.

Hinata melihatnya dengan harap-harap cemas. Ia takut masakannya tak enak,"Ba-bagaimana?"

Raut wajah Naruto terlihat sangat puas, "Oishi!" pria itu lalu kembali memakan sup itu dengan lahap. Sesekali ia mengerjap-ngerjap kepanasan. Hinata yang melihatnya jadi tersenyum. Wanita itu lalu juga memakan supnya.


-I PROMISE YOU-


"Kau jangan keluar rumah. Kalau ada apa-apa segera telepon aku. Nomornya aku letakkan di sebelah telepon," Naruto memakai sepatunya dengan buru-buru. Sial sekali hari ini ia harus masuk kantor padahal pria itu ingin bersama Hinata seharian. Sekretaris kantornya yang cerewet tiba-tiba meneleponnya beberapa saat setelah ia makan pagi.

Pria itu menghela nafas berat. Ia tak mau meninggalkan rumah. Setidaknya tidak di hari pertama setelah kepulangan Hinata. Ia juga masih dilanda kecemasan kalau meninggalkan rumah untuk saat ini. Ia takut ketika pulang nanti Hinata tak ada dirumah. Ingin rasanya menolak perintah dari atasannya untuk menemui klien pagi ini.

"Tenang saja, Naruto-san. A-aku akan baik-baik saja. Aku tak akan keluar rumah, ja-jadi jangan khawatir," Hinata mencoba mengurangi kekhawatiran Naruto terhadapnya.

Naruto menatap Hinata yang tersenyum padanya. Tangannya lalu membelai rambut Hinata lembut, "Aku akan kembali secepatnya. Tunggu aku," ia lalu bergegas pergi dari rumah.

"Berhati-hatilah dijalan!" teriak Hinata ketika Naruto sudah lumayan jauh dari rumah. Pria itu tersenyum. Pertama kalinya setelah dua tahun ia bisa lagi mendengar suara Hinata di pagi hari.

Setelah Naruto pergi bekerja. Hinata kembali masuk ke dalam rumah. Ia bersiap-siap untuk membersihkan rumah pagi ini. Ia memulai kegiatannya dari halaman rumah. Semua rumput di halaman yang telah meninggi ia pangkas dan bunga-bunga yang telah mati ia tanami lagi dengan bibit bunga yang baru. Tempat selanjutnya adalah ruang tengah dan ruang kerja Naruto. Ia membawa kemoceng, penyedot debu, serta pel. Ia membersihkan ruang tamu di segala sudut. Semua bingkai foto yang terpajang disana ia bersihkan dari debu yang menempel. Setelah ruang tamu selesai ia bergegas ke ruang kerja Naruto.

Disana keadaannya lebih parah dari ruang tamu. Kertas berserakan dimana-mana. Banyak bungkusan makanan ringan yang tak dibuang ketempatnya. Wanita indigo itu lalu memungut satu per satu kertas yang berserakan itu dan menyusunnya dengan rapi. Matanya lalu tertuju pada tumpukan dokumen yang tertumpuk asal di atas sebuah meja kerja. Ia lalu merapikan dokumen tersebut.

Tiba-tiba ia melihat sesuatu dibalik tumpukan dokumen tersebut. Sebuah klipingan dari berbagai koran tersusun rapi disana. Ia sedikit penasaran karena tertulis namanya di sampul klipingan tersebut. Perlahan ia membuka klipingan itu. Matanya terbelalak ketika ia membaca headline yang terpampang disana.

SEORANG WANITA TENGGELAM DI SUNGAI SUCI KONOHA

Dibawah tulisan itu terdapat fotonya. Ia kembali membuka lembaran selanjutnya. Semua berita yang ada di dalam klipingan itu saling terkait. Semuanya memberitakan tentang seorang wanita yang tenggelam di sungai, mayatnya tak ditemukan. Dan wanita dalam berita itu adalah dirinya.

Kepalanya tiba-tiba dilanda sakit yang teramat sangat. Ia mengerang sambil memegangi kepalanya dengan kedua tangannya. Ia sampai terjatuh karena kakinya lemas, tak kuasa menahan sakit yang kini menyerangnya, "Naruto," itulah kata terakhirnya sebelum ia jatuh tak sadarkan diri.


-I PROMISE YOU-


FLASHBACK ON

2 tahun yang lalu...

Hinata sedang berada di depan sebuah sungai. Sungai itu sangat terkenal di Konoha, bahkan di Jepang. Sungai itu bernama Taiyo yang artinya matahari. Salah satu dari beberapa sungai suci di Jepang. Konon, sungai itu bisa mengabulkan segala permohonan asalkan sang pemohon memiliki hati yang bersih serta memohon dengan tulus. Ada alasan khusus mengapa Hinata datang ke sungai ini.

Wanita itu lalu mengeluarkan ponselnya. Memencet tombol yang ada disana. Dilayar panggilnya tertulis nama 'Naruto'. Ia tersenyum sambil menunggu Naruto mengangkat ponselnya.

"Moshi-moshi, ada apa Hinata?" terdengar suara Naruto dari seberang sana.

"Moshi-moshi, anata. Kau masih di kantor?"

"Hn. Masih sekitar satu jam lagi. Ada apa?"

"Saat ini aku ada di Taiyo-gawa, setelah itu aku akan ke kantormu. Aku akan membawakan sesuatu yang pasti akan membuatmu senang," Hinata tersenyum. Membayangkan ekspresi yang akan diberikan suaminya nanti.

"Jangan membuatku penasaran, Hinata. Katakan, apa yang akan kau berikan padaku?"

Hinata terkikik geli, "Rahasia. Sudah dulu ya. Aku mencintaimu."

"Dasar kau. Ya sudah, kalau begitu aku akan menunggumu. Aku juga mencintaimu," terdengar suara koneksi terputus di telepon Hinata.

Wanita itu lalu meletakkan ponselnya di dalam tasnya. Ia melepaskan sepatunya dan mendekat ke sungai. Sesuai dengan peraturan, jika ingin meminta sesuatu di Taiyo-gawa harus merendam kakinya di tengah sungai sambil berdoa. Hinata kini telah berada di tengah sungai. Ia memanjatkan doa dengan menangkupkan kedua tangan dan menundukkan kepalanya. Setelah selesai, dengan langkah hati-hati ia kembali ke pinggir sungai.

Aliran Taiyo-gawa memang cukup deras. Cukup deras untuk menyeret tubuh seseorang jika tak melangkah dengan hati-hati. Namun masih saja banyak orang yang berdoa memohon sesuatu disana. Ya, itu merupakan suatu resiko yang harus ditempuh. Segala sesuatu memang tak bisa didapatkan dengan mudah bukan?

Namun sialnya, ketika beberapa langkah lagi sampi ke pinggir sungai kaki Hinata terpeleset. Wanita itu lalu terjatuh karena tak bisa menahan keseimbangannya. Orang-orang yang berada di pinggir sungai bergegas menolongnya dengan menyodorkan sebatang kayu padanya. Namun tangannya tak menjangkaunya. Lalu tiba-tiba, entah mengapa aliran sungai makin deras. Tubuh Hinata terseret arus sungai.

Semua orang melihatnya ngeri. Berbagai cara telah dilakukan mereka untuk menolong Hinata. Namun Hinata makin jauh terseret. Kejadian yang begitu cepat membuat tim penyelamat terlambat menyelamatkan Hinata yang kini tak terlihat lagi.

Disisi lain, Hinata tangannya terus menggapai apapun yang ada di dekatnya. Namun sayang, segala sesuatu yang dilakukannya sia-sia. Air sungai semakin deras dan dalam, tapi Hinata tak patah semangat untuk menyelamatkan diri, 'Aku tak boleh mati. Naruto menungguku. Aku tak boleh mati, tak boleh mati!' batinnya terus berteriak melawan kematian.

Di kantornya, Naruto merasakan hawa tak enak. Entah hatinya terasa sesak tiba-tiba. Lalu ponselnya berdering. Ia terkejut, panggilan itu dari Hinata. Perasaan tak enak itu makin menjadi-jadi. Pria itu lalu mengangkat panggilan tersebut, "Moshi-moshi, ada apa Hinata?"

"Moshi-moshi. Apakah kau kenal dengan pemilik ponsel ini?" Naruto kaget. Suara yang ia dengar bukanlah suara Hinata. Hatinya makin bertambah cemas.

"Ya, tentu. Pemilik ponsel itu istriku. Kau siapa? Dimana istriku?"

"Tenang dan dengarkan perkataanku. Segera datang ke Taiyo-gawa. Selebihnya akan kujelaskan disana," orang itu langsung memutus percakapannya. Naruto panik, dengan cepat ia meninggalkan kantornya dan pergi ke Taiyo-gawa.

Setelah sampai disana ia bingung dengan kadaan di sungai tersebut. Sungai itu memang selalu ramai, namun tak seramai sekarang. Bahkan ada banyak mobil polisi, sebuah ambulan, dan yang paling aneh adalah banyak wartawan. Disana juga ada tim penyelamat. Naruto lalu menelepon ponsel Hinata, "Moshi-moshi, aku sudah sampai. Kau dimana?"

"Mendekatlah ke mobil ambulan. Aku ada disana," Naruto memutuskan koneksi dan segera mendekati mobil ambulan. Kebingungannya makin bertambah karena ketika ia mendekat ke mobil ambulan, semua orang menatapnya dengan tatapan yang menurutnya aneh.

"Apa kau yang meneleponku tadi?" Naruto bertanya pada seorang pria berseragam polisi yang berdiri di samping mobil ambulan.

"Oh, kau suami dari pemilik tas dan ponsel ini? Namaku Umino Iruka," jawab pria itu.

Naruto mengangguk. Ia mengambil tas dan ponsel yang ada di tangan Iruka. Ia masih bingung, "Ada apa ini? Mana Hinata?"

"Naruto, tenanglah. Akan kujelaskan apa yang sedang terjadi disini."

"Bagaimana kau tahu namaku?"

"Dari ponsel itu," Iruka menghela nafas sebentar, "Naruto, istrimu terseret arus sungai."

Perkataan Iruka sukses membuat Naruto bagaikan terjatuh di lubang tanpa dasar, "Kau bohong, tak mungkin," lirihnya.

"Kejadiannya terlalu cepat. Tim penyelamat tak bisa datang tepat waktu. Saat ini mereka mencarinya di bagian hilir sungai dengan perahu. Semoga saja istrimu ditemukan selamat," jelas Iruka.

"Kau bohong, tak mungkin," guman Naruto. Kepalanya menggeleng tak terima perkataan Iruka.

"Naruto. Aku tak bohong. Istrimu terseret-"

"Tak mungkin!" teriak Naruto, "Kau bohong! Setengah jam yang lalu ia meneleponku dan berjanji untuk menemuiku. Hinata bukanlah orang yang mengingkari janji begitu saja. Ia pasti sedang ke kantorku. Aku harus kembali," Naruto ingin beranjak pergi meninggalkan Iruka. Namun polisi itu menahan tangannya.

"Naruto."

"Tidak! Hinata pasti menemuiku. Ia sudah janji. Ia berjanji padaku. Ia tak mungkin, tak mungkin. Cepat lepaskan tanganku!" Naruto menepis tangan Iruka namun polisi itu tak mau melepaskan tangannya.

Hujan turun membasahi bumi Konoha. Hal itu membuat sungai semakin deras dan lebih dalam lagi. Terdengar suara panggilan dari walkie talk Iruka, "Apa ada kemajuan?" tanyanya.

"Umino-san, sungai bertambah deras. Dengan kondisi yang seperti ini kami tak bisa melanjutkan pencarian. Kami tak menemukannya padahal kami telah mencari hingga mendekati hilir sungai."

Naruto lalu merebut walkie talk Iruka, "Apa kau bodoh! Jangan menyerah begitu saja! Kalau sampai kau tak membawa Hinata padaku, akan kubunuh kau!" mau tak mau Naruto harus percaya kalau kini istrinya terseret arus sungai. Tas yang ada ditangannya menjadi bukti kalau Hinata memang korbannya.

"Tenanglah, Naruto," Iruka merebut kembali walkie talk-nya, "Gomen, tadi adalah suami korban. Cepatlah kembali kalau kondisi disana tak memungkinkan dilakukan pencarian."

"Apa-apaan itu! Kalian sebut diri kalian sebagai pelayan masyarakat? Menolong warga yang jelas-jelas diambang kematian saja tak bisa. Apa kalian tak malu dengan jabatan kalian saat ini?!" Naruto menarik kerah kemeja Iruka, "Menyerah katamu? Apa kalian mau tanggung jawab kalau istriku sampai mati, hah?!"

"Naruto, kami hanya manusia. Kami tak bisa melawan kehendak Tuhan," jawab Iruka.

"Kehendak Tuhan katamu? Apakah menyerah juga merupakan kehendak Tuhan? Kalian hanya omong besar saja! Melayani masyarakat, cih! Kalian hanya sampah yang makan dari uang pajak warga! Kalau kalian menyerah mencari Hinata, aku yang akan mencarinya sendiri!"

Ucapan Naruto sering Iruka dengar ketika ia sedang bertugas. Naruto benar, seharusnya ia dan timnya tak menyerah. Namun, jika alam sudah tak bersahabat. Apalah daya yang ia punya sehingga ia bisa melawannya? Ia hanyalah manusia yang tak kuasa melawan hukum alam.

Naruto lalu medekat ke sebuah perahu motor milik tim penyelamat. Orang disekitarnya telah mati-matian menahannya. Namun tetap saja kekuatan yang entah darimana membuatnya lebih kuat dari orang-orang tersebut. Dengan cepat ia menyalakan mesin perahu dan pergi mencari Hinata, "Aku akan menyelamatkanmu, Hinata," lirihnya.


-I PROMISE YOU-


-To Be Continue-


*Gawa= merupakan akhiran yang dipakai pada nama sungai

.

.

Holla, minna-san!

Kaze come baaaaack!

Kali ini sesuai dengan event NaruHina yang lagi hits nih, Tragedy Day.

Sebenernya rada sedih sih dengan event ini, karena dalam ceritanya itu ending-nya akan bad.

Tapi ga papa, yang penting pair-nya tetep NaruHina.

Cerita ini sebenernya mau Kaze bikin one shoot aja.

Tapi karena panjang , ya Kaze bikin two shoot deh.

Semoga happy reading ya semuanya!

Terus semangatin Kaze untuk buat fic NaruHina yang lebih banyak dan lebih baik lagi!

Adios!