Kamar itu tidaklah lain dari biasanya, hanya berisi sedikit barang. Kali inipun cahaya masuk dengan indahnya menyinari kamar yang sepi tersebut.
Kamar tersebut hanyalah berisi satu orang—seorang putri yang tidak membuka matanya. Tidak luput terjaga dari mimpi buruk yang panjang.
Putri tersebut tetap menutup matanya, entah untuk berapa lama, membiarkan cahaya mentari masuk dan melingkupi tubuhnya dengan kehangatan fana—sedikit membuat surai pirangnya memantulkan sedikit cahaya ke arah lain.
Dirinya terlihat indah, bak kaca yang rapuh dan mudah pecah.
(Namun—apa gerangan yang telah terjadi?)
Memento Mori
Kuroi-Oneesan © 2013
—o—
Prolog
Sebuah anomali terjadi—sang putri perlahan membuka matanya, sekejap dari tidur panjang. Tangannya berusaha bergerak, menggapai-gapai udara di dekatnya, perlahan dan lama-kelamaan ia mengangkat tangan dengan usaha yang sebegitu besar.
Berat.
Perasaannya ketika melihat langit-langit putih di ambang tangannya, yang selalu dilihatnya dalam mimpinya. Jemari lentik yang ia kenal, jemari miliknya.
Pikirannya masih kabur sejenak, efek dari terbangun ke dunia nyata—sungguh berbeda dengan mimpinya. Di irisnya tadi hanya terlihat dunia tiga warna, putih yang perlahan menghitam, bercak merah mewarnai kanvas hitam, dirinya berusaha kabur dari mimpi entah kemana mengejar dan akhirnya menemukan sebuah penolong dan—
(Ia berakhir di keadaan ini, seperti tidak bernyawa.)
Gadis itu mencoba duduk, kembali memperhatikan jemarinya dan perasaan limpung yang mendadak terjadi. Dirinya sedikit melirik ke arah jendela, memperhatikan pemandangan yang tidak ia kenal—juga refleksi dirinya sendiri—sosok dengan surai pirang berantakan terurai, juga barulah ia menyadari sesuatu.
Di lehernya terdapat perban membalut.
KLEK
Tak ia sadari pintu terbuka pelan, membuka kamar kecil itu ke dalam suasana dunia. Seorang gadis yang lebih kecil darinya, dengan surai merah muda yang dikuncir dua memasuki ruangan—sungguh tampak kaget melihat sang putri yang terbangun dari tidur panjangnya.
"—Kau terjaga?" nafasnya tercekat, seakan ribuan kata tidak bisa melukiskan apa gerangan yang digambar oleh hati sang gadis kecil itu. "Mami-san…!"
Gadis itu melompat, nyaris, ke arah kasurnya dan menggenggam tangannya yang daritadi bermain mencari lekuk perban di lehernya.
"Syukurlah—ku, kupikir kau sudah benar-benar—" sang putri dapat melihat sedikit air mata mengalir di iris kuning yang memperhatikannya itu.
"Ah…" mulai ia angkat bicara. "Maaf, tapi—kau siapa?"
x x x
Di luar pintu kamar, terdapat seorang tamu lagi selain gadis bersurai merah muda itu. Seorang gadis bersurai hitam legam dengan banyak aksesoris ungu menghiasi perawakannya. Tangannya memegang mulutnya, menahan suara lambang kekagetan yang harusnya ia keluarkan barusan.
"Sayang sekali, eh, Akemi Homura?" sesosok makhluk putih berjalan mendekatinya yang berdiri di balik pintu. "Ia kehilangan memorinya, mungkin tidak lama lagi ia akan mengikuti mereka yang telah pergi."
Akemi Homura menatap makhluk tanpa ekspresi itu dengan sinis. "Ini bukan urusanmu, Incubator."
Sosok itu menatap pintu lekat-lekat, sebelum akhirnya melompat dan hilang di hadapannya. "Kita lihat, apakah keputusanmu untuk mengulang waktu akan menyelamatkan satu orang."
.
.
.
.
Next part . Day of Melancholy
A/N: Sedikit teaser sebelum saya berangkat mau UAS. Yap, ini adalah AU dari episode 3 (kalo gasalah) yang sebenernya mau saya angkat menjadi suatu doujinshi, jadi bisa ditebak kan, karakter yang sudah muncul? Bagi pembaca yang merasa saya belum melanjutkan cerita tertentu, mohon maaf bahwa saya baru bisa melanjutkannya setelah mendapat kebebasan~
Thanks for reading!
