Halo minna!
Iya, iya, aku tahu aku gak jelas banget bikin ff dengan OC! Cuma keinginan aja ingin menulis kembali, tapi bingung harus buat siapa. Aku gak bisa buat cerita kalau aku kurang suka dengan karakternya. Daripada maksa, mending aku buat begini aja dulu ya? Maaf! *nunduk*
Oh ya, ada beberapa kesamaan seperti panggilan Taufan ke Halilintar, terinspirasi dari fanfic Siblings chaos by Dark Calamity of Princess! Habisnya cocok sih nama panggilannya! XD
Oke, langsung aja ya~ I hope you like it!
Boboiboy © Animonsta studios. Warning: OC, Elemental siblings, AU, miss typo(s), Halilintar x OC, or Taufan x OC?, Teen!AllBoboiboy. (Mereka semua Smp, jadi mereka masuk masa remaja 'kan?hehe)
Don't like? Don't read!
Chapter 1
Pacar?
Siapa sih, yang tidak suka dengan ketiga Boboiboy ini. Oke, mungkin mereka memang agak nakal dan sering membuat masalah. Tapi tidak mengurangi kemungkinan mereka memiliki fans, 'kan? Bisa saja fans itu hanya menyukai mereka dalam diam. Dan tentu saja semua fans mereka ingin mendapatkan kesempatan jadi pacar kembar tiga ini.
Halilintar? Ah.. Dia terlalu keren sekaligus menakutkan. Membuat semua perempuan yang menyukainya cuma bisa bungkam seribu bahasa dan tak bisa bilang jika mereka menyukai Halilintar. Oh, pengecualian untuk Yaya. Yaya sih, tidak terlalu ambil pusing jika ingin bicara dengan Halilintar. Meski rada merinding sedikit. Tapi... Rasanya Yaya bukanlah salah satu penggemar atau penyuka Halilintar dengan pandangan seperti 'itu'.
Tunggu, bagaimana kalau ada gosip mengenai Halilintar disekolah?
"Halilintar. Kamu benar menyukai Hime?"
Halilintar menengok kearah orang yang bertanya pertanyaan bodoh itu kepadanya. Itu Yaya. Teman sekelas Halilintar. Ia tahu belakangan ini ada gosip aneh mengenai Halilintar disekolah. Tapi, toh, yang bersangkutan tidak peduli. Malah ia hanya menganggap itu angin yang lalu begitu saja.
Hime? Siapa itu? Oh, itu hanyalah anak baru di smp ini. Memang namanya agak seperti orang Jepang. Tapi ia bukan keturunan atau bermuka seperti orang Jepang. Mukanya oriental, biasa. Rambutnya hitam dan ikal sepunggung. Kulitnya pun tidak putih seperti orang Jepang. Malah kulitnya kecoklatan. Tidak bisa dibilang hitam juga, sih. Cuma coklat biasa. Orang tuanya menamainya Hime karena artinya bagus, dan orang tuanya termasuk orang yang menyukai budaya Jepang.
Yaya hanya ingin memastikan. Apa benar yang terjadi itu. Agar gosip yang ada tidak terlalu menyebar luas. Bahaya juga kalau sudah seminggu kabar ini beredar tapi tidak ada respon dari kedua belah pihak. Malah anak-anak lain pasti akan menyebar berita yang tambah tidak jelas.
Dan sepertinya, gadis seperti Hime bukanlah tipe perempuan yang disukai Halilintar.
"Apa maksudmu?" tanya Halilintar dingin, matanya men-deathglare Yaya. Pertanda ia sangat kesal.
"Ah, tidak. Kukira akan lebih baik jika bertanya kepadamu daripada mempercayai berita yang tidak jelas." jawab gadis berkerudung pink itu, dengan sopannya.
Halilintar mendengus, "bukan urusanmu." balasnya kembali, kemudian pergi dari sana. Malas meladeni perempuan ini. Kebetulan sekarang sedang istirahat.
"Hm?" Yaya yang melihat gelagat Halilintar, jadi curiga. "Masa, sih.. Halilintar suka dia." gumamnya, kemudian memutuskan untuk pergi.
.
.
"HEEEEE?"
Terdengar teriakan dari seorang gadis, untung saja kantin saat ini sudah sepi. Gadis itu, Hime bersama Ying yang sekelas dengannya sedang duduk di kantin. Jam istirahat kelas mereka diundur karena ulangan tadi, jadi ketika orang lain masuk, mereka istirahat.
"K-kok bisa? Siapa bilang... Ying! Kamu tau dari mana!?" paniknya kembali, menatap teman didepannya dengan wajah yang sulit di deskripsikan.
"Haiya.. Itu sudah menyebar di satu sekolah ma, masa kamu tidak tahu," Ying, dengan gelagat Cina-nya membalas pertanyaan teman yang ada dihadapannya sambil minum es coklat.
"Huwaaa! Kok bisa gitu! Mati, aku! Kamu tau kan Halilintar itu orangnya seperti apa! Pasti dia menyangka kalau aku yang suka dengannya!" Teriaknya kembali, membuat ibu-ibu di kantin melihat mereka dengan tatapan bingung.
Ying menggelengkan kepalnya, "sudah sudah.. coba tenangkan dirimu dulu. Setelah itu cerita kepadaku kenapa ada gosip seperti itu."
Yang disarankan kembali duduk, menopang kepalanya diatas meja frustasi. Hime memang begitu, mudah panik akan sesuatu. Terutama dengan gosip. Dia sudah bahagia menjadi anak biasa yang hidup tenang disekolah ini. Tapi sepertinya, itu tidak akan terjadi lama.
"Masa gara-gara itu, sih..." gumamnya, tapi dapat didengar oleh Ying.
"Apa?" tanya Ying penasaran.
"Gini, lho.."
.
Hime menatap loker yang ada didepannya, wajahnya gugup dan bingung harus memasukkan kertas yang dipegangnya kedalam loker itu atau tidak. Loker yang bertuliskan nama 'Taufan'. Baru saja tangannya memegang ujung kenop dari loker tersebut, tangannya berhenti setelah mendengar suara. "Sedang apa kau?" suara berat itu bertanya, Hime yang mendengarnya menengok kearah sumber suara. Sial. Itu Halilintar. "Mau mengerjai adikku?" tanyanya kembali, menatap Hime dengan tatapan tajam. "Ti-tidak kok!" jawabnya gugup. Mengibaskan tangannya berkali-kali. Dan kertas yang dipegangnya seketika jatuh. Hime memang murid baru disini, tapi dia sudah beberapa bulan berada disekolah dan sudah sangat mengetahui tentang tiga kembaran Boboiboy. Terutama Halilintar. Jadi wajar saja jika ia takut. Halilintar melihat kertas yang baru saja jatuh itu, dan memiringkan alisnya sedikit, bingung. "Mati aku..." gumam Hime dengan panik. Tidak tahu harus berbuat apa lagi. "Aku menyukaimu, maukah kamu pergi ke taman bersamaku? Sekali, saja.." Halilintar membaca surat itu agak keras sambil memandang surat tersebut dengan perasaan jijik. Tanpa disangka-sangka, dibelakang Halilintar ada dua orang murid yang Hime tidak kenal siapa. Memandang kaget kearah mereka berdua. Setelah Hime melihat mereka, mereka berdua langsung pergi dengan tatapan shock. Hime bingung, mereka kenapa coba? Sedangkan Halilintar tidak mengetahui itu, masih merasa jijik dengan surat yang ada ditangannya. "Surat sampah." Halilintar hanya berkata seperti itu, melemparkan kertas tersebut kearah Hime kembali. "M-maaf... I-itu, uhm- aku kena Dare dari temanku ketika bermain Truth or Dare.. Dan, harus memberi surat ini ke loker Taufan." "Hah? Jadi kau membuat adikku menjadi bahan taruhan!?" Halilintar kesal, makin menatap tajam kearah Hime. "B-bukan gitu juga! Maaf! Maaf! Aku tidak bermaksud begitu!" Hime mengatupkan kedua tangannya, merasa bersalah. Tapi lebih tepatnya takut. Halilintar mengepalkan tangannya. Kalau saja orang didepannya ini laki-laki, Halilintar pasti sudah melemparnya sampai ke lapangan. Tanpa diduga, Halilintar malah beranjak pergi dari sana tanpa sepatah kata apapun. Mungkin makin lama berada disana hanya akan membuatnya semakin kesal. Hime berusaha mengatur nafasnya dan degup jantungnya, "huh..menyeramkan sekali." "Hime!" Tiga anak perempuan, datang menghampiri gadis yang masih mematung ditempat. Satu diantara mereka berkerudung. Sedari tadi mereka bersembunyi melihat apakah Hime berhasil melakukan 'Dare' dari mereka. "Sepertinya, Dare kita keterlaluan.." ucap salah satu perempuan tersebut, menepuk pundak Hime. "Maaf, ya." kata mereka kembali, bersamaan. Hime menganggukkan kepalanya. "Iya, gapapa kok. Eh tapi, surat ini tidak usah dikirim, ya. Memalukan banget." Hime tertawa canggung setelah memungut kembali kertas yang sudah menjadi sebab ia hampir jantungan. "Ah iya, silahkan. Aku gak mau ambil resiko kalau sampe kamu jalan beneran sama Taufan." balas temannya yang berkerudung, tertawa geli setelahnya. "Begitu saja Halilintar sudah mengamuk, bagaimana kalau kamu pacaran sama dia.." "Eeeh? Gak akan!" Hime takut sekaligus malu membayangkannya. "Dia aja over protective gitu sama adeknya! Mana mungkin aku mau pacaran sama salah satu dari mereka! Serem!" "Eh tapi Hime, sepertinya kamu bakal dapet masalah yang lebih besar, deh." Hime mengerjapkan matanya tiga kali. "A-apa?" Salah satu dari mereka, yang berkuncir satu menghela nafas. "Kamu tau tadi, dua anak yang melihat Halilintar membaca surat itu didepan kamu? Sepertinya mereka salah paham." "Eh?" Hime bengong, bingung mesti merespon apa. "Errh.. Sudahlah. Aku gak mau ambil pusing. Paling-paling juga besok bakal normal kembali." katanya santai, "yuk pulang." tambahnya, mengajak ketiga temannya. Sebenarnya Hime tidak mengerti maksud temannya. Jadi ia memilih untuk mengabaikan peringatan dari salah satu temannya itu. Kepalanya sudah cukup pusing hari ini.
"Begitu..." Hime menunduk sesal setelah menceritakan hal tersebut kepada Ying.
"Alamak.." Ying memutar bola matanya, tidak habis pikir. "Mereka semua salah paham dong?" tanyanya.
"Mm.." Hime mengangguk, "mungkin."
"Jadi sebenarnya kamu sukanya sama Taufan? Kalau kamu mau, bisa aku deketin kalian. Aku sama dia kan temenan sejak kecil."
"Eh..n-nggak kok! Aku gak mau berurusan sama ketiga Boboiboy itu." balas Hime panik, mengibaskan tangannya kembali. Sebuah kebiasaan.
"Masa sih?" goda Ying, kembali meminum es coklatnya yang tinggal setengah.
"B-benar! Ta-tapi kalau dipikir-pikir Taufan emang cakep, baik juga sama aku kalau dikelas, bisa jadi sih.."
Ying tertawa kecil, setelahnya melihat seseorang yang baru datang dari kantin dengan tatapan kaget. Hime dapat merasakan auranya. Jangan-jangan...
Dan benar, itu Halilintar.
"Bisa jadi apanya!?" Halilintar membentak Hime dengan tatapan membunuh. Sedangkan yang dibentak hanya diam seperti biasa.
"Heck, perempuan merepotkan. Awas saja kalau sampai kau benar mendekati Taufan dengan alasan bodoh seperti tadi!"
"U-um.. Maaf.." hanya itu yang bisa Hime keluarkan dari mulutnya.
Ying mencoba melerai. "Haiya.. Halilintar! Kamu tidak boleh seperti itu, dong! Hime kan tidak bermaksud buruk ke Taufan." kata gadis Cina itu, mencoba menenangkan Halilintar.
"Tapi aku tidak bisa terima dengan gadis yang hanya ingin main-main dengan adikku. Awas saja kau!" bentaknya kembali, melotot kearah Hime. "Dan gara-gara kau juga sekarang ada gosip yang benar-benar bodoh disekolah sialan ini!" lanjutnya kembali.
"Kak Hali!" suara lain menyahut, Halilintar tahu siapa itu. Taufan. Segera ia melihat kearah sumber suara yang menuju kearah mereka.
"Cie cie! Makin deket aja! Ternyata gosip itu benar ya- aduh!" perkataan Taufan tidak terucap lengkap karena satu tangan menyikut perutnya.
"E-eh! Kasar sekali.." Hime merespon perbuatan Halilintar kepada Taufan. Menatap kasihan kearah Taufan. Begitu pula Ying.
"A-ahahaha! Sudah biasa kok Hime," jawab Taufan dan tersenyum kearah gadis itu. "Oh ya, kalau kamu beneran pacaran sama kak Hali, tolong buat dia berubah, dong. Ehehehe." godanya, melirik kearah Halilintar dan langsung dibalas dengan deathglare.
"E-eh.." Hime yang mendengarnya hanya menunduk malu, atau takut kalau Halilintar akan makin mengamuk setelah mendengar ini.
"Dengar ya. Sudah kubilang ini cuma salah paham. Aku tidak tahu siapa orang bodoh yang menyebarnya. Yang jelas aku tidak peduli." Halilintar siap pergi dari sana, sebelum menambahkan. "Dan aku sama sekali tidak menyukai perempuan ini. Jijik yang ada. Perempuan jelek begini, kok disukain." lanjutnya kemudian pergi dari sana.
Meski Hime tidak ada rasa dengan Halilintar, entah kenapa kata-kata itu sangat menyakitkan hatinya. Taufan mengerti itu, tentu saja. Terutama Ying yang sesama perempuan. Hime memaksakan senyum setelah Taufan memandang khawatir kearahnya.
"Hime.." Ying menepuk pundak Hime, menenangkan teman dekatnya itu.
"Ish, kak Hali tuh ya! Nyakitin perasaan perempuan aja sih! Ayo minta maaf!" teriak Taufan tetapi tidak ada balasan. Taufan duduk disebelah Hime.
"Anu.. Maafkan kakakku, ya. Dia memang begitu."
Tanpa disangka-sangka, Hime sudah menangis. Ia sudah agak sesegukan tetapi ditahan. "Hime!" Ying makin khawatir, "ayo kita ke kelas saja ma! Daripada disini!" Kemudian Ying menyuruh Hime berdiri, "Taufan! Kita duluan, yaa!" Ying berkata, dibalas anggukkan oleh Taufan.
"Parah.." Taufan hanya bisa melihat Hime kasian
.
.
Dirumah, setelah pulang sekolah biasanya tiga kembaran Boboiboy ini sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing. Halilintar yang mendengarkan musik, Taufan yangbermain game, dan Gempa yang memasak.
Taufan bosan. "Uhh..." Merasa lapar, Ia memutuskan mem-pause gamenya dan jalan ke dapur. "Gempa, kamu masak apa?" tanyanya kepada adik bungsunya yang bisa dibilang jago memasak itu. Sekarang ia sudah didapur.
"Aku buat nasi goreng, nih.. Bekas sisa lauk kemarin. Sayang kalau dibuang." jawabnya, tersenyum kearah Taufan.
"Yey~! Oke, kutunggu di meja makan deh! Bentar lagi jadi kan?" Taufan excited.
"Iya, kamu sama kak Halilintar siapin piring aja sama minum disana." balasnya kembali, mengaduk nasi goreng yang ada di penggorengan.
Taufan mengangguk semangat, segera menuju ke meja makan disana. Halilintar disana sedang mendengarkan musik di earphone. Kebiasaannya.
Teringat akan sesuatu, Taufan memutuskan untuk bicara kepadanya. "Kak Hali," panggilnya pelan.
Halilintar tidak mendengar jelas, tapi dia sadar kalau Taufan memanggilnya. "Hm."
"Hime tadi nangis, lho.." Taufan berkata sambil melihat kearah Halilintar dengan tatapan sedih.
"Apa urusanku?" jawab Halilintar dingin, kemudian mendengus.
"Ih! Kak Hali kok gitu banget, sih! Kata-kata kamu itu lho, kebangetan! Coba aja bayangin kak Hali jadi perempuan terus dibilang begitu sama cowok!"
Halilintar diam. Baru kali ini Taufan segitu sewot dengannya karena orang lain. "Jangan-jangan kau lagi yang suka sama perempuan sialan itu?!" katanya, bales sewot.
"Ih, nggak! Aku cuma ngingetin kak Hali, hargain dong perasaan perempuan.. Perempuan kan mudah sakit hati."
Gempa yang baru dari dapur dan membawa mangkuk besar berisi nasi goreng melihat kedua kakaknya bingung. "Eh? Kalian kenapa?"
"Ini lho kak Hali, masa dia ngatain perempuan dengan kata-kata yang nyakitin banget.."
Gempa melihat Halilintar yang kini mendengus, duduk di meja makan kemudian melihat kearah Halilintar. "Benar, kak?"
Halilintar hanya membuang wajahnya kearah samping.
"Dia bilang katanya Hime itu jelek dan kak Hali jijik sama dia! Jahat banget, 'kan?" Taufan kembali menjelaskan.
Gempa menghela nafas. "Kak, tau gak.. Kalau kita gak bisa hargain perasaan perempuan, sama aja kita gak hargain ibu kita.." Gempa mulai menasehati kakak tertuanya. "Aku tau kenapa kak Halilintar gini. Karena gosip itu, ya? Tapi sebaiknya kak Halilintar gak usah sampe bilang begitu." Gempa kembali menasehati kakaknya dengan lembut, tersenyum kearahnya.
Taufan mengangguk setuju berkali-kali. "Nah, besok kak Hali musti minta maaf sama dia!" katanya semangat.
"Cih.." sedangkan hanya itulah balasan dari Halilintar, ia sangat kesal diceramahi seakan-akan dia yang salah disini. Sebenarnya kan ia hanya ingin perempuan sialan itu tidak mendekati Taufan dan main-main sama adiknya. Cuma mungkin lebih baik jika ia menahan diri untuk menceritakan kejadian itu.
TBC or Delete?
Ugh... Aku buat apa. *ngeliat ke atas dengan tatapan shock*
Maaf ya kalau absurd banget! Aku takut ketiga BBB jadi OOC disini! Cuma aku udah berusaha kok biar mereka bisa IC.
Maafkan juga kebodohanku yang gak bisa namain OC. Habisnya aku bingung mau namain apa, jadi ya Hime aja deh. Gampang iinget! (jadi karena itu?)
Maaf juga karena aku pakai OC disini aku emang suka shounen-ai/yaoi. Cuma belum bisa bikin ff semacam itu.. Banyak resiko yang harus kupertimbangkan. Jadi maaf kalau kalian kecewa banget sama aku.
Dan aku gak masangin mereka dengan Ying atau Yaya itu ada alasan tertentu juga.. Maaf sebesar-besarnya! *bows*
Sorry(Minta maaf mulu!) juga Gempa jarang muncul! (Bahkan Fang gaada.) Kalau respon kalian positif, aku bakal lebih munculin adegan brother 3BBB dan mungkin bakal ada Fang! ^^
Aku gak muluk-muluk kok permintaannya, kalau kalian gak suka bilang aja dengan jujur. :3
So, mind to review?
